Otonomi Daerah dan Perdagangan Internal
vol xil {1}, 2004
J,tvy,
=..i(glJ SIIJJ
P iIIJJJ;\}JgU}J
OTONOMI DAERAH DAN PERDAGANGAN INTERF{AL
BEBAS E}I INE}ONE$IA
Ofeh
feo Ag*sfiha
INDON ESIA'S EXFORT PERFORMANCE:
A DECOMPOSED CONSTANT NfiARKET SHARE
ANALYSTS ,l$g2 -?;0,e2
By:
hrf
axensrars
}rf Sam b*do
PENGEMBANGAN INVE$TASI DI ERA GLOBALI$A$I
DAN OTONOIIfrI DAER,&H
Oieh: Sukarna Wiranta
EFEKTIVITAS KOMPENSASI SUBSIDI DAN DAMPAK
PENGHAPUSAN SUBSIDI BBM DI INDONESIA
Oleh: Esfa Lestari
PENGEMBANGAN KOMODITI U NGGULAT* YH[*YAH :
KASUS PENGEMBANGAN PRODUK KERAJIHAH
KAYU KELAPA DI KABUPATEF* SLEffiAH
PROVINSI D.I- YOGYAKARTA
Ofefi. frina ftfuruf Frfnfr
SUSUNAN PENGURUS JURNAL EKONOMI DAN
PEMBANGUNAN
PUSAT PENELITIAN EKONOMI
Penerbit
Pelindung
Pusat Penelitian Ekonomi - Lembaga llmu
Pengetahuan lndonesia (P2E-LlPl)
Deputi Bidang llmu Pengetahuan Sosial
dan Kemanusiaan-LlPl
PenanggungJawab
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi (P2E-
JURNAL
EKONOMI dan
PEMBANGUNAN
LrPr)
Pimpinan Umum/Redaksi
Dewan Redaksi
Drs. Sukama \Mranta, MA, APU.
Dr. Carunia Mulya Firdausy,
MA.,APU
Dr. Syarif Hidayat
Dr. \Mjaya Adi, APU
Dr. Masyhuri
Drs. Toerdin S. Usman, M.A
Sekretaris Redaksi
Rokhadi
Distributor
Dra. Sensusiyati
Alamat Redaksi:
Pusat Penelitian Ekonomi- Lembaga llmu Pengetahuan lndonesia
( P2E-LtPt)
Gedung \Mdya Graha Lantai lV
Jln. Jend. Gatot Subroto No.10 Jakarta 12190
Phone: 5207 120, 5251 542 Ext: 61 9
Faks.5262139
PusatPenelitian Ekonomi
Lembaga llmu Pengetahuan lndonesia
P2E - LIPI
,
''
l
.
OTONOMI DAERAH DAN PERDAGANGAN INTERNAL
BEBAS DI INDONESIA
Oleh: Leo Agustinol
Abstrak
The aim of this paper is to critically analyze the current condition
of free domestic trade in Indonesia in the beginning period of Regional
Autonomy's implementation. From the theoretical points of view, free
domestic trade promises much benefits to many occasion namely,
producers, consumers, labors, local economy as well as national
economy.
Unfortunately however, in terms of business atmosphere, the
implementation of Regional Autonomy brings to many dis-advantages' It
is found in many places that market mechanism as a fundamental
prerequisite of free domestic trade does not clearly exist. A set of
recommendations aimed at eliminating the negative impacts of
implementations of Regional Autonomy is given in the end of this paper.
Pendahuluan
Perubahan konstelasi sosial-politik mondial, pada Abad
21, dimulai pada 1989 manakala Tembok Berlin -yang dulu
memisahkan Negara Jerman Barat dan Jerman Timur-- di
rubuhkan. Efek domino yang menyertai keruntuhan tembok
tersebut telah memberikan dampak positif terhadap liberalisasi
ekonomi dan politik di dunia internasional dengan menguatnya
I
Pengajar di FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Serang
/ssN.0854-526X
Jumal Ekonomi
dat pembugunan (JEp),
Xll. g,
kapitalisme dan demokratisme di seantero jagad. Efek itu pun
merasuk serta memberikan signifikan pada iklim sosial_politik
lndonesia yang otoritarian dan
ini tenrujud dua
decade
kemudian dengan lahirnya Orde Reformasi.
Yang dirahirkan oreh orde Reformasi bukan hanya
liberalisasi politik, seperti: pemirihan presiden langsung,
restruksturisasi ketatanegaraan, hingga
desentralisasi
kewenangan (otonomi daerah) tetapi juga riberarisasi
ekonomi,
antara lain dengan diterapkannya privatisasi, merger badanbadan usaha bermasalah, hingga perdagangan internat bebas.
Liberalisasi ekonomi dan liberalisasi politik seperti yang
kita dilihat saat ini merupakan konsekuensi logis dari fenomena
globalisasi. Globalisasi dapat diartikan sebagai,,...pemadatan
dunia dan intensifikasi kesadaran dunia sebagai satu
keseluruhan" (Robertson, 1gg2: g) atau "intensifikasi relasi_
relasi sosial seluas dunia yang menghubungkan lokalitaslokalitas berjauhan sedemikian rupa sehingga peristiwa di
satu
tempat ditentukan oleh peristiwa lain yang terjadi bermil-mil
jaraknya darisitu dan sebaliknya" (Giddens,
19g0: 64).
