Pedoman Penilaian oleh Pendidik
KATA PENGANTAR
Penilaian adalah bagian dari kurikulum. Penilaian
merupakan alat evaluasi yang berfungsi sebagai gambaran
ketercapaian Standar Nasional pendidikan. Penilaian dalam
kurikulum 2004 maupun 2013 memiliki cakupan yang sama
untuk dinilai, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dilakukan secara berimbang dan terintegrasi dalam proses
pembelajaran, sehingga dapat digunakan untuk mengukur
ketercapaian kompetensi untuk setiap peserta didik terhadap
standar yang telah ditetapkan.
Implementasi Kurikulum 2013 berimplikasi pada model
penilaian pencapaian kompetensi peserta didik yang harus
dilakukan oleh pendidik. Penilaian oleh pendidik tidak hanya
berfokus pada penilaian hasil belajar, tetapi juga harus
memperhatikan proses penilaian yang sifatnya lebih kualitatif
untuk proses perbaikan pembelajaran baik untuk pendidik
maupun untuk peserta didik. Instrumen penilaian harus
dirancang secara bervariasi sesuai tuntutan dalam kurikulum dan
dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang tepat. Untuk
dapat mengembangkan penilaian sesuai tuntutan tersebut, maka
dibutuhkan langkah-langkah perencanaan dan pengembangan
instrumen penilaian yang tepat yang mengacu pada indikatorindikator pembelajaran dan kompetensi dasarnya.
Sehubungan dengan hal di atas, Puspendik – Balitbang
Kemendikbud
yang
bergerak
di
bidang
penilaian,
menyempurnakan buku pedoman penilaian hasil belajar yang
sudah dikembangkan sebelumnya, sesuai dengan kebijakan baru
berkaitan dengan penilaian, sehingga secara umum buku ini
dapat dijadikan acuan oleh pendidik dari sekolah-sekolah yang
menerapkan kurikulum 2013. Buku ini diharapkan dapat
digunakan untuk semua jenjang. Di samping itu, buku pedoman
i
ini juga dilengkapi dengan buku pedoman teknis untuk beberapa
mata pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan SMA yang lebih rinci
lagi tentang teknis perancangan, pengembangan dan pengolahan
hasil penilaian untuk setiap mata pelajaran. Buku pedoman
penilaian hasil belajar ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
acuan oleh para pendidik di lapangan dalam merancang,
mengembangkan, dan melaporkan hasil penilaian yang harus
dilakukan oleh pendidik di kelas.
Jakarta, Januari 2015
Kepala Pusat,
Prof. Ir Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian ................................5
C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian ..........................................5
D. Manfaat Pedoman Penilaian.........................................................6
BAB 2
A.
B.
C.
D.
STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS........7
Perkembangan Kurikulum............................................................8
Penilaian Otentik (Authentic Assessment)........................ 11
Penilaian Kelas ................................................................................ 12
Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran ........... 17
BAB 3
A.
B.
C.
D.
MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS ...................................... 20
PENILAIAN SIKAP.......................................................................... 21
PENILAIAN PENGETAHUAN .................................................... 46
PENILAIAN KETERAMPILAN (KINERJA) ........................... 73
PENILAIAN PORTOFOLIO .......................................................... 98
BAB 4 PENGOLAHAN, PELAPORAN DAN PEMANFAATAN HASIL
PENILAIAN.....................................................................................125
A. Pengolahan Hasil Penilaian .....................................................126
B. Pelaporan dan Pemanfaatan Hasil Penilaian ...................140
BAB V PENUTUP .......................................................................................149
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pedoman
Penilaian
Kelas oleh Pendidik
A. Latar Belakang
Penilaian (assessment) merupakan bagian yang sangat
penting dalam proses pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, UNESCO menyatakan assessment as a lever to reform
education. Istilah penilaian (assessment) sering dipertukarkan
secara rancu dengan dua istilah lain, yakni pengukuran
(measurement) dan evaluasi (evaluation). Pada hal ketiga istilah
tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang
saling berkaitan. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi merupakan
suatu hirarki. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan
sesuatu dengan sesuatu sejenis yang digunakan sebagai kriteria;
penilaian adalah proses menafsirkan dan mendeskripsikan
bukti-bukti hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah
kegiatan memutuskan atau menetapkan sesuatu berdasarkan
hasil-hasil penilaian.
Di abad XXI yang mengalami perkembangan luar biasa dalam
ilmu pengetahuan, teknologi, dan transformasi nilai-nilai budaya,
menyebabkan penilaian juga mengalami pergeseran paradigma.
Penilaian yang dirancang guru tidak bisa hanya terfokus pada
penilaian kognitif. Penilaian berbagai keterampilan belajar dan
berpikir, literasi, serta kemampuan memecahkan masalah
kehidupan nyata dalam rangka membentuk kecakapan hidup
justru harus mendapatkan porsi yang lebih banyak. Guru tidak
cukup hanya menilai “apa yang diketahui siswa” tetapi juga harus
menekankan pada “apa yang dapat dilakukan oleh siswa”. Karena
itu penilaian harus bersifat otentik, bukan artifisial; juga harus
mencapai level berpikir
1
Pusat Penilaian Pendidikan
tingkat tinggi, yang menuntut berpikir logis, analitis, kritis,
kreatif, dan kemampuan memecahkan maslah (problem solving)
pada konteks kehidupan nyata.
Beberapa pakar pendidikan mensinyalir bahwa proses
pembelajaran dan penilaian di sekolah-sekolah kita belum
bersifat otentik, karena belum menggunakan konteks kehidupan
sehari-hari. Sejumlah pakar pendidikan menyatakan bahwa
pembelajaran kita lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan,
dan hukum, kemudian biasa dihafalkan, bukan mengaitkannya
dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata. Proses
pembelajaran seperti di atas menjadi semakin tidak bermakna
karena ternyata instrumen penilaian yang digunakan guru
bersifat artifisial, tidak bersifat otentik yang menggunakan
konteks kehidupan sehari-hari (daily life).
Sinyalir para pakar pendidikan di atas sejalan dengan hasil
studi internasional TIMSS dan PISA yang menunjukkan bahwa
trend kemampuan rata-rata siswa Indonesia selalu di bawah ratarata internasional, umumnya siswa Indonesia hanya mampu
mengingat fakta sederhana, terminologi, dan hukum-hukum
tetapi belum mampu mengimplementasikannya untuk
menjelaskan fenomena di sekitarnya, apalagi memecahkan
permasalahan kehidupan nyata.
Agar otentik, penilaian harus dirancang tidak hanya
dilakukan di akhir proses pembelajaran atau hanya menilai hasil
belajar (assessment of learning). Penilaian otentik juga harus
dirancang menyatu dengan pembelajaran sehingga penilaian
juga merupakan proses belajar (assessment for learning), apalagi
jika proses penilaian tersebut dengan melibatkan siswa, maka
siswa akan belajar menjadi penilai dirinya sendiri (assessment as
learning). Pada hakikatnya, penilai terbaik bagi seorang siswa
dalam proses belajar adalah dirinya sendiri. Bila penilaian
dilakukan dengan tiga pendekatan di atas (assessment of, for, dan
as learning) maka penilaian tidak hanya terfokus pada hasil yang
2
Pusat Penilaian Pendidikan
cenderung berdimensi kognitif, tetapi pasti juga menilai proses
yang berdimensi keterampilan dan sikap.
Tentu saja untuk menilai banyak dimensi diperlukan
berbagai metode dan instrumen penilaian yang sesuai. Tidak ada
satu metode penilaian yang mampu menyajikan semuanya.
Setiap dimensi memerlukan metode dan instrumen penilaian
sesuai karakteristiknya masing-masing. Karena itulah guru,
sekolah, dan pemerintah harus merancang sistem penilaian,
mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sesuai
prinsip dan aturan yang benar. Apalagi ketika diberlakukan
kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013 seperti sekarang ini,
hadirnya Standar Penilaian sebagai acuan utama dalam
merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil penilaian
menjadi sangat diperlukan.
Dalam implementasinya, Kurikulum 2013 sebenarnya sudah
dilengkapi dengan Standar Penilaian Pendidikan sebagaimana
dituangkan dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013,
Permendikbud Nomor 104 tahun 2013 tentang penilaian hasil
belajar oleh pendidik, dan ditunjang lagi dengan Permendikbud
Nomor 57 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang
SD/MI), Nomor 58 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada
jenjang SMP/MTs), dan Nomor 59 tahun 2014 (tentang
Kurikulum 2013 pada jenjang SMA/MA), dan Nomor 60 tahun
2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMK/MAK).
Peraturan-peraturan ini masih terus dikembangkan karena
masih terdapat sejumlah inkonsistensi, kekurangjelasan, atau
kekuranglengkapan pada aturan-aturan di atas, misalnya tentang
konsep dan pelaksanaan penilaian otentik, perumusan kriteria
mastery learning, teknik dan instrumen penilaian terutama untuk
penilaian sikap, serta cara penskoran dan pelaporan. Munculnya
permasalahan tentang penilaian dalam menerapkan kurikulum
2013 menyebabkan permendikbud 104 tentang penilaian dikaji
kembali, sehingga direvisi menjadi permendikbud 53 tentang
3
Pusat Penilaian Pendidikan
standar penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan
pendidikan.
Inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan
peraturan yang memayungi proses penilaian pendidikan
berpotensi menimbulkan kekurangpahaman guru dan pemangku
kepentingan terhadap konsep penilaian dan kekurangterampilan
mereka mengimplementasikan proses penilaian. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa data empiris yang menunjukkan
kemampuan guru dalam merancang instrumen penilaian sesuai
indikator dan kompetensi dasar masih rendah dan instrumen
penilaian yang dibuat guru masih dominan mengukur
penguasaan pengetahuan, belum menyentuh bagaimana
pengetahuan tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata. Fakta
sejenis dalam skala lebih besar ditunjukkan oleh hasil analisis
Direktorat Pembinaan SMP (2014) yang menunjukkan guru-guru
SMP di 76 kabupaten/kota dari 29 provinsi di Indonesia yang
menguasai konsep penilaian sesuai Kurikulum 2013 baru
berkisar 30%-42%, sedangkan yang mampu menerapkan
penilaian sesuai Kurikulum 2013 lebih kecil lagi, hanya 25%37%.
Berdasarkan deskripsi di atas, puspendik merasa perlu
mengembangkan pedoman penilaian untuk Pendidikan Dasar
dan Menengah yang lebih rinci dan lengkap yang dilengkapi
dengan
contoh-contoh yang mudah diadaptasi dan
diimplementasikan, sehingga dapat memberikan kemudahan
bagi guru, memandu, dan menjamin terlaksananya proses
penilaian yang benar dan berkualitas. Buku pedoman ini berisi
panduan untuk pendidik dalam melakukan penilaian kelas yang
mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotor, dan tidak
secara khusus mengacu pada kurikulum tertentu, tetapi bersifat
sangat umum.
Tetapi contoh-contohnya mengacu pada
kurikulum 2013 yang digunakan oleh pendidik di beberapa
sekolah.
4
Pusat Penilaian Pendidikan
B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian
Tujuan penyusunan Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh
pendidik adalah:
1. memberikan arah dan kesatuan persepsi terhadap konsep
penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah;
2. memberikan
panduan
tahap-tahap
pengembangan
instrumen beserta contohnya untuk penilaian pada
Pendidikan Dasar dan Menengah, mencakup penilaian sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
3. memberikan panduan dalam mengembangkan instrumen
penilaian beserta contoh formatnya, sehingga diperoleh
instrumen yang standar dan berkualitas;
4. memberikan panduan analisis hasil penilaian beserta
contohnya, untuk penilaian pada Pendidikan Dasar dan
Menengah; dan
5. memberikan panduan mekanisme pelaporan capaian
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga
mampu memberikan informasi yang akurat dan akuntabel
C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian
Sebagaimana diuraikan dalam PP Nomer 19 Tahun 2005 jo
PP Nomer 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan,
bahwa penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah
dilakukan oleh: a) pendidik/guru, b) satuan pendidikan
(sekolah/madrasah), dan c) pemerintah. Pedoman penilaian ini
hanya menguraikan penilaian yang dilakukan oleh
pendidik/guru yang dikenal dengan penilaian kelas (classroombased assessment). Pedoman penilaian oleh satuan pendidikan
dan oleh pemerintah akan diuraikan pada pedoman tersendiri.
