Uji Toksikologi Genetik Sumber Air Minum

UJI TOKSIKOLOGI GENETIK SUMBER AIR MINUM
MEGAFAUNA DI PADANG SADENGAN, TAMAN NASIONAL
ALAS PURWO, DENGAN MENGGUNAKAN Allium cepa L.
Athena Dinanty, Supartini Syarif, dan Nining Ratnaningsih
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran

Abstrak
Penelitian mengenai uji toksikologi genetik sumber air minum megafauna
padang Sadengan telah dilakukan di Taman Nasional Alas Purwo dan Laboratorium
Biomolekuler Departemen Biologi FMIPA Unpad. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode eksperimental dan metode squash untuk pembuatan preparat akar
A. cepa. Hasil pengamatan mitosis akar A. cepa, didapatkan nilai indeks mitosis uji (IMU) sebesar 50,4% dan indeks mitosis kontrol (IM-K) sebesar 56,6%. Perhitungan nilai
total χ2, menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai IM-U
dan IM-K. Berbagai macam aberasi kromosom didapatkan pada akar dengan perlakuan
uji, yakni mikronukleus (0,1%); stickiness (0,1%); dan vagrant (0,5%). Hasil tersebut
menunjukkan adanya indikasi zat genotoksik pada sumber air yang diujikan, namun
masih dalam taraf yang dapat ditoleransi.
Kata kunci: Allium cepa, Sumber air minum megafauna, Indeks mitosis, Aberasi
kromosom.


PENDAHULUAN
Sumber air minum megafauna yang berada di feeding ground Sadengan, Taman
Nasional Alas Purwo, merupakan air yang dialirkan dari Goa Basori. Sistem pengaliran
yang menggunakan pipa-pipa besi yang sudah cukup berkarat, menimbulkan
kekhawatiran akan akumulasi zat toksik hasil endapan dari dasar gua dan paparan zat
toksik lain pada saat pengaliran sumber air minum megafauna tersebut.
Salah satu upaya dalam mendeteksi keberadaan zat toksik pada sumber air
minum megafauna adalah dengan menggunakan uji toksikologi genetik. Toksikologi
genetik merupakan penelitian meliputi deteksi kerusakan DNA, memahami konsekuensi
biologis dari kerusakan DNA yang mengarah pada perubahan materi genetik (Uhl et al.,
2003). Bawang bombay (Allium cepa) telah digunakan oleh banyak peneliti sebagai
bioindikator pada uji toksikologi genetik. Uji ini dinilai sebagai sebuah model penelitian
yang unggul karena terdapat kontak langsung antara akar bawang yang tumbuh dengan
substansi yang ada di dalam air yang memungkinkan menyebabkan kerusakan DNA sel
akar (Tadesco dan Laughunghouse, 2013).
1

Pada sumber air minum megafauna, uji toksikologi dilakukan melalui analisis
kromosom mitosis akar A. cepa yang telah diberi perlakuan perendaman dengan air dari
sumber air minum megafauna tersebut. Parameter dalam penelitian adalah nilai indeks

mitosis sel akar. Hasil indeks mitosis sel akar yang direndam dengan sumber air minum
megafauna (perlakuan uji) dibandingkan dengan indeks mitosis sel akar yang direndam
dengan aquades (2ontrol). Keberadaan zat toksik pada sumber air minum megafauna
dapat terdeteksi ketika terjadi perbedaan pada nilai indeks mitosis sel akar bawang
2ontro A. cepa perlakuan uji dengan 2ontrol, dan dapat dideteksi pula apabila terdapat
sel yang mengalami kelainan (aberasi kromosom) pada saat pembelahan mitosis.

BAHAN DAN METODE
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah botol plastik bekas,
botol semprot, botol vial, gelas plastik, gelas ukur 10 ml dan 25 ml, kaca objek, kaca
penutup, mikroskop cahaya, pinset, pipet tetes, tusuk gigi, silet, dan tisu gulung, sampel
sumber air minum megafauna, aquades, asam asetat glasial, ethanol 70%, ethanol 95%,
asam klorida (HCl) 1N, pewarna aseto-orsein 2%, kloroform, dan umbi bawang bombay
A cepa.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dan metode
squash untuk pembuatan preparat akar A. cepa. Umbi A. cepa yang digunakan harus
terbebas dari bahan pestisida dan inhibitor pertumbuhan. A. cepa diberi dua perlakuan
yaitu direndam dengan air dari sampel air minum megafauna dan dengan aquades
sebagai kontrol. Akar A. cepa dipotong kemudian direndam dengan sampel air uji
hingga tumbuh akar baru. Ujung akar A. cepa dibuat preparat berdasarkan teknik yang

