ANALYSIS OF CAUSES OF HIVAIDS TRANSMISSION CASES VIEWED FROM PREDISPOSITION, ENABLING, AND REINFORCING FACTORS (Case Study in Group "x")

ANALISIS PENYEBAB KASUS PENULARAN HIV/AIDS DITINJAU DARI
FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG
(Studi Kasus di Kelompok “x”)
ANALYSIS OF CAUSES OF HIV/AIDS TRANSMISSION CASES VIEWED FROM
PREDISPOSITION, ENABLING, AND REINFORCING FACTORS
(Case Study in Group "x")
1

2

3

3

Nining Novitamala , Syamsul Arifin , Laily Khairiyati , Husaini , Ratna Setyaningrum

4

1

Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat

2
Departemen AKK dan Promkes
3
Departemen Kesehatan Lingkungan
4
Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
Email: niningnovitamala31196@gmail.com
Abstrak
Berdasarkan data dari statistik kasus HIV/AIDS oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan, kumulatif kasus HIV/AIDS dari tahun 2002 sampai dengan September 2016, jumlah kasus
HIV/AIDS sebanyak 1,563 kasus HIV/AIDS. Penelitian ini adalah untuk menjelaskan penyebab kasus
penularan HIV/AIDS ditinjau dari faktor predisposisi (demografi, persepsi dan gaya hidup), pemungkin
(ketersediaan fasilitas-fasilitas yang berisiko, kurangnya pengawasan terhadap tempat-tempat
hiburan yang berisiko, serta mudahnya akses terhadap media informasi) dan pendorong (teman dan
pasangan) dalam sudut pandang metode penelitian kualitatif (studi kasus di kelompok “x”). Penelitian
ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, desain grounded theory dan partisipan berjumlah 5 orang
Keabsahan data penelitian ini dengan cara credibility melalui triangulasi (sumber, waktu dan metode)
dan dependabilitas. Analisis data menurut Miles dan Huberman, 1992. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa demografi, persepsi dan gaya hidup merupakan faktor predisposisi yang berperan dalam
penularan HIV/AIDS. Faktor pemungkin seperti ketersediaan tempat berisiko, pengawasan dari
pemerintah dan media sosial berperan dalam penularan HIV/AIDS, tetapi yang paling berperan besar
adalah media sosial. Sedangkan dari faktor pendorong yaitu teman dan pasangan. Oleh karena itu
disarankan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS melalui kegiatan penyuluhan
kepada masyarakat, peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan HIV/AIDS,
peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor, komitmen dan dukungan dari pemangku
kebijakan dan penguatan regulasi Perda dan Perwali.
Kata kunci: HIV/AIDS, predisposisi, pemungkin pendorong, Kelompok “x”
Abstract
Based on data from HIV/AIDS case statistics by South Kalimantan Provincial Health Office,
cumulative cases of HIV/AIDS from 2002 to September 2016, the number of HIV/AIDS cases is 1.563
cases of HIV/AIDS. This study was to explain the causes of HIV / AIDS transmission cases in terms of
predisposing factors (demography, perception and lifestyle), enabling (availability of risky facilities,
lack of supervision of risky places of entertainment, and easy access to information media) and drivers
(friends and spouses) in the viewpoint of qualitative research methods (case studies in groups of "x").
This research uses qualitative research, grounded theory design and 5 participants. The validity of this
research data is credibility through triangulation (source, time and method) and dependability. Data
analysis by Miles and Huberman, 1992. The results show that demography, perception and lifestyle
are predisposing factors that play a role in HIV/AIDS transmission. Possible factors such as the

availability of risk places, government oversight and social media play a role in HIV/AIDS
transmission, but the most important is social media. While the driving factors of friends and spouses.
It is therefore recommended in the prevention and prevention of HIV/AIDS through extension activities
to the community, increasing the reach of health services for HIV/AIDS testing, enhancing cross-