Penilaian kelas oleh pendidik mencakup penilaian sikap
(attitude),
pengetahuan
(kognitif),
dan
keterampilan
5
Pusat Penilaian Pendidikan
(performance). Di dalam kurikulum 2013 ketiga ranah tersebut
tersirat dalam capaian Kompetensi Inti 1 (KI-1): Sikap Spiritual,
Kompetensi Inti 2 (KI-2): Sikap Sosial, Kompetensi Inti 3 (KI-3):
Pengetahuan, dan Kompetensi Inti 4 (KI-4): Keterampilan. Untuk
setiap jenjang pendidikan dikembangkan contoh-contoh
instrumen penilaian yang sesuai dengan pendekatan
pembelajaran yang diterapkan, misalnya untuk SD/MI instrumen
penilaian memperhatikan pembelajaran tematik, sedangkan
untuk SMP/MTs memperhatikan pembelajaran terpadu, dan
pada jenjang SMA/MA memperhatikan karakteristik masingmasing pembelajaran.
D. Manfaat Pedoman Penilaian
Dengan tersusunnya Pedoman Penilaian untuk Pendidikan
Dasar dan Menengah ini diharapkan memberikan manfaat:
1. tidak terjadi perbedaan persepsi atau ketidaksinkronan
antar bentuk-bentuk penilaian yang dituangkan pada aturan
penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah yang
menimbulkan kebingungan di lapangan;
2. tersedia acuan yang operasional bagi guru dalam
mengembangkan instrumen penilaian, melakukan penilaian,
mengolah, dan melaporkan hasil penilaian secara akurat dan
akuntabel; dan
3. tersedia contoh-contoh instrumen penilaian yang standar
beserta formatnya sehingga memberikan kemudahan bagi
pendidik untuk mengadaptasi atau mengembangkan sendiri
instrumen-instrumen yang sejenis.
6
Pusat Penilaian Pendidikan
BAB 2
STRATEGI DALAM MELAKUKAN
PENILAIAN KELAS
Pedoman
Penilaian
Kelas oleh Pendidik
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan bahwa
pembelajaran pada tingkat dasar dan menengah mengikuti
Standar Penilaian. Standar penilaian adalah standar nasional
pendidikan berkaitan dengan penilaian pada jenjang tingkat
dasar dan menengah yang mencakup perencanaan, pelaksanaan,
dan tindak lanjut penilaian hasil pembelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Dalam rangka melakukan pembaharuan sistem pendidikan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara berkala
melakukan penyempurnaan kurikulum nasional untuk jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Upaya penyempurnaan
kurikulum ini merupakan respon atas berbagai kritik dan
tanggapan terhadap konsep dan implementasi kurikulum 2004
yang dianggap memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan,
baik dari segi substansi maupun pendekatan dan organisasi
kurikulum. Perubahan kurikulum ini juga paralel dengan
diterapkannya otonomi pendidikan di tingkat kabupaten dan
kota, serta pendekatan manajemen berbasis sekolah (schoolbased management) dan pendidikan berbasis masyarakat
(community-based education).
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum
2004 yang disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam
menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum ini disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuannya adalah
untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam
melakukan
observasi,
bertanya,
bernalar,
dan
mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka
peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi
pembelajaran. Penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013
menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan
7
Pusat Penilaian Pendidikan
pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui
pendekatan tersebut diharapkan peserta didik memiliki
kompetensi yang mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan
ketrampilan secara terintegrasi yang jauh lebih baik. Mereka
akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga dapat
menghadapi berbagai persoalan dan tantangan menghadapi
perkembangan abad 21.
Implementasi Kurikulum 2013, berimplikasi pada model
penilaian pencapaian kompetensi peserta didik. Penilaian
pencapaian kompetensi lebih menekankan pada proses
sistematis
dalam
mengumpulkan,
menganalisis
dan
menginterpretasi informasi untuk menentukan sejauhmana
peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan, penilaian pencapaian kompetensi pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik,
satuan pendidikan, Pemerintah dan/atau lembaga mandiri.
Penilaian pencapaian kompetensi oleh pendidik dilakukan untuk
memantau proses, kemajuan, perkembangan pencapaian
kompetensi peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki
dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.
Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada pendidik
agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses
pembelajaran berikutnya.
A. Perkembangan Kurikulum
Suatu sistem pendidikan membutuhkan suatu standar,
serendah apapun suatu standar tetap diperlukan karena
berperan sebagai patokan dan sekaligus pemicu untuk
memperbaiki kualitas mutu. Dalam konteks pendidikan, standar
diperlukan sebagai acuan minimal (dalam hal kompetensi) yang
harus dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu lembaga
pendidikan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang
8
Pusat Penilaian Pendidikan
bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah
ditetapkan.
Penyempurnaan kurikulum 2013 merupakan bagian dari
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang
telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu dan berimbang.
Dalam Kurikulum 2013
Kompetensi Inti merupakan
operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk
kualitas yang harus dikuasai peserta didik yang telah
menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau
jenjang pendidikan tertentu. Gambaran mengenai kompetensi
utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan,
dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dicapai peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran. Kompetensi Inti menggambarkan kualitas yang
seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti tersebut berfungsi sebagai unsur
pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar.
Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi
Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di
atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang
dipelajari peserta didik.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang
saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan
(kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2),
pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan
(kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari
Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap
pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan
dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak
langsung (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik
belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan
penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).
Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya sekedar
penyesuaian substansi materi dan format kurikulum sesuai
dengan tuntutan perkembangan, tetapi juga adanya pergeseran
paradigma (paradigm shift) dari pendekatan pendidikan yang
9
Pusat Penilaian Pendidikan
berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan
pendidikan berorientasi hasil atau standar (outcome-based
education). Secara lebih sederhana, apa yang harus ditetapkan
sebagai kebijakan kurikuler secara nasional oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan bergeser dari pertanyaan tentang
apa yang harus diajarkan (kurikulum) ke pertanyaan tentang
apa yang harus dikuasai anak (standar kompetensi) pada
tingkatan dan jenjang pendidikan tertentu. Perubahan paradigm
ini berimplikasi pada perubahan penilaiannya yang lebih
menekankan pada penilaian selama proses pembelajaran untuk
ketercapaian kompetensi peserta didik.
Diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam
proses pendidikan diharapkan semua komponen yang terlibat
dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk
peserta didik itu sendiri akan mengarahkan upayanya pada
pencapaian standar dimaksud. Diharapkan dengan pendekatan
ini pendidik memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus
dikuasai anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat
yang sama memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan
melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif
dan efisien untuk mencapai standar tersebut. Dengan demikian,
pendidik didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran tuntas (mastery learning) serta tidak berorientasi
pada pencapaian ‘target kurikulum’ semata.
Pendekatan standar kompetensi memiliki ciri, antara lain:
Adanya visi, misi dan tujuan pendidikan yang disepakati
secara bersama di tingkat nasional
Adanya standar kompetensi lulusan (exit outcome) yang
secara konsisten dan jelas dijabarkan dari tujuan pendidikan
Adanya kerangka kurikulum dan silabus yang merupakan
artikulasi yang ketat dari kompetensi lulusan
Adanya sistem penilaian acuan kriteria (criterion-referenced
assessment) dan standar pencapaian (performance standard)
yang diterapkan secara konsisten.
10
Pusat Penilaian Pendidikan
Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi adalah
proses penilaian yang dilakukan oleh pendidik, baik yang
bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan
kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi
pendidik harus mengembangkan matriks kompetensi belajar
(learning competency matrix) yang menjamin pengalaman
belajar yang terarah,
Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous
authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan
penguasaan kompetensi.
B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Menurut Jon Mueller (2006) penilaian otentik merupakan
suatu bentuk penilaian dimana peserta didik diminta untuk
menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang
mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan
esensial yang bermakna.
Prinsip-prinsip penilaian otentik.
Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah
dari proses pembelajaran (a part of, not apart from,
instruction),
Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real
world problems), bukan masalah dunia sekolah (school workkind of problems),
Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan
kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi
pengalaman belajar,
Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek
dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensorimotorik)
11
Pusat Penilaian Pendidikan
C. Penilaian Kelas
Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan
penggunaan informasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan
oleh pendidik untuk menetapkan tingkat pencapaian dan
penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan (standar
komptensi, komptensi dasar, dan indikator pencapaian hasil
belajar). Hasil penilaian berbasis kelas dapat menggambarkan
kompetensi dan kemajuan siswa selama di kelas.
Dalam penilaian proses dan hasil belajar, terdapat tiga jenis
utama penilaian yaitu:
Penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning),
terjadi ketika pendidik menggunakan dugaan-dugaan
mengenai perkembangan peserta didik sebagai bahan untuk
mengembangkan pengajaran mereka (formatif)
Penilaian sebagai pembelajaran (assessment as larning) terjadi
ketika para peserta didik melakukan refleksi dan mengamati
perkembangan pembelajaran mereka sebagai bahan untuk
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran mereka dimasa depan
(formatif)
Penilaian hasil pembelajaran (assessment of learning) terjadi
ketika para pendidik menggunakan bukti-bukti dari
pembelajaran para peserta didik untuk menilai pencapaian
peserta didik atas tujuan-tujuan dan standar-standar
pembelajaran (sumatif).
Dengan diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan
dalam proses pembelajaran, pendidik memiliki orientasi yang
jelas tentang apa yang harus dikuasai peserta didik di setiap
tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama juga memiliki
kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses
pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk
mencapai standar tersebut.
12
Pusat Penilaian Pendidikan
1. Karakteristik Penilaian Kelas
Penilaian kelas adalah suatu usaha untuk membangun
praktek mengajar yang lebih baik dengan melakukan umpan
balik pada pembelajaran peserta didik lebih sistimatik, lebih
fleksibel, dan lebih efektif. Pendidik siap menanyakan dan
mereaksi pertanyaan peserta didik, memonitor bahasa badan
dan ekspresi wajah peserta didik, mengerjakan pekerjaan rumah
dan tes peserta didik, dan seterusnya. Penilaian kelas memberi
suatu cara untuk melakukan penilaian secara menyeluruh dan
sistimatik dalam proses pembelajaran di kelas. Berikut adalah
karakteristik penilaian kelas.
Pusat belajar. Penilaian kelas berfokus perhatian pendidik
dan peserta didik pada pengamatan dan perbaikan belajar,
dari pada pengamatan dan perbaikan mengajar. Penilaian
kelas memberi informasi dan petunjuk bagi pendidik dan
peserta didik dalam membuat pertimbangan untuk
memperbaiki hasil belajar.
Partisipasi aktif peserta didik. Karena difokuskan pada
belajar, maka penilaian kelas memerlukan partisipasi aktif
peserta didik. Kerjasama dalam penilaian, peserta didik
memperkuat penilaian materi mata pelajaran dan skill dirinya.
Pendidik memotivasi peserta didik agar meningkat dengan
tiga pertanyaan bagi pendidik: (1) apakah kemampuan dasar
dan pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2)
bagaimana saya dapat menemukan bahwa peserta didik
sedang belajar?; (3) bagaimana saya dapat membantu peserta
didik belajar lebih baik? Karena pendidik bekerja lebih dekat
dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan ini, maka
pendidik dapat memperbaiki skill mengajarnya.
