14 ANALISIS KOMPETENSI KETENAGAAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN NUTRISI DI RSUP PROF.DR.R.D.KANDOU MANADO

  

ANALISIS KOMPETENSI KETENAGAAN TERHADAP KUALITAS

PELAYANAN NUTRISI DI RSUP PROF.DR.R.D.KANDOU MANADO Ansye A.P.Regar*, Gustaaf A.E.Ratag**, Nelly Mayulu**

  • * Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado ** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

  ABSTRAK

Pelayanan gizi rumah sakit bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien baik rawat inap

maupun rawat jalan untuk kepentingan metabolisme tubuh, dalam rangka upaya promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitative. Pelayanan gizi yang bermutu dapat dihasilkan apabila

memiliki SDM yang berkompetensi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kompetensi

ketenagaan di instalasi gizi dan kualitas pelayanan nutrisi yang dihasilkan. Desain penelitian

adalah mixed method dengan pendekatan sequential explanatory. Sampel kuantitatif

menggunakan total sampling yaitu 69 petugas di instalasi gizi. Pengambilan informan kualitatif

dilakukan secara purposive sampling, dimana yang menjadi informan utama adalah 5 orang ahli

gizi, 4 orang pramusaji, dan yang menjadi informan triangulasi adalah kepala instalasi,

penanggung jawab asuhan gizi rawat jalan, dan 3 orang pasien rawat inap. Kesimpulan dari

penelitian bahwa kompetensi petugas gizi secara keseluruhan sudah cukup baik. Kedudukan

dalam struktur organisasi belum sesuai dengan PGRS. Instalasi gizi RSUP Prof Dr.R.D.Kandou

belum memiliki tenaga gizi yang telah mengikuti pendidikan profesi dengan gelar Registered

Dietisien dan belum memiliki dokter spesialis gizi klinik sehingga tim asuhan gizi hanya terdiri

dari ahli gizi saja. Petugas di instalasi gizi sudah cukup memiliki pengetahuan yang baik tentang

uraian tugasnya masing-masing, namun belum melaksanakannya dengan maksimal karena masih

banyak yang rangkap tugas. Keterampilan petugas gizi cukup baik karena belum semua petugas

mengikuti pelatihan tentang pelayanan gizi sesuai dengan kualifikasi jabatan. Sikap petugas gizi

dalam pelayanan gizi sudah baik namun koordinasi dan komunikasi dengan petugas kesehatan

yang lain belum tercipta dengan baik. Kualitas pelayanan gizi menurut petugas sudah baik namun

perlu ditingkatkan dari jumlah SDM agar dapat menghasilkan kualitas yang lebih baik lagi.

Sedangkan menurut pasien, kualitas pelayanan harus ditingkatkan dari segi penampilan dan

citarasa makanan.

  Kata Kunci: Kompetensi Ketenagaan, Kualitas Pelayanan Nutrisi ABSTRACT

Hospital nutrition service aims to meet the nutritional needs of patients both inpatient and

outpatient for the benefit of body metabolism, in order promotive, preventive, curative, and

rehabilitative efforts. Quality nutrition services can be generated if they have competent human

resources. This study aims to analyze the competence of personnel in nutrient installations and

quality of nutritional services produced. The research design is a mixed method with sequential

explanatory approach. The quantitative samples used total sampling of 69 officers in nutrient

installations. Qualitative informants were collected by purposive sampling, whereas the main

informants were 5 nutritionists, 4 waitresses, and the triangulation informant was the head of the

installation, in charge of care of outpatient nutrition, and 3 people inpatients. The conclusion from

the research that the competence of nutrition officers as a whole is good enough. The position in

the organizational structure is not in accordance with PGRS. Nutrition instalation of Kandou

hospital does not yet have a nutritionist who has followed a professional education with a

Registered Dietisien degree and does not yet have a clinical nutrition specialist so the nutrition

team consists only of nutritionists. Officers at the nutrition installations have enough good

knowledge about the description of their respective duties, but have not implemented it maximally

because there are still many duplicate tasks. The skill of nutrition officer is good enough because

not all officers have attended training on nutrition service in accordance with job qualification.

The attitude of nutrition officers in nutrition service is good but coordination and communication

with other health officer has not been created properly. The quality of nutritional services

according to the officers is good but needs to be increased from the number of human resources in

order to produce better quality. Meanwhile, according to the patient, the quality of service should

be improved in terms of appearance and taste of food.

