Profesor dan Doktor Termuda Dalam Sejara

Profesor dan Doktor Termuda Dalam
Sejarah
OPINI | 25 November 2011 | 12:50

Dibaca: 5006

Komentar: 44

6

Bagi saya, menyimak sejarah berbagai hal di dunia ini adalah suatu sesuatu yang begitu
mengasyikkan, sesuatu banget githu lho. Semua itu turut memberi sumbangsih untuk
menambah wawasan dan menjadi sarana pembelajaran yang luar biasa bermanfaat. Memicu
dan memacu semangat kita untuk menjadi lebih baik, dan lebih baik, dan lebih baik lagi.
Berusaha berbuat dan menciptakan karya-karya terbaik yang kita punya, dan yang kita bisa.

Kali ini, mari kita simak dan lihat serta meneladani hal-hal positif dari para tokoh berikut ini.
Mereka adalah professor-profesor dan doktor-doktor termuda, yang sudah mencatatkan diri
mereka dalam sejarah dunia pendidikan. Baik itu pendidikan tingkat dunia maupun pada
skala dunia pendidikan Indonesia. Adalah merupakan kebanggaan bagi mereka yang
menghasilkan karya terbaik di usia yang masih belia. Contoh yang tentu saja begitu

menginspirasi dan menguatkan, serta membanggakan kita.
Pemuda berikut ini meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering di Amerika
sebelum berusia 30 tahun. Karena marga-nya (nama belakang) yang sangat mirip nama orang
Jepang, maka tak jarang para petinggi Jepang mengajaknya untuk “pulang ke Jepang” demi
membangun Jepang. Padahal ia sama sekali bukan orang Jepang lho. Tapi ternyata Prof.
Tansu, begitu sering ia disapa adalah pemegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila. Ia
adalah warga negara Indonesia yang sangat brilian.

Nelson Tansu
Sosok kita yang pertama memang adalah seorang pria bernama Nelson Tansu. Siapa sih
sebernarnya pemuda ini? Mungkin banyak di antara kita yang sudah mengetahui sepak
terjang beliau. Laki-laki muda yang lahir di Medan pada tanggal 20 Oktober tahun 1977 ini
adalah merupakan lulusan terbaik dari SMA Sutomo 1 Medan. Pernah menjadi finalis tim
Indonesia di Olimpiade Fisika. Meraih gelar Sarjana dari Wisconsin University pada bidang
Applied Mathematics, Electrical Engineering and Physics (AMEP).
Gelar sarjana di Wisconsin itu diraih dengan ‘sangat gampang’. Hal itu dibuktikan dengan
menyelesaikan studinya tersebut hanya dengan waktu yang sangat singkat yaitu 2 tahun 9
bulan. Ia juga lulus dengan predikat Summa Cum Laude. Sebuah prestasi kelulusan tertinggi.
Ia meraih gelar Master pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang
Electrical Engineering pada usianya yang baru ke-26 tahun.

Thesis Doktorat Nelson Tansu mendapat award sebagai “The 2003 Harold A. Peterson Best
ECE Research Paper Award”. Dan lagi, luar biasanya adalah tesis-nya itu mampu
mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya. Pokoknya ia sudah menggondol sekitar 11
scientific award di tingkat internasional, sudah mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai
jurnal internasional dan merupakan visiting professor di 18 perguruan tinggi dan institusi
riset. Ia juga aktif diundang sebagai pembicara di berbagai event internasional di Amerika,
Kanada, Eropa dan Asia .

Prof Dr. Alia Sabur
Sosok kedua kita adalah seorang gadis belia yang benar-benar luar biasa. Ia sudah tercatat
dalam Guiness Book of Record sebagai Profesor Doktor termuda di dunia, bahkan
mengalahkah rekor yang sudah bertahan selama 200 tahun yang dipegang oleh salah seorang
murid Sir Issac Newton. Siapa wanita muda ini? Tidak lain tidak bukan, dialah Alia Sabur.
Gadis belia ini dilahirkan di New York tepat tanggal 22 Februari 1989, ia kemudian sudah
dinobatkan sebagai professor pada usia 19 tahun. Gadis ini menjadi professor termuda di
bidang Matematika modern. Hasil tersebut tentu saja mencatatkan dirinya sebagai guru besar
termuda dalam sejarah di halaman Guiness Book of Record.
Ia melompat kelas dengan sangat cepat. Lepas dari kelas empat Sekolah Dasar ia langsung
melejit dengan tak tanggung-tanggung, menuju tingkat universitas. Pada usia 14 tahun sudah
meraih gelar sarjananya dengan predikat kelulusan tertinggi juga, Summa Cum Laude. Tidak