Formatif. Tujuan penilaian kelas adalah untuk memperbaiki
mutu belajar peserta didik. Penilaian bukan hanya untuk
memberi nilai atau skor (grading) peserta didik, tetapi juga
untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan mutu belajar
peserta didik.
13
Pusat Penilaian Pendidikan
Kontekstual spesifik. Pelaksanaan penilaian kelas adalah
jawaban terhadap kebutuhan khusus bagi pendidik dan
peserta didik. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual
pendidik dan peserta didik yang harus bekerja dengan baik
dalam kelas.
Umpan balik. Penilaian kelas adalah suatu alur proses umpan
balik (feedback loop) di kelas. Dengan sejumlah TPK, pendidik
dan peserta didik dengan cepat dan mudah menggunakan
umpan balik dan melakukan saran perbaikan belajar
berdasarkan hasil-hasil penilaian. Untuk mengecek
pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah menggunakan
hasil penilaian kelas, dan melanjutkan pengecekan alur
umpan balik. Karena pendekatan umpan balik ini dalam
kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur hubungan
antara pimpinan sekolah, pendidik dan peserta didik dalam
KBM akan menjadi lebih efisien dan lebih efektif.
2. Tujuan Penilaian Kelas
Tujuan penilaian di kelas oleh pendidik hendaknya
diarahkan pada empat (4) tujuan berikut (Chittenden, 1991).
Penelusuran (Keeping track), yaitu untuk menelusuri agar
proses pembelajaran peserta didik tetap sesuai dengan
rencana. Pendidik mengumpulkan informasi sepanjang
semester dan tahun pelajaran melalui berbagai bentuk
penilian kelas agar memperoleh gambaran tentang
pencapaian kompetensi oleh peserta didik.
Pengecekan (Checking-up), yaitu untuk mengecek adakah
kelemahan-kelemahan yang dialami peserta didik dalam
proses pembelajaran. Melalui penilaian kelas, baik yang
bersifat formal maupun informal pendidik melakukan
pengecekan kemampuan (kompetensi) apa yang peserta didik
telah kuasai dan apa yang belum dikuasai.
Pencarian (Finding-out), yaitu untuk mencari dan
menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
14
Pusat Penilaian Pendidikan
Pendidik harus selalu menganalisis dan merefleksikan hasil
penilaian kelas dan mencari hal-hal yang menyebabkan
proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif.
Penyimpulan (Summing-up), yaitu untuk menyimpulkan
apakah peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi
yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan
sangat penting dilakukan pendidik, khususnya pada saat
pendidik diminta melaporkan hasil kemajuan belajar anak
kepada orang tua, sekolah, atau pihak lain seperti di akhir
semester atau akhir tahun ajaran baik dalam bentuk rapor
peserta didik atau bentuk lainnya.
3. Fungsi Penilaian Kelas
Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistimatis
oleh pendidik memiliki fungsi motivasi, belajar tuntas, efektivitas
pengajaran, dan umpan balik.
Fungsi Motivasi, penilaian yang dilakukan oleh pendidik di
kelas harus mendorong motivasi peserta didik untuk belajar.
Fungsi Belajar Tuntas, penilaian di kelas harus diarahkan
untuk memantau ketuntasan belajar peserta didik..
Fungsi sebagai Indikator Efektivitas Pengajaran, di samping
untuk memantau kemajuan belajar peserta didik, penilaian
kelas juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh
proses belajar mengajar telah berhasil.
Fungsi Umpan balik, hasil penilaian harus dianalisis oleh
pendidik sebagai bahan umpan balik bagi peserta didik dan
pendidik itu sendiri.
15
Pusat Penilaian Pendidikan
4. Prinsip Penilaian Kelas
Agar penilaian kelas memenuhi tujuan dan fungsi
sebagaimana dijelaskan di atas, perlu diperhatikan hal-hal
berikut.
Mengacu pada kemampuan (competency referenced),
Penilaian kelas perlu disusun dan dirancang untuk mengukur
apakah peserta didik telah menguasai kemampuan sesuai
dengan target yang ditetapkan dalam kurikulum. Materi yang
dicakup dalam penilaian kelas harus terkait secara langsung
dengan indikator pencapaian kemampuan tersebut.
Berkelanjutan (Continuous), Penilaian yang dilakukan di
kelas oleh pendidik harus merupakan proses yang
berkelanjutan dalam rangkaian rencana mengajar pendidik
selama satu semester dan tahun ajaran.
Didaktis, Alat yang akan digunakan untuk penilaian kelas
berupa tes maupun non-tes harus dirancang baik isi, format
maupun tata letak (layout) dan tampilannya agar peserta
didik menyenangi dan menikmati kegiatan penilaian.
Menggali Informasi, Penilaian kelas yang baik harus dapat
memberikan informasi yang cukup bagi pendidik untuk
mengambil keputusan dan umpan balik. Pemilihan metoda,
teknik, dan alat penilaian yang tepat sangat menentukan jenis
informasi yang ingin digali dari proses penilaian kelas.
Melihat yang benar dan yang salah, Dalam melaksanakan
penilaian, pendidik hendaknya melakukan analisis terhadap
hasil penilaian dan hasil kerja peserta didik secara seksama
untuk melihat adanya kesalahan yang secara umum terjadi
pada peserta didik dan sekaligus melihat hal-hal positif yang
diberikan peserta yaitu peserta didik yang memiliki kelebihan
kecerdasan, pengetahuan, dan pengalaman sangat mungkin
memberikan jawaban dan penyelesain masalah yang tidak
tersedia pada bahan yang diajarkan di kelas. Analisis terhadap
kesalahan jawaban dan penyelesaian masalah yang diberikan
peserta didik sangat berguna untuk menghindari terjadinya
16
Pusat Penilaian Pendidikan
mis-konsepsi dan ketidakjelasan dalam proses pembelajaran.
Pendidik harus hendaknya memberikan penekanan terhadap
kesalahan-kesalahan yang bersifat umum tersebut.
D. Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran
Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya
keterkaitan langsung dengan aktivitas proses pembelajaran
Demikian pula, pembelajaran akan berjalan efektif apabila
didukung oleh penilaian kelas yang efektif oleh pendidik.
Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar
mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan
untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar sesuai
dengan yang diharapkan. Keterkaitan dan keterpaduan antara
penilaian dan pembelajaran dapat digambarkan pada siklus di
bawah ini.
RENCANA
MENGAJAR
ANALISIS &
PROJEK
PENILAIAN
Gambar 1 Keterkaitan Penilaian dan Pembelajaran
Pada gambar di atas tampak jelas bahwa langkah yang
pendidik lakukan dalam rangkaian aktivitas pengajaran meliputi
penyusunan rencana mengajar, proses belajar mengajar,
penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran,
hal pertama yang harus dilakukan pendidik adalah menyusun
rencana mengajar. Dalam menyusun rencana mengajar ini halhal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian kompetensi
yang harus dicapai peserta didik, cakupan dan kedalaman materi,
17
Pusat Penilaian Pendidikan
indikator pencapaian kompetensi, pengalaman belajar yang
harus dialami peserta didik, persyaratan sarana belajar yang
diperlukan, dan metoda serta prosedur untuk menilai
ketercapaian kompetensi.
Setelah rencana mengajar tersusun dengan baik, pendidik
melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai rencana tersebut.
Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses belajar
mengajar ini adalah adanya interaksi yang efektif antara
pendidik, peserta didik, dan sumber belajar lainnya sehingga
menjamin terjadinya pengalaman belajar yang mengarah ke
penguasaan kompetensi oleh peserta didik. Untuk mengetahui
dengan pasti ketercapaian kompetensi dimaksud, pendidik harus
melakukan penilaian secara terarah dan terprogram. Penilaian
harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan
menentukan tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus
untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar. Untuk itu,
penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis
terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik yang
perlu dilakukan dalam perencanaan proses belajar mengajar
berikutnya. Dengan demikian, rencana mengajar yang disiapkan
pendidik untuk siklus pembelajaran berikutnya harus
didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya.
Jika ini dilakukan, maka kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan
rangkaian dari siklus pembelajaran yang saling bersambung.
Pembelajaran secara tuntas dan pencapaian kompetensi akan
dapat dijamin apabila siklus pembelajaran yang satu terkait
dengan siklus pembelajaran berikutnya.
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, pendidik harus
menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang
beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik
pengalaman belajar yang dilaluinya. Oleh sebab itu, pendidik
hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang
18
Pusat Penilaian Pendidikan
berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih
dan melaksanakan dengan tepat metode dan teknik yang
dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran,
serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di antara
metode dimaksud adalah Penilaian Tertulis (paper-pencil) baik
soal pilihan maupun uraian; Penilaian Kinerja (performance test)
baik Penilaian Produk maupun Penilaian Projek; Penilaian Sikap;
dan Portofolio.
19
Pusat Penilaian Pendidikan
BAB 3
MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS
Pedoman
Penilaian
Kelas oleh Pendidik
Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran yang
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran
yang dilakukan berhasil atau tidak. Beragam konsep dan metode
penilaian sejauh ini telah dilakukanpendidik di sekolah.Konsep
dasar penilaian dalam Kurikulum 2013 diarahkan untuk
menunjang dan memperkuat pencapaian kompetensi yang
dibutuhkan oleh peserta didik di abad ke-21, yang menekankan
pada penilaian kemampuan aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Tema pengembangan kurikulum adalah menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui
penguatan sikap (tahu mengapa), pengetahuan (tahu apa), dan
keterampilan (tahu bagaimana). Proses pencapaian ketiga aspek
ini perlu dilakukan secara terintegrasi.
Penyempurnaan kurikulum bertujuan untuk memberi
jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada
kurikulum sebelumnya,dan mendorong peserta didik mampu
lebih baik dalam mencapai kompetensinya. Pada kutikulum 2013
ketercapaian kompetensi ini dilakukan dengan meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam melakukan observasi, bertanya,
bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan)apa yang
diperoleh atau diketahui peserta didik.
Berdasarkan analisis kemampuan yang dibutuhkan oleh
peserta didik di abad ke-21, maka penilaian didesain terutama
untuk mendukung proses pembelajaran kreatif. Oleh karena itu,
ketika menggunakan penilaian berbentuk tes atau tugas tertentu,
maka pendidik hendaknya memberi ruang kreativitas jawaban
yang beragam untuk melatih daya kritis dan kreativitas peserta
didik. Dengan demikian, tugas yang diberikan tidak didesain
20
Pusat Penilaian Pendidikan
tertutup dalam arti hanya punya satu jawaban yang benar,
bahkan pendidik diharapkan dapat mentolerir jawaban yang
dianggap “tidak biasa”.Selain itu ekspresi pengetahuan, seni,
olahraga, dan lainnya juga harus mendapat ruang dan apresiasi
dari pendidik. Selain itu peserta didik juga dilibatkan untuk
melakukan penilaian sebagai bagian dari tanggung jawab peserta
didik untuk bahan refleksi diri dari kemampuan yang sudah
dicapainya.
Konsep penilaian yang diajukan dalam Kurikulum 2013
adalah
penilaian
yang
konstruktifatau
menunjang
pengembangan aspek sikap,pengetahuan, dan keterampilan
peserta didik.Untuk mencapai hal tersebut,pendidik harus
menggunakan berbagai model dan teknik penilaian yang
bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik
pengalaman belajar peserta didik. Oleh sebab itu, pendidik
hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang
berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih
dan melaksanakan penilaian dengan tepat melalui metode dan
teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses
pembelajarannya, serta pengalaman belajar yang telah
ditetapkan.
Berikut ini akan dipaparkan berbagai model danteknik
penilaian kelas yang dapat digunakan pendidik dalam menilai
aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.
A. PENILAIAN SIKAP
1.
