Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) di Tangerang Selatan

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESADARAN WAJIB PAJAK DALAM PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

DI TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)

Disusun Oleh Muhammad. Ash. Shiddiq

NIM: 207082000075

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESADARAN WAJIB PAJAK DALAM PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

DI TANGERANG SELATAN

Oleh

Muhammad. Ash. Shiddiq NIM: 207082000075

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


(3)

 

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESADARAN WAJIB PAJAK DALAM PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

DI TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Muhammad. Ash.Shiddiq NIM: 207082000075

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Pheni Chalid, SF., MA., PhD Yusro R, SE., M.Si NIP: 19560505 200012 1 001 NIP: 19800506 200801 2 016

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

 

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Selasa, 12 September 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Muhammad. Ash. Shiddiq 2. NIM : 207082000075

3. Jurusan : Akuntansi Pajak

4. Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) di Tangerang Selatan.

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberikan kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 September 2011

1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS ( _______ )

NIP. 19570617 198503 1 002 Ketua

2. Yulianti, M.Si ( )


(5)

 

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Muhammad. Ash. Shiddiq NIM : 207082000075

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya :

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Ciputat, September 2011

Yang Menyatakan,


(6)

 

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

1. Nama : Muhammad. Ash. Shiddiq 2. Tempat & Tanggal lahir : Tangerang, 9 September 1989

3. Agama : Islam

4. Alamat : Jl. Mujair VI Kp. Ciledug No. 9 Rt. 06/04 Bambu Apus, Pamulang – Tangerang Selatan 15415

5. Telepon : 0857 1567 2397

6. Email : she_dieq_cute@yahoo.com

II. Pendidikan Formal

1. SD (1995-2001) : SDN Pessanggrahan 02 PG 2. SMP (2001-2004) : SMPN 235 Jakarta

3. SMA (2004-2007) : SMK Averus Jakarta

4. S1 (2007-2011) : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

III.Latar Belakang Keluarga

1. Ayah : Sadiyo

2. Ibu : Wagiyem

3. Alamat : Jl. Mujair VI Kp. Ciledug No. 9 Rt. 06/04 Bambu Apus, Pamulang – Tangerang

Selatan 15415


(7)

 

Factors That Effect The Awareness Of Tax Payers In Property Tax (PBB) Payment In South Tangerang.

ABSTACT

The purpose of this research is to analize factors that effect the awareness of tax payers in property tax (PBB) payment in South Tangerang. The samples of this research are 100 (one hundred) respondents of tax payers property tax (PBB). The analytical method used in this research is multiple regression. Sampling method that use is judgement sampling. Data quality test that use on this research is validity test an reliability test.

The result of this research showed that variables tax payers attitudes, income level of family head and taxpayer perceptions about the implementation of financial penalties of property tax (PBB) significant effect on the awareness of tax payers in property tax (PBB) payment. While variable of tax payers motivation and tax payer education has no significant effect on the awareness of tax payers in property tax (PBB) payment.

Keywords: Tax Payers Attitudes, Tax Payers Motivation, Income Level Of Family Head, Tax Payers Perceptions About The Implementation Of Financial Penalties Of Property Tax, Tax Payers Education, and Awareness Of Tax Payers.


(8)

 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Di Tangerang Selatan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran Wajib Pajak dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Tangerang Selatan. Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak PBB yang berjumlah 100 (seratus) responden. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Metode sampling yang digunakan adalah Convenience sampling. Uji kualitas data yang digunakan adalah Uji Validitas dan Uji Reliabilitas.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel sikap wajib pajak, tingkat pendapatan kepala keluarga dan persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Sementara variabel motivasi wajib pajak dan pendidikan wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

Kata kunci: Sikap Wajib Pajak, Motivasi Wajib Pajak, Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga, Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB, Pendidikan Wajib Pajak, dan Kesadaran Wajib Pajak


(9)

 

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ’Alamin, segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT. Teriring shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Di Tangerang Selatan”

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai masalah dan menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukan semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat bantuan, dorongan, bimbingan dan pengarahan yang tidak ternilai harganya. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Yang tersayang kedua orang tua, bapak dan ibu tercinta, doa bapak dan ibu di setiap sujud adalah motivasi terbesar bagi penulis dalam kehidupan ini. Semangat, cinta, perhatian, kasih sayang, materil dan doa yang bapak dan ibu berikan tak akan dapat tergantikan dengan apapun.


(10)

 

3. Terima kasih kepada kakak dan keponakanku atas segala kebaikannya selama ini memberikan bantuan dan menyemangati penulis, semoga kebaikannya selama ini diberikan balasan yang berlipat.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pudek I (satu) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Rahmawati, SE., MM, selaku Kajur (Kepala Jurusan) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ibu Yessi Fitri, SE, AK, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

8. Bapak Suhendra S.Ag., MM selaku Koordinator Teknis Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

9. Bapak Dr. Pheni Chalid, SF., MA., PhD selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dari setiap permasalahan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan, kasih sayang serta perlindungan terhadap bapak dan keluarga, amin. Terima kasih pak.

10.Ibu Yusro R, SE., M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan kesabaran dan keikhlasan hingga terselesaikannya skripsi ini.

11. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan.

12. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

13. Sahabat-sahabatku tersayang (Adi Ahmadi “Ucox”, Desy Anggraeni, dan Nadia Dessarlin “Hulk”) yang selalu memberikan motivasi dan telah mewarnai hari-hari penulis selama ini.


(11)

 

14. Sahabat-sahabatku di akuntansi pajak ( Resa, Farah, Puji, Yogi, Andre, Ary, Agung dan Dani) makasih buat semuanya.

15. Teman-teman seperjuangan di Akuntansi Pajak dan Akuntansi Audit, yang membantu dan memberikan semangat.

16. Pihak-pihak lain, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu oleh penulis.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa apa yang terdapat dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi dunia Akuntansi dan Pajak.

Jakarta, Agustus 2011


(12)

 

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan Skripsi ... i

Halaman Pengesahan Ujian Skripsi ... ii

Halaman Ujian Komprehensif ... ii

Halaman Surat Pernyataan ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Abstract... v

Abstrak... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...10

A.Konsep Dasar Perpajakan...10

1. Pengertian Pajak ...10

2. Fungsi Pajak ...12

3. Jenis Pajak ...13

4. Tata Cara Pemungutan Pajak...14

5. Tarif Pajak ...18

6. Pengertian Wajib Pajak ...18

B.Pajak Bumi dan Bangunan... 20


(13)

 

4. Obyek Pajak Bumi dan Bangunan... 21

5. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan... 22

6. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)... 24

7. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan... 25

8. Tata Cara Pembayaran dan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan.... 25

C.Sikap Wajib Pajak... 26

D.Motivasi Wajib Pajak... ..28

E. Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga... ..29

F. Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB... ..32

G.Pendidikan Wajib Pajak... ..35

H.Kesadaran Pembayaran Pajak... ...38

I. Keterkaitan Antar Variabel... ..40

J. Penelitian Terdahulu... ..46

K.Kerangka Pemikiran dan Hipotesis... ..48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...52

A.Ruang Lingkup Penelitian………... 52

B.Metode Penentuan Sampel………... 52

C.Metode Pengumpulan Data... 53

D.Metode Analisis Data... 54

1. Statistik Deskriptif……….. 55

2. Uji Kualitas Data ...55

3. Uji Asumsi Klasik ...56

4. Uji Hipotesis... .58

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian……….. 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...68

A.Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian………... 68

1. Sejarah Singkat Kota Tangerang Selatan……….. 68

2. Karakteristik Responden……… 71

B.Analisis Data………...………... 73

1. Hasil Analisis Uji Kualitas Data...73


(14)

 

b. Uji Reliabilitas……….. 74

2. Hasil Uji Asumsi Klasik……… .75 

a. Uji Multikolinieritas………. 75

b. Uji Heteroskedastisitas………. 76

c. Uji Normalitas……….. 77

3. Hasil Uji Hipotesis ...78 

a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2……….... 79

b. Uji Simultan (Uji Statistik F)……… 80

c. Uji Parsial (Uji Statistik t)……… 81

4. Analisis Regresi Berganda………..82 

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...93

A.Kesimpulan ...93

B. Implikasi ...94

C. Saran ...96

DAFTAR PUSTAKA ...97


(15)

 

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hal.