Pengalaman dunia yang semakin mondiar (gtobarize),
dalam konteks liberalisasi ekonomi, menunjukkan bahwa jika
suatu negara mengizinkan pemerintahnya untuk mengenakan
pajak dan terlibat secara aktif dalam melarang serta
mengatur
lalu lintas perdagangan bebas bagi para warga masyarakatnya,
maka perekonomian masyarakat tersebut dapaflah dipastikan
akan mengalami kemerosotan. Hal ini dapat
Jr4xlalf*Effi.da$,
2A 4
dikonfirmasi
dimajalah berita terkemuka, The Economisf, yang menurunkan
tssN.0854-526X
lJHfi,xtl(4,120.
serangkaian tulisan ekonom terkemuka yang mengatakan
bahwa negara-negara paling miskin di dunia, seperti di Afrika
sub-Sahara menderita kemiskinan oleh karena kurang globalize
(The Economist, 13 Maret 2004\ Perekonomian masyarakat
akan menderita - dalam hal ini mengalami kemerosotan dan
kemiskinan - oleh karena pemerintah terlalu terlibat aktif dalam
perdagangan komoditas pasar (mengenakan biaya dan beban
yang tidak perlu pada perdagangan, yang membuat semua
barang-barang menjadi lebih mahal) dan menerbelakangkan
praktik liberalisasi ekonomi, sehingga mengakibatkan
masyarakat membeli lebih sedikit daripada yang seharusnya
mereka beli. Hal ini akan mengakibatkan penurunan pada
angka produksi, oleh karena hambatan perdagangan yang
ditempatkan pemerintah membatasi perluasan pasar melalui
liberalisasi ekonomi. Sebaliknya, perdagangan internal bebas -
yang akan dibahas luas dalam naskah ini -r sebagai
konsekuensi fenomena logis dari liberalisasi ekonomi yang
telah terjadi lebih dari sepuluh dekade lalu, mengasumsikan
(dan atau membuat) perekonomian menjadi lebih baik.
Ekonomi tumbuh dengan baik dan menghasilkan surplus yang
lebih besar serta membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.
Dengan kemakmuran yang meningkat pendapatan pemerintah
menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, sejak otonomi daerah digulirkan, topik
mengenai perdagangan internal bebas menjadi bahasan yang
berwarna sine qua non dalam rangka memakmurkan daerahdaerah (otonom yang tak kaya di lndonesia). Apalagi didorong
/ssN,0854-526X
llliii,,rLl!#ldi+,,--ffifi
oleh adanya revolusi dibidang teknologi (terutama dalam hal
transportasi dan komunikasi) yang berhasir menghalau kendala
geografis dan mengaburkan batas-batas wilayah sehingga
membawa pada kehidupan yang secara nonfisik tidak lagi
terfragmentasi dan tersegregasi, frme-sp ace distanciationttimespace compression. Konsepsional perdagangan internal bebas
sebagai lokus kemajuan perekonomian di tingkat lokal, jauh-
jauh hari sudah ditetapkan oleh Michael porter (19gg) yang
mengemukakan bahwa keunggulan kompetitif dari setiap
negara amat ditentukan oleh seberapa mampu negara tersebut
dapat menciptakan lingkungan yang menumbuhkan daya saing
dari setiap aktor/daerah di dalamnya.
Namun kekhawatiran muncul ketika pemberlakuan area
perdagangan bebas (free trade) diwujudkan sebagai bagian inti
dari perdagangan internal bebas. Di antara kekhawatiran
tersebut menyangkut kesiapan pelaku usaha di dalam negeri,
terutama kelompok pengusaha mikro dan mezzo (UKM) yang
dominan dalam profil kegiatan usaha
di
lndonesia.
Pertanyaannya sekarang, mampukah para pengusaha mikro
dan mezzo bertahan dan berkompetisi dengan
produk
pengusaha negara-negara lain (khususnya negara maju) di
pasar domestik? Kekhawatiran yang dibalut kecemasan ini
semakin menjadi setelah menelaah format
kebijakan
(khususnya perdagangan) di dalam negeri yang tidak konsisten
dan belum mengarah pada perbaikan iklim usaha perdagangan
domestik. Padahal eksistensi pelaku usaha di pasar
lokat
sangat bergantung pada faktor regulasi tersebut.
/ssrv.0854-526X
lffi rr::rffi trjliffirlnr
Sepertitampak pada implementasi otonomi daerah yang
diberlakukan sejak Januari 2001, dimana begitu banyak fakta
yang mengungkapkan bahwa tahapan awal proses otonomi
daerah ternyata menumbuhkembangkan iklim usaha
perdagangan domestik yang tidak kondusif. Hal ini teriadi
karena penyerahan kewenangan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah direspon dengan upaya-upaya
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain
melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan (Agustino,
2003).