Pendidikan Sikap Dalam Perspektif Pendidikan
Sikap menurut konsep psikologi didifinisikan sebagai
kecenderungan seseorang untuk bertindak secara suka atau
tidak suka terhadap sesuatu objek (Anastasi, 1982). Sementara
Birren et. Al. (1981) mendefinisikan sikap sebagai kumpulan
21
Pusat Penilaian Pendidikan
hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang, atau masalah
tertentu. Sikap menentukan bagaimana kepribadian seseorang
diekspresikan. Lebih lanjut Birren menjelaskan bahwa sikap
berbeda dengan ciri-ciri atau sifat kepribadian yang dapat
didefinisikan sebagai pola kebiasaan atau cara bereaksi terhadap
sesuatu. Sikap lebih merupakan "stereotype" seseorang. Oleh
karena itu, melalui sikap seseorang, kita dapat mengenal siapa
orang itu yang sebenarnya.Penilaian sikap sebagai salah satu
bentuk penilaian kelas ditujukan untuk pendidik dalam
melakukan pembentukkan dan pembinaan terhadap sikap
peserta didik.
Dalam perspektif pendidikan, pendidikan sikap merupakan
proses holistik yang diarahkan pada berkembangnya sikap dan
karakter peserta didik yang dilandasi nilai-nilai dasar yang
diperlukan dalam hidupnya sebagai seorang individu, warga
negara, dan warga masyarakat global. Sementara sikap dalam
konteks pendidikan karakter tidak hanya dibatasi pada
pengertian kecenderungan individu baik yang berupa
aspekafektif, kognitif, maupun konatif (behavioral tendency),
melainkan lebih dimaknai dalam konteks internalisasi nilai, serta
pembiasaan dan pembudayaan nilai sebagai landasan untuk
bertindak dan berperilaku secara baik dan benar (Bahrul Hayat,
2015).
Sebagai proses internalisasi dan pembiasaan serta
pembudayaan nilai, pendidikan sikap sosial dan spiritual
seringkali menggunakan empat (4) pendekatan secara
integratif:1)
membuat kurikulum khusus, 2) memberi
kesempatan peserta didik untuk beraktivitas sesuai kehidupan
nyata, 3) menyisipkan unsur-unsur non-kognitif pada seluruh
kurikulum mata pelajaran, dan 4) mengembangkan iklim sekolah
dan organisasi sekolah yang mendukung.
Integrasi pendidikan sikap pada berbagai mata pelajaran di
sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran.
22
Pusat Penilaian Pendidikan
Nilai-nilai dasar yang hendak diinternalisasi secara implisit
menyatu dengan spirit dari isi mata pelajaran. Pendidikan sikap
harus membedakan antara attitude knowledge and reasoning
dengan attitude and moral behavior yang merupakan proses
pembiasaan.
Sebagai contoh, sikap menghormati pendapat teman,
menghindari perilaku menyontek, membantu meminjamkan
pulpen kepada teman yang kehilangan pulpen, dsb merupakan
sikap yang bersifat generik untuk semua mata pelajaran. Tetapi,
menjaga kebersihan lingkungan, memelihara dan merawat
tanaman di sekolah merupakan sikap spesifik kepedulian
lingkungan yang sangat terkait dengan mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam.
Hasil pendidikan sikap harus dipahami sebagai:
outcome bukan sebagai output proses pendidikan yang secara
instant dapat diniliai oleh pendidik pada setiapkali
menyelesaikan suatu proses pembelajaran.
proses akumulatif yang bersifat judgmental pendidik
terhadap perilaku peserta didik selama periode waktu
tertentu (per semester) yang didasarkan pada observasi dan
rekaman catatan harian dengan indikator perilaku yang
disepakati dan ditetapkan.
Metode dan teknik yang digunakan untuk penilaian sikap
(attitude assessment) sebaiknya tidak harus menggunakan
metode dan teknis pengukuran sikap (attitude measurement)
sebagaimana dikembangkan dalam pendekatan psikometrik.
Untuk menilai sikap yang terintegrasi dengan proses
pembelajaran, pendidik dapat menggunakan catatan harian
pendidik berdasarkan observasi, pertanyaan langsung, dan
laporan pribadi yang berisi pandangan pribadi tentang suatu
permasalahan. Pembentukkan sikap peserta didik dapat juga
dilakukan dengan penilaian diri, dan penilaian antarteman
sebagai bahan refleksi diri peserta didik. Penggunaan skala sikap
23
Pusat Penilaian Pendidikan
(Likert atau diferensial semantik) walaupun tidak disarankan
namun tidak menutup kemungkinan pendidik untuk
menggunakan teknik pengukuran sikap dengan metode ini
apabila sudah memiliki instrumen yang handal dana reliabel.
Kurikulum 2013 membagi aspek sikap menjadi dua yaitu (1)
sikap spiritual yaitu sikap yang terkait dengan pembentukan
perilaku peserta didik sebagai orang yang beriman dan bertakwa,
dan (2) sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta
didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab. Kedua sikap tersebut saling beririsan seperti
gambar berikut ini.
Sikap
Spiritual
Sikap
Sosial
Penilaian terhadap sikap spiritual dapat dilakukan pendidik
terhadap hal-hal yang berkaitanmenghargai, menghayati ajaran
agama, dannilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama
sepertikejujuran, menghormati orang yang lebih tua, menghargai
orang lain dan lain-lain. Sedangkan hal-hal yang berhubungan
dengan penghayatan tidak dapat dilakukan karena bersifat
abstrak.
Penilaian terhadap sikap sosial dapat dilakukan pendidik
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan objek sikap sebagai
berikut: (1) sikap yang berhubungan dengan perilaku
interpersonal; (2) sikap yang berhubungan dengan kesuksesan
akademik; (3) sikap terhadap penerimaan teman sebaya; dan (4)
sikap-sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang
ingin ditanamkan dalam diri peserta didik seperti kejujuran,
24
Pusat Penilaian Pendidikan
kedisiplinan, tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun,
dan percaya diri.
2.
Pembentukan Sikap
Menurut Klausmeier (1985), ada tiga model belajar dalam
rangka pembentukan sikap yang sesuai dengan kepentingan
penerapan dalam dunia pendidikan yaitu:
Mengamati dan meniru.
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pengamatan dan
peniruan. Bandura (1977) menyebut proses pembelajaran ini
dengan
pembelajaran
melalui
model
(learningthroughmodeling). (Menurut Bandura, banyak
tingkah laku manusia dipelajari melalui model, yakni dengan
mengamati dan meniru tingkah laku atau perbuatan orang
lain, terutama orang-orang yang berpengaruh
Menerima penguatan
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pembiasaan
operan, yakni dengan menerima atau tidak menerima atas
suatu respon yang ditunjukkan.Penguatan dapat berupa
ganjaran (penguatan positif) dan dapat berupa hukuman
(penguatan negatif). Dalam proses pembelajaran, pendidik
atau orang tua dapat memberikan ganjaran berupa pujian
atau hadiah kepada peserta didik yang berbuat sesuai dengan
nilai-nilai ideal tertentu, atau sebaliknya memberi hukuman
jika tidak berbuat sesuai dengan nilai dan norma yang ada.
Menerima informasi verbal
Informasi tentang norma tentang objek tertentu dapat
diperoleh melalui lisan atau tulisan. Informasi tentang objek
tertentu yang diperoleh oleh seseorang akan mempengaruhi
pembentukan sikapnya terhadap objek yang bersangkutan.
Melakukan pembiasaan dan pengkondisian
Pembentukan sikap melalui proses pembiasaan bertujuan
agar peserta didik terbiasa memiliki sikap yang diharapkan,
25
Pusat Penilaian Pendidikan
sedangkan dengan pengkondisian pesera didik akan lebih
mudah untuk menunjukkan sikap yang diharapkan
3. Objek sikap yang perlu dinilai
Penilaian sikap selama proses pembelajaran secara umum
dapat dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai objek sikap
antara lain sebagai berikut.
Sikapterhadapmatapelajaran. Peserta didik perlu memiliki
sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif
dalam diri peserta didik akan tumbuh dan berkembang minat
belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih
mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan. Oleh
karena itu, pendidik perlu menilai tentang sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.
Sikapterhadappelajaran.pendidikmataPeserta didik perlu
memiliki sikap positif terhadap pendidik, yang mengajar
suatu mata pelajaran. Peserta didik yang tidak memiliki sikap
positif terhadap pendidik, akan cenderung mengabaikan halhal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang
memiliki sikap negatif terhadap pendidik pengajar akan sukar
menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh pendidik
tersebut.
Sikap terhadap proses pembelajaran.
Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap
proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran
disini mencakup: suasana pembelajaran, strategi, metodologi,
dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit
peserta didik yang merasa kecewa atau tidak puas dengan
proses pembelajaran yang berlangsung, namun mereka tidak
mempunyai
keberanian untuk menyatakan. Akibatnya
mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang
berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal ini
dapat mempengaruhi terhadap penyerapan materi
pelajarannya.
26
Pusat Penilaian Pendidikan
Sikap terhadap pendidik mata pelajaran.
Peserta didik perlu memiliki sifat positif terhadap pendidik
yang mengajar mata pelajaran. Peserta didik yang tidak
memiliki sikap positif terhadap pendidik akan cenderung
mengabaikan hal-hal yang diajarkan dan berdampak sukar
menyerap materi pelajaran yang diajarkan pendidik tersebut.
Sikap terhadap materi pembelajaranyang ada.
Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap
materi pelajaran yang diajarkan, sebagai kunci keberhasilan
proses pembelajaran.
Sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang
ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi
suatu kompetensi dasar tertentu untuk kepentingan
pembinaan sikap spiritual dan sosial..
4. Sikap yang dinilai
Perkembangan sikap dapat dilihat dari perilaku peserta didik
yang diungkapkan dalam bentuk ucapan, cara berpikir, dan
perbuatan.
Dalam bentuk ucapan
Setiap saat ketika peserta didik menggunakan kata-kata dan
kalimat (lisan atau tulisan) yang mencerminkan aspek atau
sikap tertentu.
Dalam cara berpikir
Cara berpikir peserta didik dapat dilihat ketika berbicara
dalam komunikasi biasa, dalam menjawab atau menulis
jawaban atas suatu pertanyaan.
Dalam bentuk perbuatan
Bentuk perbuatan terlihat pada mimik ketika berbicara,
dalam gerakan ketika melakukan sesuatu, dan dalam tindakan
ketika berkomunikasi atau bekerja sama dengan teman,
27
Pusat Penilaian Pendidikan
pendidik, pegawai administrasi dan orang lain yang ada di
sekolah.
5. Penilaian Sikap dalam pembelajaran di kelas
Penilaian sikap sosial dan spiritual lebih tepat dinilai dengan
pendekatan evaluative judgmentpendidik terhadap perilaku
peserta didik melalui salah
holistic format: judgment terhadap perilaku peserta didik
secara menyeluruh dengan deskripsi yang eksplisit dari
perilaku ideal (sangat baik) sampai perilaku kurang ideal
(kurang baik) yang mencakup semua aspek sikap yang dinilai.
analytic format: judgment terhadap perilaku peserta didik
secara rinci untuk aspek sikap yang dinilai dengan indikator
perilaku yang eksplisit yang menggambarkan perilaku ideal
(sangat baik) sampai perilaku kurang ideal (kurang baik).
Deskripsi perilaku untuk Holistic format (penilaian secara
menyeluruh) dan indikator perilaku untuk analytic format
(penilaian
yang
dibuat
berdasarkan
aspek-aspek
tertentu)dirumuskan secara bersama antara pendidik dan
sekolah dengan mengacu kepada nilai (values) yang ingin
dikembangkan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan
moral peserta didik.