dilakukan oleh Fiskesjö (1994) yang diadaptasi oleh Knoll et al. (2006, dalam Tadesco
and Laughunghouse, 2012) dengan prosedur pembuatan preparat pertama, potongan akar
pada setiap umbi ditempatkan di dalam satu botol vial kaca yang berbeda. Botol vial
kemudian diberi keterangan berupa jenis perlakuan dan nomor umbi pada tiap
perlakuan. Setelah itu difiksasi dengan larutan Mc. Clintock (Alkohol Absolute:As.
Asetat Glasial = 3:1) selama 24 jam. Kemudian, potongan akar dihidrolisis di dalam
larutan HCL 1 N selama 15 menit. Setelah dilakukan hidrolisis, potongan akar dibilas
dengan aquades. Lalu, potongan akar difiksatif kembali dengan larutan fiksatif Carnoy
(Ethanol 70%:As. Asetat Glasial:Kloroform=6:3:1) selama kurang lebih 20 menit.
Setelag difiksatif, potongan akar diberi pewarna Aseto Orcein 2 % dan dibiarkan selama
10-15 menit. Setelah itu potongan akar dipindahkan ke gelas objek lalu ditetesi kembali
dengan aseto orsein sebanyak 2 tetes. Kemudian ditutup dengan gelas penutup, dan di
squash menggunakan ibu jari dan diamati dibawah mikroskop.
Parameter yang digunakan adalah perbandingan nilai indeks mitosis pada
preparat sel akar A. cepa yang mengalami dua perlakuan. Indeks mitosis dapat dihitung
dengan rumus (Tadesco dan Laughunghouse, 2013) :
Indeks Mitosis =
2

Kemudian nilai indeks mitosis uji dan kontrol dianalisis secara statistik dengan

menggunakan uji χ2 dengan nilai kepercayaan p nilai χ2 tabel, maka terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai indeks mitosis uji (IM-U) dengan indeks mitosis kontrol (IM-K)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Indeks Mitosis Akar A. cepa
Perlakuan
Kontrol
(Aquades)
Uji (Sumber Air
Minum
Megafauna
Sadengan)

Jumlah
Sel
Interfase

Jumlah Sel Mitosis
P


M

A

T

Indeks
Mitosis (%)

434

444

44

36

42

56.6


496

359

53

55

37

50.4

Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai Total χ2
E

O

O-E


(O-E)2

(O-E)2/E

56.6

50.4

-6.2

38.44

0.679

Tabel 3. Frekuensi Aberasi Kromosom pada Perlakuan Uji
No.

Jumlah Sel yang Diamati

Aberasi Kromosom


Frekuensi (%)

1.

1000

Mikronukleus

0.1

2.

1000

Stickiness

0.1

3.


1000

Vagrant

0.5

Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 1.000 sel akar perlakuan kontrol, dan
1.000 sel akar perlakuan uji, didapatkan masing-masing nilai indeks mitosis sebesar
56,6% dan 50,4%. Menurut Rank dan Nielsen (1997, dalam Herrero et al., 2012),
apabila didapatkan nilai indeks mitosis uji kurang dari 50% nilai indeks mitosis kontrol,
3

maka terdapat indikasi adanya zat mutagen kuat dalam sampel air yang diujikan. Dari
hasil pengamatan yang didapatkan, nilai indeks mitosis sel uji diatas 50% dari nilai
indeks mitosis sel kontrol. Hal ini menunjukkan didalam air uji tidak mengandung zat
mutagen kuat yang membahayakan bagi organisme hidup yang memanfaatkan air
tersebut, khususnya megafauna Sadengan yang memanfaatkannya sebagai sumber air
minum.
Nilai indeks mitosis yang didapatkan, kemudian dianalisis statistika dengan