2.1 Penelitian Terdahulu ... 46

3.1 Bobot dan Kategori Skala Likert... 54

3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 65

4.1 Data Statistik Responden………….…………... 71

4.2 Hasil uji Reliabilitas………...………. 74

4.3 Hasil Uji Multikolinieritas... 75

4.4 Hasil uji Heteroskedastisitas………… …….………….. 76

4.5 Hasil uji Normalitas………...………...……….. 77

4.6 Hasil uji Normalitas (Kolmogorov-Simirnov)... 78

4.7 Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 79

4.8 Hasil uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 80


(16)

 

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hal. 2.2 Kerangka Pemikiran... 48

4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas... 76 4.5 Hasil Uji Normalitas (grafik p-plot)... 77


(17)

 

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hal.

1 Surat Izin Riset... . 101

2 Kuesioner Penelitian... ... ... 102

3 Hasil Olahan Data Kuesioner... ... 109

4 Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas………... 125

5 Hasil Uji Asumsi Klasik….……….. 130

6 Hasil Uji Regresi Berganda…...………... 133


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri jika pembangunan nasional memerlukan dana yang cukup besar. Penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan adanya berbagai jenis bantuan dana dari luar negeri masih dirasa tidak mencukupi kebutuhan besamya keperluan dana untuk pembangunan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah berusaha menggalakkan sumber penerimaan pemerintah lainnya yaitu pajak.

Sektor pajak sebagai salah satu komponen APBN saat ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap penerimaan negara sebagai modal pembangunan nasional. Target yang diberikan pemerintah terhadap sektor ini terus mengalami peningkatan dan beberapa tahun anggaran terakhir sektor pajak menjadi sektor dengan target yang paling tinggi dibandingkan sektor lain. Hal ini mempakan salah satu dampak dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mengalami stagnasi saat ini (Munari, 2005:120).

Dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak, perlu diingat beberapa sasaran administrasi perpajakan, seperti: meningkatkan kepatuhan para pembayar pajak, dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan


(19)

Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Pada hakekatnya kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan tax enforcement. Perbaikan administrasi perpajakan sendiri diharapkan dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh bagaimana administrasi perpajakan dilakukan (Mario dan Khoiru, 2008:2).

Untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Mario dan Khoiru, 2008:3). Mengingat kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran Wajib Pajak, khususnya Wajib Pajak orang pribadi dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai salah satu pajak properti merupakan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Objek pajak PBB yaitu bumi dan bangunan memiliki karakteristik khusus yaitu bentuk fisiknya yang tidak dapat disembunyikan, sehingga tentunya lebih mudah untuk dipantau (Karmanto, 2006:5). PBB mempunyai dampak yang lebih luas sebab hasil penerimaan PBB dikembalikan untuk pembangunan daerah yang bersangkutan (Suhardito dan Sudibyo,1999:3). Bagian PBB yang diterima


(20)

daerah merupakan salah satu sumber penerimaan yang penting bagi daerah dalam era otonomi sekarang ini.

Untuk itu, perlu bagi pemerintah untuk meningkatkan peranan PBB sebagai sumber penerimaan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu upayanya yaitu melalui peningkatan kesadaran wajib pajaknya. Karena keberhasilan penerimaan pajak merupakan cerminan kesadaran masyarakat (Misbach, 1997:17). Mengingat banyak perubahan tanah dan atau bangunan di daerah perkotaan, memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak menggali potensi penerimaan PBB dari hasil perubahan tersebut.

Kemampuan untuk membayar pajak dapat dilihat dari ketiga aspek, yaitu tingkat pendapatan, jumlah kekayaan dan konsumsi seseorang. Di mana berarti semakin tinggi kemakmurannya seseorang. maka semakin tinggi pula kemampuan orang tersebut untuk membayar pajak. Oleh karena itu akan lebih adil apabila orang tersebut dikenakan pajak relatif tinggi. Pemerintah sudah melakukan pendataan dan pengolahan data terhadap objek yang dikenakan pajak. Masyarakat yang sudah menjadi Wajib Pajak, banyak yang tidak patuh dan tidak ikut berpartisipasi terhadap pembayaran PBB. Meskipun pemerintah setempat sudah membuat sanksi terhadap Wajib Pajak yang tidak patuh, saksi yang diberikan oleh pemerintah yakni berupa denda. Tapi hal ini juga kurang berhasil untuk membuat masyarakat itu menjadi sadar pajak. Selain memberikan sanksi pemerintah juga sudah mensosialisasikan akan pentingnya pembayaran PBB. sampai-sampai


(21)

media massa dengan berbagai iklan yang menarik perhatian masyarakat untuk dapat mengerti akan pentingnya membayar pajak dan masyarakat mempunyai sikap yang baik tentang perpajakan. Dengan adanya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah ini, diharapkan masyarakat sadar dan dapat ikut serta dalam pembangunan suatu daerah dengan berpartisipasi membayar pajak khususnya PBB.

Tingkat pendapatan kepala keluarga selaku anggota masyarakat mempengaruhi segala aktivitas dalam memenuhi kewajiban sebagai warga Negara termasuk didalamnya membayar PBB. Pajak Bumi dan Bangunan adalah salah satu jenis pajak pusat kemudian sebagian hasil penerimaannya diserahkan kembali kepada Daerah Tingkat I dan II (Linus, 2002:2) . Di era otonomi daerah, Tangerang Selatan yang baru tumbuh, memerlukan dana pembangunan salah satu sumber berasal dari pajak bumi dan bangunan yang untuk kelancaran segala sektor pembangunan.

Bicara kesadaran kepala keluarga selaku anggota masyarakat dalam membayar PBB tingkat kesadaran masyarakat merupakan hal yang sangat esensial. Kesadaran yang dimaksud adalah kemauan secara sukarela dari hati nurani kepala keluarga selaku anggota masyarakat untuk membayar pajak yang berguna dalam pembiayaan pembangunan. Kesadaran merupakan faktor yang paling dominan dalam masyarakat untuk melunasi pajak, dengan kesadaran dari hati nurani itu maka timbul sikap yang bijaksana dari mereka. Tanpa adanaya kesadaran ini sulit rasanya bagi pemerintah untuk menjaring pajak, jika bias tentu dengan cara paksaan. Pembayaran PBB oleh masyarakat


(22)

banyak ditentukan oleh faktor-faktor: a) latar belakang masyarakat, b) tingkat pendidikan, c) tingkat pendapatan, d) beban keluarga/jumlah tanggungan, e) kesadaran, f) kebijakan pemerintah, g) tingkat intelektual dan moral, h) dan lain-lain (Linus, 2002:2).

