Hukum Persaingan Usaha Persaingan Usaha

Nama
NIM

: Muhammad Iqbal
: 133112340350012
Persaingan Usaha

A. Persaingan Usaha
Persaingan usaha ada dua macam, yaitu persaingan sempurna dan persaingan usaha tidak
sehat. Persaingan sempurna adalah struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak
penjual dan pembeli, dan setiap penjual ataupun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan
di pasar. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Dalam persaingan usaha terdapat para pelaku persaingan usaha tersebut yang dapat dikatakan
sebagai subjek dan objek dalam persaingan usaha. Yang dikatakan subjek dalam persaingan
adalah para penjual atau para produsen yangd alah hal ini memproduksi atau mengedarkan
suatu barang. Sedangkan yang dimaksud objek dalam persaingan usaha adalah konsumen
dalam hal ni orang menggunakan atau membeli suatu barang. Persaingan usaha akan tercipta
apabila terdapat penjual dan pembeli yang jumlahnya hampir berimbang.
Persaingan usaha memiliki ciri-ciri tersendiri, tentu saja berbeda antara persaingan sempurna

dengan persaingan tidak sehat. Ciri persaingan sempurna antara lain, jumlah pembeli banyak,
jumlah penjual banyak, barang yang diperjualbelikan homogeny dalam anggapan konsumen,
ada kebebasan untuk mendirikan dan membubarkan perusahaan, sumber produksi bebas
bergerak kemanapun, pembeli dan penjual mengetahui satu sama lain dan mengetahui
barang-barang yang diperjual belikan . sedangkan persaingan tidak sehat memiliki ciri antara
lain, jumlah pembeli sedikit, jumlah penjual sedikit, barang yang diperjualbelikan heterogen
dalam anggapan konsumen, tidak ada kebebasan untuk mendirikan dan membubarkan
perusahaan, sumber produksi tidak bebas bergerak kemanapun, pembeli dan penjual tidak
mengetahui satu sama lin dan tidak mengetahui barang-barang yang diperjual belikan.
Terdapat macam-macam persaingan usaha, yaitu persaingn usaha sempurna dan persaingn
usaha tidak sehat. Persaingan usaha sempurna ini merupakan struktur pasar atau industri

dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual atau pun pembeli tidak dapat
mempengaruhi keadaan di pasar, sedangkan persaingan usaha seperti ini banyak sekali terjadi
di Indonesia pada masa sekarang, sedangkan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Yang termasuk persaingan usaha tidak sehat ini antara lain:
1.


Monopoli

Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan/ atau pemasaran barang atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan yang terjadi di suatu pasar dimana hanya ada satu pembeli (yang
memiliki posisi dominan) bagi suatu produk tertentu. Dengan posisi dominan yang dimiliki
pembeli ini dapat memaksa para penjual untuk menyetujui harga dan persyaratan-persyaratan
yang ditetapkan oleh pembeli tunggall tersebut.
3. Penguasaan Pasar
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baiksendiri-sendiri maupun
bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan usaha yang sama pada pasar yang
bersangkutan, dan melakukan praktik diskrimnasi terhadap pelaku usaha tertentu. Ukuran
penguasaan pasar tidak harus 100%, penguasaan 50% atau 75% saja sudah tidak dapat
dikatakan mempunyai market power.
4. persekongkolan
persekongkolan atau conspiracy dapat dilakukan oleh sesama pihak intern suatu perusahaan,
atau dapat puladilakukan oleh suatu perusahaan dengan pihak perusahaan lainnya.

persekongkolan terbagi menajdi dua macam, yaitu: persekongkolan intra perusahaan dan
persekongkolan pararel yang disengaja. Persekongkolan intra perusahaan adalah bila dua atau
lebih pihak dari suatu perusaan yang sama mengadakan persetujuan untuk melakukan
tindakan yang dapat menghambat persaingan persekongkolan pararel yang disengaja dapat

terjadi bila beberapa perusahaan mengikuti tindakan dilakukan oleh perusahaan besar yang
sebenarnya bagi mereka merupakan pesaing.
5. Oligopoli
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersamasama lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan taua pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi dan atau jasa, pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jenis
tertentu.
6. penetapan harga
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku lagi:
1.


suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau

2.

suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

3.