  Key Words: Personnel Competence on Quality of Nutrition Service PENDAHULUAN

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, memiliki etika dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

  Petugas kesehatan di rumah sakit menyadari bahwa gizi merupakan faktor penting dalam upaya perawatan dan penyembuhan pasien di rumah sakit. Pelayanan gizi yang baik pada akhirnya bertujuan meningkatkan status kesehatan sehingga mempercepat kesembuhan pasien. Sering terjadi kondisi pasien bertambah buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya (Anonim, 2006).

  Dalam memberikan pelayanan gizi di rumah sakit, Standar Pelayanan Minimal harus dicapai agar pasien lebih cepat sembuh, hari rawat inap diperpendek dan kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit meningkat. Penilaian kepuasan pasien adalah pendekatan yang cukup efektif, murah, dan mudah sebagai indikator keberhasilan penyelenggaraan makanan di rumah sakit yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya menjaga mutu pelayanan di rumah sakit (Anonim, 2013). Mutu pelayanan makanan yang baik dapat berpengaruh positif terhadap kepuasan pasien.

  Oktaria dkk (2014) yang menganalisis kepuasan pasien rawat inap terhadap pelayanan gizi di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang tahun 2014 menemukan bahwa hasil pemetaan diagram kartesius menunjukkan 2 atribut yang merupakan prioritas utama yaitu kelengkapan alat penyajian makanan (piring, sendok, gelas) dan penampilan petugas makanan berseragam rapi, dalam kategori prioritas rendah, pertahankan prestasi dan berlebihan.

  Lumopa dkk (2016) dalam penelitian mereka terhadap 57 pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon yang diambil seluruhnya (total populasi) dari kelas 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara bukti fisik, kehandalan petugas, daya tanggap, jaminan, dan perhatian dengan kepuasan pasien.

  Tenaga gizi memiliki peran yang sangat penting dalam pelayanan gizi di rumah sakit. Dalam memberikan pelayanan gizi perlu diketahui hal-hal yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi, antara lain kinerja dari para tenaga gizi itu sendiri. Tenaga gizi yang bekerja sesuai dengan kompetensinya akan menghasilkan suatu kinerja yang baik. Kinerja yang baik harus tercermin dari kualitas pelayanan yang diberikan misalnya mutu makanan yang disajikan, ketepatan waktu pelayanan, dan kesiapan petugas dalam pelayanan makanan. Penelitian yang dilakukan oleh Padmiari dkk (2013) di RSUP Sanglah Bali menyatakan bahwa tingkat kepuasan pasien tentang kinerja tenaga gizi yang masih kurang dalam kemampuan, keterampilan, pengalaman, dan kepemimpinan yang belum sesuai

  Hasil penelitian dari Dewi dkk (2015) menunjukkan bahwa implementasi pelayanan gizi belum optimal. Komunikasi kebijakan pelayanan gizi belum jelas dan konsisten. Sumber daya belum mencukupi dengan latar belakang pengetahuan dan keterampilan kurang mendukung. Usulan sarana terpenuhi namun tidak tersedia tepat waktu. Petugas menunjukkan sikap kurang mendukung kegiatan pengolahan dan distribusi diit. Tugas dan wewenang kurang dipahami oleh pramusaji,

  Standard Operating Procedure (SOP)

  kurang jelas dan kurang dipahami oleh petugas serta mekanisme pertanggungjawaban tugas distribusi diit belum berjalan. Pasien menyatakan bahwa makanan sudah baik, alat makan lengkap dan bersih namun belum mendapatkan penjelasan tentang diit yang diberikan. Hasil observasi menunjukkan bahwa sisa nasi, lauk nabati dan sayur pasien masih cukup banyak. Disimpulkan bahwa implementasi pelayanan gizi belum optimal berkaitan dengan komunikasi kebijakan tidak jelas/tidak konsisten, tugas, wewenang, SOP dan mekanisme pertanggungjawaban tugas tidak jelas/tidak dipahami oleh petugas.