Ada kecenderungan bagi orang yang berpendapatan tinggi pengeluaran juga tinggi, orang yang berpendapatan rendah pengeluaran juga rendah. Jadi ada kecenderungan pengeluaran seseorang menyesuaikan dengan pendapatan yang diperolehnya, ada keseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran, pendapatan yang dicapai dalam jangka waktu tertentu, senantiasa sama dengan pengeluaran jangka waktu tertentu.

Demikian juga dengan masalah kesadaran dalam membayar pajak, pembayaran pajak termasuk juga pengeluaran yang berkaitan pula dengan pendapatan seseorang. Apalagi bagi orang-orang yang sadar akan arti pentingnya fungsi pajak bagi pembangunan nasional, maka ada nilai lebihnya yaitu mereka tidak segan-segan untuk mengeluarkan biaya untuk membayar pajak. Dalam hal ini pendapatan kepala keluarga berpengaruh dalam membayar pajak. Walaupun mereka sadar arti pentingnya pajak namun ada yang masih enggan melunasi pajak, hal ini karena alasan penghasilannya minim atau sengaja lalai padahal penghasilannya besar. Namun demikian pada umumnya mereka tidak keberatan membayar pajak asal tidak terlalu berat atau nilainya masih berada dibawah penghasilannya secara rutin setiap bulan. Oleh karena itu perlu dikaji kaitan antara kesadaran membayar pajak


(23)

Penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Melekat Pada Wajib Pajak PBB dan Pengaruhnya Terhadap Kesadaran Perpajakan yang dilakukan oleh Astuti (2008) , ada 4 faktor yang mempengaruhi kesadaran perpajakan, yaitu Pendidikan wajib pajak, Lama tinggal wajib pajak di lokasi objek pajak PBB, Penghasilan wajib pajak, Persepsi wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda PBB. Hasil analisis faktor menunjukkan 2 faktor yang tersebar ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi. Faktor pertama terdiri dari kewajiban moral, kontrol keprilakuan yang dipersepsikan, dan niat, dan faktor kedua terdiri dari sikap dan norma subyektif.

Perbedaan penelitian ini dengan Astuti (2009) adalah hanya menggunakan 4 faktor yang mempengaruhi kesadaran perpajakan, yaitu Pendidikan wajib pajak, Lama tinggal wajib pajak di lokasi objek pajak PBB, Penghasilan wajib pajak, Persepsi wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda PBB, sedangkan Peneliti menggunakan 5 faktor yang mempengaruhi kesadaran Wajib Pajak dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu Sikap, Motivasi, Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga, Persepsi Wajib Pajak tentang Pelaksanaan Sanksi denda PBB, dan Pendidikan Wajib Pajak.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Frengki (2006) tentang Pengaruh Sikap Dan Motivsi Masyarakat Terhadap Partisipasi Pembayaran PBB adalah Frengki hanya menggunakan 2 variabel yaitu Sikap dan Motivasi. Sedangkan Peneliti menggunakan 5 faktor yang mempengaruhi kesadaran Wajib Pajak dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu


(24)

Sikap, Motivasi, Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga, Persepsi Wajib Pajak tentang Pelaksanaan Sanksi denda PBB, dan Pendidikan Wajib Pajak.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Linus (2002) tentang Hubungan Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga Dengan Kesadaran Membayar PBB yaitu Linus Karim hanya menggunakan 1 variabel yaitu Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga. Sedangkan Peneliti menggunakan 5 faktor yang mempengaruhi kesadaran Wajib Pajak dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu Sikap, Motivasi, Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga, Persepsi Wajib Pajak tentang Pelaksanaan Sanksi denda PBB, dan Pendidikan Wajib Pajak.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Salman dan Farid (2008) tentang Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan Di Surabaya yaitu Salman dan Farid hanya menggunakan 2 variabel yaitu Sikap Wajib Pajak dan Moral Wajib Pajak. Sedangkan Peneliti menggunakan 5 faktor yang mempengaruhi kesadaran Wajib Pajak dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu Sikap, Motivasi, Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga, Persepsi Wajib Pajak tentang Pelaksanaan Sanksi denda PBB, dan Pendidikan Wajib Pajak.

Konstribusi pajak bumi dan bangunan tidaklah besar dalam struktur penerimaan Negara, tapi keberadaannya sangat berarti dan tidak dapat dihilangkan, namun demikian pajak bumi dan bangunan merupakan pajak yang tidak sulit dalam pengadministrasiannya karena dalam pembayarannya


(25)

tinggal dan efisiensi pemungutannya rendah karena objek pajaknya cukup banyak.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat ke dalam penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Di Tangerang Selatan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang penelitian di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

2. Manfaat Penelitian

Berikut ini adalah manfaat dari penelitian: a. Bagi Peneliti

Menerapkan ilmu yang diperoleh peneliti semasa kuliah dan mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi yang ada.


(26)

Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak berwenang yang berhubungan dengan penelitian ini dalam penetapan kebijakan pada pelaksanaan atau penggunaan suatu sistem pemungutan yang diterapkan.

c. Bagi Fakultas

Sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta untuk mengevaluasi sejauh mana sistem pendidikan telah dijalankan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai tambahan wawasan, informasi, dan masukkan untuk membantu memberikan gambaran yang lebih jelas bagi pihak lain atau para peneliti yang ingin melakukan penelitian mengenai perpajakan secara umum.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak

Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama sehingga mudah dipahami. Perbedaannya terletak pada sudut pandang masing-masing pihak. Beberapa pengertian pajak adalah sebagai berikut:

Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2009:1):

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Menurut Soeparman dalam Suandy (2008:9):

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

Menurut Smeets dalam Suandy (2008:9):

“Pajak adalah prestasi kepada masyarakat kepada masyarakat yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpukan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :


(28)

a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, dan sifatnya dapat dipaksakan.

b. Pajak dipugut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

c. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang ataui badan ke Negara (pemerintah)

d. Pajak dapat dipungut baik langsung maupun tidak langsung.

e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah fungsi budgetair), yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai investasi publik.

f. Pajak untuk melaksankan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi (fungsi regulerend). Contoh: dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan.

Berdasarkan definisi diatas, pengertian pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan, dimana pemerintah dapat memaksa wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan sita. Setiap wajib pajak yang membayar iuran/pajak kepada negara tidak akan mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi imbalan yang secara tidak langsung diperoleh Wajib Pajak berupa pelayanan pemerintah yang ditujukan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan sarana irigasi, jalan, sekolah, dan sebagainya.


(29)

2. Fungsi Pajak

Menururt Suandy (2008:12) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (keuangan Negara) dan fungsi regulerend (mengatur). a. Fungsi Budgetair (Keuangan Negara)

Fungsi budgetair merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan Undang-Undang perpajakan yang berlaku, pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang. Faktor yang turut mempengaruhi optimalisasi pemasukan dana ke kas Negara adalah:

1) Filsafat Negara.

2) Kejelasan Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan. 3) Tingkat Pendidikan Penduduk/Wajib Pajak.

4) Kualitas dan kuantitas petugas pajak setempat.

5) Strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan pajak di Indonesia.

b. Fungsi Regulerend (Mengatur)

Fungsi regulerend atau fungsi mengatur dan sebagainya juga fungsi pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Disebut sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat kebijakan. Pajak


(30)

digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut:

1) Pemberian insentif pajak (misalnya tax holiday, penyusutan dipercepat) dalam rangka meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun investasi luar negeri.

2) Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.

3) Pengenaan bea masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri.

3. Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:5) terdapat berbagai jenis pajak yang dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penggolongan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.

a. Menurut golongannya, jenis pajak terdiri:

1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.

2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.


(31)

b. Menurut sifatnya, jenis pajak terdiri dari:

1) Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperlihatkan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan pada subjeknya.

2) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.

c. Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak terdiri dari:

1) Pajak Negara atau Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya.

2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-masing.

4. Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2008:16), tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak. a. Stelsel Pajak

1) Stelsel nyata (rill), stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan banyak didasarkan objek yang sesungguhnya terjadi (untuk Pajak Penghasilan maka objeknya adalah Pajak Penghasilan). Oleh


(32)

karena itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua pnghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui.

2) Stelsel anggapan, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. 3) Stelsel campuran, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak

didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.

b. Asas pemungutan Pajak

Menurut Suandy (2008:40) dalam era globalisasi sekarang ini, batas Negara menjadi tidak jelas bagi Wajib Pajak dalam mencari dan memperoleh penghasilan, sehingga penentuan cara pemungutan pajak ini penting untuk menentukan Negara mana yang berhak memungut pajak. Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang bias dilakukan sebagai berikut:

1) Asas domisili (asas tempat tinggal)

Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal Wajib Pajak dalam suatu Negara. Negara di mana Wajib Pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap Wajib Pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan/kewarganegaraan Wajib Pajak


(33)

2) Asas sumber

Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu Negara. Menurut asas ini, Negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan kewarganegaraan Wajib Pajak.

3) Asas kebangsaan

Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun di Negara mana tempat tinggal (domisili) dari Wajib Pajak yang bersangkutan. c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2008:7) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

1) Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.


(34)

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. Wajib pajak aktif mulai dari, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus atau bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. Dari ketiga sistem tersebut PBB memungut dengan system official

assessment dimana pajak yang terutang ditentukan oleh fiskus

setelah dilakukan penilaian atas objek pajak yang dimiliki oleh wajib pajak yang bersangkutan, wajib pajak bersifat pasif yaitu dalam hal menunggu. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan PBB juga menganut system self assessment dimana wajib pajak diberikan kepercayaan dengan memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mendaftarkan dan melaporkan sendiri objek pajak yang dikuasai dimiliki atau dimanfaatkan (self declaration)


(35)

5. Tarif Pajak

Menururt Mardiasmo (2009:9) pajak dipungut berdasarkan tarif. Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak. Ada empat macam tarif pajak, yaitu tarif proposional, tarif tetap, tarif progresif, dan tarif degresif.

a. Tarif Proposional

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

b. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

c. Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

d. Tarif Degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah dikenai pajak semakin besar.

6. Pengertian Wajib Pajak (WP)

Pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.


(36)

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembag dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan maupun perseorangan sesuai dengan Undang-Undang KUP antara lain:

a. Wajib mendaftarkan diri kepada KPP terdekat untuk mendapatkan NPWP.

b. Wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap dan jelas.

c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui kantor pos atau Bank persepsi yang ditunjuk.


(37)

B. Pajak Bumi dan Bangunan

1. Definisi Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Suandy (2008:59) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi, tanag dan atau bangunan.

Menurut Setiawan dan Hardi (2006:125) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan / atau bangunan.

2. Asas PBB

Menurut Mardiasmo (2009:311) Asas Pajak Bumi dan Bangunan:

a. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan b. Adanya kepastian hukum

c. Mudah dimengerti dan adil d. Menghindari pajak berganda

3. Subyek PBB

Menurut Mardiasmo (2009:316) Subyek pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi atau memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat atas bangunan antara lain pemilik, penghuni, penggarap, pemakai dan penyewa. Seorang wajib pajak dapat mengajukan permohonan dan keberatan atas pajak yang terutang.


(38)

4. Obyek PBB

Menurut Mardiasmo (2009:313) yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan. Dalam menentukan klasifikasi bumi/ tanah harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut.

a. Letak b. Peruntukan c. Pemanfaatan

d. Kondisi lingkungan dan lain-lain

Dalam menentukan klasifikasi bangunan harus diperhatikan faktor-faktor antara lain:

a. Bahan yang digunakan b. Rekayasa

c. Letak

Pengecualian Objek Pajak

Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan, yaitu obyek pajak yang:

a. Diguakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak mencari keuntungan antara lain:

1) Bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara. 2) Bidang kesehatan, contoh: rumah sakit.

3) Bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren. 4) Bidang sosial, contoh: panti asuhan.


(39)

6) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis b. Merpakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman

nasional, tanah penggembalaan yang dik uasai oleh desa dan tanah Negara yang dibebani suatu hak

c. Diguakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

d. Diguakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukanoleh Menteri Keuangan.

5. Dasar Pengenaan PBB

Menurut Mardiasmo (2009:312) dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti. Berdasar UU nomor 12 Tahun 1994 NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati serta memperhatikan:

a. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.

b. Perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.


(40)

d. Penentuan Nilai Jual Obyek Pajak pengganti.

Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi sebagai berikut : a. Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan.

b. Objek Pajak Sektor Perkebunan.

c. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah Lainnya selain Hak.

d. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.

e. Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. f. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi.

g. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C.

h. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C.

i. Objek Pajak Sektor Pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama.

j. Objek Pajak usaha bidang perikanan laut. k. Objek pajak usaha bidang perikanan darat. l. Objek pajak yang bersifat khusus.

Menurut Mardiasmo (2009:318) dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya presentase untuk menentukan besarnya NJKP adalah sebagai berikut.


(41)

Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP untuk: 1) Objek pajak perkebunan

2) Objek pajak kehutanan

3) Objek pajak lainnya, yang Wajib Pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

a. Sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP untuk: 1) Objek pajak pertambangan

2) Objek pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu milira rupiah).

6. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Menurut Mardiasmo (2009:315) selain terdapat NJOP, terdapat pula Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang ditetapkan untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri keuangan menetapkan besarnya NJOPTKP dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/walikota (Pemerintah Daerah) setempat.


(42)

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 29 Desember 2004 Nomor KEP 178/WPJ/BD 05/2004 Tentang Penetapan Besarnya NJOPTKP Sebagai Dasar Penghitungan PBB untuk Kota Tangerang ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa obyek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu obyek pajak yang nilainya terbesar dan yang terdapat bangunannya.

7. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Mardiasmo (2009:317) tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%. Menurut Mardiasmo (2009:318) besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan NJKP atau dengan rumusan:

PBB = Tarif pajak x NJKP

= 0,5% x {persentase NJKP x (NJOP - NJOPTKP)}

8. Tata Cara Pembayaran dan penagihan PBB

Menurut Mardiasmo (2009:324) tata cara pembayaran dan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut:

1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilinasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.

2) Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib


(43)

3) Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.

Menurut ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2% setiap bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Menurut Mardiasmo (2009:312) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) berdasarkan SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) wajib pajak.