program and cross-sector coordination, commitment and support from stakeholders and strengthening
regulations on Regional Regulations and Mayor Regulations.
Keywords: HIV/AIDS, predisposition, enabling, reinforcing, Group "x"
PENDAHULUAN
Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah
global karena pola penyakitnya yang hampir terjadi di semua negara. Berdasarkan case report
UNAIDS dan (WHO) tahun 2016 jumlah orang yang hidup dengan HIV di dunia sampai akhir tahun
2015 terdapat 34,0 juta-39,8 juta orang dan kematian akibat AIDS diperkirakan sebanyak 1,1 juta
orang di seluruh dunia (1).
Jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia yang dilaporkan secara triwulan terhitung 1 Januari
sampai dengan 31 Maret 2016 oleh Ditjen PP dan PL Kemenkes RI adalah 32,711 kasus HIV dan
7,864 kasus AIDS. Berdasarkan laporan Ditjen PP dan PL Kemenkes RI di tahun 2016, persentase
kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (31,5%), kemudian diikuti kelompok
umur 30-39 tahun (29,6%), 40-49 tahun (12%). Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 55% dan
perempuan 31% (2).

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan secara
kumulatif dari tahun 2002 sampai dengan September 2016, jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi
Kalimantan Selatan kasus HIV sebanyak 53,99% dan 46,01% kasus AIDS. Dari segi faktor risiko
kasus HIV/AIDS di Kalimantan Selatan paling banyak adalah hubungan seksual yaitu 89,38%, tidak
diketahui sebanyak 3,78%, penasun 3,58%, perinatal 2,63% dan melalui tranfusi darah 0,63% (3).
Teori Green menyatakan bahwa hal terpenting dalam perilaku kesehatan adalah masalah
pembentukan perubahan perilaku. Dalam teori ini Green mengidentifikasi tiga faktor yang
mempengaruhi perilaku. Perilaku berisiko pada kasus penularan HIV/AIDS masing-masing memiliki
tipe pengaruh berbeda-beda yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam demografi, persepsi dan
gaya hidup. Faktor pemungkin yang terwujud dalam ketersediaan fasilitas-fasilitas yang berisiko
seperti hotel, tempat karaoke dan tempat hiburan lainnya, kurangnya pengawasan terhadap tempattempat hiburan yang berisiko, serta mudahnya akses terhadap media informasi saat ini. Faktor
pendorong seperti teman maupun pasangan. Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau
seseorang terhadap rangsangan atau stimulus dari luar objek tersebut (4).
Kelompok “x” merupakan suatu kelompok dukungan sebaya dengan anggota berjumlah 15
orang yang terdiri dari ODHA atau Orang dengan HIV dan AIDS. Berdasarkan kejadian kasus
HIV/AIDS yang meningkat di Kalimantan Selatan yaitu secara kumulatif dari tahun 2002-September
2016 sebanyak 1563 kasus dengan latar belakang yang bervariasi. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian untuk menganalisis penyebab kasus penularan HIV/AIDS ditinjau dari faktor predisposisi,
pemungkin dan pendorong dalam sudut pandang metode penelitian kualitatif (studi kasus di
kelompok “x”).

METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dan desain grounded theory melalui studi
dokumentasi dan wawancara mendalam. Penentuan subjek yaitu teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling (5). Partisipan dalam penelitian terdiri dari Ketua Kelompok “x”,
ODHA laki-laki Kelompok “x”, ODHA perempuan Kelompok “x” dan wakil KPA (Komisi
Penanggulangan AIDS). Keabsahan data penelitian dapat dilakukan dengan cara credibility melalui
tiga triangulasi (sumber, waktu dan metode) dan dependabilitas (6). Sedangka analisis data menurut
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992) yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification (7).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi data yang didapatkan
pada penelitian ini maka diperoleh tema-tema fenomena lapangan yang meliputi demografi, persepsi,
gaya hidup, ketersediaan fasilitas-fasilitas yang berisiko seperti hotel, tempat karaoke dan tempat
hiburan lainnya, kurangnya pengawasan terhadap tempat-tempat hiburan yang berisiko, mudahnya
akses terhadap media informasi atau media massa saat ini, teman dan pasangan.
A. Demografi
Berikut adalah kesimpulan dari keterangan demografi partisipan utama yaitu ODHA dan
partisipan kunci yaitu pihak KPA yang didapat dari wawancara mendalam (indepth interview) disajikan
pada tabel 1 berikut:


Tabel 1 Demografi Partisipan Utama (ODHA) dan Partisipan Kunci
Partisipan
Demografi
Pendidikan
Jenis
Pekerjaan
Kelamin
GN
SMA
L
Wiraswasta

Umur
(Tahun)
42

Status Ekonomi
(UMR)
Dibawah


S

SD

P

Wiraswasta

40

Dibawah

M

SMA

L

Swasta


23

Diatas

F

SMA Paket C

L

Swasta

30

Dibawah

30

Diatas


A

Perguruan
L
Sebagai pemegang
Tinggi
program VCT di KPA
Sumber: Hasil wawancara mendalam (indepth interview)

Hasil penelitian yang dilakukan Sumarlin (2013) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan perilaku pada pasien HIV/AIDS di Kinik VCT Bunga Harapan RSUD Banyumas dengan
desain penelitian cross sectional menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan perubahan perilaku, denga nilai p =0,019. Sumarlin menambahkan bahwa
semakin tinggi pengetahuan maka semakin tinggi seseorang meningkatkan perubahan perilaku (8).
Kementerian Kesehatan RI (2013) mengatakan bahwa proporsi laki-laki 2 kali lebih banyak
dibandingkan perempuan (9). Tingginya proporsi laki-laki yang menderita HIV/AIDS diasumsikan
karena banyaknya laki-laki yang melakukan hubungan seksual berisiko dan menggunakan napza
suntik (penasun) dibandingkan perempuan yang lebih sering mendapatkannya dari pasangan seksual
mereka. Hal ini didukung oleh Yusri dkk (10). (2012) dalam penelitiannya di RSUP H. Adam Malik
Medan yang menyatakan bahwa dari 163 dengan transmisi hubungan seksual, proporsi tertinggi

adalah laki-laki 119 orang (73,0%). Hasil penelitian laporan Depkes RI tentang jumlah kumulatif AIDS
(tahun 1987 s.d Juni 2013) terbanyak menurut pekerjaan yaitu wiraswasta (5.131), ibu rumah tangga
(5.006), dan tenaga non professional/karyawan (4.521) (10). Penderita yang didiagnosis pada umur
30-40 tahun sudah terpapar virus HIV pada saat remaja akhir dan dewasa awal. Kambu (2012) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa infeksi HIV lebih banyak terjadi pada umur muda (12-35 tahun)
karena pada umur muda lebih dimungkinkan banyak melakukan perilaku seks tidak aman yang
berisiko terhadap penularan HIV (11). Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya
suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang. (12). Melalui Surat Keputusan Gubernur Kalsel, Nomor
188.44/0588/KUM/2016, diputuskan besaran UMR Kalsel 2017 atau Upah Minimum Provinsi Kalsel
2017 sebesar Rp2.258.000 (13).
B. Persepsi
Dari hasil wawancara mendalam (indepth interview) tentang faktor penyebab penularan
HIV/AIDS dari segi persepsi atau pandangan menurut partisipan:
1. Faktor-faktor risiko penularan HIV/AIDS yang paling utama adalah perilaku seksual berisiko
seperti tidak menggunakan kondom dan bergonta-ganti pasangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hounton et al (2005) dan Nwokoji and Ajuwon (2004)
menunjukkan bahwa partner seks yang banyak dan tidak memakai kondom dalam melakukan
aktivitas seksual yang berisiko merupakan faktor risiko utama penularan HIV/AIDS (14).
2. Penularan HIV/AIDS ditularkan dari suami.