Narasi di atas menggambarkan fenomena - bahkan
nomena - yang cukup mengkhawatirkan menyangkut situasi
perdagangan domestik yang dihadapi oleh pelaku usaha saat
ini. Bahkan kelompok usaha kecil dan mezzo (uKM) seringkali
menjadi pihak yang paling dirugikan akibat perlakuan
pemerintah yang (mungkin secara tidak disadari) bersifat
diskriminatif. Pertanyaan yang kemudian mengemuka,
bagaimana memperbaiki iklim usaha dan mewujudkan
perdagangan internal bebas demi kepentingan kelompok usaha
kecil dan mezzo, sebagai modal untuk berkiprah di pasar
global? sebelum menjawab pertanyaan di muka, terlebih dulu
akan dipaparkan mengenai scope atau ruang lingkup
perdagangan internal bebas sebagai bekal pembahasan yang
lebih dalam selanjutnya. Kemudian dilanjutkan
dengan
kepentingan perdagangan internal bebas bagi kelompok usaha
kecil dan mezzo. Dan, bahasan ketiga, dituangkan mengenai
hambatan-hambatan yang dirasakan oleh para pelaku usaha
,ssN,0851-526X
::ri|=;*&d:ffquryma,
t
iffi:&f
dalam mewujudkan perdagangan intemal bebas di era otonomi
daerah. Tulisan ini akan diakhiri oleh penutup yang memberikan
rekomendasi (alan keluar) dari kelatahan regulasi sertia
keterpatahan hubungan antardaerah, sehingga kelak dapat
menjadi stimulus bagi pembangunan perekonomian daerah,
yang diharapkan juga dapat menyemburat ke perekonomian
regional dan nasional.
ir t.. /ir;=;,iF.$$fi
(SDA) serta sumberdaya manusia (SDM)'
Sebagai
ilustrasi, perdagangan modal berlangsung karena ada
sekelompok pemilik modalyang memiliki modalyang tidak
dipergunakansecarapribadiuntukkegiatanproduktif'
namuntetapdiharapkanakanmendatangkankeuntungan
bagipemiliknya.Tawarantersebutdiisiolehkelompok
yangmembutuhkandanbersediamembayarbalasjasa
Ruang Lingkup Perdagangan lntemal Bebas
ataspenggunaanmodaltersebut'Sementaraitu,
perdagangan tenaga kerja terjadi karena adanya
perbedaan yang menyangkut akan hal: (i) ketersediaan
lstilah perdagangan internal bebas (domestik atau dalam
negeri) memberikan penekanan pada aspek cakupan wilayah
jumlah SDM dari kelompok angkatan keria, dan atau (ii)
tingkat intelektual dan keahlian yang dimiliki setiap sDM.
dengan bidang kerja yang lebih sempil dari perdagangan luar
negeri atau internasional. Perdagangan intemal bebas secara
sederhana diartikan sebagai aktivitas pendistribusian komodilas
dari produsen ke konsumen yang masih berada dalam batrasbatas administratif suatu negara. Di bawah ini lebih lanjut
dijabarkan pengertian konsepsional perdagangan domestik
yang melingkupi empat hal kategori.
O
Menurut Komoditi
Dilihat dari segi komoditasnya, ada empat jenis
komoditiyang lazim diperdagangkan, yakni: (a) barang, (b)
jasa, (c) tenaga kerja, dan (d) modal. Pada dasamya
perdagangan komoditi muncul karena adanya permintaan
(demand) dan penawaran (supply) dari dua daerah yang
memiliki perbedaan struktur potensi sumberdaya alam
,s$v. m5+520(
Menurut Modus dan Pelaku Perdagangan'
Diluar dimensi wilayah, perdagangan domestik
memperlihatkan persamaan karakteristik dengan pola
yangtelahberlakuumum,menyangkutmodusdanpelaku
yang terlibat maupun komoditiyang diperdagangkan' Dari
segi modus dan pelaku, kegiatan perdagangan domestik
dapat terjadi antara; (a) produsen-pedagang, (b)
produsen-konsumen,
(c) pedagang-pedagang, serta
(d)
pedagang-konsumen. Modus tersebut sangat ditentukan
oleh kelengkapan informasi mengenai suatu komoditi.
Perbedaan derajat kelengkapan informasi yang dimiliki
pihak-pihak tertentu serta peluang informasi untuk tetap
bersifat eksklusif, mendorong masuknya pemilik informasi
(dari kelompok pedagang) ke dalam rantai tataniaga guna
/ssN,0854-526X
Jamat Ekonomi dan pembangunan (JEp,), Xlt
mengambil bagian keuntungan
dari penjualan
fl)
2004
suatu
informasi/komoditi.
g
Menurut Dimensi Aktivitas
Perdagangan internal bebas juga dapat dilihat dari
dimensi aktivitas yang melekat, yaitu distribusi dan
transaksi. Keberhasilan suatu perdagangan seringkali
diukur oleh/dari indikator kelancaran distribusi dan
perkembangan transaksi. Kelancaran distribusi dicirikan
oleh ketersediaan produk pada waktu dan tempat yang
tepat. Du'a unsur utama dalam kelancaran distribusi dapat
diindikatori oleh adanya: angkutan (truk, kapal laut,
pesawat udara, kereta api, dll) serta infrastruktur
pendukung (jalan, pelabuhan, dll). Mengingat kondisi
lndonesia dimana teriapat pembagian kewenangan
pengelolaan kedua unsur tersebut antara pemerintah
,,
.:,r
: ,',:'
"
.lurnd.,fu#trtdan: ptrW?j,X#,tll2ffi4
pertukaran dagang dipicu oleh adanya perbedaan potensi
sumberdaya yang dimiliki masing-masing wilayah.