C. Sikap

Menurut Ajzen (1991) dalam Devia dkk (2008:4) Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan


(44)

tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut. Sikap mempunyai peran yang penting dalam menjalankan perilaku seseorang dalam lingkungannya, walaupun masih banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku, seperti stimulus, latar belakang individu, motivasi, dan status kepribadian. Secara timbal balik, faktor lingkungan juga mempengaruhi sikap dan perilaku. Indrawijaya (2000:40) mendefiniskan sikap (attitude) dapat didefeniskan sebagai suatu cara bereaksi terhadap suatu ransangan yang tinggi dari seseorang atau dari suatu situasi. Sikap adalah “Pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan mengenai sesuatu. Selanjutnya Allport menjelaskan pengertian sikap adalah “sebagai semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Agaknya tidak begitu bisa menafsirkan kesiapan dalam definisi ini sebagai suatu kecenderungan potensi untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

Bahwa :”sikap merupakan faktor yang amat penting untuk suksesnya implemmentasi. Jika pelaksana berpandangan positif terhadap suatu kebijakan, maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pembuat kebijakan. Tetapi bila sikap atau perspektifnya berbeda, maka proses implementasi menjadi terancam kesuksesannya”.


(45)

Bentuk-Bentuk Sikap bentuk sikap dua, yaitu:

a. Sikap positif

Sikap positif adalah perwujudan nyata dari suasana jiwa yang terutama memperhatikan hal-hal yang positif.

b. Sikap negatif

Sikap negatif harus dipengaruhi, karena hal ini mengarahkan seseorang pada kesulitan diri dan kegagalan Euis (2007:14).

D. Motivasi

Frengki (2006:11) mendefinisikan motivasi berasal dari kata latin “MOVERE” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah masyarakat, agar mereka mau untuk ikut serta ambil bagian dalam suatu proses pembangunan. Hal ini dapat dilihat dengan bersedianya masyarakat untuk memberikan apa yang dikehendaki pemerintah untuk mewujudkan tujuan pembangunan. Malayu (2003:95) Mendefinikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, seperti efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan. Pengertian motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif atau dapat pula diartikan sebagai hal atau keadaan menjadi motif. Jadi, motivasi


(46)

adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja Sutrisno (2009:117).

E. Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga

Gie (1989:194) dalam Karim (2002:4) memberikan pengertian income atau penadapatan/ penghasilan adalah seluruh pendapatan seorang baik berupa uang maupun barang yang diperolehnya untuk suatu jangka waktu tertentu. Pendapatan sebagai nilai balas jasa atau kontraprestasi yang diterima oleh seorang atas kegiatan faktor-faktor produksi yang dimiliki atau dihasilkan. Income atau pendapatan/penghasilan adalah berupa uang atau hasil materiil-materiil lainnya yang dicapai daripada penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas (perusahaan atau individu) dalam produksi.

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut ternyata pendapatan seseorang itu bisa berupa barang, bisa juga berupa uang yang diperoleh dari jasa (pekerjaan) dan penggunaan kekayaannya seperti untuk modal usaha atau investasi.

Menurut Biro Pusat Statistik sebagaimana dikemukakan oleh Sumardi (1991:96), mengemukakan tentang pendapatan dan bukan pendapatan sebagai berikut:


(47)

1. Pendapatan berupa uang, yaitu pendapatan: a. Dari gaji dan upah yang diperoleh dari:

1) Kerja pokok 2) Kerja sampingan 3) Kerja lembur

4) Kerja kadang-kadang

b. Dari hasil sendiri yang meliputi: 1) Hasil bersih dari usaha sendiri 2) Komisi

3) Penjualan dari kerajinan rumah

2. Pendapatan berupa barang yaitu pendapatan:

a. Bagian pembayaran upah dan gaji yang berbentuk: 1) Beras

2) Pengobatan

3) Transportasi, perumahan 4) Rekreasi

b. Barang yang diproduksi dan dikonsumsi di rumah: 1) Pemakaian barang yang diproduksi di rumah

2) Sewa yang harus dikeluarkan terhadap rumah sendiri yang ditempati. 3. Penerimaan yang bukan merupakan pendapatan, yaitu penerimaan yang

berupa:

1) Pengambilan tabungan 2) Penagihan piutang


(48)

3) Pinjaman uang 4) Kiriman uang

5) Hadiah atau pemberian 6) Warisan

Pada dasarnya yang berkenaan dengan pendapatan kepala keluarga menurut Soediyono (1990:19) terdiri:

1. Upah dan gaji, merupakan pendapatan yang diperoleh rumah tangga keluarga sebagai imbalan terhadap penggunaan jasa sumber tenaga kerja yang mereka gunakan dalam pembentukan produk nasional.

2. Sewa, meliputi semua macam sewa atas pemakaian aktiva tetap oleh pihak lain atau oleh pemiliknya sendiri.

3. Bunga, meliputi semua pembayaran modal pinjaman yang dibayar oleh sektor, baik sektor keluarga maupun sektor perusahaan.

4. Laba, merupakan perbedaan antara jumlah penerimaan penjualan perusahaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Jadi pendapatan yang diterima seseorang sebagai kontraprestasi atau imbalan atas kegiatan dalam ekonomi dengan menggunakan faktor-faktor produksi dapat berbentuk antara lain:

1) Gaji

2) Bunga/dividen 3) Upah/honor


(49)

6) Laba/keuntungan 7) Hasil sewa

8) Hasil panen 9) Dan lain-lain.

Tingkat pendapatan antara satu orang dengan lainnya tidak sama, hal ini tergantung dari jenis pekerjaan, lamanya pekerjaan, pangkat/jabatan yang diduduki dan sebagainya.

F. Persepsi Wajib Pajak tentang Pelaksanaan Sanksi denda PBB

Menururt Untung (2004:40) dalam Astuti dan Rini (2008:5) persepsi adalah kesan yang diperoleh dari hasil penangkapan panca indera seseorang terhadap suatu figur, kondisi, atau masalah tertentu. Masyarakat akan memiliki sikap sadar terhadap fungsi pajak dan akhirnya mematuhi pembayaran PBB, jika persepsi mereka terhadap sanksi, khususnya sanksi denda PBB dilaksanakan secara tegas, konsisten dan mampu menjangkau para pelanggar (Suhardito dan Sudibyo,1996:6).

Menurut Mardiasmo (2009:337) sanksi bagi wajib pajak adalah apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak. Apabila berdasarkan hasil


(50)

besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat ketetapan Pajak adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terhutang yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak ditambah denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terutang.

Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang bayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Karena kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dalam hal:

a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak.

b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar.

Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dalam hal:

a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak.


(51)

c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.

d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya.

e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.

Untuk sebab kealpaan:

Dipidana dengan pidana kurung selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang. Kealpaan berarti tidak sengaja, lalai, kurang hati-hati sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi negara.

Untuk sebab kesengajaan:

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2(dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana ini akan dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan denda. Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana perpajakan, maka bagi mereka yang melakukan tindak pidana sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda, dikenakan pidana lebih berat ialah dua kali lipat dari ancaman pidana.


(52)

G. Pendidikan Wajib Pajak

Pendidikan adalah usaha sadar yang bertujuan mengembangkan kepribadian dan kemampuan (Kansil, 1993:101). Menurut Guritno dalam Sri Astuti dan Rini (2008:4) Pendidikan adalah salah satu elemen sikap wajib pajak yang berpengaruh terhadap keberhasilan perpajakan. Pendidikan mempengarhi pengetahuan dan pengetahuan merupakan elemen kognitif dari sikap.

Jenjang pendidikan

Perjenjangan persekolahan sebagai berikut:

a. Pendidikan Dasar : Taman kanak-kanak dan Sekolah Dasar. b. Pendidikan Lanjutan : SLTP Umum, SLTA Umum, SLTA kejuruan. c. Pendidikan Tinggi : Terbagi dalam 2 alternatif

Alternatif I : Sarjana Muda, Sarjana, Pasca Sarjana, Doktor.