Beberapa tahun terakhir, cara penularan HIV dan AIDS berubah lagi, terutama melalui
hubungan heteroseksual. Kelompok ini bukan saja memiliki risiko tinggi terinfeksi karena perilaku
berbagi jarum suntiknya, tetapi juga memiliki risiko akibat hubungan seksual berganti pasangan dan
tidak menggunakan kondom. Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian Pusat Penelitian
HIV/AIDS di Indonesia mengenai jaringan seksual dan penggunaan narkoba pada pengguna narkoba
suntik menemukan bahwa kebanyakan penasun pertama kali berhubungan seksual dengan pacarnya
(15).
3. Pengguna jarum suntik dan narkoba (penasun).
Hasil penelitian Aditya (2005) menunjukkan bahwa peran dan relasi gender secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi tingkat risiko individu dan kerentanan infeksi HIV. Perbedaan
gender memunculkan ketidaksetaraan seksualitas laki-laki dan perempuan. Perempuan dituntut pasif,

penurut, setia, dan tidak memahami seks. Sementara laki-laki adalah pihak dominan, agresif, paham,
dan berpengalaman. Ketidaksetaraan ini juga menganggap wajar bila laki-laki mempunyai lebih dari
satu pasangan (16).
4. Lelaki seks lelaki.
Penelitian yang dilakukan oleh Fakih dkk (2013) bahwa perilaku seksual dari kelompok
homoseksual yang berganti-ganti pasangan menjadi pemicu penularan HIV/AIDS dikalangan LSL dan
hal ini dapat berdampak pula pada perluasan penularan HIV/AIDS kepada orang lain yaitu melalui
hubungan seksual dengan LSL yang terindikasikan telah terkena virus HIV (17).
5. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS.
Tingginya kasus HIV/AIDS ini dapat disebabkan oleh pengetahuan masyarakat tentang
HIV/AIDS yang masih kurang, sehingga tidak dapat melakukan pencegahan terhadap HIV/AIDS,
seperti menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian, tidak melakukan
hubungan seksual yang tidak aman seperti berganti pasangan dan tidak menggunakan kondom,
melakukan proses persalinan yang aman bagi ibu yang HIV positif, dan menerima transfusi darah
(18).
C. Gaya Hidup
Dari hasil wawancara mendalam (indepth interview) tentang faktor penyebab penularan
HIV/AIDS dari segi gaya hidup menurut partisipan yaitu:
1. Berawal dari coba-coba dan menjadi kebiasaan karena dipengaruhi oleh teman dan media sosial.
Arus globalisasi telah memasuki semua sendi kehidupan di Indonesia. Perubahan-perubahan
gaya hidup telah membentuk tipe manusia dengan gaya hidup modern. Salah satu pengaruh yang
dirasakan adalah bergesernya nilai dan norma yang semula bersifat tradisional ke modern, seperti
gaya hidup hedonis, dibangunnya klub-kub malam, tempat-tempat lokalisasi, peredaran narkoba,
perilaku seks bebas dan lain sebagainya. Gaya hidup perilaku berisiko yang melekat menyebabkan
penyebaran HIV/AIDS yang tidak terkendali. Mereka yang terpengaruh oleh gaya hidup/perilaku