Gunakan catatan harian, mingguan, bulanan, ataupun
semester pendidik sebagai dasar dalam melakukan
pertimbangan penilaiandan catatan pendidik tersebut juga
menjadi instrumen dalam pe
Penilaian adalah bagian dari kurikulum. Penilaian
merupakan alat evaluasi yang berfungsi sebagai gambaran
ketercapaian Standar Nasional pendidikan. Penilaian dalam
kurikulum 2004 maupun 2013 memiliki cakupan yang sama
untuk dinilai, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dilakukan secara berimbang dan terintegrasi dalam proses
pembelajaran, sehingga dapat digunakan untuk mengukur
ketercapaian kompetensi untuk setiap peserta didik terhadap
standar yang telah ditetapkan.
Implementasi Kurikulum 2013 berimplikasi pada model
penilaian pencapaian kompetensi peserta didik yang harus
dilakukan oleh pendidik. Penilaian oleh pendidik tidak hanya
berfokus pada penilaian hasil belajar, tetapi juga harus
memperhatikan proses penilaian yang sifatnya lebih kualitatif
untuk proses perbaikan pembelajaran baik untuk pendidik
maupun untuk peserta didik. Instrumen penilaian harus
dirancang secara bervariasi sesuai tuntutan dalam kurikulum dan
dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang tepat. Untuk
dapat mengembangkan penilaian sesuai tuntutan tersebut, maka
dibutuhkan langkah-langkah perencanaan dan pengembangan
instrumen penilaian yang tepat yang mengacu pada indikatorindikator pembelajaran dan kompetensi dasarnya.
Sehubungan dengan hal di atas, Puspendik – Balitbang
Kemendikbud
yang
bergerak
di
bidang
penilaian,
menyempurnakan buku pedoman penilaian hasil belajar yang
sudah dikembangkan sebelumnya, sesuai dengan kebijakan baru
berkaitan dengan penilaian, sehingga secara umum buku ini
dapat dijadikan acuan oleh pendidik dari sekolah-sekolah yang
menerapkan kurikulum 2013. Buku ini diharapkan dapat
digunakan untuk semua jenjang. Di samping itu, buku pedoman
i
ini juga dilengkapi dengan buku pedoman teknis untuk beberapa
mata pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan SMA yang lebih rinci
lagi tentang teknis perancangan, pengembangan dan pengolahan
hasil penilaian untuk setiap mata pelajaran. Buku pedoman
penilaian hasil belajar ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
acuan oleh para pendidik di lapangan dalam merancang,
mengembangkan, dan melaporkan hasil penilaian yang harus
dilakukan oleh pendidik di kelas.
Jakarta, Januari 2015
Kepala Pusat,
Prof. Ir Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian ................................5
C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian ..........................................5
D. Manfaat Pedoman Penilaian.........................................................6
BAB 2
A.
B.
C.
D.
STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS........7
Perkembangan Kurikulum............................................................8
Penilaian Otentik (Authentic Assessment)........................ 11
Penilaian Kelas ................................................................................ 12
Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran ........... 17
BAB 3
A.
B.
C.
D.
MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS ...................................... 20
PENILAIAN SIKAP.......................................................................... 21
PENILAIAN PENGETAHUAN .................................................... 46
PENILAIAN KETERAMPILAN (KINERJA) ........................... 73
PENILAIAN PORTOFOLIO .......................................................... 98
BAB 4 PENGOLAHAN, PELAPORAN DAN PEMANFAATAN HASIL
PENILAIAN.....................................................................................125
A. Pengolahan Hasil Penilaian .....................................................126
B. Pelaporan dan Pemanfaatan Hasil Penilaian ...................140
BAB V PENUTUP .......................................................................................149
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pedoman
Penilaian
Kelas oleh Pendidik
A. Latar Belakang
Penilaian (assessment) merupakan bagian yang sangat
penting dalam proses pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, UNESCO menyatakan assessment as a lever to reform
education. Istilah penilaian (assessment) sering dipertukarkan
secara rancu dengan dua istilah lain, yakni pengukuran
(measurement) dan evaluasi (evaluation). Pada hal ketiga istilah
tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang
saling berkaitan. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi merupakan
suatu hirarki. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan
sesuatu dengan sesuatu sejenis yang digunakan sebagai kriteria;
penilaian adalah proses menafsirkan dan mendeskripsikan
bukti-bukti hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah
kegiatan memutuskan atau menetapkan sesuatu berdasarkan
hasil-hasil penilaian.
Di abad XXI yang mengalami perkembangan luar biasa dalam
ilmu pengetahuan, teknologi, dan transformasi nilai-nilai budaya,
menyebabkan penilaian juga mengalami pergeseran paradigma.
Penilaian yang dirancang guru tidak bisa hanya terfokus pada
penilaian kognitif. Penilaian berbagai keterampilan belajar dan
berpikir, literasi, serta kemampuan memecahkan masalah
kehidupan nyata dalam rangka membentuk kecakapan hidup
justru harus mendapatkan porsi yang lebih banyak. Guru tidak
cukup hanya menilai “apa yang diketahui siswa” tetapi juga harus
menekankan pada “apa yang dapat dilakukan oleh siswa”. Karena
itu penilaian harus bersifat otentik, bukan artifisial; juga harus
mencapai level berpikir
1
Pusat Penilaian Pendidikan
tingkat tinggi, yang menuntut berpikir logis, analitis, kritis,
kreatif, dan kemampuan memecahkan maslah (problem solving)
pada konteks kehidupan nyata.
Beberapa pakar pendidikan mensinyalir bahwa proses
pembelajaran dan penilaian di sekolah-sekolah kita belum
bersifat otentik, karena belum menggunakan konteks kehidupan
sehari-hari. Sejumlah pakar pendidikan menyatakan bahwa
pembelajaran kita lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan,
dan hukum, kemudian biasa dihafalkan, bukan mengaitkannya
dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata. Proses
pembelajaran seperti di atas menjadi semakin tidak bermakna
karena ternyata instrumen penilaian yang digunakan guru
bersifat artifisial, tidak bersifat otentik yang menggunakan
konteks kehidupan sehari-hari (daily life).
Sinyalir para pakar pendidikan di atas sejalan dengan hasil
studi internasional TIMSS dan PISA yang menunjukkan bahwa
trend kemampuan rata-rata siswa Indonesia selalu di bawah ratarata internasional, umumnya siswa Indonesia hanya mampu
mengingat fakta sederhana, terminologi, dan hukum-hukum
tetapi belum mampu mengimplementasikannya untuk
menjelaskan fenomena di sekitarnya, apalagi memecahkan
permasalahan kehidupan nyata.
Agar otentik, penilaian harus dirancang tidak hanya
dilakukan di akhir proses pembelajaran atau hanya menilai hasil
belajar (assessment of learning). Penilaian otentik juga harus
dirancang menyatu dengan pembelajaran sehingga penilaian
juga merupakan proses belajar (assessment for learning), apalagi
jika proses penilaian tersebut dengan melibatkan siswa, maka
siswa akan belajar menjadi penilai dirinya sendiri (assessment as
learning). Pada hakikatnya, penilai terbaik bagi seorang siswa
dalam proses belajar adalah dirinya sendiri. Bila penilaian
dilakukan dengan tiga pendekatan di atas (assessment of, for, dan
as learning) maka penilaian tidak hanya terfokus pada hasil yang
2
Pusat Penilaian Pendidikan
cenderung berdimensi kognitif, tetapi pasti juga menilai proses
yang berdimensi keterampilan dan sikap.
Tentu saja untuk menilai banyak dimensi diperlukan
berbagai metode dan instrumen penilaian yang sesuai. Tidak ada
satu metode penilaian yang mampu menyajikan semuanya.
Setiap dimensi memerlukan metode dan instrumen penilaian
sesuai karakteristiknya masing-masing. Karena itulah guru,
sekolah, dan pemerintah harus merancang sistem penilaian,
mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sesuai
prinsip dan aturan yang benar. Apalagi ketika diberlakukan
kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013 seperti sekarang ini,
hadirnya Standar Penilaian sebagai acuan utama dalam
merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil penilaian
menjadi sangat diperlukan.
Dalam implementasinya, Kurikulum 2013 sebenarnya sudah
dilengkapi dengan Standar Penilaian Pendidikan sebagaimana
dituangkan dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013,
Permendikbud Nomor 104 tahun 2013 tentang penilaian hasil
belajar oleh pendidik, dan ditunjang lagi dengan Permendikbud
Nomor 57 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang
SD/MI), Nomor 58 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada
jenjang SMP/MTs), dan Nomor 59 tahun 2014 (tentang
Kurikulum 2013 pada jenjang SMA/MA), dan Nomor 60 tahun
2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMK/MAK).
Peraturan-peraturan ini masih terus dikembangkan karena
masih terdapat sejumlah inkonsistensi, kekurangjelasan, atau
kekuranglengkapan pada aturan-aturan di atas, misalnya tentang
konsep dan pelaksanaan penilaian otentik, perumusan kriteria
mastery learning, teknik dan instrumen penilaian terutama untuk
penilaian sikap, serta cara penskoran dan pelaporan. Munculnya
permasalahan tentang penilaian dalam menerapkan kurikulum
2013 menyebabkan permendikbud 104 tentang penilaian dikaji
kembali, sehingga direvisi menjadi permendikbud 53 tentang
3
Pusat Penilaian Pendidikan
standar penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan
pendidikan.
Inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan
peraturan yang memayungi proses penilaian pendidikan
berpotensi menimbulkan kekurangpahaman guru dan pemangku
kepentingan terhadap konsep penilaian dan kekurangterampilan
mereka mengimplementasikan proses penilaian. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa data empiris yang menunjukkan
kemampuan guru dalam merancang instrumen penilaian sesuai
indikator dan kompetensi dasar masih rendah dan instrumen
penilaian yang dibuat guru masih dominan mengukur
penguasaan pengetahuan, belum menyentuh bagaimana
pengetahuan tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata. Fakta
sejenis dalam skala lebih besar ditunjukkan oleh hasil analisis
Direktorat Pembinaan SMP (2014) yang menunjukkan guru-guru
SMP di 76 kabupaten/kota dari 29 provinsi di Indonesia yang
menguasai konsep penilaian sesuai Kurikulum 2013 baru
berkisar 30%-42%, sedangkan yang mampu menerapkan
penilaian sesuai Kurikulum 2013 lebih kecil lagi, hanya 25%37%.
Berdasarkan deskripsi di atas, puspendik merasa perlu
mengembangkan pedoman penilaian untuk Pendidikan Dasar
dan Menengah yang lebih rinci dan lengkap yang dilengkapi
dengan
contoh-contoh yang mudah diadaptasi dan
diimplementasikan, sehingga dapat memberikan kemudahan
bagi guru, memandu, dan menjamin terlaksananya proses
penilaian yang benar dan berkualitas. Buku pedoman ini berisi
panduan untuk pendidik dalam melakukan penilaian kelas yang
mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotor, dan tidak
secara khusus mengacu pada kurikulum tertentu, tetapi bersifat
sangat umum.
Tetapi contoh-contohnya mengacu pada
kurikulum 2013 yang digunakan oleh pendidik di beberapa
sekolah.
4
Pusat Penilaian Pendidikan
B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian
Tujuan penyusunan Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh
pendidik adalah:
1. memberikan arah dan kesatuan persepsi terhadap konsep
penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah;
2. memberikan
panduan
tahap-tahap
pengembangan
instrumen beserta contohnya untuk penilaian pada
Pendidikan Dasar dan Menengah, mencakup penilaian sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
3. memberikan panduan dalam mengembangkan instrumen
penilaian beserta contoh formatnya, sehingga diperoleh
instrumen yang standar dan berkualitas;
4. memberikan panduan analisis hasil penilaian beserta
contohnya, untuk penilaian pada Pendidikan Dasar dan
Menengah; dan
5. memberikan panduan mekanisme pelaporan capaian
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga
mampu memberikan informasi yang akurat dan akuntabel
C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian
Sebagaimana diuraikan dalam PP Nomer 19 Tahun 2005 jo
PP Nomer 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan,
bahwa penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah
dilakukan oleh: a) pendidik/guru, b) satuan pendidikan
(sekolah/madrasah), dan c) pemerintah. Pedoman penilaian ini
hanya menguraikan penilaian yang dilakukan oleh
pendidik/guru yang dikenal dengan penilaian kelas (classroombased assessment). Pedoman penilaian oleh satuan pendidikan
dan oleh pemerintah akan diuraikan pada pedoman tersendiri.
