My resume eksploitasi panas bumi

36. CEKUNGAN KUTAI
36.1.1 GeometriCekungan
Cekungan Kutai memiliki luas sekitar 43.680 km2. Cekungan ini merupakan salah satu cekungan
tersier terbesar dan terdalam di Indonesia. Cekungan ini termasuk dalam klasifikasi Paleogene
Continental Fracture-Neogene Passive Margin. Secara geografis, cekungan Kutai terletak
dibagian timur Pulau Kalimantan pada koordinat 103o LU - 2o LS, dan 113o - 118o BT (Gambar
36.1). Batuan dasar dari Cekungan Kutai tersusun oleh kerak kontinen yang diinterpretasikan
sebagai bagian dari Kraton Sunda dan akresi dari lempeng mikro. Adang Flexure dengan arah
umum baratlaut – tenggara (batas patahan Paternosfer) membatasi bagian selatan dari
cekungan ini dengan Cekungan Barito. Di utara, arah utara barat laut Busur Mangkalihat
memisahkan Cekungan Kutai dengan Cekungan Tarakan. Cekungan Kutai berdampingan dengan
Cekungan Lariang di bagian timur dan Tinggian Kuching di sebelah baratnya. Cekungan Kutai
merupakan cekungan hidrokarbon terbesar kedua di Indonesia saat ini. Cekungan Kutai
mengandung cadangan minyak sebesar 2,47 MMBO dan 28,1 TCF gas. Merupakan cekungan
Tersier yang berlokasi di Propinsi Kalimantan Timur, memanjang ke arah timur menuju lepas
pantai Selat Makassar. Cekungan Kutai memiliki tebal sedimen antara 1.500-12.000 m, dengan
kedalaman cekungan antara 0-14.000 m (Gambar 36.2, Gambar 36.4 dan Gambar 36.5).
Sebagian besar wilayah Cekungan Kutai menempati wilayah daratan dengan sebagian kecil
menempati wilayah perairan selat Makassar.
Nilai anomali gaya berat yang rendah berkorelasi dengan ketetebalan sedimen yang sangat
tebal. Pola distribusi anomali gaya berat ini memperlihatkan pula tinggian-tinggian batuan

dasar yang diperlihatkan dengan nilai anomali gaya berat yang tinggi (30-100 mgal), yang
merupakan batas terluar dari cekungan ini (Gambar 36.3).

36.1.2Sejarah Eksplorasi
Sejarah eksplorasi di Cekungan Kutai dimulai dengan kegiatan pemboran yang dilakukan di
dekat rembesan minyak pada komplek Antiklinorium Samarinda. Minyak pertama kali
ditemukan pada kedalaman 46 m pada sumur Louise-1 di dekat Sanga-Sanga pada tahun 1897.
Lapangan Balikpapan (atau Klandasan) diketemukan pada 1898 dengan kedalaman minyak pada
180 m. Lapangan Sambodja yang terletak di antara Lapangan Louise dan Balikpapan
diketemukan pada 1923. Sedangkan Lapangan Sangatta diketemukan sebagai hasil dari survei
gaya berat yang dilakukan oleh BPM pada tahun 1939.
PSC (Production Sharing Contract) pertama dilakukan pada akhir tahun 1960-an, pada saat itu
perusahaan-perusahaan PSC giat melakukan survei geofisika yang dengan sukses menemukan
beberapa lapangan minyak dan gas raksasa di Cekungan Kutai, baik di darat maupun di lepas
pantai. Lapangan Attaka merupakan lapangan pertama yang diketemukan oleh perusahaan PSC
yakni UNOCAL dan Inpex pada tahun 1970 berdasarkan pemetaan struktur bawah permukaan
yang diidentifikasi dari data seismik. UNOCAL secara intensif melakukan survei di Lapangan
Kerindingan dan Melahin pada tahun 1972, Lapangan Sepinggan (1975), dan Lapangan Yakin
pada 1976.