Perbedaan harga

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk
barang dan atau jasa yang sama. Larangan membuat perjanjian untuk tidak menjual/
memasok kembali dengan harga yang lebih rendah dari yang diperjanjikan (pasal 8 UU arti
Monopoli)
7. pembagian pasar
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjain dengan pelaku usaha persaingan yang bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.


8. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha persaingannya, yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha persaingannya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku
usaha lain sehingga pembuatan tersebut:
1.

Merugikan atau diduga akan merugikan pelaku usaha liannya

2.

Membebani pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang atau jasa
dari pasar bersangkutan.

3.

Karter


Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha perssaingaan, yaang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu
barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
9. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelau usaha lain untuk melakukan kerja
sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar , dengan
tetap menjaga dan mempertahankan keangsungan hidup masing-masing perusahaan atau
perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi daan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya prakter monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
10. Oligopsoli
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang bertujuan untuk secara
bersama-sama

menguasai

pemebeliaan

atau


penerimaan

pemasokan

agar

dapat

mengendalikan harga atau barang dan atau jasa dalam pasar berdangkutan, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan ussaha tidak sehat. Pelaku
usaha patut disuga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pemebeliaan atau

penerimaan pasokan. Pelaku usahaa atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 %
(Tujuh puluh lima persen) penguasaan pasar suatu jenis barang atau jasa tertentu.
11. intergrasi Horizontal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
tau jada tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidka langsung, yang dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau mmerugikan masyarakat.
12. perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuata perjanjian dengan pelaku lain yang membuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan jasa hanya akan memasok atau tidak memosok
kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tepat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang membuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barag atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau
jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai
harga atau potongan harga tertentu atau barabg dan atau jasa, yang membuat persyaratan
bahwa peelaku udaha yang menerima persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima
barang atau jasa dari pelaku usaha pemasok harus bersedia membeli barang atau jasa lain dari
pelaku usaha pemasok, atau tidak akan membeli barang atau jasa yang dama atau sejenis dari
pelaku lain yang menjadi persaingan dari pelaku usaha pemasok.
B. Prinsip –prinsip dalam Persaingan usaha
Pendekatan rule of reason dan per se illegal telah lama diterapkan dalam bidang hukum
persaingan usaha untuk menilai apakah suatu kegiatan maupun perjanjian yang dilakukan
oleh pelaku usaha telah atau berpotensi untuk melanggar UU Antimonopoli. Kedua
pendekatan in pertama kali tercantum dalam beberapa suplemen terhadap Sherman Act 1980,
yang merupakan UU Antimonopoli AS, dan pertama kali diimplementasikan oleh Mahkamah
Agung Amerika Serikat pada 1899 (untuk per se illegal) dan pada 1911 (untuk rule of reason)

dalam putusan atas beberapa kasus antitrust. Sebagai pioneer dalam bidang persaingan usaha,
maka pendekatan-pendekatan yang diimplementasikan di AS juga turut diimplementasikan

oleh negara-negara lainnya sebagai praktik kebiasaan (customary practice)dalam bidang
persaingan usaha.
Demikian halnya dengan Indonesia, dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pendekatan rule of reason dapat
diidentifikasikan melalui penggunaan redaksi “yang dapat mengakibatkan” dan atau “patut
diduga”. Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah
suatu tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan.
Sedangkan penerapan pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam pasal-pasal
yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak kalimat “…yang dapat mengakibatkan…”.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka KPPU juga menerapkan kedua pendekatan ini dalam
pengambilan keputusan atas perkara-perkara persaingan usaha.
Pentingnya pendekatan-pendekatan rule of reason dan per se illegal dalam persaingan usaha,
antara lain:
1.