Penilaian kelas oleh pendidik mencakup penilaian sikap
(attitude),
pengetahuan
(kognitif),
dan
keterampilan
5
Pusat Penilaian Pendidikan
(performance). Di dalam kurikulum 2013 ketiga ranah tersebut
tersirat dalam capaian Kompetensi Inti 1 (KI-1): Sikap Spiritual,
Kompetensi Inti 2 (KI-2): Sikap Sosial, Kompetensi Inti 3 (KI-3):
Pengetahuan, dan Kompetensi Inti 4 (KI-4): Keterampilan. Untuk
setiap jenjang pendidikan dikembangkan contoh-contoh
instrumen penilaian yang sesuai dengan pendekatan
pembelajaran yang diterapkan, misalnya untuk SD/MI instrumen
penilaian memperhatikan pembelajaran tematik, sedangkan
untuk SMP/MTs memperhatikan pembelajaran terpadu, dan
pada jenjang SMA/MA memperhatikan karakteristik masingmasing pembelajaran.
D. Manfaat Pedoman Penilaian
Dengan tersusunnya Pedoman Penilaian untuk Pendidikan
Dasar dan Menengah ini diharapkan memberikan manfaat:
1. tidak terjadi perbedaan persepsi atau ketidaksinkronan
antar bentuk-bentuk penilaian yang dituangkan pada aturan
penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah yang
menimbulkan kebingungan di lapangan;
2. tersedia acuan yang operasional bagi guru dalam
mengembangkan instrumen penilaian, melakukan penilaian,
mengolah, dan melaporkan hasil penilaian secara akurat dan
akuntabel; dan
3. tersedia contoh-contoh instrumen penilaian yang standar
beserta formatnya sehingga memberikan kemudahan bagi
pendidik untuk mengadaptasi atau mengembangkan sendiri
instrumen-instrumen yang sejenis.
6
Pusat Penilaian Pendidikan
BAB 2
STRATEGI DALAM MELAKUKAN
PENILAIAN KELAS
Pedoman
Penilaian
Kelas oleh Pendidik
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan bahwa
pembelajaran pada tingkat dasar dan menengah mengikuti
Standar Penilaian. Standar penilaian adalah standar nasional
pendidikan berkaitan dengan penilaian pada jenjang tingkat
dasar dan menengah yang mencakup perencanaan, pelaksanaan,
dan tindak lanjut penilaian hasil pembelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Dalam rangka melakukan pembaharuan sistem pendidikan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara berkala
melakukan penyempurnaan kurikulum nasional untuk jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Upaya penyempurnaan
kurikulum ini merupakan respon atas berbagai kritik dan
tanggapan terhadap konsep dan implementasi kurikulum 2004
yang dianggap memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan,
baik dari segi substansi maupun pendekatan dan organisasi
kurikulum. Perubahan kurikulum ini juga paralel dengan
diterapkannya otonomi pendidikan di tingkat kabupaten dan
kota, serta pendekatan manajemen berbasis sekolah (schoolbased management) dan pendidikan berbasis masyarakat
(community-based education).
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum
2004 yang disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam
menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum ini disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuannya adalah
untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam
melakukan
observasi,
bertanya,
bernalar,
dan
mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka
peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi
pembelajaran. Penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013
menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan
7
Pusat Penilaian Pendidikan
pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui
pendekatan tersebut diharapkan peserta didik memiliki
kompetensi yang mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan
ketrampilan secara terintegrasi yang jauh lebih baik. Mereka
akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga dapat
menghadapi berbagai persoalan dan tantangan menghadapi
perkembangan abad 21.
Implementasi Kurikulum 2013, berimplikasi pada model
penilaian pencapaian kompetensi peserta didik. Penilaian
pencapaian kompetensi lebih menekankan pada proses
sistematis
dalam
mengumpulkan,
menganalisis
dan
menginterpretasi informasi untuk menentukan sejauhmana
peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan, penilaian pencapaian kompetensi pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik,
satuan pendidikan, Pemerintah dan/atau lembaga mandiri.
Penilaian pencapaian kompetensi oleh pendidik dilakukan untuk
memantau proses, kemajuan, perkembangan pencapaian
kompetensi peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki
dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.
Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada pendidik
agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses
pembelajaran berikutnya.
A. Perkembangan Kurikulum
Suatu sistem pendidikan membutuhkan suatu standar,
serendah apapun suatu standar tetap diperlukan karena
berperan sebagai patokan dan sekaligus pemicu untuk
memperbaiki kualitas mutu. Dalam konteks pendidikan, standar
diperlukan sebagai acuan minimal (dalam hal kompetensi) yang
harus dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu lembaga
pendidikan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang
8
Pusat Penilaian Pendidikan
bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah
ditetapkan.
Penyempurnaan kurikulum 2013 merupakan bagian dari
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang
telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu dan berimbang.
Dalam Kurikulum 2013
Kompetensi Inti merupakan
operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk
kualitas yang harus dikuasai peserta didik yang telah
menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau
jenjang pendidikan tertentu. Gambaran mengenai kompetensi
utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan,
dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dicapai peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran. Kompetensi Inti menggambarkan kualitas yang
seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti tersebut berfungsi sebagai unsur
pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar.
Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi
Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di
atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang
dipelajari peserta didik.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang
saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan
(kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2),
pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan
(kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari
Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap
pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan
dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak
langsung (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik
belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan
penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).
Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya sekedar
penyesuaian substansi materi dan format kurikulum sesuai
dengan tuntutan perkembangan, tetapi juga adanya pergeseran
paradigma (paradigm shift) dari pendekatan pendidikan yang
9
Pusat Penilaian Pendidikan
berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan
pendidikan berorientasi hasil atau standar (outcome-based
education). Secara lebih sederhana, apa yang harus ditetapkan
sebagai kebijakan kurikuler secara nasional oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan bergeser dari pertanyaan tentang
apa yang harus diajarkan (kurikulum) ke pertanyaan tentang
apa yang harus dikuasai anak (standar kompetensi) pada
tingkatan dan jenjang pendidikan tertentu. Perubahan paradigm
ini berimplikasi pada perubahan penilaiannya yang lebih
menekankan pada penilaian selama proses pembelajaran untuk
ketercapaian kompetensi peserta didik.
Diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam
proses pendidikan diharapkan semua komponen yang terlibat
dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk
peserta didik itu sendiri akan mengarahkan upayanya pada
pencapaian standar dimaksud. Diharapkan dengan pendekatan
ini pendidik memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus
dikuasai anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat
yang sama memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan
melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif
dan efisien untuk mencapai standar tersebut. Dengan demikian,
pendidik didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran tuntas (mastery learning) serta tidak berorientasi
pada pencapaian ‘target kurikulum’ semata.
Pendekatan standar kompetensi memiliki ciri, antara lain:
Adanya visi, misi dan tujuan pendidikan yang disepakati
secara bersama di tingkat nasional
Adanya standar kompetensi lulusan (exit outcome) yang
secara konsisten dan jelas dijabarkan dari tujuan pendidikan
Adanya kerangka kurikulum dan silabus yang merupakan
artikulasi yang ketat dari kompetensi lulusan
Adanya sistem penilaian acuan kriteria (criterion-referenced
assessment) dan standar pencapaian (performance standard)
yang diterapkan secara konsisten.
10
Pusat Penilaian Pendidikan
Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi adalah
proses penilaian yang dilakukan oleh pendidik, baik yang
bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan
kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi
pendidik harus mengembangkan matriks kompetensi belajar
(learning competency matrix) yang menjamin pengalaman
belajar yang terarah,
Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous
authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan
penguasaan kompetensi.
B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Menurut Jon Mueller (2006) penilaian otentik merupakan
suatu bentuk penilaian dimana peserta didik diminta untuk
menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang
mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan
esensial yang bermakna.
Prinsip-prinsip penilaian otentik.
Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah
dari proses pembelajaran (a part of, not apart from,
instruction),
Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real
world problems), bukan masalah dunia sekolah (school workkind of problems),
Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan
kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi
pengalaman belajar,
Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek
dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensorimotorik)
11
Pusat Penilaian Pendidikan
C. Penilaian Kelas
Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan
penggunaan informasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan
oleh pendidik untuk menetapkan tingkat pencapaian dan
penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan (standar
komptensi, komptensi dasar, dan indikator pencapaian hasil
belajar). Hasil penilaian berbasis kelas dapat menggambarkan
kompetensi dan kemajuan siswa selama di kelas.
Dalam penilaian proses dan hasil belajar, terdapat tiga jenis
utama penilaian yaitu:
Penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning),
terjadi ketika pendidik menggunakan dugaan-dugaan
mengenai perkembangan peserta didik sebagai bahan untuk
mengembangkan pengajaran mereka (formatif)
Penilaian sebagai pembelajaran (assessment as larning) terjadi
ketika para peserta didik melakukan refleksi dan mengamati
perkembangan pembelajaran mereka sebagai bahan untuk
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran mereka dimasa depan
(formatif)
Penilaian hasil pembelajaran (assessment of learning) terjadi
ketika para pendidik menggunakan bukti-bukti dari
pembelajaran para peserta didik untuk menilai pencapaian
peserta didik atas tujuan-tujuan dan standar-standar
pembelajaran (sumatif).
Dengan diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan
dalam proses pembelajaran, pendidik memiliki orientasi yang
jelas tentang apa yang harus dikuasai peserta didik di setiap
tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama juga memiliki
kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses
pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk
mencapai standar tersebut.
12
Pusat Penilaian Pendidikan
1. Karakteristik Penilaian Kelas
Penilaian kelas adalah suatu usaha untuk membangun
praktek mengajar yang lebih baik dengan melakukan umpan
balik pada pembelajaran peserta didik lebih sistimatik, lebih
fleksibel, dan lebih efektif. Pendidik siap menanyakan dan
mereaksi pertanyaan peserta didik, memonitor bahasa badan
dan ekspresi wajah peserta didik, mengerjakan pekerjaan rumah
dan tes peserta didik, dan seterusnya. Penilaian kelas memberi
suatu cara untuk melakukan penilaian secara menyeluruh dan
sistimatik dalam proses pembelajaran di kelas. Berikut adalah
karakteristik penilaian kelas.
Pusat belajar. Penilaian kelas berfokus perhatian pendidik
dan peserta didik pada pengamatan dan perbaikan belajar,
dari pada pengamatan dan perbaikan mengajar. Penilaian
kelas memberi informasi dan petunjuk bagi pendidik dan
peserta didik dalam membuat pertimbangan untuk
memperbaiki hasil belajar.
Partisipasi aktif peserta didik. Karena difokuskan pada
belajar, maka penilaian kelas memerlukan partisipasi aktif
peserta didik. Kerjasama dalam penilaian, peserta didik
memperkuat penilaian materi mata pelajaran dan skill dirinya.
Pendidik memotivasi peserta didik agar meningkat dengan
tiga pertanyaan bagi pendidik: (1) apakah kemampuan dasar
dan pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2)
bagaimana saya dapat menemukan bahwa peserta didik
sedang belajar?; (3) bagaimana saya dapat membantu peserta
didik belajar lebih baik? Karena pendidik bekerja lebih dekat
dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan ini, maka
pendidik dapat memperbaiki skill mengajarnya.