Pada saat ini survei dilakukan dengan pemboran yang ditentukan berdasarkan data seismik 3D.
Survey mutakhir ini telah menemukan beberapa lapangan baru di Cekungan Kutai antara lain
Lapangan Serang 1973 dan Lapangan Santan (1971).

36.2 TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL

Dalam tatanan tektonik, Cekungan Kutai terbentuk sebagai bagian dari bagian tenggara dari
Kraton Sunda yang dipengaruhi oleh tiga lempeng utama yakni Eurasia, India-Australia, dan
Pasifik. Struktur batuan dasar dari Cekungan Kutai merupakan produk tektonik Mesozoik Akhir
hingga Tersier Awal (Gambar 36.6).

Pada kala Paleosen hingga Eosen Awal pada wilayah ini terjadi pengangkatan dan juga erosi dari
Paparan Sunda. Aktivitas tektonik ini berlanjut dengan peregangan dan penipisan kerak pada
tepian benua dan pemekaran lantai samudra di Laut Sulawesi. Episode ini membentuk terbanterban rif terisi sedimen sungai dan danau, pensesaran bongkah pada tepi bukaan, serta
intrusi gunungapi pada bagian tengah bukaan. Elemen tektonik ini memisahkan bagian barat
Sulawesi dari bagian timur Kalimantan. Sementara itu, pemekaran lantai samudra di Laut
Sulawesi meluas ke Selat Makasar pada kala Oligosen Tengah. Setelah tektonik ekstensi di
sepanjang Selat Makasar, terbentuk rendahan pada Cekungan Kutai. Proses penurunan suhu
(thermal) pada tepi benua dan poros cekungan tersebut juga berakibat pada pengendapan
“post-rift-sag”. Pada saat ini, terjadi suatu transgresi besar yang menghasilkan lautan luas

epikontinental, pertumbuhan karbonat pada paparan dan juga pengendapan suspensif dan
“massflow” pada rendahan cekungan.

Pada awal Miosen Tengah tektonik kompresif bekerja pada tepian Paparan Sunda yang
mengakibatkan karbonat paparan dan endapan delta pada tepian rendahan Makasar terlipat
kuat serta terangkat dengan topografi tinggian membentuk antiklinorium Samarinda,
sementara itu di kawasan Mahakam dan paparan di selatan telah mengalami perubahan oleh

sedimentasi klastik progradatif. Antiklinorium Samarinda selanjutnya menjadi suatu daerah
sumber pasir kuarsa bagi tahap regresi berikutnya. Demikian juga, Kalimantan Tengah menjadi
sumber klastik kasar mengisi lepas pantai Cekungan Kutai dan rendahan Selar Makasar. Sejak
kala Neogen pusat pengendapannya bergeser kearah lepas pantai. Pada kala Pliosen terjadi
penurunan pada bagian utara dasar cekungan dan berlanjut menjadi suatu lereng
paparan regresif. Sementara itu, Sulawesi Barat menjadi sumber klastik pengisi Selat Makasar.

Evolusi tektonik di cekungan Kutai menurut Asikin (1995) dalam laporan internal
VICO Indonesia terdiri dari 8 kejadian utama (Gambar 36.7), antara lain:
a.

Berpisahnya lempeng Australia dari Antartika pada masa Jurasik hingga Kapur Awal,

yang memulai pergerakan dari lempeng India-Australia menuju ke Utara
(Gambar
36.8). Dalam waktu ini, Cekungan Kutai masih bagian dari Lempeng Kontinen
Eurasia yang dipisahkan dari Gondwana oleh lautan Tethys.

b. Terbukanya Laut Cina Selatan selama Kapur Akhir untuk pertama kali yang diikuti
oleh pemekaran samudra (spreading) yang terjadi pada masa Eosen Tengah,. Dalam
kurun waktu ini, Kalimantan berada di sebelah Pulau Hainan yang terpisah dari
daratan