Rule of reason


Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas
persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha
tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat
menghambat atau mendukung persaingan.
Pendekatan ini memungkinkan pengadilan melakukan interpretasi terhadap UU seperti
mempertimbangkan faktor-faktor kompetitif dan menetapkan layak atau tidaknya suatu
hambatan perdagangan. Hal ini disebabkan karena perjanjian-perjanjian maupun kegiatan
usaha yang termasuk dalam UU Antimonopoli tidak semuanya dapat menimbulkan praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat atau merugikan masyarakat. Sebaliknya,
perjanjian-perjanjian maupun kegiatan-kegiatan tersebut dapat juga menimbulkan dinamika
persainga usaha yang sehat. Oleh karenanya, pendekatan ini digunakan sebagai penyaring
untuk menentukan apakah mereka menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha
yang tidak sehat atau tidak.

2. Per se illegal
Pendekatan per se illegal menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai
ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau
kegiatan usaha tersebut. Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi
penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu, serta pengaturan harga penjualan
kembali. Jenis Perilaku yang digolongkan sebagai per se illegal adalah perilaku-perilaku

dalam dunia usaha yang hampir selalu bersifat anti persaingan, dan hampir selalu tidak
pernah membawa manfaat sosial. Pendekatan per se illegal ditinjau dari sudut proses
administratif adalah mudah. Hal ini disebabkan karena metode ini membolehkan pengadilan
untuk menolak melakukan penyelidikan secara rinci, yang biasanya memerlukan waktu lama
dan biaya yang mahal guna mencari fakta di pasar yang bersangkutan.
C. Tugas, Wewenang, dan Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha
KPPU adalah lembaga public, penegak dan pengawas pelaksanaan undang-undang No. 5
tahun 1999, serta wasit independen dalam rangka menyelesaikan perkara-perkara yang
berkaitan dengan larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Perlu ditekankan
bahwa melalui wewenang pengawasan yang dimilikinya, KPPU diharapkan dapata menjaga
dan mendorong agar sistem ekonomi pasar lebih efisiensi produksi, konsumsi dan alokasi,
sehingga pada akhrnya meningkatatkan kesejahteraan rakyat.
Terkait dengan itu, maka tugas dan wewenang dari KPPU sebagaimana ditentukan dengan
jelas dan tegas baik dalam undang-undang No. 5 tahun 1999 maupun dalam keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 1999 adalah instrument hukum yang mempunyai
peranan penting dalam rangka mewujudkan sistem ekonomi pasar yang mendorong efisiensi
produksi, konsumsi dan alokasi.
Selengkapnya mengenai tugas KPPU yang diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No.5
Tahun 1999, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut.
Tugas Komisi meliputi:
1.

Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4
sampai dengan pasal 15

2.

Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam
pasal 17 sampai pasal 24

3.

Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan usaha
tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai dengan psal 28

Tidak jauh berbeda dan berdasarkan tugas KPPU sebagaiaman yang ditentukan oleh psal 35
diatas, maka tugas KPPU yang ditentukan dalam pasal 4 Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 75 tahun 1999 adalah sebagai berikut ini:
Tugas komisi meliputi:
1.

Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4
sampai dengan pasal 17 undang-undang no 5 tahun 1999.

2.

Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam
pasal 17 sampai dengan psal 24 Undang-Undang No 5 tahun 1999

3.

Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persainga tidak sehat
sebagaiamana diatur dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28 Undang-udang Nomor 5
tahun 1999.

4.

Mengambil tindak sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam psal 36
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999

5.

Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat

6.

menyuyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang
nomor 5 tahun 1999

7.

memberikan laporan berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden da dewan
perwakilan rakyat

Sedangkan mengenai wewewnang KPPU diatur dalam pasal 36 wewenang komisi meliputi:
1.

Meneri laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

2.

Melakukan peneltian tentang adanya kegiatan usaha dan tau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadainya praktik monopoli dan atau persaingan tidak
sehat.

3.

Melakukan peyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dengan praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau
oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitian.

4.

Menyimpulkan dari hasil penelitian dan atau pemeriksaan tentang da atau tidaknya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

5.

Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketenttuan undang-undang ini

6.

Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undnag-undang ini

7.

Memninta bantuan peyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau
setiap orang ssebagaimana simaksud huruf e dan f yang tidak bersedia memenuhi
panggilan komisi.

8.

Memninta ketrangan dari instansi pemerintahan dalam kaitan dengan penyelidikan
dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang
ini.

9.

Mendapatkan, meneliti dan atau menilai usaha, dokumen atau bukti lain guna
penyelidika dan atau pemeriksaan.

10.

Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugaan di pihak pelaku usaha
atau masyarakat

11.

Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang di duga melakukan
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

12.

Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar undang-undnag ini.

Selain tugas dan wewenang yang telah diuraikan di atas, KPPU juga mempunyai fungsi
sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 Keputusan Presiden Indonesia No.75 tahun 1999
tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Ketentuan pasal 5 Keputusan Presiden itu
selengkapnya masyarakat
Fugsi komisi sesuai tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, meliputi:
1.

Penilainan terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan.

2.

Pembagian tindakan sebagaimana pelaksanaan kewenangan

3.

Pelaksanaan administratif.

Bogasari Disebut Monopoli Gandum
TEMPO Interaktif, Jakarta - Untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan gandum di
Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur lewat anak perusahaannya PT Bogasari telah
mengembangkan lahan gandum seluas 1.000 hektare. Setidaknya sampai Maret tahun depan
perusahaan itu akan mendirikan ada tiga pabrik baru.
"Sejak 2000 kita telah mengembangkan benih gandum Indonesia," kata Direktur Indofood
Fransiscus Welirang saat konferensi pers Bogasari Expo 2009 di Wisma Aldiron, Jakarta,
Rabu (18/11). Pengembangan lahan gandum itu bekerja sama dengan Universitas Kristen
Satya Wacana.
Lahan gandum itu dulu awalnya mendapat bantuan benih dari India, dan sudah diuji coba
penanaman di Jawa Timur dan Jawa Tengah di Kopeng, Salatiga. Saat ini program tersebut
berjalan dengan bantuan Jepang dan bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. "Ini perlu
pengembangan bibit, pendidikan sistem pengembangan gandum," tuturnya.
Menurut Fransiscus hasil gandum petani tersebut sudah diperdagangkan di daerah setempat.
"Namun aplikasi untuk industri ini butuh 10 sampai 15 tahun agar tumbuh lebih banyak lagi,"