Karakteristik perdagangan yang menonjol ditinjau dari
aspek wilayah adalah adanya perbedaan komoditas yang
diperdagangkan dari atau ke masing-masing wilayah.
Contohnya: dari desa ke kota terjadi aliran bahan baku,
produk pertanian dan tenaga kerja; sedangkan barang jadi
mengalir dari kota ke desa.
Di bawah ini
diilustrasikan mengenai konsep dasar
perdagangan yang berhubungan dengan perbedaan potensi
sumberdaya yang dimiliki oleh wilayah sehingga berwujud pada
perdagangan domestik menufit batas wilayah.
PUsaUBUMN, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau
BUMD, serta Pemerintah Desa/BUMDes, maka integrasi
dan koordinasi sistem menjadi faktor kunci lain demi
keberhasilan penyebaran suatu produUkomoditas.
Menurut Batasan Wilayah.
Pola aliran barang dalam perdagangan domestik
meliputi: (i) daerah pabean dengan luar-daerah pabean,
(ii) daerah desa dengan kota, (iii) antar kabupaten/kota,
(iv) antar provinsi, (v) antar pulau. Seperti dikemukakan
dalam konsep dasar perdagangan, bahwa aktivitas
8
/ssN. 0854-526X
rssN.0854-526X
I
Jumd Ekanonidar M$angrrnarr (JEP)" Xfi'(I) 2004
:,::r:,,,,,,'... , W,Xlr'#)nl4
Selain itu, perkembangan transaksi dicirikan oleh kecepatan
penyelesaian proses, peningkatan nilai, dan penambahan jenis
Konsep Dasar tentang Perdagangan,
llustrasi pada Daerah Produsen Pakaian (Cloth)
Sebelum
Trade
komoditas yang ditransaksikan. Proses transaksi mencakup tiga
hal, yakni: kesepakatan, penyerahan barang, dan pembayaran.
Setelah
Fo
Co
Co
Kemajuan di bidang teknologi memberikan kontribusi besar
sehingga proses tersebut tidak perlu dilakukan pada satu titik
waktu dan tempat (time-space distanciation), yang berbeda
dengan yang diperagakan oleh transaksi/pertukaran pola
tradisional. Saat ini, dengan percepatan mobilitas manusia serta
perkembangan jasa layanan komunikasi, keuangan dan logistik,
proses transaksi justru lebih banyak dilakukan pada waktu dan
tempat yang terpisah, serta menghasilkan output yang lebih besar
per satuan waktu.
Manfaat Perdagangan lnternal Bebas bagi UKM di Era
Otonomi
Penjelasan:
Sebelum berlangsungnya perdagangan dengan daerah lain, daerah A akan memproduksi
pakaian dan mikanan (food1 hanya sejumlah kebutuhan daerah tersebut, yaitu Co & Fo
keunggulan komparalif yang dimiliki masing-masing daerah menyebabkan biaya produksi
makanan di daerah B lebih murah, sehingga akan lebih menguntungkan bagi daerah A untuk
membeli produk makanan dari daerah B. Demikian juga halnya dengan produk pakaian yang
temyata ongkos produksinya akan jauh lebih murah jika dikerjakan di daerah A. Kondisi ini
kemudian mendorong daerah A & B melakukan spesialisasi dengan memproduksi lebih
banyak produk unggulannya untuk dijual ke daerah lainnya sehingga berlangsunglah proses
perdagangan. Pascaperdagangan, daerah A dapat mengkonsumsi lebih banyak makanan
Oengan tidak mengurangi konsumsinya terhadap pakaian yang diproduksinya sendiri. Dengan
demikian, aktivitas perdagangan membawa manfaat baoi produsen dalam bentuk; (a)
perluasan pasar, (b) peningkatan keuntungan, & (c) bertambahnya kemampuan akumulasi
kapital. Baoi tenaoa keria, aktivitas perdagangan mendatangkan manfaat berupa peningkatan
te3empalan kerja, upah, & bentuk kese.iahteraan lain. Manfaat oerdaqanqan baoi konsumen
adalalr kesempatan utk meningkatkan utilitas dengan mengkonsumsi lebih banyak.
Sedangkan manfaat Derdaqanoan secara nasional a.l; (a) efisiensi penggunaan SDA, (b)
surplus produksi, (c) pertumbuhan ekonomi, dan (d) mengurangi kemiskinan
Sumber: Handout Pelatihan Advokasi Perdagangan Domsestik (2002).
Transaksi komoditas yang dihasilkan oleh kelompok usaha
kecil dan mezzo sebagian besar terjadi di dalam negeri dengan
komposisi terbesar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat lndonesia. Sedangkan jumlah dan nilai produk yang
diperdagangkan untuk mengisi pasar ekspor masih (relatif) kecil.
