Best Practice dan Bad Practice Pelaksana

Best Practice dan Bad Practice Pelaksanaan CSR Pertamina TBBM Rewulu
(Studi Kasus: Program Pemberdayaan Masyarakat Melalui Diversifikasi Pertanian)
(Hanna Marthatya Hakim)
1. Pendahuluan: Pelaksanaan CSR TBBM Pertamina Rewulu
PT. Pertamina (Persero) menerapkan CSR di seluruh wilayah operasional termasuk
terminal BBM yaitu Pertamina Rewulu. Secara peraturan, Pertamina Rewulu melakukan CSR
karena kebijakan mandatori Pertamina Pusat melalui melalui Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 Pasal 74 Ayat 2 tentang Perseroan Terbatas dan Keputusan Kementerian BUMN Nomor
KEP-04/MBU/2007. Komitmen ini diimplementasikan kedalam kebijakan Coorporate Social
Responsibility (CSR) TBBM Rewulu. Bagi TBBM Rewulu prgram CSR tidak semata-mata
urusan bisnis maupun mengenai peraturan yang mengikat, tetapi juga dari sisi sosial, program
CSR yang dijalankan merupakan investasi jangka panjang dalam menjaga hubungan
interpersonal dengan warga. Tim CSR TBBM Rewulu tidak hanya melihat dari sisi pandang
kebutuhan pokok, namun justru mencoba untuk mengembangkan paradigma kehidupan yang
bersinergi, sehingga masyarakat mampu memberdayakan diri mereka sendiri.
Dalam awal pelaksanaannya, CSR TBBM Rewulu memiliki 9 program yang
dijalankan, namun setelah evaluasi untuk menilai kualitas program yang dijalankan secara
berkala, terjadi pemfokusan program. Ada dua syarat program dapat dilanjutkan yakni
program tersebut dapat dikembangkan dan masyarakat memiliki antusias untuk
menjalankannya. Hasil dari evaluasi tersebut menghasilkan program utama yakni CSR Jamu,
CSR Pertanian, dan CSR Bank Sampah. Setiap program utama memiliki input, hasil yang

didapat, tujuan hasil, dan tujuan utama program. Karena ketiga program telah memenuhi
target maka ketiga program utama tersebut dilanjutkan setiap tahun sampai sekarang. Berikut
ini akan memaparkan salah satu best practice dan bad practice dari salah satu program
utama, yaitu CSR pertanian.
2. Best Practice dan Bad Practice
Konsep ‘best practice’ dan ‘bad practice’ secara luas digunakan dalam berbagai
bidang yang berkaitan dengan pelayanan yang berhubungan dengan orang banyak. Konsep
‘best prctice’ sendiri dapat diartikan sebagai cara yang paling efisien dan efektif dalam
melakukan sesuatu; cara yang menggunakan sumber daya minimum namun tetap

memberikan hasil yang optimal. Best practice tidak berarti bahwa proses atau hasil yang
sempurna, juga bukan berarti tidak adanya kendala pada apa yang dapat dicapai, tetapi harus
menunjukkan usaha yang terbaik demi mencapainya. Sedangkan konsep ‘bad practice’
adalah terjadinya kegagalan dan kurang efisiennya suatu program.

Seperti penggunaan

sumber daya secara besar-besaran namun hasilnya tidak sesuai dengan biaya yang
dikeluarkan.
a. Best Practice



Implementasi Diversifikasi Pertanian
Masyarakat Dusun Plawonan, Desa Argomulyo sebelumnya mengalami masalah

pertanian diakibatkan kekurangan sumber air. Pada tahun 2013, TBBM Rewulu memberikan
bantuan berupa sarana irigasi untuk membantu warga mencukupi kebutuhan air pertanian.
Seiring waktu berjalan, hasil panen padi kurang bagus dikarenakan tingkat kesuburan tanah
yang kurang. Dari sini, TBBM Rewulu mendampingi warga dalam penerapan Diversifikasi
Pertanian di Dusun Plawonan.
Upaya implementasi diversifikasi pertanian ini dalam rangka meningkatkan nilai
penghasilan ekonomi para petani, yaitu penanaman bawang merah dan cabe. Kegiatan ini
belum pernah dilaksanakan di Dusun Plawonan, sehingga metode ini menjadikan hal yang
pertama sekaligus uji coba pertama kalinya bagi para petani.
Petani yang tergabung dalam kelompok tani Ngudi telah banyak merasakan manfaat
salah satunya ilmu baru dalam metode penanaman bawang merah dan cabe.