Cina

dan

berkembang

ke

arah


selatan

yang

mengakibatkan

terbentuknya cekungan Pre-Laut Cina Selatan. Bagian batas timur dari Kalimantan
mencerminkan seri dari suatu seri struktur regangan dengan arah strike utama NE.
Kejadian rif pertama ini mengakibatkan pembentukan intra-cratonic graben di
daratan Cina dan Kalimantan sepanjang patahan ekstensi yang berarah NESW. Rifing ini kemungkinan berkaitan dengan tahap awal dari ekstrusi daratan
Sunda (Tapponier,
1986).

c. Subduksi dari kerak samudra India-Australia terhadap kerak kontinen Sunda yang
membentuk kompleks subduksi Meratus pada Kapur akhir hingga Paleosen Awal.
Pada masa ini, punggungan Kutai yang terletak di bagian barat dari danau Kutai
kemungkinan terbentuk sebagai kelanjutan dari pembentukan zona subduksi
Meratus. Cekungan Kutai atas (Upper Kutai Basin), yang terletak di bagian Barat dari
punggungan Kutai terbentuk sebagai bagian dari fore arc basin dan busur magmatik.


Sebagai konsekuensinya Cekungan Kutai bawah (Lower Kutai Basin) masih berperan
sebagai cekungan samudra tanpa pengendapan sedimen yang signifikan pada
masa ini. Mendekati akhir dari kejadian ini, fragmen kontinen dari Gondwana yang
dikenal dengan blok Kangean-Paternosfer mengalami collision dengan kompleks
subduksi Meratus. Pemotongan ini disebabkan oleh sayatan dari aktifitas magmatik.

d. Subduksi Lupar pada Paleosen Akhir hingga Miosen Tengah. Subduksi ini
merupakan hasil dari kelanjutan proses rifing pada Laut Cina selatan yang memicu
terjadinya proses pemekaran (Spreading). Pada masa ini, Cekungan Kutai Atas
(Upper Kutai basin) merupakan busur magmatik, dan Cekungan Kutai Bawah (Lower
Kutai basin) merupakan suatu back arc basin, yang dicerminkan oleh pengendapan
formasi Mangkupa dan formasi Marah/Berium. Cekungan ini terletak di bagian barat
yang terbentuk di bagian atas dari kerak transisi yang terdiri dari accretional wedge
dan busur magmatik, dimana Cekungan Kutai dilandasi oleh kerak kontinen sebagai
bagian dari kompleks collisional Kangean-Paternosfer fragmen allochtonous
kontinen (Gambar 36.9).

e.

Terjadinya collision antara lempeng India dengan Asia pada Eosen tengah, yang

memicu perputaran berlawanan arah jarum jam dari Kalimantan. Kejadian ini dihasilkan
oleh modifikasi kembali lempeng besar Asia. Pergerakan terjadi sepanjang struktur
patahan strike-slip, (patahan Sungai Merah, NNE-SSW Vietnam Selatan, Adang dll.), yang
menyatu menjadi sebuah rotasi besar yang berlawanan arah jarum jam dari Kalimantan
dengan lantai samudera Sulawesi dan membuka serta mekarnya sebagian besar dari
laut Cina Selatan. Pergerakan patahan strike slip en-echelon berasosiasi dengan
displacement besar ke arah selatan dari fragmen Asia sepanjang patahan Sungai Merah,
di lempeng Indo-Cina hingga zona Lupar di Kalimantan, telah menghasilkan transtension
(wrench) basin di Laut Cina Selatan (Cekungan Natuna) dan di bagian Kalimantan Tengah
dan Barat.