ucapnya. Dia mengatakan penggunaan gandum ini tidak hanya untuk terigu tapi juga untuk
kopi, kecap, dan pakan ternak.
Fransiscus mengatakan kebutuhan gandum masyarakat Indonesia akan terus meningkat, dan
tidak mungkin dihentikan. Meskipun pangsa begitu besar, namun penguasaan pasar Bogasari
terus turun secara persentase. "Turun, tahun ini menjadi 60 persen," ucapnya.
Menurut Fransiscus, kendati Bogasari masih menguasai pasar terbesar, tapi penurunan
persentase itu menunjukkan masyarakat sebagai konsumen punya pilihan. "Jadi bukan
Bogasari menghambat, kita siap berkompetisi secara sehat," katanya. Ia menambahkan,
Bogasari tak ingin memonopoli pasar.
STRUKTUR PASAR TELKOMSEL DAN INDOSAT: OLIGOPOLI KOLUSIF
“Temasek Holding (Pte) Ltd atau biasa disebut Temasek memiliki empat puluh satu persen
saham di PT Indosat Tbk dan tiga puluh lima persen di PT Telkomsel”
Berdasarkan data kepemilikan saham ini, maka tidak salah jika masyarakat berasumsi bahwa
ada konflik kepentingan dalam penanganan operasional manajemen di kedua perusahaan
telekomunikasi tersebut, yang cukup besar market share-nya di Indonesia. Ketika sebuah
perusahaan didirikan dan selanjutnya menjalankan kegiatannya, yang menjadi tujuan utama
dari perusahaan tersebut adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya dengan prinsip
pengeluaran biaya yang seminimum mungkin. Begitu juga, dengan prinsip pemilikan saham.
Pemilikan saham sama artinya dengan pemilikan perusahaan. Kepemilikan perusahaan oleh
seseorang atau badan atau lembaga korporasi tentunya bertujuan bagaimana caranya
kepemilikan tersebut dapat menghasilkan keuntungan terhadap diri si pemiliki saham
tersebut. Bicara keuntungan tentunya kita tidak hanya bicara tentang keuntungan financial,
tetapi juga tentang keuntungan non financial, seperti memiliki informasi penting, penguasaan
efektif, pengatur kebijakan, dan lain-lainnya. Oleh sebab itu, kepemilikan saham Temasek di
kedua perusahaan tersebut menarik untuk diamati dalam rangka mencermati apakah ada
tercipta persaingan tidak sempurna untuk kepemilikan saham tersebut dalam bentuk
OLIGOPOLI KOLUSIF?
Seperti halnya yang diketahui masyarakat bahwa Temasuk adalah perusahaan holding yang
sangat besar di Singapura dengan bentuk badan hukum Private Limited. Pada awalnya
Temasek masuk ke pasar telekomunikasi Indonesia melalui divestasi PT Indosat Tbk pada
tahun 2002 dengan cara pembelian saham tidak langsung, artinya pada saat itu yang membeli
saham Indosat adalah Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) melalui suatu
perusahaan yang khusus didirikan untuk membeli saham Indosat, yaitu Indonesia
Communication Limited (ICL). Sedangkan STT sendiri adalah perusahaan telekomunikasi
terbesar kedua di Singapura yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh Temasek Holding
Pte Ltd. Jadi, dari susunan atau pola kepemilikan saham yang berlapis-lapis di Indosat,
tersirat ada sesuatu kepentingan yang tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan

financial semata tetapi lebih dari itu. Pertanyaannya adalah apakah keuntungan non financial
yang sebenarnya dicari Temasek? Jawaban sederhana atas pertanyaan ini adalah : Perjalanan
waktu yang akan menentukan. Tetapi sebenarnya tujuan tersebut dapat diketahui segera jika
pihak Indonesia memiliki niat untuk mengetahuinya. Hal ini tentunya akan mudah
menemukannya dengan berbagai metode atau teknik investigasi untuk menemukan maksud
dan niat dibalik pembelian saham Indosat oleh Temasek tersebut.
Sepak terjang Temasek di dunia telekomunikasi Indonesia semakin lengkap, dengan
masuknya Temasek ke Perusahaan PT Telkomsel melalui Singapore Telecommunications
Mobile Pte Ltd (SingTel Mobile). Dimana kepemilikan saham SingTel Mobile di PT
Telkomsel adalah sebesar tiga puluh lima persen. Sedangkan Temasek sendiri memiliki
kepemilikan saham di SingTel Mobile.
Dengan adanya kepemilikan saham tidak langsung oleh Temasek pada PT Telkomsel dan PT
Indosat Tbk telah memunculkan dugaan terjadinya praktek kartel dan oligopoli di bidang jasa
layanan seluler. Hal ini disebabkan untuk jasa layanan seluler khususnya di jalur GSM, hanya
ada tiga ‘pemain besar’ yaitu PT Telkomsel, PT Indosat dan PT Excelcomindo Pratama, Tbk
(XL). Ini artinya sekitar 75 market share telekomunikasi Indonesia di “kuasai” oleh Temasek
dan dugaan awal terjadinya praktek Oligopoli kolusif di pasar telekomunikasi Indonesia.
Selanjutnya, yang menjadi bahan pertanyaan kita semua adalah apakah yang dimaksud
dengan Oligopoli kolusif? Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dijelaskan bahwa
yang dimaksud Oligopoli ialah Perjanjian yang dilarang antara pelaku usaha dengan pelaku
usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa melebihi 75% dari market share atas satu jenis barang atau jasa tertentu.
Jika ketentuan Undang-Undang ini ditafsirkan secara otentik maka pelaku usaha yang
melakukan kegiatan usaha ekonomi baru dikatakan melakukan oligopoli kalau memenuhi dua
unsur, yaitu adanya unsur perjanjian dan unsur market share lebih dari 75%. Sehingga jika
kemudian ditafsirkan secara a contrario maka, pelaku usaha yang tidak membuat perjanjian
dan memiliki market share dibawah atau sama dengan 74%, tidak memenuhi definisi
melakukan praktek oligopoli sehingga tidak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999. Dari ketentuan Undang-Undang ini jelas terlihat bahwa sesungguhnya Undang-Undang
sendirilah yang membatasi pengertian dan ruang lingkup praktek oligopoli yang
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Pengertian dan ruang lingkup ini membuat
penegakkan hukum terhadap praktek Oligopoli ini menjadi kaku dan merugikan kepentingan
pesaing yang dimatikan dan juga bahkan mungkin konsumen barang atau jasa dari pelaku
usaha yang melakukan praktek oligopoli tadi.
Istilah Oligopoli sendiri memiliki arti “beberapa penjual”. Hal ini bisa diartikan minimum 2
perusahaan dan maksimum 15 perusahaan. Hal ini terjadi disebabkan adanya barrier to entry
yang mampu menghalangi pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam pasar. Jumlah yang
sedikit ini menyebabkan adanya saling ketergantungan (mutual interdepedence) antar pelaku
usaha[1]. Ciri yang paling penting dari praktek oligopoli ialah bahwa setiap pelaku usaha