Formatif. Tujuan penilaian kelas adalah untuk memperbaiki
mutu belajar peserta didik. Penilaian bukan hanya untuk
memberi nilai atau skor (grading) peserta didik, tetapi juga
untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan mutu belajar
peserta didik.
13
Pusat Penilaian Pendidikan
Kontekstual spesifik. Pelaksanaan penilaian kelas adalah
jawaban terhadap kebutuhan khusus bagi pendidik dan
peserta didik. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual
pendidik dan peserta didik yang harus bekerja dengan baik
dalam kelas.
Umpan balik. Penilaian kelas adalah suatu alur proses umpan
balik (feedback loop) di kelas. Dengan sejumlah TPK, pendidik
dan peserta didik dengan cepat dan mudah menggunakan
umpan balik dan melakukan saran perbaikan belajar
berdasarkan hasil-hasil penilaian. Untuk mengecek
pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah menggunakan
hasil penilaian kelas, dan melanjutkan pengecekan alur
umpan balik. Karena pendekatan umpan balik ini dalam
kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur hubungan
antara pimpinan sekolah, pendidik dan peserta didik dalam
KBM akan menjadi lebih efisien dan lebih efektif.
2. Tujuan Penilaian Kelas
Tujuan penilaian di kelas oleh pendidik hendaknya
diarahkan pada empat (4) tujuan berikut (Chittenden, 1991).
Penelusuran (Keeping track), yaitu untuk menelusuri agar
proses pembelajaran peserta didik tetap sesuai dengan
rencana. Pendidik mengumpulkan informasi sepanjang
semester dan tahun pelajaran melalui berbagai bentuk
penilian kelas agar memperoleh gambaran tentang
pencapaian kompetensi oleh peserta didik.
Pengecekan (Checking-up), yaitu untuk mengecek adakah
kelemahan-kelemahan yang dialami peserta didik dalam
proses pembelajaran. Melalui penilaian kelas, baik yang
bersifat formal maupun informal pendidik melakukan
pengecekan kemampuan (kompetensi) apa yang peserta didik
telah kuasai dan apa yang belum dikuasai.
Pencarian (Finding-out), yaitu untuk mencari dan
menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
14
Pusat Penilaian Pendidikan
Pendidik harus selalu menganalisis dan merefleksikan hasil
penilaian kelas dan mencari hal-hal yang menyebabkan
proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif.
Penyimpulan (Summing-up), yaitu untuk menyimpulkan
apakah peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi
yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan
sangat penting dilakukan pendidik, khususnya pada saat
pendidik diminta melaporkan hasil kemajuan belajar anak
kepada orang tua, sekolah, atau pihak lain seperti di akhir
semester atau akhir tahun ajaran baik dalam bentuk rapor
peserta didik atau bentuk lainnya.
3. Fungsi Penilaian Kelas
Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistimatis
oleh pendidik memiliki fungsi motivasi, belajar tuntas, efektivitas
pengajaran, dan umpan balik.
Fungsi Motivasi, penilaian yang dilakukan oleh pendidik di
kelas harus mendorong motivasi peserta didik untuk belajar.
Fungsi Belajar Tuntas, penilaian di kelas harus diarahkan
untuk memantau ketuntasan belajar peserta didik..
Fungsi sebagai Indikator Efektivitas Pengajaran, di samping
untuk memantau kemajuan belajar peserta didik, penilaian
kelas juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh
proses belajar mengajar telah berhasil.
Fungsi Umpan balik, hasil penilaian harus dianalisis oleh
pendidik sebagai bahan umpan balik bagi peserta didik dan
pendidik itu sendiri.
15
Pusat Penilaian Pendidikan
4. Prinsip Penilaian Kelas
Agar penilaian kelas memenuhi tujuan dan fungsi
sebagaimana dijelaskan di atas, perlu diperhatikan hal-hal
berikut.
Mengacu pada kemampuan (competency referenced),
Penilaian kelas perlu disusun dan dirancang untuk mengukur
apakah peserta didik telah menguasai kemampuan sesuai
dengan target yang ditetapkan dalam kurikulum. Materi yang
dicakup dalam penilaian kelas harus terkait secara langsung
dengan indikator pencapaian kemampuan tersebut.
Berkelanjutan (Continuous), Penilaian yang dilakukan di
kelas oleh pendidik harus merupakan proses yang
berkelanjutan dalam rangkaian rencana mengajar pendidik
selama satu semester dan tahun ajaran.
Didaktis, Alat yang akan digunakan untuk penilaian kelas
berupa tes maupun non-tes harus dirancang baik isi, format
maupun tata letak (layout) dan tampilannya agar peserta
didik menyenangi dan menikmati kegiatan penilaian.
Menggali Informasi, Penilaian kelas yang baik harus dapat
memberikan informasi yang cukup bagi pendidik untuk
mengambil keputusan dan umpan balik. Pemilihan metoda,
teknik, dan alat penilaian yang tepat sangat menentukan jenis
informasi yang ingin digali dari proses penilaian kelas.
Melihat yang benar dan yang salah, Dalam melaksanakan
penilaian, pendidik hendaknya melakukan analisis terhadap
hasil penilaian dan hasil kerja peserta didik secara seksama
untuk melihat adanya kesalahan yang secara umum terjadi
pada peserta didik dan sekaligus melihat hal-hal positif yang
diberikan peserta yaitu peserta didik yang memiliki kelebihan
kecerdasan, pengetahuan, dan pengalaman sangat mungkin
memberikan jawaban dan penyelesain masalah yang tidak
tersedia pada bahan yang diajarkan di kelas. Analisis terhadap
kesalahan jawaban dan penyelesaian masalah yang diberikan
peserta didik sangat berguna untuk menghindari terjadinya
16
Pusat Penilaian Pendidikan
mis-konsepsi dan ketidakjelasan dalam proses pembelajaran.
Pendidik harus hendaknya memberikan penekanan terhadap
kesalahan-kesalahan yang bersifat umum tersebut.
D. Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran
Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya
keterkaitan langsung dengan aktivitas proses pembelajaran
Demikian pula, pembelajaran akan berjalan efektif apabila
didukung oleh penilaian kelas yang efektif oleh pendidik.
Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar
mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan
untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar sesuai
dengan yang diharapkan. Keterkaitan dan keterpaduan antara
penilaian dan pembelajaran dapat digambarkan pada siklus di
bawah ini.
RENCANA
MENGAJAR
ANALISIS &
PROJEK
PENILAIAN
Gambar 1 Keterkaitan Penilaian dan Pembelajaran
Pada gambar di atas tampak jelas bahwa langkah yang
pendidik lakukan dalam rangkaian aktivitas pengajaran meliputi
penyusunan rencana mengajar, proses belajar mengajar,
penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran,
hal pertama yang harus dilakukan pendidik adalah menyusun
rencana mengajar. Dalam menyusun rencana mengajar ini halhal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian kompetensi
yang harus dicapai peserta didik, cakupan dan kedalaman materi,
17
Pusat Penilaian Pendidikan
indikator pencapaian kompetensi, pengalaman belajar yang
harus dialami peserta didik, persyaratan sarana belajar yang
diperlukan, dan metoda serta prosedur untuk menilai
ketercapaian kompetensi.
Setelah rencana mengajar tersusun dengan baik, pendidik
melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai rencana tersebut.
Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses belajar
mengajar ini adalah adanya interaksi yang efektif antara
pendidik, peserta didik, dan sumber belajar lainnya sehingga
menjamin terjadinya pengalaman belajar yang mengarah ke
penguasaan kompetensi oleh peserta didik. Untuk mengetahui
dengan pasti ketercapaian kompetensi dimaksud, pendidik harus
melakukan penilaian secara terarah dan terprogram. Penilaian
harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan
menentukan tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus
untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar. Untuk itu,
penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis
terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik yang
perlu dilakukan dalam perencanaan proses belajar mengajar
berikutnya. Dengan demikian, rencana mengajar yang disiapkan
pendidik untuk siklus pembelajaran berikutnya harus
didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya.
Jika ini dilakukan, maka kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan
rangkaian dari siklus pembelajaran yang saling bersambung.
Pembelajaran secara tuntas dan pencapaian kompetensi akan
dapat dijamin apabila siklus pembelajaran yang satu terkait
dengan siklus pembelajaran berikutnya.
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, pendidik harus
menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang
beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik
pengalaman belajar yang dilaluinya. Oleh sebab itu, pendidik
hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang
18
Pusat Penilaian Pendidikan
berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih
dan melaksanakan dengan tepat metode dan teknik yang
dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran,
serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di antara
metode dimaksud adalah Penilaian Tertulis (paper-pencil) baik
soal pilihan maupun uraian; Penilaian Kinerja (performance test)
baik Penilaian Produk maupun Penilaian Projek; Penilaian Sikap;
dan Portofolio.
19
Pusat Penilaian Pendidikan
BAB 3
MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS
Pedoman
Penilaian
Kelas oleh Pendidik
Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran yang
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran
yang dilakukan berhasil atau tidak. Beragam konsep dan metode
penilaian sejauh ini telah dilakukanpendidik di sekolah.Konsep
dasar penilaian dalam Kurikulum 2013 diarahkan untuk
menunjang dan memperkuat pencapaian kompetensi yang
dibutuhkan oleh peserta didik di abad ke-21, yang menekankan
pada penilaian kemampuan aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Tema pengembangan kurikulum adalah menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui
penguatan sikap (tahu mengapa), pengetahuan (tahu apa), dan
keterampilan (tahu bagaimana). Proses pencapaian ketiga aspek
ini perlu dilakukan secara terintegrasi.
Penyempurnaan kurikulum bertujuan untuk memberi
jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada
kurikulum sebelumnya,dan mendorong peserta didik mampu
lebih baik dalam mencapai kompetensinya. Pada kutikulum 2013
ketercapaian kompetensi ini dilakukan dengan meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam melakukan observasi, bertanya,
bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan)apa yang
diperoleh atau diketahui peserta didik.
Berdasarkan analisis kemampuan yang dibutuhkan oleh
peserta didik di abad ke-21, maka penilaian didesain terutama
untuk mendukung proses pembelajaran kreatif. Oleh karena itu,
ketika menggunakan penilaian berbentuk tes atau tugas tertentu,
maka pendidik hendaknya memberi ruang kreativitas jawaban
yang beragam untuk melatih daya kritis dan kreativitas peserta
didik. Dengan demikian, tugas yang diberikan tidak didesain
20
Pusat Penilaian Pendidikan
tertutup dalam arti hanya punya satu jawaban yang benar,
bahkan pendidik diharapkan dapat mentolerir jawaban yang
dianggap “tidak biasa”.Selain itu ekspresi pengetahuan, seni,
olahraga, dan lainnya juga harus mendapat ruang dan apresiasi
dari pendidik. Selain itu peserta didik juga dilibatkan untuk
melakukan penilaian sebagai bagian dari tanggung jawab peserta
didik untuk bahan refleksi diri dari kemampuan yang sudah
dicapainya.
Konsep penilaian yang diajukan dalam Kurikulum 2013
adalah
penilaian
yang
konstruktifatau
menunjang
pengembangan aspek sikap,pengetahuan, dan keterampilan
peserta didik.Untuk mencapai hal tersebut,pendidik harus
menggunakan berbagai model dan teknik penilaian yang
bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik
pengalaman belajar peserta didik. Oleh sebab itu, pendidik
hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang
berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih
dan melaksanakan penilaian dengan tepat melalui metode dan
teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses
pembelajarannya, serta pengalaman belajar yang telah
ditetapkan.
Berikut ini akan dipaparkan berbagai model danteknik
penilaian kelas yang dapat digunakan pendidik dalam menilai
aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.
A. PENILAIAN SIKAP
1.