menggunakan Uji Chi-kuadrat (χ2). Seletah dilakukan perhitungan, nilai total χ2 hitung
adalah sebesar 0,679 dan nilai total χ2 tabel sebesar 3,841. Nilai tersebut menunjukkan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai indeks mitosis kontrol dengan nilai
indeks mitosis uji, dapat dikatakan pula bahwa tidak terdapatnya zat mutagen kuat pada
sampel air uji yang dapat membahayakan organisme hidup disekitarnya. Hipotesis pada
perhitungan akhir χ2 sudah sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Rank dan
Nielsen (1997, dalam Herrero et al., 2012).
Pada pengamatan sel abnormal (sel yang mengalami aberasi kromosom) pada
akar dengan perlakuan uji, ditemukan beberapa sel bermitosis yang mengalami aberasi
kromosom, diantaranya: 1) mikronukleus (1 sel profase). 2) stickiness (1 sel anafase). 3)
fragmen asentrik (vagrant) (5 sel anafase).

Gambar 1. Mikronukleus
pada Profase Umbi 3
Preparat 1

Gambar 2. Stickiness
pada Anafase Umbi 5
Preparat 1


Gambar 3. Vagrant pada
Anafase Umbi 2
Preparat 1

Gambar 4. Vagrant pada
Anafase Umbi 4
Preparat 1

Gambar 5. Vagrant pada
Anafase Umbi 5
Preparat 1A

Gambar 6. Vagrant pada
Anafase Umbi 5
Preparat 1B
4

Gambar 7. Vagrant pada Anafase Umbi 5
Preparat 1C

Frekuensi munculnya sel yang mengalami aberasi kromosom sangat kecil, yakni:
1) mikronukleus 0,1%, 2) stickiness 0,1%. 3) vagrant 0,5%. Diduga terdapat zat
genotoksik pada sampel yang diujikan, namun masih dalam kadar yang dapat
ditoleransi. Herrero et al. (2012) melaporkan, bahwa mikronukleus dapat timbul karena
adanya kerusakan DNA yang terbentuk dari kromosom yang tertinggal selama
pembelahan sel, dan dapat mengarah pada pembentukan fragmen asentrik. Hal tersebut
mendasari penemuan beberapa sel dengan fragmen asentrik (vagrant) yang diduga
merupakan hasil dari sel yang memiliki mikronukleus.
Vagrant dapat terbentuk akibat gangguan pada benang spindel, menurut Tadesco
dan Launghinghouse (2012), kemunculan vagrant dapat diakibatkan oleh aktivitas agen
klastogenik. Agen klastogenik dapat menimbulkan atau mendorong gangguan dan
pecahnya kromosom, dan dapat menyebabkan delesi, duplikasi, serta translokasi
kromosom. Aktivitas agen klastogenik ini, dapat bersifat karsinogenik yang mengarah
pada pembentukan sel kanker. Beberapa unsur yang dikenal sebagai agen klastogenik,
antara lain: acridine kuning, benzena, etilen oksida, arsen, fosfin dan mimosine.
Ditemukan pula sel anafase yang mengalami stickiness dengan frekuensi
kehadiran sebesar 0,1%. Menurut Herror et al. (2002), stickiness merupakan efek yang
tidak dapat dipulihkan, dapat disebabkan oleh zat dengan toksisitas tinggi yang dapat
menyebabkan kematian sel. Pada percobaan yang dilakukan oleh Herrero, stickiness
muncul pada mitosis akar yang mengalami perlakuan dengan zat mutagen Triklosan
dengan kadar 0-5 µM. Triklosan (2,4,4 '-trikloro-2'-Hydroxydiphenyl ether) adalah
senyawa aromatik terklorinasi. Kelompok fungsional dari fenol dan eter. Triklosan
sudah banyak digunakan sebagai agen antimikroba sintetik dan merupakan salah satu
bahan dasar yang digunakan pada pembuatan pestisida, sabun mandi, sabun cuci, dan
lain lain. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa TCC dan TCS menyebabkan
gangguan pada kesehatan, karena meniliki tingkat bahan kimia yang cukup tinggi. Pada
beberapa satwa liar, triklosan yang tidak sengaja terkonsumsi dapat memengaruhi
perilaku satwa liar tersebut.