Alternatif II : Diploma, Sarjana, Pasca Sarjana, Doktor.

Sedangkan menurut Undang-undang Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 pasal 12 ayat (1) (Sumantri, 1992:62), jenjang pendidikan itu meliputi:

a. Pendidikan Dasar. b. Pendidikan Menengah. c. Pendidikan Tinggi.


(53)

Menyadari pentingnya pendidikan perpajakan, Direktorat Jendral Pajak perlu melakukan upaya optimalisasi pendidikan perpajakan kepada wajib pajak, wajib pajak masa depan, dan petugas pajak dengan cara melakukan penguatan pada institusi yang menangani masalah penyuluhan, dalam hal ini dimulai dari Pusat Penyuluhan Perpajakan (Wisnaeni, 1999:3).

Tugas utama Pusat Penyuluhan Perpajakan adalah menyelenggarakan pemberdayaan kepada wajib pajak dan pencerahan petugas pajak. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran perpajakan wajib pajak dan pengetahuan petugas pajak guna meningkatkan kualitas layanan perpajakannya. Kegiatan-kegiatan pendidikan perpajkan bervariasi mulai dari kegiatan publikasi dan penerangan umum yang digunakan untuk mendidik wajib pajak dan biasa disebut pendidikan pajak informal, hingga pada pendidikan pajak an sich, yang berupa pendidikan pajak formal yang diajarkan di sekolah-sekolah umum dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi atau di tempat-tempat kursus perpajakan. Secara umum pendidikan pajak terdiri dari dua macam, yaitu:

a. Pendidikan Pajak Formal. b. Pendidikan Pajak Informal.


(54)

a. Pendidikan pajak formal dapat diselenggarakan melalui:

1) Pendidikan pajak untuk Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan pajak untuk sekolah ditunjukan untuk menumbuhkan kesadaran akan perlunya pajak bagi pembangunan bangsa dan Negara.

2) Kursus-kursus perpajakan yang mendapat lisensi dari Direktorat Jendral Pajak. Pendidikan pajak di tempat kursus lebih spesifik untuk memberikan pengetahuan teknis mengenai perpajakan.

b. Pendidikan pajak informal dapat diberikan dalam bentuk:

1) Penyebaran informasi melalui berbagai bentuk publikasi seperti leaflet, majalah, buku, laporan tahunan kinerja Direktorat Jendral Pajak, dan berbagai barang cetakan lainnya.

2) Penyebaran informasi melalui media cetak dan elektronik seperti

homepage, siaran pers, wawancara melalui TV dan Radio, Iklan dan

lain-lainnya.

3) Layanan informasi melalui telepon.

4) Kerjasama dengan pelajar dan mahasiswa dalam memberikan penyuluhan dalam pengisian formulir pajak (Wisnaeni, 1999:3).


(55)

H. Kesadaran Pembayaran Pajak

Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif, yang berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah (Tarjo dan Sawarjuwono, 2005:126).

Kesadaran membayar pajak perlu untuk ditingkatkan sejalan dengan besarnya pendapatan mereka. Adanya penyuluhan yang intensif diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak tepat pada waktunya. Tumbuhnya kesadaran harus diwujudkan dengan adanya sikap yang baik, sebab pada hakikatnya sikap adalah perwujudan daripada adanya kesadaran tersebut. dengan kata lain antara sikap dengan kesadaran jelaslah berbeda antara keduanya. Yang berbeda adalah objeknya, baik itu secara individu maupun secara sosial (Karim, 2002:6).

Thomas (1984:35) dalam Karim (2002) mengemukakan bahwa sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi di dalam kegiatan sosial. Dengan demikian jelaslah bahwa apa yang timbul tadi semuanya akan bias dikendalikan apabila ada kesadaran yang tinggi, yang disertai dengan suatu perbuatan yang nyata sehingga dapat dilihat hasilnya. Hasil yang baik tentunya positif bagi pembangunan perpajakan di Indonesia. Kembali pada


(56)

faktor yang paling dominan, yang mempengaruhi masyarakat untuk melunasi pembayaran pajak adalah dengan adanya kesadaran yang tinggi didalam hati nurani masyarakat sehingga diikuti dengan sikap yang baik pula.

Sekertaris Kamar Dagang dan Industri (KADIN) sebagaimana dikutip Soemitro (1988:229) “Masyarakat tidak akan menemui kesulitan dalam memenuhi kewajiban membayar pajaknya kalau nilai yang harus dibayar itu masih berada di bawah penghasilan yang sebenarnya mereka peroleh secara rutin”.

Dari penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa dengan adanya pendapatan masyarakat dapat mendorong masyarakat untuk sadar dalam membayar pajak yang berguna untuk pembiayaan pembangunan. Kesadaran dalam pembayaran pajak tercermin kebijakan yang diambil seseorang seperti pembayaran pajak yang tepat waktu, menghindari denda karena keterlambatan atau keteledoran, memahami arti pentingnya pajak untuk kelangsungan pembangunan. Hal ini sejalan dengan semboyan yang sering kita dengar yaitu “orang bijak taat pajak”.


(57)

I. Keterkaitan Antar Variabel

1. Sikap Wajib Pajak terhadap Kesadaran Wajib Pajak dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

Sikap wajib pajak merupakan pernyataan atau pertimbangan evaluatif dari wajib pajak, baik yang menguntungkan atau tak menguntungkan mengenai obyek, orang atau peristiwa (Hardika: 2006:77). Teori ekuitas (equity theory) menjelaskan mengenai hubungan antara sikap wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Teori ini menekankan pada aspek keadilan. Apabila wajib pajak memandang bahwa hak dan kewajibannya sebanding dalam artian bahwa adanya keseimbangan antara kewajibannya sebagai wajib pajak dan hak-hak yang dapat diperolehnya maka wajib pajak cenderung lebih patuh dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Teori ini juga menyangkut keadilan dalam hubungannya dengan perlakuan terhadap setiap wajib pajak. Apabila wajib pajak merasa bahwa keadilan pajak telah diterapkan kepada semua wajib pajak dengan tidak membedakan perlakuan antara wajib pajak badan dengan perorangan, wajib pajak besar dengan wajib pajak kecil dalam artian bahwa semua wajib pajak diperlakukan secara adil maka setiap wajib pajak cenderung untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik atau dengan kata lain menimbulkan kepatuhan dalam diri wajib pajak Kautsar (2007) dalam Farid (2008:8).


(58)

Troutman (1993) dalam Salman (2008:8). menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari sikap wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Sikap wajib pajak terhadap peraturan pajak, kebijakan pajak, dan administrasi pajak dapat mempengaruhi bagaimana kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Ha1: Sikap wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

2. Motivasi Wajib Pajak terhadap Kesadaran Wajib Pajak dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

Motivasi berasal dari kata latin “MOVERE” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah masyarakat, agar mereka mau untuk ikut serta ambil bagian dalam suatu proses pembangunan. Hal ini dapat dilihat dengan bersedianya masyarakat untuk memberikan apa yang dikehendaki pemerintah untuk mewujudkan tujuan pembangunan Frengki (2002:11). Malayu(2003:95) Mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, seperti efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan.