Lagipula jarang sekali komoditas yang dihasilkan oleh kelompok
usaha kecil dan mezo yang tergolong produk ekspor dan terlibat
dalam proses ekspor mulai dari promosi hingga pengiriman
barang. Dalam lanskap ekspor produk kelompok usaha kecil dan
mezzo penguasaan informasi pasar ekspor dengan segala atribut
aktivitasnya dipegang
10
rssN,0854-526X
/ssM 0854-526X
oleh kelompok yang
kemudian
'
Jrflfra'
E
i dain Pstffiargsnan {JFfl'
Nll (1) 2004
memposisikan diri sebagai trading company atau buying agent
(yang berwarna kelompok usaha besar). Keterlibatan kelompok
usaha kecil dan mezzo terbatas pada proses produksi sehingga
dapat dikatakan bahwa kegiatan ekspor oleh kelompok usaha kecil
dan mezzo masih relatif ersazt sebab sesungguhnya sebagian
besar kelompok usaha kecil dan mezzo hanya menghadapi pasar
domestik.
Narasi di atas memberikan gambaran bahwasanya iklim
usaha dalam perdagangan domestik menjadi sangat penting
pelaku usaha kecil dan mezzo dan akan sangat mempengaruhi
kinerja kegiatan usahanya. Upaya untuk
mewujudkan
perdaganganinternalbebas,yangmerupakanbagiandari
konsepsion al free trade, menjadi syarat keharusan dalam rangka
pengembangan kelompok usaha kecil dan mezzo di lndonesia.
Kondisi internal bebas identik dengan kondisi iklim usaha
perdagangan domestik yang bebas hambatan atau tidak
terdistorsi. Hambatan tersebut dapat bersumber dari
kebijakan/regulasi/intervensi pemerintah dan perilaku persaingan
tidak sehat yang dilakukan oleh oknum pengusaha'
Kegiatan perdagangan internal bebas secara konsepsional
akan memberikan manfaat yang lebih besar, disamping tambahan
bentuk manfaat lainnya, yang memungkinkan pelaku usaha
mencapai kinerja yang lebih baik. Bentuk-bentuk manfaat yang
diperoleh dapat ditelaah menurut penerima manfaat, mulai dari
tingkat: pengusaha (produsen), konsumen, tenaga kerja' dan
negara yang membatasi lingkup perdagangan domestik'
12
/ssN. 0854-526X
Manfaat
di Tingkat Produsen. Tidak
adanya hambatan
perdagangan berarti biaya transaksi dapat ditekan seminimal
mungkin sehingga produk memiliki daya saing yang lebih
baik, competitive advantage. Dalam kondisi ini, komoditas
yang ditawarkan dapat lebih mudah diterima oleh pembeli
(buyers) yang berimplikasi pada perluasan pasar. Perluasan
pasar identik dengan peningkatan penjualan
peningkatan keuntungan pengusaha.
dan
Dengan perolehan
keuntungan tersebut, pengusaha
akan
mengalokasikan keuntungannya tersebut
investasi jangka panjang yang
mampu
guna kegiatan
akan
mendukung
kesinambungan dan pengembangan usahanya. Demi
menjamin eksistensi yang mantap di pasar, pengusaha akan
melatih kepekaannya untuk mengikuti kedinamisan pasar
sesuai permintaan pembeli yang akan diterjemahkan dalam
bentuk inovasi. lnovasi tidak hanya terbatas ditujukan untuk
pengembangan produk, namun juga mengkatkan efisiensi.
Manfaat di Tingkat Konsumen. Dengan pasar yang semakin
berkembang konsumen memiliki akses kepada komoditas
yang lebih beragam. Kondisi persaingan yang semakin sehat
mendorong setiap pengusaha untuk melakukan efisiensi
serta ekonomisasi melalui spesialisasi yang berimpak pada
pembentukan harga yang lebih rasional dan murah.
Manfaat di Tingkat Tenaga Kerja. Selain dalam bentuk
benda tak bergerak, bentuk investasi penting lainnya adalah
dalam bentuk tenaga kerja yang merupakan salah satu
/ssN,0854-526X
13
JumalE*onomidan Pernbangunan (JEP), Xlt (1) N04
komponen vital dari suatu'kegiatan usaha, human capital'
Untuk menjaga hubungan yang harmonis antara tenaga kerja
dengan pengusaha, pemilik modal/pengusaha dituntut untuk
mengalokasikan sebagian keuntungan yang diraihnya untuk
kepentingan tenaga kerja, baik dalam peningkatan
pengetahuan, peningkatan upah, maupun dalam bentuk
kesejahteraan lainnya seperti lingkungan kerja yang bersih,
sehat, dan aman.
4.
Manfaat
di Tingkat Lokal dan Nasional.
Penerapan
perdagangan internal bebas di tingkat lokal dan nasional,
minimal akan:
Meningkatkan Efisiensi Ekonomi
Perdagangan (internal) bebas mencerminkan struktur
pasar dalam kerangka persaingan sempurna. Situasi ini akan
memaksa pelaku usaha untuk mempromosikan persaingan
dalam negeri yang lebih besar yang pada akhirnya *'*
merdngsang inovasi kegiatan lain yang berujung pada
efisiensi, serta beroperasi dengan biaya rata-rata produksi
terendah, sehingga rente yang berlebihan (seperti rente-
,, ,.::,,
. , r.
l::li:
.::.i:.irl,i.rr
ii
i
:..::
: ...!