f. Pemekaran di selat Makasar pada masa Eosen tengah hingga Oligosen akhir
(Gambar 36.10). Penekanan ke arah tenggara berhubungan dengan terjadinya
ekstrusi dari fragmen kontinen yang terpicu oleh terjadinya collision antara lempeng
India terhadap Asia. Hal ini mengakibatkan pembentukan regangan di Selat Makasar
yang mengaktivasi kembali patahan-patahan tua yakni Adang, Mangkalihat, Baram
Barat, dan lain-lain. Selama masa ini Cekungan Kutai didefinisikan sebagai rif basin.
Pengangkatan dan deformasi regangan sepanjang shear paralel pada batuan dasar
kerak kontinen telah menghasilkan pemekaran (rifting) tersebut.


g. Tahap kedua membukanya laut Cina Selatan pada masa Oligosen Akhir hingga
Miosen Awal yang diikuti oleh collision antara Lempeng Palawan-Red Bank (Miosen
Awal) yang diakhiri oleh proses pemekaran (akhir dari Miosen Awal), dan
mengakhiri terjadinya rotasi dari Kalimantan (Miosen Tengah), dan terjadinya
pengangkatan Tinggian Kucing (Gambar 36.11)

h. Collision dari kontinen Banggai-Sula terhadap Sulawesi, dan pada saat yang sama
terjadi pengangkatan Pegunungan Meratus pada Miosen Tengah (Gambar 35.12 dan
Gambar 36.13).

36.3
REGIONAL

STRATIGRAFI

Litostratigrafi Cekungan Kutai telah ditulis oleh Courtney dkk (1991) dalam kolom stratigrafi
regional Cekungan Kutai (Gambar 36.14). Berikut penjelasan litostratigrafi Cekungan Kutai
dari masa Paleogen, Neogen dan Kuarter.
36.3.1 Endapan Paleogen
Cekungan Kutai memiliki batuan dasar yang tersusun atas asosiasi batuan mafik dan sedimen

dengan tingkat metamorfisme yang berbeda. Batuan dasar volkanik yang dilaporkan
tersingkap di Sungai Mahakam merupakan hasil aktivitas volkanik pada Eosen Awal-Tengah.
Batuan ini berbeda dengan batuan dasar volkanik yang terdapat pada sumur Gendring-1
yang berumur Kapur Awal.
36.3.2 Endapan Oligosen Akhir-Miosen Tengah
Pengendapan sedimen pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah terdiri dari sikuen tunggal dan
beberapa terdiri dari dua siklus transgresi dan regresi yang terpisahkan oleh Klinjau Beds. Marah
Beds secara tidak selaras menutupi endapan yang lebih tua. Ketidakselarasan ini
diakibatkan oleh fase tektonik yang secara intensif mempengaruhi struktur batuan di daerah
dan membentuk keadaan Cekungan Kutai saat ini. Pengendapan dimulai pada Oligosen Akhir
yang ditandai dengan pengendapan klastik dari Marah Beds yang berubah secara berangsur
menjadi serpih dan batulumpur dari Formasi Pamaluan, yang diikuti oleh pengendapan batuan
karbonat dari Formasi Bebulu dan pada akhir pengendapannya diendapkan serpih napal dan
batulanau dari Formasi Pulau Balang yang berumur Miosen Awal-Tengah.
36.3.3 Endapan Miosen Tengah-Miosen Akhir.
Kelompok batuan pada umur ini pada umumnya tersusun sangat kompleks dan masih
membingungkan. Dalam stratigrafi regional, kelompok batuan ini dinamai Grup Balikpapan
(Marks dkk., 1982). Bagian bawah dari kelompok batuan ini tersusun atas batuan klastik Formasi
Mentawir dan dapat dibedakan dari bagian atasnya yang tersusun atas serpih-karbonat
Formasi Mentawir. Batupasir Formasi Mentawir memiliki ciri litologi masif, berbutir halussedang, berlapis dengan serpih, lanau, dan batubara. Ketebalan unit batuan ini kurang lebih 450