Kegiatan

penanaman bawang merah dan cabe ini membutuhkan perhatian yang lebih ekstra. Namun

hasil jerih payah tersebut terbayarkan setelah kelompok petani Ngudi Makmur berhasil
menambahkan penghasilan sekitar Rp 4.400.000,00 dalam waktu 2 bulan atau satu kali panen
dibandingkan penghasilan padi yang membutuhkan masa panen lebih lama, yaitu sekitar 4
bulan. Peningkatan hasil pertanian juga sangat dirasakan masyarakat setelah penerapan
diversifikasi pertanian di daerah tersebut sehingga secara tidak langsung perekonomian para
petani ikut meningkat dan performa CSR TBBM Rewulu juga ikut meningkat.
b. Bad Practice
Pada awalnya terdapat penolakan dari kelompok terkait penerapan diversifikasi
pertanian dikarenakan program tersebut sempat berjalan di kalangan petani tertentu saja.
Setelah melihat adanya kelompok yang berhasil, beberapa kelompok petani lainnya
terbentuk. Akan tetapi, dalam penerapan awal terkait dengan diversifikasi pertanian yang
salah satunya adalah penanaman tanaman organik, masih ada kelompok masyarakat yang

sebelumnya menolak. Pada proses bagaiamana untuk membuat petani mencoba dan
menerapkan diversifikasi pertanian pada lahan sawah milik mereka untuk pertama kalinya,
tim CSR TBBM Rewulu sempat memulai dengan salah. Hal ini dikarenakan sempat
terwujudnya permintaan masyarakat yang melebar, seperti salah satu permintaan anggota
kelompok petani yang meminta hewan ternak untuk mendapatkan pupuk organik.
Diawali dengan adanya proses peralihan dari jenis program yang bersifat charity ke
jenis program bersifat empowerment, diversifikasi pertanian menjadi salah satu program yang

masih memiliki sifat tersebut sekaligus. Dalam proses awalnya terlihat bagaimana
masyarakat merupakan kelompok yang pasif dan berniat untuk mendapatkan keuntungan bagi
aktor-aktor tertentu. Disini, terlihat adanya proses komunikasi yang tidak efisien.
Kelompok petani merupakan salah satu kelompok yang menerapkan alih teknologi
dan terjadinya transfer ilmu pengetahuan dengan cara komunikasi verbal antar petani itu
sendiri (tradisional verbal). Sehingga, jelas dalam proses pemilihan jenis tanaman yang akan
ditanam oleh kelompok, maupun pemetaan kebutuhan dan keinginan petani masih didasari
oleh keinginan beberapa aktor yang mewakili, belum mewakili keseluruhan petani. Hal ini
membuat kecenderungan hilangnya ide-ide cemerlang yang mungkin dimiliki oleh petani
pada level grass-root yang kemudian akhirnya hanya menjadi wacana karena proses
komunikasi terbatas.
3. Penutup
Upaya Tim CSR TBBM Rewulu dalam meningkatakan perekonomian masyarakat
melalui penerapan diversifikasi pertanian pada bidang pertanian cukup berhasil meskipun
pada awalnya sempat terjadi penolakan di kalangan masyarakat. Setelah program tersebut
berjalan dan penerapan diversifikasi pertanian mulai dijalankan masyarakat, hasil panen
masyarakat menjadi meningkat sehingga perekonomian masyarakat semakin meningkat,
barulah banyak petani yang akhirnya menerapkan diversifikasi pertanian dalam lahan
pertaniannya. Sehingga, program pemberdayaan masyarakat ini menjadi salah satu best
practice dalam rangkaian program CSR Pertamina TBBM Rewulu.

Namun dalam penerapannya, bad practice masih terlihat karena adanya bentuk
komunikasi yang kurang efisien antara tim CSR dengan petani dikarenakan masih adanya
permintaan yang melebar oleh beberapa aktor yang mewakili kelompok petani dan belum
terlihat bagaimana proses diversifikasi pertanian melibatkan pilihan dari seluruh petani.

Sumber Referensi

Herminawati, A. (2014). Analisis CSR PT Pertamina TBBM Rewulu (Thesis). Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Kementerian Lingkungan Hidup RI. (2014). Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Penilaian
Proper 2013-2014 PT Pertamina TBBM Rewulu. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup RI.
Pertamina. (2014, October 13). Dorong Kemandirian Warga dengan Ternak Kambing Peranakan
Etawa. Energia Weekly , hal. 7.