Pendidikan Sikap Dalam Perspektif Pendidikan
Sikap menurut konsep psikologi didifinisikan sebagai
kecenderungan seseorang untuk bertindak secara suka atau
tidak suka terhadap sesuatu objek (Anastasi, 1982). Sementara
Birren et. Al. (1981) mendefinisikan sikap sebagai kumpulan
21
Pusat Penilaian Pendidikan
hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang, atau masalah
tertentu. Sikap menentukan bagaimana kepribadian seseorang
diekspresikan. Lebih lanjut Birren menjelaskan bahwa sikap
berbeda dengan ciri-ciri atau sifat kepribadian yang dapat
didefinisikan sebagai pola kebiasaan atau cara bereaksi terhadap
sesuatu. Sikap lebih merupakan "stereotype" seseorang. Oleh
karena itu, melalui sikap seseorang, kita dapat mengenal siapa
orang itu yang sebenarnya.Penilaian sikap sebagai salah satu
bentuk penilaian kelas ditujukan untuk pendidik dalam
melakukan pembentukkan dan pembinaan terhadap sikap
peserta didik.
Dalam perspektif pendidikan, pendidikan sikap merupakan
proses holistik yang diarahkan pada berkembangnya sikap dan
karakter peserta didik yang dilandasi nilai-nilai dasar yang
diperlukan dalam hidupnya sebagai seorang individu, warga
negara, dan warga masyarakat global. Sementara sikap dalam
konteks pendidikan karakter tidak hanya dibatasi pada
pengertian kecenderungan individu baik yang berupa
aspekafektif, kognitif, maupun konatif (behavioral tendency),
melainkan lebih dimaknai dalam konteks internalisasi nilai, serta
pembiasaan dan pembudayaan nilai sebagai landasan untuk
bertindak dan berperilaku secara baik dan benar (Bahrul Hayat,
2015).
Sebagai proses internalisasi dan pembiasaan serta
pembudayaan nilai, pendidikan sikap sosial dan spiritual
seringkali menggunakan empat (4) pendekatan secara
integratif:1)
membuat kurikulum khusus, 2) memberi
kesempatan peserta didik untuk beraktivitas sesuai kehidupan
nyata, 3) menyisipkan unsur-unsur non-kognitif pada seluruh
kurikulum mata pelajaran, dan 4) mengembangkan iklim sekolah
dan organisasi sekolah yang mendukung.
Integrasi pendidikan sikap pada berbagai mata pelajaran di
sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran.
22
Pusat Penilaian Pendidikan
Nilai-nilai dasar yang hendak diinternalisasi secara implisit
menyatu dengan spirit dari isi mata pelajaran. Pendidikan sikap
harus membedakan antara attitude knowledge and reasoning
dengan attitude and moral behavior yang merupakan proses
pembiasaan.
Sebagai contoh, sikap menghormati pendapat teman,
menghindari perilaku menyontek, membantu meminjamkan
pulpen kepada teman yang kehilangan pulpen, dsb merupakan
sikap yang bersifat generik untuk semua mata pelajaran. Tetapi,
menjaga kebersihan lingkungan, memelihara dan merawat
tanaman di sekolah merupakan sikap spesifik kepedulian
lingkungan yang sangat terkait dengan mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam.
Hasil pendidikan sikap harus dipahami sebagai:
outcome bukan sebagai output proses pendidikan yang secara
instant dapat diniliai oleh pendidik pada setiapkali
menyelesaikan suatu proses pembelajaran.
proses akumulatif yang bersifat judgmental pendidik
terhadap perilaku peserta didik selama periode waktu
tertentu (per semester) yang didasarkan pada observasi dan
rekaman catatan harian dengan indikator perilaku yang
disepakati dan ditetapkan.
Metode dan teknik yang digunakan untuk penilaian sikap
(attitude assessment) sebaiknya tidak harus menggunakan
metode dan teknis pengukuran sikap (attitude measurement)
sebagaimana dikembangkan dalam pendekatan psikometrik.
Untuk menilai sikap yang terintegrasi dengan proses
pembelajaran, pendidik dapat menggunakan catatan harian
pendidik berdasarkan observasi, pertanyaan langsung, dan
laporan pribadi yang berisi pandangan pribadi tentang suatu
permasalahan. Pembentukkan sikap peserta didik dapat juga
dilakukan dengan penilaian diri, dan penilaian antarteman
sebagai bahan refleksi diri peserta didik. Penggunaan skala sikap
23
Pusat Penilaian Pendidikan
(Likert atau diferensial semantik) walaupun tidak disarankan
namun tidak menutup kemungkinan pendidik untuk
menggunakan teknik pengukuran sikap dengan metode ini
apabila sudah memiliki instrumen yang handal dana reliabel.
Kurikulum 2013 membagi aspek sikap menjadi dua yaitu (1)
sikap spiritual yaitu sikap yang terkait dengan pembentukan
perilaku peserta didik sebagai orang yang beriman dan bertakwa,
dan (2) sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta
didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab. Kedua sikap tersebut saling beririsan seperti
gambar berikut ini.
Sikap
Spiritual
Sikap
Sosial
Penilaian terhadap sikap spiritual dapat dilakukan pendidik
terhadap hal-hal yang berkaitanmenghargai, menghayati ajaran
agama, dannilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama
sepertikejujuran, menghormati orang yang lebih tua, menghargai
orang lain dan lain-lain. Sedangkan hal-hal yang berhubungan
dengan penghayatan tidak dapat dilakukan karena bersifat
abstrak.
Penilaian terhadap sikap sosial dapat dilakukan pendidik
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan objek sikap sebagai
berikut: (1) sikap yang berhubungan dengan perilaku
interpersonal; (2) sikap yang berhubungan dengan kesuksesan
akademik; (3) sikap terhadap penerimaan teman sebaya; dan (4)
sikap-sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang
ingin ditanamkan dalam diri peserta didik seperti kejujuran,
24
Pusat Penilaian Pendidikan
kedisiplinan, tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun,
dan percaya diri.
2.
Pembentukan Sikap
Menurut Klausmeier (1985), ada tiga model belajar dalam
rangka pembentukan sikap yang sesuai dengan kepentingan
penerapan dalam dunia pendidikan yaitu:
Mengamati dan meniru.
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pengamatan dan
peniruan. Bandura (1977) menyebut proses pembelajaran ini
dengan
pembelajaran
melalui
model
(learningthroughmodeling). (Menurut Bandura, banyak
tingkah laku manusia dipelajari melalui model, yakni dengan
mengamati dan meniru tingkah laku atau perbuatan orang
lain, terutama orang-orang yang berpengaruh
Menerima penguatan
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pembiasaan
operan, yakni dengan menerima atau tidak menerima atas
suatu respon yang ditunjukkan.Penguatan dapat berupa
ganjaran (penguatan positif) dan dapat berupa hukuman
(penguatan negatif). Dalam proses pembelajaran, pendidik
atau orang tua dapat memberikan ganjaran berupa pujian
atau hadiah kepada peserta didik yang berbuat sesuai dengan
nilai-nilai ideal tertentu, atau sebaliknya memberi hukuman
jika tidak berbuat sesuai dengan nilai dan norma yang ada.
Menerima informasi verbal
Informasi tentang norma tentang objek tertentu dapat
diperoleh melalui lisan atau tulisan. Informasi tentang objek
tertentu yang diperoleh oleh seseorang akan mempengaruhi
pembentukan sikapnya terhadap objek yang bersangkutan.
Melakukan pembiasaan dan pengkondisian
Pembentukan sikap melalui proses pembiasaan bertujuan
agar peserta didik terbiasa memiliki sikap yang diharapkan,
25
Pusat Penilaian Pendidikan
sedangkan dengan pengkondisian pesera didik akan lebih
mudah untuk menunjukkan sikap yang diharapkan
3. Objek sikap yang perlu dinilai
Penilaian sikap selama proses pembelajaran secara umum
dapat dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai objek sikap
antara lain sebagai berikut.
Sikapterhadapmatapelajaran. Peserta didik perlu memiliki
sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif
dalam diri peserta didik akan tumbuh dan berkembang minat
belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih
mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan. Oleh
karena itu, pendidik perlu menilai tentang sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.
Sikapterhadappelajaran.pendidikmataPeserta didik perlu
memiliki sikap positif terhadap pendidik, yang mengajar
suatu mata pelajaran. Peserta didik yang tidak memiliki sikap
positif terhadap pendidik, akan cenderung mengabaikan halhal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang
memiliki sikap negatif terhadap pendidik pengajar akan sukar
menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh pendidik
tersebut.
Sikap terhadap proses pembelajaran.
Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap
proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran
disini mencakup: suasana pembelajaran, strategi, metodologi,
dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit
peserta didik yang merasa kecewa atau tidak puas dengan
proses pembelajaran yang berlangsung, namun mereka tidak
mempunyai
keberanian untuk menyatakan. Akibatnya
mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang
berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal ini
dapat mempengaruhi terhadap penyerapan materi
pelajarannya.
26
Pusat Penilaian Pendidikan
Sikap terhadap pendidik mata pelajaran.
Peserta didik perlu memiliki sifat positif terhadap pendidik
yang mengajar mata pelajaran. Peserta didik yang tidak
memiliki sikap positif terhadap pendidik akan cenderung
mengabaikan hal-hal yang diajarkan dan berdampak sukar
menyerap materi pelajaran yang diajarkan pendidik tersebut.
Sikap terhadap materi pembelajaranyang ada.
Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap
materi pelajaran yang diajarkan, sebagai kunci keberhasilan
proses pembelajaran.
Sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang
ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi
suatu kompetensi dasar tertentu untuk kepentingan
pembinaan sikap spiritual dan sosial..
4. Sikap yang dinilai
Perkembangan sikap dapat dilihat dari perilaku peserta didik
yang diungkapkan dalam bentuk ucapan, cara berpikir, dan
perbuatan.
Dalam bentuk ucapan
Setiap saat ketika peserta didik menggunakan kata-kata dan
kalimat (lisan atau tulisan) yang mencerminkan aspek atau
sikap tertentu.
Dalam cara berpikir
Cara berpikir peserta didik dapat dilihat ketika berbicara
dalam komunikasi biasa, dalam menjawab atau menulis
jawaban atas suatu pertanyaan.
Dalam bentuk perbuatan
Bentuk perbuatan terlihat pada mimik ketika berbicara,
dalam gerakan ketika melakukan sesuatu, dan dalam tindakan
ketika berkomunikasi atau bekerja sama dengan teman,
27
Pusat Penilaian Pendidikan
pendidik, pegawai administrasi dan orang lain yang ada di
sekolah.
5. Penilaian Sikap dalam pembelajaran di kelas
Penilaian sikap sosial dan spiritual lebih tepat dinilai dengan
pendekatan evaluative judgmentpendidik terhadap perilaku
peserta didik melalui salah
holistic format: judgment terhadap perilaku peserta didik
secara menyeluruh dengan deskripsi yang eksplisit dari
perilaku ideal (sangat baik) sampai perilaku kurang ideal
(kurang baik) yang mencakup semua aspek sikap yang dinilai.
analytic format: judgment terhadap perilaku peserta didik
secara rinci untuk aspek sikap yang dinilai dengan indikator
perilaku yang eksplisit yang menggambarkan perilaku ideal
(sangat baik) sampai perilaku kurang ideal (kurang baik).
Deskripsi perilaku untuk Holistic format (penilaian secara
menyeluruh) dan indikator perilaku untuk analytic format
(penilaian
yang
dibuat
berdasarkan
aspek-aspek
tertentu)dirumuskan secara bersama antara pendidik dan
sekolah dengan mengacu kepada nilai (values) yang ingin
dikembangkan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan
moral peserta didik.
Gunakan catatan harian, mingguan, bulanan, ataupun
semester pendidik sebagai dasar dalam melakukan
pertimbangan penilaiandan catatan pendidik tersebut juga
menjadi instrumen dalam pe