lebih dari lima tahun kemudian gelar master dan doktor pun sudah diraihnya secara gemilang.
Tapi wanita sederhana dan sangat bersahaja ini justru memilih untuk menjadi seorang dosen,
padahal dengan segala kemampuan dan kepintaran yang ia miliki tentu saja banyak tawaran
menggiurkan untuk menjadikannya orang yang kaya raya. Ia lebih memilih untuk menjadi
dosen bahkan bukan di Amerika atau Eropa, tapi ‘hanya’ di sebuah universitas tak terlalu
terkenal di Seoul Korea Selatan. Di Korea inilah Alia berlatih Tae Kwon Do secara serius, dan
sudah berhasil berhasil menyandang sabuk hitam.
Nah, ketika ditanya kenapa lebih memilih untuk menjadi seorang dosen? Ia menjawab
pertanyaan itu dengan sangat simpel, “Menjadi dosen merupakan bidang yang berbeda
dari bidang lainnya. Dengan mengajar seseorang tidak hanya menunjukkan apa yang
bisa dilakukan. Tapi ia juga memampukan orang lain untuk membuat perbedaan.”
Sekali lagi, sungguh luar biasa gadis kita yang satu ini.
Siapa sosok berikutnya? Pemuda satu ini berasal dari India, terlahir dengan nama Tathagat
Tulsi. Semasa kecil ia sudah menunjukkan banyak kelebihan. Kepintaran, luasnya wawasan,
serta berbagai kelebihan lainnya membuat ia berhasil menjadi profesor termuda di India,
yaitu pada usianya yang baru 22 tahun (beda 3 tahun dibanding Alia Sabur). Tapi gelar doktor

(Phd) sudah diraih ketika baru berusia 21 tahun. Tathagat lahir 9 September 1987 di Patna,
India.
Karena luar biasa pintar, saat usia 9 tahun ia sudah menyelesaikan studi di sekolah menengah.

Gelar PhD kemudian ia raih dari Indian Institute of Science. Kecerdasan dan kegeniusan
Tathagat pernah diragukan oleh Departemen Sains dan Teknologi India. Ketika Agustus tahun
2001, waktu itu Tulsi baru berusia 13 tahun, ia dituduh tidak segenius itu dan kecerdasannya
adalah palsu belaka. Kemudian ia akhirnya dibawa bertemu dengan pemenang Nobel di
Jerman untuk membuktikan kecerdasannya. Apa yang terjadi? Ia ternyata mampu
membuktikan semua karya karya ilmiahnya yang berkaitan dengan algoritma baru untuk
pencarian quantum. Ia banyak menulis karya ilmiah yang berkaitan dengan algoritma
quantum. Sungguh luar biasa.

Dr Cindy
Lalu siapa sosok kita berikutnya? Namanya cantik, secantik orangnya. Cindy Priadi. Ia
meraih gelar doktornya pada usia yang relatif muda, masih 26 tahun! Ya, pada usia tersebut
Cindy berhasil meraih gelar doktornya di Universitas Paris-Sud 11, Perancis.
Gadis cantik ini lahir di Bandung, 30 Januari 1984, dan ia begitu tertarik pada kebudayaan
Eropa serta hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan. Dalam program masternya, Cindy
mengambil program studi Ilmu Lingkungan dengan tesis berjudul “Caracterisation des
Phases Porteuses: Metaux Particulaires en Seine” dan berhasil menyelesaikannya dengan
mulus pada tahun 2007 lalu.
Untuk program doktoral-nya, Cindy mengambil program studi Geokimia Lingkungan. Dan,
ia mungkin saja memang adalah doktor termuda di Indonesia, tapi dengan rendah hati ia

menepisnya secara halus puja-puji terhadap dirinya. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya
semua orang bisa melakukan apa yang ia lakukan, asal saja ada kemauan dan menetapkan
skala prioritas. Ia juga berharap bahwa dengan semua kapasitas yang ia miliki saat ini dan di