  Brewster et al (2000) mengatakan digunakan untuk istilah kapabilitas atau keahlian, pengetahuan, atribut, dan karakteristik lainnya. Spencer and Spencer dalam Prihadi (2004) menyebutkan bahwa terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu : keahlian/skill, pengetahuan/knowledge, konsep diri/self concepts, sifat/traits, dan motivasi/motives. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnamiasih (2012) bahwa kompetensi SDM mempengaruhi kualitas pelayanan. Semakin baik keahlian, sifat, dan motivasi maka semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Hendrorini dkk (2012) pada empat rumah sakit di Jabodetabek menyimpulkan bahwa dari 29 responden yang bekerja di instalasi gizi, lebih banyak yang bekerja tidak sesuai uraian tugas, tidak sesuai kompetensi, dan beban kerja kurang. Kompetensi yang harus dilakukan belum tercakup dalam uraian tugas dan beban kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Diez-Garcia et al (2013) di San Paolo tentang pelayanan indikator pelayanan gizi di rumah sakit menyebutkan bahwa salah satu indikator dari kualitas pelayanan makanan di rumah sakit adalah kualifikasi dari tenaga gizi sendiri.

  Studi pendahuluan diperoleh Gizi RSUP Prof. dr. R. D. Kandou memiliki uraian tugas masing-masing yang sudah ditentukan oleh pihak manajemen rumah sakit, tetapi implementasinya belum dilaksanakan secara maksimal. Dalam wawancara terhadap beberapa pasien, masih ada komplain ketidakpuasan dari ruang rawat inap terkait pelayanan yang diberikan. Dari segi kepemimpinan, monitoring dan evaluasi kinerja staf yang dilakukan belum berlangsung secara rutin juga menjadi kendala untuk mengukur tingkat implementasi dari uraian tugas masing-masing. Di samping itu, jumlah ahli gizi yang kurang menyebabkan belum dapat melakukan pelayanan gizi secara maksimal.

  Dari permasalahan di atas maka peneliti ingin mengetahui kompetensi tenaga yang bertugas di instalasi gizi dan bagaimana kualitas pelayanan yang dihasilkan di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado.

  METODE

  Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode campuran yaitu netode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif bertujuan menganalisis data ketenagaan dari segi masa kerja, latar belakang pendidikan, dan keikutsertaan dalam pendidikan dan pelatihan. Metode kualitatif bertujuan kompetensi tenaga gizi dari segi pengetahuan, keterampilan dan sikap serta kualitas pelayanan nutrisi yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan bulan November 2016 - Maret 2017. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisa data kepegawaian dan wawancara mendalam kepada

  9 informan yaitu 5 orang ahli gizi dan 4 orang pramusaji. Sedangkan yang menjadi informan triangulasi adalah Kepala Instalasi Gizi, Penanggung Jawab Asuhan Gizi Rawat Inap, dan 3 orang pasien rawat inap. Pemilihan sampel pada penelitian ini berdasarkan prinsip kesesuaian (appropriatness) dan kecukupan (adequency).

  Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Pelayanan gizi yang baik menjadi salah satu penunjang rumah sakit dalam penilaian standar akreditasi untuk menjamin keselamatan pasien. Dalam upaya menjamin pelaksanaan pelayanan gizi yang optimal di rumah sakit diperlukan tenaga gizi yang professional dan berkompetensi. adalah rumah sakit tipe A milik kementerian kesehatan RI yang telah terakreditasi paripurna sejak tahun 2016. Instalasi gizi sebagai penunjang pelayanan melakukan penyelenggaraan makanan kepada pasien maupun kepada staf rumah sakit. Data ketenagaan instalasi gizi menunjukkan belum ada tenaga gizi yang melanjutkan pendidikan profesi ke jenjang Registered

  Dietisien. Pedoman PGRS menyatakan

  bahwa pimpinan pelayanan gizi harus memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang dietetic, yaitu seorang Registered

  Dietisien dan telah mengikuti pendidikan manajemen.

  Sumber Daya Manusia yang ada di instalasi gizi berjumlah 69 orang dengan rincian 25 orang ahli gizi, 20 orang juru masak, 16 orang pramusaji, 3 petugas logistik, 3 orang petugas makanan khusus, dan

  2 orang supervisor persiapan, pengolahan dan distribusi. Masing-masing memiliki uraian tugas yang berbeda sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan yang dipercayakan. Menurut pedoman pelayanan gizi rumah sakit, rumah sakit tipe A seharusnya memiliki 72 orang tenaga gizi. Artinya bahwa jumlah tenaga kerja pada instalasi gizi masih kurang dan terjadi multi

  tasking.

  Hal ini ditunjukan dengan masih ada beberapa ahli gizi dengan latar belakang pendidikan D III yang rawat inap. Begitu pula dengan pramusaji yang bertugas di 3 ruangan yang memiliki jarak berjauhan. Dengan demikian meskipun mereka memahami tentang uraian tugas mereka, tetapi tidak dapat melaksanakannya dengan maksimal. Nitisemito (2005) mengungkapkan bahwa rangkap tugas menyebabkan karyawan akan merasa kesulitan untuk menentukan skala prioritas apabila dua atau lebih pekerjaan memerlukan urgency penyelesaian pekerjaan pada waktu bersamaan sehingga dalam melakukan pekerjaan potensi yang akan terjadi adalah kurang ketelitian.