bebas cenderung mengakibatkan tertularnya penyakit HIV/AIDS. Gaya hidup hedonistik yang mencari
kesenangan sesaat, semisal pengguna narkoba jarum suntik yang melakukan tindakan sharing atau
penggunaan jarum suntik secara bersama-sama dengan teman-teman maupun pasangan (19).
2. Faktor ekonomi.
Globalisasi telah menimbulkan dampak yang sangat berarti dalam berbagai dimensi kehidupan
manusia. Globalisasi merupakan proses internasionalisasi seluruh tatanan masyarakat modern. Pada
awalnya proses ini hanya pada tatanan ekonomi, namun dalam perkembangannya cenderung
menunjukkan keragaman. Malcolm waters mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses
globalisasi, yaitu globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya (20).
Berdasarkan paparan diatas bahwa demografi, persepsi dan gaya hidup merupakan faktor
predisposisi yang dapat berperan dalam penularan HIV/AIDS. Faktor predisposisi, yakni faktor-faktor
yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang karena anteseden terhadap perilaku yang menjadi
dasar atau motifasi yang menjadi perilaku. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan, sikap,
kepercayaan, persepsi. Selain itu faktor sosiodemografi juga merupakan faktor predisposisi perilaku
seseorang meliputi status individu, umur, pendidikan (21).
D. Ketersediaan Fasilitas-Fasilitas yang Berisiko Seperti Hotel, Tempat Karaoke dan Tempat
Hiburan Lainnya
penyebab penularan HIV/AIDS dari segi ketersediaan fasilitas-fasilitas yang berisiko seperti hotel,
tempat karaoke dan tempat hiburan lainnya menurut partisipan yaitu:
1. Adanya warung jablay sebagai tempat transaksi awal.
Kebermunculan lokalisasi ilegal baik di warung lesehan pinggir jalan, di cafe atau diskotik, serta
di hotel atau losmen. Kenderwis dan Yustina (2009), yang mengungkapkan bahwa di Kabupaten
Langkat terdapat banyak rumah makan atau kafe yang berada di sepanjang Jalan lintas Sumatra di
mana tempat yang dimaksud berfungsi sebagai lokalisasi transaksi seksual tidak resmi atau ilegal
yang sangat berpotensi menjadi sumber penularan HIV/AIDS. Penutupan lokalisasi legal,
mengakibatkan munculnya lokalisasi ilegal yang tersebar di beberapa tempat, baik di warung makan
atau warung lesehan di pinggir jalan, maupun di cafe atau tempat karaoke. Keadaan lokalisasi yang
tidak resmi atau ilegal dapat menjadi sumber penularan penyakit HIV/AIDS (22).
2. Warung jablay sebagai tempat istirahat dan nongkrong para supir atau pekerja lainnya.
Laki-laki yang sudah berkeluarga, seringkali memanfaatkan sebagian uang yang diperoleh dari
bekerja untuk melakukan transaksi seks dengan pekerja seks perempuan di lokalisasi. Penduduk
yang memiliki tingkat mobilitas tinggi atau memiliki frekwensi berpindah tempat tinggal dengan partner