waktu yang akan datang, supaya boleh memberikan banyak gagasan kepada masyarakat
Indonesia. Harapan yang luar biasa dan tentu saja patut diancungi jempol.
Nah, sebenarnya masih banyak sosok-sosok muda lainnya yang begitu banyak bermunculan.
Seperti juga gadis muda yang luar biasa berikutnya. Siapa lagi kalau bukan Ima Mayasari. Ia
berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum pada usianya yang baru 28 tahun. Doktor termuda
lulusan Universitas Indonesia ini berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul
“Sengketa Izin Pertambangan di Era Otonomi Daerah, dengan mengangkat Studi Kasus:
Sengketa Izin Pertambangan antara Badan Usaha Milik Negara Pertambangan dan Kepala
Daerah di Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Halmahera Selatan (Periode Tahun 20072011)”.
Masih penasaran dengan sosok-sosok lainnya? Okelah, kali ini mari kita terbang ke ujung
Utara pulau Sulawesi. Wanita muda ini adalah seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas
Sam Ratulangi (Unsrat) Manado. Nama lengkapnya adalah Donna Akthalia Setiyabudi. Ia
berhasil meraih gelar doktornya pada usia 28 tahun di Unhas, Makassar. Dan mencatatkan
dirinya sebagai doktor termuda di Unsrat.
Disertasi-nya berjudul “Hakikat, parameter dan peran nilai lokal peraturan daerah dalam
rangka tata kelola perundang-undangan yang baik”. Di situ antara lain dijelaskan bahwa

peraturan Daerah (Perda) pada hakikatnya merupakan instrumen hukum penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang termasuk rezim legislasi (legislation regime), maka wujud legislasi
Perda mencakup local legislation dan sub-ordinary legislation.
Ia mengatakan bahwa, “Sebagai local legislation, Perda merupakan peraturan perundangundangan yang dibentuk untuk mengatur hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah pusat
atau materi yang tidak penting diatur oleh pemerintah pusat, khususnya materi yang berkaitan
dengan kondisi khas daerah. Sehingga, Perda dapat berfungsi untuk mengisi kekosongan
hukum yang mungkin terjadi di daerah akibat adanya kondisi khas atau khusus yang tidak
dapat diakomodasi oleh aturan yang bersifat nasional.”

Prof.Dr. Mbahwo
Lalu siapa sosok terakhir kita kali ini? Dialah sosok profesor doktor termuda lulusan berbagai
universitas terkenal. Ia sempat magang (dan turut berpartisipasi) di Universitas Kompasiana.
Namanya begitu dikenal luas dengan sebutan Mbahwo. Ia bukan hanya mumpuni secara
ilmu pengetahuan umum, tapi sangat dalam serta luar biasa ketika berbicara sesuatu yang
khusus, sebut saja tentang filsafat dan atau dunia internet serta segala hal yang terkait di
dalamnya.
Kepakarannya sudah teruji luas dalam dunia blogging dan dunia per-IT-an. “Komunitas
permbambungan” yang dibentuknya sungguh mengajarkan kita banyak hal. Rumahnya
yang sejuk dan memiliki latar ‘go green’ begitu nyaman untuk berteduh. Talenta yang
dimiliki sosok ini dalam dunia blogging tak perlu diragukan. Anda ingin bertanya sesuatu, ia

dengan senang hati pasti mau menjawabnya.
Yang sesungguhnya dapat kita pelajari dan teladani pada sosok kita satu ini, adalah
kepintaran yang dipadu dengan kerendahan hatinya. Smart but humble. Tremendous but
sincere. Demikian saya menyebut beliau.
Itulah sosok-sosok kita kali ini, sudah barang tentu kita harapkan untuk bertemu dengan
sosok-sosok lainnya pada waktu yang akan datang. Semoga.
Data & Pic. Sources: Aliasabur.com, AntaraNews, ManadoPost.com, SuperGinSpecialSites,
Mbahwo.com, UI, Unsrat, IndianoungestDoktor,Etc.
***

“Teladanilah apa yang baik, bertumbuh karenanya, dan berbuahlah karenanya. Belajarlah
kepada hal-hal yang menumbuhkan kita, bukan yang mematikan kita”—–Michael Sendow.