@di
f,ilI004
untuk perkembangan ekonomi lainnya. Artinya,
perdagangan
arus
yang lancar akan mempercepat laju
pertumbuhan industri, utamanya melalui muftiplier effect dan
kondisi surplus produk pertanian yang merupakan komoditas
andalan lndonesia yang akan meningkatkan permintaan
terhadap produk manufaktur dan jasa.
Mengurangi Kemiskinan
Bertambahnya penghasilan sebagai implikasi dari
meningkatnya penjualan secara positif akan memperbaiki
daya beli masyarakat tanpa menimbulkan ketergantungan
seperti halnya program-program pemberian bantuan bagi
rakyat miskin yang lebih didasarkan atas pertimbangan
kesejahteraan daripada pertimbangan efsrbnsi ekonomi.
Sejarah baru-baru ini memperlihatkan bahwa perdagangan
internal bebas menghasilkan pendapatan daerah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan model perdagangan tradisional.
Hal ini, minimal, menunjukkan bahwa perdagangan intemal
bebas mampu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah, bila
dikelola dengan baik dan tepat.
Menciptakan lntegritas Nasional
Dari sudut pandang ekonomi-politik penerapan prinsip
monopolistik) dapat dihaPus.
Hambatan perdagangan antar daerah menghapus
insentif untuk menghasilkan suatu surplus. Pemikiran dasar
persaingan sehat yang bebas hambatan sehingga
memudahkan mobilisasi, diupayakan mampu untuk
menghapus sekat-sekat antar daerah dan "egoisme lokal"
mengenai pengembangan ekonomi memberi pelajaran bahwa
perkembangan surplus mewakili suatu kondisi awal penting
yang mengutamakan kepentingan pribadi, meskipun secara
administratif pemerintahan batas-batas daerah tetap berlaku.
Memacu Perkembangan Ekonomi
14
,ssN,0854-526X
/ssN.0854-526X
15
'
tl::'
setelah berbagai krisis yang melanda, termasuk krisis sosial
dan politik, hal ini tentunya akan membantu lndonesia
t",lti
l@i
' ',r;t,',i
Perdagangan lnternal Bebas
Bentuk Manfaat
Penerima
tariff (non-tarif barrier) akan dilikuidasi agat
ttr{rr'ffi
Tabell. Manfaat Aktivitas Perdagangan Regular dan Aktivitas
terhindar dari ancaman disintegrasi bangsa'
Meningkatkan Daya Saing lnternasional
Pemerintah daerah yang memberlakukan hambatan
tarifl (tariff barrie) dan bukan tariff (non-tariff barrier) akan
menyemburatkan ekonomi biaya tinggi yang menghantui
dimana biaya transaksi dalam negeri yang meningkat dan
merusak daya saing para porodusen lokal/nasional di pasar
internasional. oleh karena itu melalui perdaganan internal
bebas pemberlakuan hambatan tariff (tariff barrier) dan bukan
lf"ffi
Manfaat
Produsen
Perdagangan
Regular
Perdagangan lnternal Bebas
a
Perluasan pasar
a
Perluasan pasar
a
Meningkatkan
a
Meningkatkan keuntungan
keuntungan
a
Bertambahnya
Bertambahnya kemampuan
memupuk modal
kemampuan
Mencapai
memupuk modal
dengan berproduksi pada
kondisi biaya rata-rata
tercipta
efi
siensi produksi
produksi terendah
competitive dan comparative advantage pada skala nasional
yang terangkut pada skala internasional.
Terdorong melakukan
inovasi untuk
pengembangan produk &
efisiensi
Meningkatkan daya saing
produk di pasar domestik
dan internasional
Konsumen
o
o
utilitas dengan
Kesempatan untuk
meningkatkan utilitas dg
mengkonsumsi lebih
mengkonsumsi
banyak
Kesempatan untuk
meningkatkan
lebih banyak
o
Kesempatan untuk memilih
lebih besar karena produk
lebih banyak & beragam
16
,ssN.085+526X
/ssN.0854-526X
17
,i:i::iii!;;
J{nt$iffi
,:
Nasional
,$&Pgt{d!:ttfffF,d
Tercapainyasurplus
Tercapainya surPlus Produksi
Mempercepatpertumbuhan
produksi
ekonomi
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag)
melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sebagai
pihak yang paling berkepentingan dengan isu perdag.angan
internal bebas sudah mencoba menerjemahkan konsep internal
bebas ke dalam visi dan misi kebijakan perdagangan dalam
Mengurangi
Meningkatkan daYa saing
negeri, yaitu:
Kemiskinan
internasional
Mempercepat
Mengurangi kemiskinan
efisiensi
penggunaan
sumberdaya
pertumbuhan
ekonomi
penggunaan sumberdaya
1)
Memperkuatketahanan
ekonomi nasionaldan
2) Misi:
Kondisi Aktual Perdagangan lnternal Bebas yang Dihadapi
Pelaku Usaha
Merujuk pada bagian sebelumnya tergambar bahwa
perdagangan internal bebas memberikan keuntungan yang lebih
dibandingkan dengan model perdagangan tradisional, apalagi
model perdagangan monopolistik ataupun model perdagangan
di
jelas
lndonesia saat otonomi daerah seperti sekarang ini, tampak
bahwa belum ada kebulatan tekad (wittingness) dari seluruh pihak
terkait untuk menerapkan prinsip-prinsip perdagangan internal
bebas. Kondisi iklim usaha bahkan memburuk setelah
implementasi kebijakan otonomi daerah terwujud. Hal ini
menunjukkan bahwa keinginan untuk mewujudkan perdagangan
internal bebas masih sebatas retorika'
18
mewujudkan pasar dalam negeri yang bebas
distorsi, berdaya saing dengan menerapkan mekanisme
pasar yang sehat dan berkeadilan.