mereka memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap penularan HIV dan Penyakit Menular Seksula (PMS)
lainnya daripada penduduk yang memiliki kondisi tempat tinggal yang stabil atau tetap (23).
E. Kurangnya pengawasan terhadap tempat-tempat hiburan yang berisiko
HIV/AIDS dari segi kurangnya pengawasan terhadap tempat-tempat hiburan yang berisiko
dapat berperan pada penularan HIV/AIDS menurut partisipan:
1. Kurangnya pengawasan langsung oleh pemerintah terhadap tempat berisiko tersebut.
2. Masyarakat berperan sebagai pengawas.
Pelaksanaan koordinasi dan sinergisitas lintas sektor untuk pencegahan dan pengendalian
HIV/AIDS dianggap belum optimal. Pada hal upaya penanggulangan HIV/AIDS juga harus melibatkan
dukungan dari lintas sektor termasuk dalam pengalokasian dana. Hal ini mengingat bahwa ada
beberapa kegiatan yang seharusnya dilaksanakan oleh mereka yang mempunyai keahlian dari SKPD
tertentu dengan mengusulkan kegiatan dan alokasi dana. Namun, dukungan dari lintas sektor sampai
saat ini belum bisa terlaksana. Adapun permasalahan yang terkait ini dianggap berkaitan dengan
belum adanya kebijakan yang mengatur, baik Perda maupun Perwako tentang penanggulangan
HIV/AIDS (24).
F. Mudahnya akses terhadap media informasi atau media massa saat ini
Dari hasil wawancara mendalam (indepth interview) tentang faktor penyebab penularan
HIV/AIDS dari segi mudahnya akses terhadap media informasi atau media massa saat ini menurut
partisipan:
1. Adanya aplikasi-aplikasi baru.
2. Majalah Dewasa tidak ada lagi.
Pendapat Azwar (2011) walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi
individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media
massa tidak kecil artinya (25). Perilaku berisiko yang dilakukan oleh LSL menurut partisipan juga
cenderung dipengaruhi oleh tayangan/gambar yang terdapat pada HP atau setelah menonton video
porno. Selanjutnya bagi kalangan lelaki seks lelaki (LSL) juga ada kecenderungan (misalnya LSL
muda dan waria dengan status ekonomi menengah hingga tinggi) menggunakan sosial media untuk
berkomunikasi seperti facebook, twitter dan situs lain yang memuat informasi tentang gay. Dengan
media jejaring sosial tersebut mereka bisa saling mengenal dan berkomunikasi, dan akhirnya bisa
berlanjut kepada ketertarikan satu sama lainnya (26).
Pada teori perilaku Lawrence Green, faktor pendukung yakni faktor-faktor yang memfasilitasi
suatu perilaku. Faktor enabling seperti ketersediaan tempat berisiko, pengawasan dari pemerintah
dan media sosial berperan dalam penularan HIV/AIDS. Akan tetapi yang paling berperan besar
adalah mudahnya akses informasi atau hal apapun melalui media sosial. Yang termasuk kedalam
faktor pendukung adalah ketersediaan sarana dan prasarana peraturan dan hukum yang berlaku dan
media sosial atau informasi juga merupakan faktor pendukung (enabling) (21).
G. Teman
Teman dapat berperan pada penularan HIV/AIDS diperoleh berdasarkan keteranganketerangan partisipan. Sebagian besar partisipan menyatakan bahwa teman dapat mempengaruhi
seseorang dalam hal bersikap. Teman memiliki peran penting dalam kehidupan sosial teman yang
berperilaku negatif cenderung akan memberikan pengaruh negatif bagi seseorang. Berikut kutipan
wawancara mendalam dengan beberapa partisipan
Lingkungan teman bermain atau lingkungan pergaulan seperti berkumpul dan nongkrong
dengan komunitas mereka adalah merupakan faktor yang turut mendorong dia untuk melakukan seks
maupun perilaku berisiko lainnya. Adapun tempat yang dimanfaatkan untuk berkumpul atau
berinteraksi sesama mereka adalah di kafe-kafe maupun di warung-warung yang tergolong ilegal.
Tempat ini biasanya mereka manfaatkan juga untuk saling bertukar informasi dan berbagi
pengalaman. Adanya pertukaran informasi dan berbagi pengalaman dari sesama anggota komunitas
turut berpengaruh terhadap kualitas hubungan atau kedekatan diantara mereka, sehingga akhirnya
sampai kepada praktek seksual menyimpang yang akhirnya bisa berimplikasi terhadap HIV/AIDS (27).
H. Pasangan
Pasangan dapat berperan pada penularan HIV/AIDS diperoleh berdasarkan keteranganketerangan partisipan. Sebagian besar partisipan menyatakan bahwa pasangan dapat menyebabkan
penularan HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan gonta-ganti pasangan. Gonta-ganti pasangan atau tidak
setia berisiko besar dalam penularan HIV/AIDS. Kebanyakan jika seseorang sudah terkena virus
HIV/AIDS maka dia tidak jujur terhadap pasangannya.