  Tenaga gizi untuk dapat melakukan pekerjaan dan prakteknya harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang merupakan bukti terulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga gizi yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan perundang- undangan. STR memiliki masa berlaku selama 5 tahun dan apabila habis masa berlakunya dapat diperpanjang sesuai syarat yang berlaku. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa seluruh ahli gizi yang berjumlah 25 orang telah memiliki STR yang masih berlaku. Sebagian besar STR akan berakhir pada tahun 2017, dan sebagian informan sudah mulai mengumpulkan berkas untuk perpanjangan STR. yang telah ditetapkan dalam melakukan pelayanan nutrisi. SOP yang terdapat di instalasi gizi ini terdiri dari berbagai macam jenis. Namun hasil observasi didapatkan bahwa belum semua kegiatan pelayanan gizi memilki SOP, misalnya pelayanan nutrisi untuk pasien dengan makanan khusus belum memiliki SOP yang jelas. Kepala instalasi dan ahli gizi perlu melakukan evaluasi terhadap seluruh SOP yang ada. Untuk itu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan, apakah telah sesuai SOP atau tidak.

  Mustafa (2012) berpendapat bahwa monitoring merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan agar pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, pedoman, standar, peraturan dan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya agar tercapai tujuan yang diharapkan. Hasil wawancara dan observasi didapatkan bahwa monitoring dan evaluasi belum terlaksana dengan baik. Pihak manajemen rumah sakit dan kepala instalasi gizi tidak mempunyai jadwal yang tetap untuk melakukan monitoring dan evaluasi, melainkan hanya menyesuaikan dengan keadaan. Penelitian Posuma (2013) menyatakan bahwa untuk mempertahankan dan meningkatkan factor, diantaranya pengetahuan.

  Seorang pegawai harus memiliki pengetahuan tentang pekerjaan mereka masing-masing agar apa yang dikerjakan bisa terlaksana dengan baik.

  Tenaga gizi perlu penguatan berupa peningkatan pendidikan dari D1 menjadi DIII, DIII menjadi D IV dan sebagainya. Pentingnya penguatan seluruh tenaga yang terlibat dalam pelayanan gizi seperti dokter, perawat, maupun tenaga gizi sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diez-Garcia dkk (2012). Di samping itu, untuk mendukung kompetensi petugas salah satunya dapat dilakukan dengan cara pelatihan. Pada instalasi gizi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou telah dilakukan pelatihan asuhan gizi terstandar dan lanjutan, dan telah mengikutsertakan seluruh ahli gizi, sehingga telah mendapatkan sertifikat sebagai salah satu syarat pelaksanaan akreditasi. Namun petugas yang lain seperti juru masak, pramusaji, dan petugas logistk belum pernah diikutsertakan dalam pendidikan dan pelatihan.

  Lucinda Nur Markhandieni (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan kerja terhadap peningkatan kinerja karyawan. Penelitian oleh Baharudin (2012), bahwa pelatihan terdiri atas serangkaian aktivitas yang pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Menurut Notoadmodjo, pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang. Pelatihan juga dapat merupakan cara untuk membekali tenaga kerja yang tidak mempunyai pendidikan formal sesuai dengan tugasnya, sehingga meningkatkan kualitas pekerjaannya. Dengan pelatihan diharapkan agar seseorang lebih mudah melaksanakan tugasnya.

  Pelayanan gizi yang berkualitas diperlukan sebagai upaya mempersingkat lama rawat di RS dan penghematan biaya pasien. Untuk itu diperlukan kerjasama multidisiplin yang bukan sekedar dukungan tetapi menjadi bagian terapi pasien dalam bentuk Tim Terapi Gizi (TTG), yang terdiri dari dokter spesialis gizi klinik, dietisien, perawat dan ahli farmasi (Anonim, 2009). Permasalahan di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou adalah belum memiliki dokter spesialis gizi, sehingga tim terapi gizi hanya terdiri dari ahli gizi saja.