(59)

3. Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga Wajib Pajak terhadap Kesadaran Wajib Pajak dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

Liang (1989:194) dalam Karim (2002:4) Income atau penadapatan/ penghasilan adalah seluruh pendapatan seorang baik berupa uang maupun barang yang diperolehnya untuk suatu jangka waktu tertentu. Menurut Partadireja (1973:171) dalam Karim (2002:4) Pendapatan sebagai nilai balas jasa atau kontraprestasi yang diterima oleh seorang atas kegiatan faktor-faktor produksi yang dimiliki atau dihasilkan. Income atau pendapatan/penghasilan adalah berupa uang atau hasil materiil-materiil lainnya yang dicapai daripada penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas (perusahaan atau individu) dalam produksi. Pendapatan (Penerimaan) merupakan sumber dana untuk pengeluaran. Sumber dana kepala keluarga diperoleh dari, misalnya: buruh menerima upah, petani menerima hasil penjualan panen, pedagang mendapat laba, pegawai mendapat gaji, wredatama mendapat pension dan lain-lain. Pengeluaran pertama-tama ditujukan untuk konsumsi. Sisanya ditabung atau investasi. Seberapa besar bagian dari pendapatan yang digunakan untuk konsumsi tergantung dari jumlah pendapatan itu sendiri. Jika pendapatan kepala keluarga rendah maka bagian besar pendapatan itu terpaksa digunakan untuk konsumsi, sehingga hanya sedikit tinggal sisa untuk ditabung. Sehubungan dengan itu Engels seorang sarjana ekonomi Jerman, sebagaimana dikutip Bintari (1986:32) mengemukakan hubungan antara


(60)

pendapatan dan konsumsi bahwa: “semakin kecil pendapatan, semakin besar bagian dari pendapatan itu digunakan untuk konsumsi atau sebaliknya”. Dari hukum itulah kita menjadi tahu sebabnya orang miskin cenderung menjadi lebih miskin, karena tabungan tak ada, dan orang kaya akan cenderung menjadi lebih kaya karena berinvestasi atau menabung.

Sejalan dengan hasil penelitian ini secara teoretis merujuk pendapat Engels tersebut bisa saja kepala keluarga yang berpendapatan rendah tingkat kesadaran membayar PBB menjadi rendah, karena banyak dari pendapatan mereka untuk konsumsi sehari-hari, sehingga tidak bisa menabung termasuk memenuhi pembayaran PBB. Sedang kepala keluarga yang berpendapatan tinggi tingkat kesadaran juga tinggi dalam membayar PBB karena mereka mampu menabung dan bisa menyisihkan untuk keperluan lain termasuk membayar PBB. Namun demikian tidak semua teoretis sejalan dalam dengan praktik di lapangan.

Ha3: Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

4. Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB terhadap Kesadaran Wajib Pajak dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

Persepsi adalah kesan yang diperoleh dari hasil penangkapan panca indera seseorang terhadap suatu figur, kondisi, atau masalah tertentu


(61)

pajak dan akhirnya mematuhi pembayaran PBB, jika persepsi mereka terhadap sanksi, khususnya sanksi denda PBB dilaksanakan secara tegas, konsisten dan mampu menjangkau para pelanggar (Suhardito dan Sudibyo, 1999:6).

  Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Suhardito dan Sudibyo (1999) yang membuktikan persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB. Apabila wajib pajak memiliki persepsi yang baik atau memandang bahwa sanksi denda PBB dilaksanakan secara tegas, konsisten dari waktu ke waktu dan mampu menjangkau para pelanggar, maka setiap wajib pajak akan mematuhi pembayaran PBB mengingat sanksi yang langsung diterapkan kepadanya apabila melanggar.

Ha4: Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

5. Pendidikan Wajib Pajak terhadap Kesadaran Wajib Pajak dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

Pendidikan adalah usaha sadar yang bertujuan mengembangkan kepribadian dan kemampuan (Kansil, 1993:101). Menurut Guritno dalam Suhardito dan Sudibyo (1999:7) pendidikan adalah salah satu elemen sikap wajib pajak yang berpengaruh terhadap keberhasilan perpajakan.


(62)

Pendidikan mempengarhi pengetahuan dan pengetahuan merupakan elemen kognitif dari sikap. 

Sesuai dengan pernyataan Guritno Mangkoesoebroto dalam Misbach (1997:16), kesadaran masyarakat untuk membayar pajak harus dibina melalui dua cara. Salah satunya meningkatkan pengetahuan dan pendidikan masyarakat. Pendidikan pajak untuk Sekolah Dasar ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran akan perlunya pajak bagi pembangunan bangsa dan negara (Nasucha, 1999:5). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Soemitro (1993) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kesadaran membayar pajak.

Ha5: Pendidikan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.


(63)

J. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan)

Sri Astuti dan Rini (2008) Analisis Faktor-Faktor Yang Melekat Pada Wajib Pajak PBB Dan Pengaruhnya Terhadap Kesadaran Perpajakan

1. Pendidikan Wajib Pajak

2. Lama Tinggal Wajib Pajak di Lokasi Objek Pajak PBB

3. Penghasilan Wajib Pajak

4. Persepsi Wajib Pajak Tentang Sanksi Denda PBB 5. Kesadaran

Perpajakan

1. Metode analisis faktor

1. Pendidikan wajib pajak dan lama tinggal wajib pajak di lokasi objek pajak PBB tidak mempengaruhi kesadaran perpajakan

2. Penghasilan wajib pajak dan persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB berpengaruh terhadap kesadaran perpajakan

Frengki C H Siahaan (2008) Pengaruh Sikap Dan Motivasi Masyarakat Terhadap Partisipasi Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Candisari Kota Semarang 1. Sikap 2. Motivasi 3. Partisipasi Masyarakat 1. Regresi berganda

1. Variabel Sikap dan variabel Motivasi dengan partisipasi ada korelasi positif dan sangat

signifikan


(64)

Tabel 2.1 (Lanjutan) Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan) Linus Karim (2002) Hubungan Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga Dengan Kesadaran Membayar PBB 1. Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga 2. Kesadaran Membayar Pajak Bumi dan Bangunan

1. Uji Chi Kuadrat

1. Tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan kepala keluarga dengan kesadaran membayar pajak bumi dan bangunan Kautsar Riza Salman dan Mochammad Farid (2008) Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan Di Surabaya

1. Sikap Wajib Pajak 2. Moral Wajib Pajak 3. Kepatuhan Wajib

Pajak

1. Metode analisis faktor

1. Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel Sikap wajib pajak

terhadap

Kepatuhan wajib pajak

2. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel Moral wajib pajak terhadap Kepatuhan wajib pajak Arief Rachman, Rindah Febriana Suryawati dan Gita Arasy Harwida (2008) Pengaruh Pemahaman, Kesadaran, Serta Kepatuhan Wajib Pajak PBB Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB Di Kecamatan Kota Sumenep Kabupaten Sumenep

1. Pemahaman Wajib Pajak

2. Kesadaran Wajib Pajak

3. Kepatuhan Wajib Pajak 4. Keberhasilan Penerimaan PBB 1. Analisis Regresi Logistik

1. Faktor kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan penerimaan PBB 2. Faktor pemahaman

dan kepatuhan wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan penerimaan PBB


(65)

K. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian di atas, gambaran menyeluruh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Sikap (X1)

 

Motivasi (X2)

 

Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga (X3)

 

Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi

Denda PBB (X4)

 Kesadaran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

(Y)  

Pendidikan Wajib Pajak (X5)

Gambar 2.2


(66)

2. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah, sehingga harus diuji secara empiris (Hasan, 2002:50).