Perempuan lebih rentan terhadap HIV karena hirarki konservatif yang tidak mengakui realitas
atau hak perempuan. Perilaku berisiko yang menyebabkan kerentanan perempuan terhadap
penularan IMS dan HIV adalah dari perilaku laki-laki yaitu hubungan seksual dengan lebih dari satu
pasangan seksual, biseksual, membeli seks, IDU dan tidak konsisten menggunakan kondom.
Sedangkan perilaku berisiko perempuan diantaranya memiliki lebih dari satu pasangan seksual, posisi
tawar rendah dalam negosiasi kondom, melacur dan hubungan seks dalam keadaan terpaksa (28).
Pada teori perilaku Lawrence Green,. Faktor pendorong terwujud dalam dorongan keluarga,
dorongan teman, sikap dan perilaku petugas lainnya. Dalam hal ini faktor pendorong (reinforcing)
yaitu teman dan pasangan berperan dalam penularan HIV/AIDS. Terlebih yang paling berperan
adalah karena ajakan teman (21).
A.

Simpulan
Faktor penyebab penularan HIV/AIDS (studi kasus pada kelompok “x”) ditinjau dari tiga faktor
yaitu:
1. Faktor Predisposisi
a. Demografi
1) Jenis kelamin partisipan utama (ODHA) sebagian besar adalah laki-laki.
2) Umur partisipan utama (ODHA) antara 20-45 tahun.
3) Keseluruhan partisipan utama (ODHA) berpendidikan maksimal tamatan SMA.
4) Pekerjaan partisipan (ODHA) sebagai wiraswasta dan swasta
5) Status ekonomi partisipan utama (ODHA) sebagian besar dibawah UMR.
b. Persepsi
1) Faktor-faktor risiko penularan HIV/AIDS yang paling utama adalah perilaku seksual berisiko
seperti tidak menggunakan kondom dan bergonta-ganti pasangan.
2) Pengguna jarum suntik dan narkoba (penasun).
3) Penularan HIV/AIDS ditularkan dari suami.
4) Lelaki seks lelaki.
5) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS
c. Gaya Hidup
1) Berawal dari coba-coba dan menjadi kebiasaan dipengaruhi oleh teman dan media sosial.
2) Faktor ekonomi.
2. Faktor pemungkin (Enabling)
a. Ketersediaan fasilitas-fasilitas yang berisiko seperti hotel, tempat karaoke dan tempat hiburan
lainnya
1) Adanya warung jablay sebagai tempat transaksi awal.
2) Warung jablay sebagai tempat istirahat dan nongkrong para supir atau pekerja lainnya.
b. Kurangnya pengawasan terhadap tempat-tempat hiburan yang berisiko
1) Kurangnya pengawasan langsung oleh pemerintah terhadap tempat berisiko tersebut.
2) Masyarakat berperan sebagai pengawas
c. Mudahnya akses terhadap media informasi atau media massa saat ini.
1) Munculnya aplikasi-aplikasi pendukung (glinder, hornet, blued)
2) Majalah Dewasa tidak ada lagi.
3. Faktor Pendorong (Reinforcing)
a. Teman
Dalam hal ini peran lingkungan pertemanan dapat membentuk sikap seseorang karena
berawal dari ajakan teman, kemudian karena memiliki sikap penasaran dan akhirnya pun
terpengaruhi.
b. Pasangan
Dalam hal ini pasangan dapat berperan pada penularan HIV/AIDS diperoleh berdasarkan
keterangan-keterangan partisipan karena gonta-ganti pasangan atau tidak setia terhadap
pasangan berisiko besar dalam penularan HIV/AIDS.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1. Perlu ada penelitian selanjutnya untuk mengakaji fenomena lapangan terkait penularan HIV/AIDS
dengan metode kuantitatif berdasarkan penyebab kasus penularan HIV/AIDS paling berisiko
yaitu dari segi perilaku seksual berisiko.
2. Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS secara komprehensif melalui kegiatan
penyuluhan tentang HIV/AIDS kepada masyarakat oleh organisasi masyarakat melalui tokoh

3.

4.

5.
6.