  Pelayanan gizi dapat dikatakan berkualitas apabila hasil pelayanan mendekati hasil yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan standard an prosedur yang berlaku. Instalasi gizi pelayanan gizi yang dapat dilhat dalam lampiran, yang mencerminkan mutu kinerja instalasi gizi dalam ruang lingkup kegiatannya. Dalam penelitian ini dibahas 3 indikator mutu yaitu sisa makanan, ketepatan waktu pemberian makanan dan ketepatan pemberian diet.

  Kualitas pelayanan nutrisi dapat dinilai oleh petugas di instalasi gizi sebagai pemberi layanan (provider) dan oleh pasien sebagai pengguna layanan. Petugas di instalasi gizi menyadari bahwa kualitas pelayanan nutrisi masih harus ditingkatkan karena kinerja mereka yang belum optimal, disebabkan karena kurangnya pendidikan dan pelatihan, kurangnya SDM, dan keterbatasan sarana dan prasarana. Sedangkan kualitas pelayanan menurut pasien bergantung pada kepuasan dan berpengaruh terhadap asupan makanan pasien. Lisdiana (1998) berpendapat bahwa pelayanan nutrisi memegang peranan penting dalam proses penyembuhan penyakit, jenis diit, penampilan dan rasa makanan yang disajikan akan berdampak pada asupan makan. Pasien akan merasa bosan apabila menu yang dihidangkan tidak menarik sehingga mengurangi nafsu makan.

  Tjahjono (2011) berpendapat bahwa salah satu factor yang mempengaruhi napsu makan adalah sehingga orang yang sedang sakit perlu rangsangan lebih untuk meningkatkan selera makan. Dalam penelitian ini, sisa makanan pada pasien disebabkan karena napsu makan yang berkurang, cita rasa yang kurang, dan penampilan makanan yang kurang menggugah selera. Peningkatan kualitas citarasa makanan rumah sakit diharapkan bisa menjadi salah satu alternative pemecahan masalah dalam mengurangi sisa makanan pasien. Sarana dan prasarana dalam pelayanan perlu ditingkatkan, misalnya menyediakan transportasi untuk distribusi makanan agar tidak terjadi keterlambatan.

  KESIMPULAN

  1. Kompetensi petugas gizi secara keseluruhan sudah cukup baik.

  Kedudukan dalam struktur organisasi belum sesuai dengan PGRS. Instalasi gizi RSUP Prof Dr.R.D.Kandou belum memiliki tenaga gizi yang telah mengikuti pendidikan profesi dengan gelar Registered Dietisien dan belum memiliki dokter spesialis gizi klinik sehingga tim asuhan gizi hanya terdiri dari ahli gizi saja. Petugas di instalasi gizi sudah cukup memiliki pengetahuan yang baik tentang uraian tugasnya masing- masing, namun belum melaksanakannya dengan maksimal tugas. Keterampilan petugas gizi cukup baik karena belum semua petugas mengikuti pelatihan tentang pelayanan gizi sesuai dengan kualifikasi jabatan.. Sikap petugas gizi dalam pelayanan gizi sudah baik namun koordinasi dan komunikasi dengan petugas kesehatan yang lain belum tercipta dengan baik.

  2. Kualitas pelayanan gizi menurut petugas sudah baik namun perlu ditingkatkan dari jumlah SDM agar dapat menghasilkan kualitas yang lebih baik lagi. Sedangkan menurut pasien, kualitas pelayanan harus ditingkatkan dari segi penampilan dan citarasa makanan.

  SARAN 1.

  tugas maka disarankan untuk menambah sumber daya manusia sesuai dengan perhitungan analisis beban kerja. Namun apabila menambah SDM dianggap belum perlu oleh manajemen karena berbagai pertimbangan, maka dilakukan pembuatan skala prioritas. Alokasikan waktu dan perhatian lebih banyak untuk tugas yang menuntut tanggung jawab besar.

  2. Keikutsertaan dalam pelatihan dinilai penguasaan kompetensi petugas di instalasi gizi dalam melakukan pelayanan gizi. Untuk itu diperlukan perencanaan yang baik dalam melakukan pendidikan dan pelatihan bagi seluruh petugas gizi sesuai kualifikasi pekerjaannya, dan melakukan peningkatan jenjang pendidikan profesi bagi ahli gizi. Pengadaan dokter spesialis gizi klinik agat tim asuhan gizi dapat berjalan dengan baik.

  3. Kepala instalasi dan manajemen rumah sakit diharapkan dapat melakukan pengawasan indikator mutu secara berkesinambungan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan nutrisi di rumah sakit.

  4. Perlu meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan tenaga kesehatan yang lain. Sarana dan prasarana penunjang pelayanan makanan perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan nutrisi.