integritas bangsa
state-capitalism. Mencermati peta perdagangan domestik
Visi:
/ssN.0854-526X
perdagangan dalam negeri diarahkan untuk
menerapkan; sistem distribusi nasional yang efisien,
efektif dan berkelanjutan, revitalisasi usaha dan lembaga
perdagangan, perlindungan efektif terhadap konsumen,
persaingan usaha yang sehat sekaligus mendorong
peningkatan produksi dalam negeri, menjadi fasilitator
dan penyeimbang pembangunan perdagangan dalam
negeri antardaerah dalam penyelenggaraan otonomi
daerah.
Namun, kelihatannya implementasi atas instruksi hukum
tersebut sangat sulit dilakukan. Situasi yang berkembang pada
era-otonomi daerah seperti saat ini justru menunjukkan bahwa
terjadi perwujudan perdagangan internal bebas yang berjalan
sangat lambat, bahkan bila hendak berkata jujur, pemerintah
daerah justru enggan untuk menjalankan regulasi tersebut.
Sehingga impaknya ialah banyak regulasi-regulasi yang dibuat dan
dilembarkan sama sekali tidak bernafas akan semangat
perdagangan internal bebas, seperti yang digariskan di dalam
,SSN, 085,f-526X
19
b,&ll
art
al' ifilH4F:l&t
l *;M
pedoman kebijakan perdagangan dalam negeri tersebut di atas.
lndikasi ke arah itu setidaknya ditunjukkan oleh dua hal, yakni:
O Pengurangan hambatan (taritf banier dan non-tariff
barrie) dalam perdagangan luar negeri (khususnya
impor) jauh lebih cepat dibandingkan dengan
pengurangan hambatan perdagangan (tariff banier dan
non-tarif banier) dalam negeri, khususnya untuk produk
UKM.
@
dan ekstensifikasi) pajak dan
retribusi (pungutan) bagi barang yg diperdagangkan
Proliferasi '(intensifikasi
di/antardaerah, sebagai implikasi dari penerapan otonomi
daerah yang mendorong pemerintah daerah untuk
memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berkembangnya situasi seperti ini memperjelas potret suram
perdagangan domestiuinternal bebas. Tekanan paling besar
dirasakan oleh pelaku usaha kecil dan me7zo (di lndonesia) yang
banyak menghadapi ketidakadilan. Pertanyaannya, mengapa hal
ini dapat terjadi, apakah Depperindag kesulitan mendapatkan
model operasional dari konsepsional mengenai perdagangan
internal bebas?
selain dari sisi pemerintah, tidak sedikit sikap internal
,,: ',:
;. ,,
...,&$Mlrk
iildttperr
',{nspl;
l{lltffil
mempengaruhi pasar dengan cara yang tidak adil. Berdasar pada
deskripsi di muka, maka dapat dikemukakan dua hal yang menjadi
penyebab distorsi -yang mempengaruhi pembentukan iklim usaha
yang non-kondusif--, yakni
pemerintah dan perilaku pengusaha.
perdagangan domestik
kebijakan/intervensi
Disamping itu, kita tidak dapat mengesampingkan keterlibatan
pihak luar seperti kelompok pemberi kredit (seperti: lnternational
Monetary Fund , Asia Development Bank , World
Bank, hingga Consultative Group for lndonesia ) yang
memberikan asistensi untuk program pemulihan ekonomi sejak
lndonesia memasuki masa krisis, yang justru menerpurukkan
bangsa ini kejurang krisis yang lebih dalam.
Hambatan Perdagangan lnternal Bebas di Era Otonomi
Bagian penting dalam mempelajari kondisi aktual
perdagangan internal bebas yang dihadapi oleh bangsa ini,
khususnya bagi pelaku usaha kecil dan mezo, adalah mengenali
lebih detail anatomi hambatan yang melingkupinya.
Bila
dimanifestasi ada beberapa hambatan yang ditemui oleh pelaku
usaha dalam mewujudkan perdagangan internal bebas
di
pengusaha yang berkontribusi dalam memperburuk iklim usaha
perdagangan internal bebas. Terbukti banyak yang masih belum
mengenali sepenuhnya konsep perdagangan internal bebas,
dimana terdapat sekelompok pengusaha yang masih menuntut
lndonesia, yakni meliputi: bentuk, sumber, serta faktor pendorong
munculnya hambatan tersebut. Merujuk pada pemahaman
tentang konsep perdagangan internal bebas serta arti pentingnya
bagi pengembangan usaha, maka tahapan ini perlu dilakukan
pemberian proteksi dan meminta perlakuan khusus dari
pemerintah. sementara di sisi lain terdapat sekelompok
untuk mengidentifikasi titik lemah/kelemahan sebagai modal untuk
menentukan arah dan strategi perbaikan iklim usaha yang lebih
pengusaha yang memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk
efektif dan efisien.