agama dan tokoh masyarakat untuk peningkatan informasi dan pengetahuan masyarakat tentang
HIV/AIDS.
Strategi peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan dengan kegiatan kemitraan/jejaring antara
program HIV dengan organisasi masyarakat dan swasta dalam sosialisasi terkait pemeriksaan
HIV/AIDS.
Adanya peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam terkait pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS seperti dari sektor pendidikan adanya kurikulum sekolah atau
pemberian informasi secara komprehensif tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
sebagai pengenalan lebih dini kepada para anak-anak dan remaja. Selain itu dari sektor
komunikasi dan informatika adanya upaya pemblokiran media-media sosial yang rawan.
Adanya komitmen dan dukungan dari pemangku kebijakan untuk mengalokasikan anggaran di
luar sektor kesehatan dalam menanggapi permasalahan HIV/AIDS.
Penguatan regulasi Perda dan Perwali dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS dengan kegiatan
peningkatan koordinasi dan advokasi terutama terhadap pengawasan tempat-tempat berisiko
dan dilakukan penutupan pada tempat-tempat yang berisiko tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), World Health Organization. Case progress
report 2016 prevent HIV, test and treat all who support for country impact, 2016.
2. Dinkes PP dan PL Kemenkes RI. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia dilapor s/d Maret 2016.
3. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Situasi kasus HIV dan AIDS sampai dengan
September 2016 di Kalimantan Selatan, 2016.
4. Notoatmodjo, S. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012.
5. Sugiyono. Metodelogi penelitian kualitatif, kuantitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta, 2006.
6. Sugiyono. Metodelogi penelitian kualitatif, kuantitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta, 2015
7. Miles MB, Huberman MA. Qualitative data analysis. London: Sage Publication, 1992.
8. Sumarlin H. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku pasien HIV/AIDS di Klinik VCT
Bunga Harapan RSUD Banyumas. FK-MIPA Jurusan Keperawatan: Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto, 2013.
9. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Kemenkes RI. Laporan situasi
perkembangan
HIV&AIDS
di
Indonesia
tahun
2013.
Diunduh
dari:
URL:
http://www.aidsindonesia.or.id/ck_uploads/file
s/Laporan%20
HIV%20AIDS%20TW%201%202013%20FIN AL.pdf.
10. Yusri A, Muda S, Rasmaliah. Karakteristik penderita AIDS dan infeksi opurtunistik di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan tahun 2012. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2012.
11. Kambu Y. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan pencegahan penularan HIV oleh
ODHA di Sorong. Tesis. Sorong: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012.
12. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan & Ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
13. http://www.disosnakerbjm.com/2016/12/umk-kota-banjarmasin-th-2017.html. Diakses pada Kamis,
16 November 2017.
14. Hounton SH, Carabin H, Henderson NJ. Towards an understanding of barriers to condom use in
rural Benin using the health belief model: a cross sectional survey. BMC Public Health 2005; 5: 815.
15. Pratiwi DWK. Pencegahan penularan HIV perempuan pasangan pengguna narkoba suntik di Kota
Semarang. Jurnal Permata Indonesia 2015; 6(1): 9-20.
16. Aditya, BJ. 2005. Ketidakadilan gender picu perempuan positif HIV AIDS. Jurnal Perempuan 2005;
3(2): 33.
17. Faqih, Miftah, dkk, 2013. Panduan penanggulangan AIDS (perspektif nahdlatul ulama). Jakarta:
Pengurus Pusat Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulam, 2013.
18. Wulandari Y, Mustikawati IS. Hubungan pengetahuan tentang HIV&AIDS dengan perilaku
pencegahan berisiko HIV&AIDS pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Jakarta. Forum Ilmiah 2013; 10(2): 220-229.
19. Simarmata, Oster. Ancaman HIV pada remaja di Tanah Papua. Artikel ilmiah pada Jurnal Ekologi
Kesehatan 2010; 9(3).
20. Dewi DM, Kurnia S. Kerentanan perempuan terhadap penularan ims dan hiv: gambaran perilaku
seksual berisiko di Kota Denpasar. Jurnal Public Health and Preventive Medicine Archive 2013;
1(1):
21. Green LW, Kreuter MW. Health promotion planning an educational and environmental approach.
Maylield Publishing Company, 2000.

22. Kenderwis, Yustina I. Kemampuan tawar pekerja seks komersial dalam penggunaan kondom untuk
mencegah penularan HIV/ AIDS di Kabupaten langkat. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia
2009; 34(3): 133-140.
23. Theodore M. Hammett. HIV/AIDS and other infectious diseases among correctional inmates:
transmission, burden, and an appropriate response. American Journal of Public Health, 2005;
96(6): 974-978.
24. Kementerian Kesehatan. Permen Kesehatan No.21 tahun 2013 tentang penanggulangan HIV dan
AIDS. Jakarta, 2013.
25. Azwar. Sikap manusia teori dan pengukurannya edisi ke-2. Pustaka Pelajar: Jakarta, 2011.
26. Anastasya G. Karakteristik penderita HIV/AIDS di pusat pelayanan khusus (pusyansus) klinik
voluntary counceling and testing (VCT) RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2006-2007. Medan:
USU Digital Library, 2008.
27. Sosodoro, dkk. Hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma orang dengan HIV/AIDS
di Kalangan Pelajar SMA. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat 2009; 25(4).
28. Dewi DM, Wuandari LPL, Karmaya NM. Kerentanan perempuan terhadap penularan IMS dan HIV:
gambaran perilaku seksual berisiko di kota Denpasar. Public Health and Preventive Medicine
Archieve 2013; 1(1).