Agar Sumber Daya Manusia pada instalasi gizi tidak ada yang rangkap

  Anonim. 2013a. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

  Jakarta.

  _______ . 2013b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Praktik Tenaga Gizi. Jakarta.

  Kandarina., dan Y. Prawiningdyah. 2013.

  Herianandita. 2012. Analisis Beban Kerja Tenaga Gizi Yang Bekerja Di Unit Produksi Makanan Dan Di Ruang Rawat Inap Pada Beberapa Rumah Sakit Di Jabodetabek Tahun 2012.

  Hendrorini, A., I. Anwar., dan E.

  Nutrition Journal . Vol.11(66): 1-10.

  E. Z. Martinez. 2012. Gauging Food And Nutritional Care Quality In Hospitals. 2012.

  141. Garcia, R. W. D., A. A. de Sousa., R. P. da Costa., V. A. L. Merhi., and

  Of Hospital Administration. Vol.2(3): 132-

  A. T. de Medeiros. 2013. Food And Nutritional Care Quality Indicators In Hospital. Journal

  Garcia, R. W. D., C. C. Japur., and M.

  Makanan Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

  Dewi, A. D. A., T. Sudargo., B. J. I.

  _______. 2009a. Pedoman Penyelenggaraan Tim Terapi Gizi Di Rumah Sakit.

  Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia. Vol. 3(2): 91-99.

  Sriatmi. 2015. Analisis Implementasi Pelayanan Gizi di RSUD Tugurejo Semarang.

  Dan Profesi Gizi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Dewi, E. S., M. I. Kartasurya., dan A.

  Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Bakri, B., dan A. Mustafa. 2014. Etika

  Jakarta. _______. 2006. Pedoman Gizi Rumah

  Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Gizi.

  Jakarta _______. 2007. Keputusan Menteri

  Kesehatan Republik Indonesia Nomor 971/MENKES/PER/XI/2009 Tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan.

  Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. _______.2009b. Peraturan Menteri

  Herawati, D. M. D., I. S. Nurparida, dan N. Arisanti. 2014. Analisis Kebijakan Outsourcing Penyelenggaraan Makan Pasien DI Rumah Sakit Umum Daerah

  Sumedang.MKB.Vol.46(4), hal. 234-240 Jayani, S. N., dan W. J. Pudjirahardo.

  392. Niccolini, C. Quercioli, and N. Nante. 2012. Patien ts’ Evaluation Of Hospital Foodservice Quality In Italy: What Do Patients Really Value?

  Paruntu, O. L. 2013. Status Gizi Dan Penyelenggaraan Makanan Diet Pasien Rawat Inap Di BLU Prof.DR.R.D.Kandou Manado.Gizido.Vol.5(2), hal.

  Analisis Faktor Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Kinerja Ahli Gizi Ruangan Di RSUP Sanglah Denpasar Provinsi Bali. Jurnal Skala Husada. Vol.10(2), hal. 167- 174.

  Universitas Hasanuddin. Makassar. Padmiari, I. A. E., P. P. S. Sugiani, dan G. A. D. Kusumayanti. 2013.

  2012. Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Makanan Di Rumah Sakit Umum (RSUD) Mamuju Provinsi Sulawesi Barat.

  Mustafa, E., V. Hadju, dan N. Jafar.

  Public Health Nutrition .Vol.16(4): 730-737.

  Health Science Journal. Vol.8(3): 383-

  Dan Stockout Bahan Makanan Kering Di Instalasi Gizi RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia.Vol.1(1), hal. 280-290.

  Mentziou, I., C. Delezos, A. Nestoridou, and G. Boskou. 2014. Evaluation Of Food Services By The Patients In Hospitals Of Athens In Greece.

  A. J. M.Rattu. 2016. Hubungan Antara Mutu Pelayanan Instalasi Gizi Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda GMIM Tomohon.

  Vol.1(2), hal. 83-90. Lumopa, J. D., W. P. J. Kaunang, dan

  Adawiyah. 2014. Peningkatan Kualitas Cita Rasa Makanan Rumah Sakit Untuk Mempercepat Penyembuhan Pasien. Jurnal Mutu Pangan.

  Liber, N. Andarwulan, dan D. R.

  Assesment Of Foodservice Quality And Identification Of Improvement Strategies Using Hospital Foodservice Quality Model. Nutrition Research And Practice. Vol.4(2), hal.163-172.

  Kim, K., M. Kim, and K. E. Lee. 2010.

  117-126.