dapat mempengaruhi harga pasar dan mutual interdependence. Praktek ini umumnya
dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk
masuk ke dalam pasar dan untuk menikmati laba super normal di bawah tingkat maksimum
dengan menetapkan harga jual terbatas (limiting process) sehingga menyebabkan kompetisi
harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada[2].
Sehingga apabila pelaku-pelaku usaha yang tadi melakukan kolusi maka mereka akan bekerja
seperti satu perusahaan yang bergabung untuk memaksimalkan laba dengan cara berlaku
kolektif seperti layaknya perusahaan monopoli[3], inilah yang disebut disebut praktek
oligopoli kolusif. Perilaku ini akan mematikan pesaing usaha lainnya dan sangat
membebankan ekonomi masyarakat.
Coba lihat selisih harga tarif pulsa antara produk PT Telkomsel dan PT Indosat yang tidak
begitu jauh. Selisih tarif yang sangat kecil ini mengindikasikan dugaan awal terjadinya
praktek Oligopoli Kolusif diantara mereka. Penentuan tarif harga yang sangat mahal ini, jelas
adalah pengeksploitasian ekonomi masyarakat dan boleh dikatakan sebagai Kolonialisme
Gaya Baru.

Dokumen yang terkait

Hukum Konsumsi Tembakau (Merokok)

0 30 6

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Strategi Meningkatkan Nasabah Pada Bmt Usaha Mulya Pondok Indah

10 95 68

Sistem Pendukung Keputusan Prioritas Kelayakan Kenaikan Pangkat Jabatan di Koperasi Serba Usaha Persada Madani Menggunakan Metode AHP

6 32 19

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (SIMYANDU-PPTSP) (Studi Kasus Dalam Pembuatan Izin Usaha (ITU) Pada Kantor PPTSP Kabupaten Garut)

1 55 179

Sistem Informasi Pengolahan Data Pinjaman Pada Koperasi Serba Usaha Bersama di Ciroyom Provinsi Jawa Barat

4 39 117

Penolakan Terhadap Permohonan Pendaftaran Merk Yang Ditangani Oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Jawa Barat

1 23 1

Pengaruh Kemampuan Manajerial Dan Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha Di Unit Agro Bisnis Pada Yayasan Al-Anshor Bandung (survey pada petani unit Agro Bisnis Yayasan Al-Anshor Bandung)

5 61 1

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan Atas Eksploitasi Dan Tindak Kekerasan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1 15 79

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22