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Sikap Wajib Pajak

Ho1 : Sikap wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap

kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Ha1 : Sikap wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran

wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

2. Motivasi Wajib Pajak

Ho2 : Motivasi wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap

kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Ha2 : Motivasi wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap

kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.


(67)

3. Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga

Ho3 : Tingkat pendapatan kepala keluarga tidak berpengaruh

signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Ha3 : Tingkat pendapatan kepala keluarga berpengaruh signifikan

terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

4. Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB

Ho4 : Persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB

tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Ha4 : Persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB

berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

5. Pendidikan Wajib Pajak

Ho5 : Pendidikan wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap

kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Ha5 : Pendidikan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap

kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.


(68)

6. Sikap Wajib Pajak, Motivasi Wajib Pajak, Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga, Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB, dan Pendidikan Wajib Pajak terhadap Kesadaran Wajib Pajak Dalam Pembayaran PBB.

Ho6 : Sikap Wajib Pajak, Motivasi Wajib Pajak, Tingkat Pendapatan

Kepala Keluarga, Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB, dan Pendidikan Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Ha6 : Sikap Wajib Pajak, Motivasi Wajib Pajak, Tingkat Pendapatan

Kepala Keluarga, Persepsi Wajib Pajak Tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB, dan Pendidikan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.


(69)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini dilakukan pada Kecamatan Tangerang Selatan. Adapun penelitian ini akan membahas mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Di Tangerang Selatan. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan langsung kuisioner kepada warga di Tangerang Selatan.

B. Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

convenience sampling, yaitu istilah umum yang mencakup variasi luasnya

prosedur pemilihan responden. Convenience sampling berarti unit sampling yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif (Hamid, 2007:30). Metode convenience sampling

digunakan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel dengan cepat dari elemen populasi yang datanya mudah diperoleh peneliti. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak PBB yang berada di Tangerang Selatan. Dari 371.763 wajib pajak diwilayah Tangerang Selatan, peneliti mengambil 100 responden.


(70)

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002:150). Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, artikel, teori, skripsi, dan yang mendukung pembahasan masalah dalam penelitian ini.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah wajib pajak yang membayar PBB di wilayah Tangerang Selatan. Data penelitian ini dikumpulkan melalui metode survey yaitu dengan mengirimkan kuesioner. Kuesioner didistribusikan langsung pada wajib pajak PBB di wilayah Tangerang Selatan secara acak kemudian diolah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Jenis skala yang digunakan untuk menjawab bagian pertanyaan penelitian adalah skala likert. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:12), skala likert adalah metode yang digunakan untuk mengukur sikap,


(71)

Tabel 3.1

Bobot dan Kategori Skala Likert

No. Jenis Jawaban Bobot

1. SS = Sangat Setuju 5

2. S = Setuju 4

3. R = Ragu-ragu 3

4. TS = Tidak Setuju 2

5. STS = Sangat Tidak Setuju 1

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik yang perhitungannya dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. Analisis ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar pengaruh antara suatu variabel X dengan variabe Y. Dimana variabel X (variabel independen) adalah sikap wajib pajak (X1), motivasi wajib pajak

(X2), tingkat pendapatan kepala keluarga (X3), persepsi wajib pajak tentang

pelaksanaan sanksi denda pajak bumi dan bangunan (X4), dan pendidikan

wajib pajak (X5) Sedangkan variabel Y (variabel dependen) adalah

kesadaran wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(72)

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskripstif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2009:19).

2. Uji Kualitas Data

Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti menggunakan uji validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapakan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini dilakukan dengan membandingkan nilai Corrected Item – Total Correlation dengan r hitung dengan r tabel, untuk degree of freedom (df) = n – 2, dimana n adalah jumlah sampel dan menggunakan alpha = 0,05 (Imam Ghozali, 2009:49).

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi jawaban responden. Suatu kuesioner dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.


(73)

1) Repeated Measure atau pengukuran ulang.

2) One Shot atau pengukuran sekali saja, pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.

Kriteria pengujian dilakukan dengan menggunakan pengujian

Cronbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliable jika

memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pengukuran sekali saja atau One Shot (Imam Ghozali, 2009:45).

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas, uji normalitas dan uji autokorelasi.

a. Uji Multikolineritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.

Deteksi tidak adanya multikolinieritas dalam model regresi adalah dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Regresi bebas dari masalah multikolinieritas jika nilai VIF<10 dan nilai tolerance > 0.10 (Ghozali, 2009:95).


(74)

b. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Deteksi atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat dari ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot . Jika ada pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan bahwa telah terjadi heterokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2009:125).

c. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat penyebaran data yang normal atau tidak, karena data diperoleh langsung dari pihak pertama melalui kuisioner. Screening terhadap normalitas data merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk setiap analisis multivariate,

khususnya jika tujuannya adalah inferensi. Pengujian normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uji normal probability plot dimana data dikatakan normal jika nilai selebaran data berada di sekitar garis lurus diagonal dan juga dapat dilakukan dengan uji statistik Kolmogorov Smirnov (Ghozali, 2009:147).


(75)

4. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda. Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya (Santoso, 2004:211). Model ini digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier. Variabel independen terdiri dari sikap, motivasi, tingkat pendapatan kepala keluarga, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB dan pendidikan wajib pajak. Sedangkan variabel dependennya adalah kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.


(76)

Rumus regresi berganda yang digunakan adalah sebagai berikut.

Y = a + β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4 + β5X5 + e

Keterangan:

Y : Kesadaran Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan

Bangunan

a : Konstanta (harga Y, bila X=0)

β1-5 : Koefisien regresi (menunjukkan angka peningkatan atau

penurunan variabel dependen yang didasarkan pada hubungan nilai variabel independen)

X1 : Sikap

X2 : Motivasi

X3 : Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga

X4 : Persepsi Wajib Pajak tentang Pelaksanaan Sanksi Denda PBB

X5 : Pendidikan Wajib Pajak


(1)

(2)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN 6


(3)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .558a .311 .274 3.773 1.144

a. Predictors: (Constant), Pendidikan, Motivasi, Sikap, Pendapatan, Persepsi

b. Dependent Variable: Kesadaran

Hasil Uji Regresi Berganda

Koefisien Determinasi (Adjusted R

2

)

Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F )

ANOVAb

Model

Sum of


(4)

Total 1942.750 99

a. Predictors: (Constant), Pendidikan, Motivasi, Sikap, Pendapatan, Persepsi

b. Dependent Variable: Kesadaran

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 35.502 4.415 8.041 .000

SIKAP .404 .144 .268 2.811 .006

MOTIVASI .037 .093 .035 .398 .691

PENDAPATAN -1.201 .564 -.208 -2.130 .036

PERSEPSI .415 .113 .361 3.660 .000

1

PENDIDIKAN .328 .391 .085 .840 .403

a. Dependent Variable: KESADARAN

Hasil Uji Parsial (Uji t )

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(5)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(6)

LAMPI

RAN 7

HASIL UJI KOLMOGOROV -

SIMIRNOV

 

 

 

 

 

 

 

Hasil Uji Kolmogorov-Simirnov

Unstandardized Residual

N 100

Mean .0000000

Normal Parametersa,,b

Std. Deviation 3.67686897

Absolute .065

Positive .040

Most Extreme Differences

Negative -.065

Kolmogorov-Smirnov Z .651 Asymp. Sig. (2-tailed) .790 a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.