meter, Secara selaras Grup Balikpapan ini ditutupi oleh Formasi Klandasan, yang tersusun atas
serpih, napal dan karbonat. Ke arah barat, Formasi Klandasan semakin intensif tererosi.
Batupasir basal dengan ketebalan 1000 meter berubah secara berangsur menjadi lanau
dan serpih. Formasi Klandasan dengan interval karbonat dikenal dengan Formasi Meruat, yang
berangsur ke arah basinward menjadi napal.
36.3.4 Endapan Pliosen dan Kuarter
Formasi Kampung Baru dapat dikenali dengan baik pada area tepi pantai di daerah tenggara
dari Cekungan Kutai (daerah Balikpapan), yang secara tidak selaras menutupi Formasi
Balikpapan. Formasi ini tersusun atas batupasir, batulanau dan serpih yang kaya akan batubara.
Klastik yang lebih kasar umumnya lebih banyak terdapat pada bagian bawah dari formasi
ini dengan ketebalan 30-120 meter. Batupasir ini membaji ke arah timur menjadi unit serpih
seluruhnya. Unit klastik pada bagian atas lapisan ini merupakan sebuah bukti transgresi pada
pliosen awal. Ke arah basinward unit ini bergradasi menjadi fasies karbonat (Batugamping
Sepinggan).

36.4 SISTEM PETROLEUM
Sistem petroleum

BATUAN INDUK


KEMATANGAN

BATUAN RESERVOIR

PERANGKAP

BATUAN PENYEKAT

MIGRASI

36.5 KONSEP PLAY REGIONAL
Pendekatan konsep play di Cekungan Kutai akan dijabarkan berdasarkan kombinasi
konsep stratigrafi, mekanisme pemerangkapan, dan litologi reservoir. Hal ini dilakukan
karena sebuah pendekatan saja tidak dapat merepresentasikan konsep play untuk
suatu cebakan hidrokarbon pada lapangan minyak tertentu.

36.5.1Play Eosen
36.5.1.1LapanganTanjung
Akumulasi hidrokarbon di Lapangan Tanjung berhubungan dengan struktur berumur Paleogen
yang memiliki karakteristik antiklin asimetris dengan arah umum NE-SE. Sesar naik dengan
arah kemiringan ke NE memotong antiklin, dan juga memotong sesar normal berarah NW-SE.
36.5.1.2 Lapangan Mamahak
Lapangan ini terletak di Sungai Mahakam, kurang lebih 275 km dibagian barat dari Samarinda
dan 100 km di bagian utara lapangan gas Kerendan. Sumur ini di bor pada tahun 1939 oleh
BPM berdasarkan identifikasi struktur antiklin di permukaan. Antiklin ini memiliki arah umumn
SSW- ENE. Lapisan reservoir di lapangan ini merupakan batupasir Kehamhaloq yang tertutupi
oleh serpih dan batulumpur dari Formasi Atan. Play pada umur Eosen ini merupakan tipe
perangkap struktur dengan dip closure 2 arah. Jenis play ini kemungkinan menerus sepanjang
antiklin Mamahak.
36.5.2 Play Oligosen
Di area Teweh, akumulasi hidrokarbon terdapat pada batuan karbonat Oligosen yang
terisolasi. Batuan ini terdapat pada daerah tinggian batuan dasar. Fasies slope-nya terdiri dari
seprih laut. Play pada batuan karbonat ini merupakan play stratigrafi.
36.5.3 Play Miosen
Lapangan minyak dan gas yang telah berproduksi di Cekungan Kutai secara garis besar
diproduksi dari batuan reservoir berumur Miosen. Total cadangan terbukti dari interval
reservoir ini adalah 8.6 MMBO minyak dan 28.1 TCF gas yang setara dengan total 2.4 juta bbl
minyak ekivalen. Secara umum dapat disebutkan bahwa seluruh tipe play pada cebakan
minyak berumur Miosen seluruh nya berjenis endapan delta. Play untuk endapan delta ini
dibagi lagi menjadi tipe play lain seperti lowstand wedge, hidrodinamik, overpressure dan
batupasir dengan tingkat resistivitas rendah.