5

Dengan demikian, munculnya beberapa sel yang mengalami aberasi kromosom
ini, dapat mengindikasikan adanya zat genotoksik seperti klastogen yang dapat
menyebabkan fragmen asentrik (vagrant) pada sel (Tadesco dan Launghinghouse,
2012), serta terdapat indikasi adanya pencemaran dari pestisida, sabun mandi, ataupun
sabun cuci yang dapat menyebabkan stickiness pada sel. Sesuai dengan hasil
perhitungan indeks mitosis kontrol dan uji, serta hasil hitung χ2, zat-zat tersebut masih
dalam kadar yang dapat ditoleransi karena hanya menyebabkan 1-5 sel yang mengalami
kelainan dari 1.000 sel yang diamati.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan didaptkan nilai indeks mitosis kontrol (IM-K) sebesar
56,6% dan indeks mitosis uji (IM-U) sebesar 50,4%. Setelah dihitung dengan
menggunakan uji Chi-kuadrat (χ2), tidak terdapat perbedaan yang signfikan antara nilai
IM-K dan IM-U. Pada pengamatan sel abnormal pada akar dengan perlakuan uji,
ditemukan mikronukleus, fragmen asentrik (vagrant), dan stickiness. Dengan masingmasing frekuensi: 1) Mikronukleus 0,1%. 2) Vagrant 0,5%. 3) Stickiness 0,1%. Hal
tersebut dapat mengindikasikan adanya zat genotoksik seperti klastogen, pencemaran
dari pestisida, sabun mandi, ataupun sabun cuci. pada sumber air yang diujikan, namun
masih dalam taraf yang dapat ditoleransi

SARAN
Perlu dilakukan observasi yang lebih mendalam pada sampel air yang diujikan
tersebut, agar dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin, sehingga tidak memberikan
dampak pada organisme hidup yang memanfaatkan sumber air tersebut, khususnya
megfauna di Padang Sadengan.

UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan dan penyusunan artikel ini, banyak
pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan do’a. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada: 1) Pihak Taman Nasional Alas Purwo yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengambil sampel dan kegiatan penelitian
lainnya; 2) Ibu Supartini Syarif sebagai dosen pembimbing laporan yang sudah senan
tiasa membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan dan artikel penelitian KKL; 3)
Ibu Nining Ratnaningsih, sebagai dosen pembimbing lapangan yang telah banyak
membantu selama kegiatan KKL; 4) Rekan-rekan bidang penelitian Genetika yang telah
banyak membantu selama di lapangan dan di laboratorium.

6

DAFTAR PUSTAKA
Fiskesjo, G. 1985. The Allium-test as standaed in environrmental monitoring, Hereditas,
102, pp. 99-112, dalam Tadesco dan Laughinghouse, 2012. Bioindicator of
Genotoxicity : The Allium cepa Test. Environmental Contamination. Intech.
Rijeka, Croatia. Interchopen.com. (Diakses pada 25/02/2014 pukul 20.00 WIB)
Herrero, O., JM Perez Martin, P Fernandez Freire, L Carvajal Lopez, A Peropadre, dan
MJ Hazen. 2012. Toxicological Evaluation of Three Contaminants of Emerging
Concern by use of The Allium cepa Test. Mutatiom Research 743. Spain:
Departemento de Biologia, Facultad de Ciencas, Universidad Autonoma da
Madrid.
Nugrahaeni, Yacinta Asih. 2006. Analisis Komperatif dengan Pengujian Chi-Kuadrat
(Chi
Square).
Statistika
Pendidikan.
Dalam:
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/St
atistika%20Pendidikan/BAC/Statistika_Pendidikan_unit_6.pdf. (Diakses pada
17/05/14, 21.30 WIB).
Rank, J dan Nielsen, M. H. 1994. Evaluation of The Allium anaphase-telophase test in
relation to genooxicity screening of industrial wastewater, Mutation Reaserch,
312, 1 pp. 17-24, ISSN 0027-5107, dalam Tadesco and Laughunghouse, 2012.
Bioindicator of Genotoxicity : The Allium cepa Test. Environmental
Contamination. Intech. Rijeka, Croatia. Interchopen.com. (Diakses pada
25/02/2014 pukul 20.00 WIB).
Tadesco and Laughunghouse, 2012. Bioindicator of Genotoxicity : The Allium cepa
Test. Environmental Contamination. Intech. Rijeka, Croatia. Interchopen.com.
Uhl, Maria., Michael J. Plewa, Bernhard J. Majer, and Siegfried Knasmuller. 2003.
Basic principle of Genetic toxicology with emphasis on plant Bioassay, 11-30.

7