20
tssN.0854-526X
/sslv.0854-526X
21
Jrmat,# rldanfut
iunaotJ$fr,)$l,tIlW4
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk
hambatan pokok perdagangan yang dihadapi oleh pelaku usaha
dalam kerangka perdagangan internal bebas pada era otonomi
saat ini, yaitu: (a) ketersediaan dan kondisi infrastruktur, (b)
penarikan pungutan resmi oleh pemerintah maupun tidak resmi,
serta (c) perijinan. Kemunculan bentuk-bentuk hambatan tersebut
secara individual atau bersamaan merata hampir di semua daerah
:'::
'
,,lvngl-t:lpr'@rnidafiP€tsangfrsn (JEPLffifizU4
yang kurang profesional. Kondisi ini diperparah lagi dengan
adanya pembagian kewenangan di masing-masing level
pemerintahan dalam penyediaan dan pengelolaan jenis
infrastruktur tertentu, sehingga membatasi ruang gerak satu
instansi/lembaga dengan instansi/lembaga lainnya. Padahal
banyak kasus memperlihatkan buruknya'sistem koordinasi'
antarinstansi/antarlembaga di lndonesia.
di lndonesia.
"
,r,rr
Pungutan
Pungutan
lnfrastruktur
Hambataninfrastrukturyangbanyakditemukandi
lapangan meliputi kesiapan sarana dan prasarana transportasi
(darat, laut, maupun udara), telekomunikasi, listrik, dan sumber
air bersih. Kondisi infrastruktur yang kurang memadai
bukannya menunjang kegiatan usaha malah menciptakan
,,high-cost economf' dimana pengusaha terpaksa memberikan
pengorbanan waktu dan biaya lebih besar -dibandingkan
dengan tersedianya kesiapan sarana dan prasarana- yang
berimplikasi pada penurunan daya saing produk. Penyediaan
danpengelolaaninfrastrukturyangumumnyatergolongpublic
goods lebih banyak dipegang oleh pemerintah di tingkat pusat,
kota dan kabupaten, atau BUMN/D, misalnya jalan antar
provinsi yang ditangani oleh pemerintah provinsi, jalan di
daerah dikelolan oleh pemerintah Kota dan Kabupaten,
pelabuhan laut oleh PT. PELINDO dan bandar udara oleh PT.
Angkasa Pura. Pada umumnya, kondisi aktual sarana dan
prasarana yang dikelola oleh pemerintah dari tingkat pusat
hingga tingkat daerah mencerminkan pengelolaan infrastruktur
lssN. 0854-526X
yang banyak
membebani
aktivitas
perdagangan pengusaha dibedakan menurut aspek hukum
yang melandasi keberadaannya, menjadi pungutan resmi dan
pungutan tidak resmi. Pungutan resmi didasarkan atas
perundangan atau regulasi yang dikeluarkan pemerintah dan
dikenakan pada setiap aktivitas atau obyek dalam bentuk pajak
(antara lain Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai,
Pajak Bumi & Bangunan, Pajak Kendaraan Bermotor, dll.),
retribusi (retribusi kebersihan, retribusi pasar, retribusi
keamanan, dll.), atau sumbangan pihak ketiga (SPK).
Sedangkan, pungutan tidak resmi dibedakan menjadi pungutan
yang menyertai pungutan resmi (dipungut oleh oknum-oknum)
serta pungutan dari lembaga atau pihak yang berdiri sendiri
(preman, asosiasi, organisasi masyarakat, dll.). Keberadaan
pungutan dipandang sebagai hambatan oleh karena: (1)
proporsinya dari biaya produksi cukup besar sehingga
mempengaruhi daya saing produk; (2) tidak adanya
kompensasi bagi pengusaha terhadap penarikan pungutan
(misalnya dalam bentuk perbaikan sarana dan prasarana); (3)
/ssN
0854-526X
23
dimungkinkannya negosiasi untuk menentukan besarnya
pungutan sehingga sering menimbulkan
praktik
penyalahgunaan lainnYa.
Pemantauan atas implementasi otonomi daerah, di
tengah kesibukan daerah yang tengah menata ulang struktur
organisasi, nuansa kental yang banyak mendapat sorotan
publik adalah upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan
PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan. Padahal
untuk menyelaraskan dengan kebijakan perdagangan dalam
negeri (internal trade), pilihan untuk mengefektifkan sisi
pengeluaran merupakan kebijakan yang (paling) elegan dan
cerdas dibanding dengan upaya proliferasi pungutan' Namun,
Pemda tidak sepenuhnya dapat dipersalahkan atas
berkembangnya situasi tersebut. Terdapat tiga argumentasi
yang mempengaruhi pilihan kebijakan pemerintah daerah
untuk mementingkan sisi penerimaan. Pertama, keterlambatan
pemerintah pusat dalam mengeluarkan berbagai peraturan
pelaksanaan otonomi daerah dan perimbangan keuangan
pusat dan daerah. Kedua, ketidakpastian kecukupan Dana
Alokasi Umum (DAU) masih cukup tinggi, sebagai akibat dari
pelimpahan pegawai pusat ke daerah, kenaikan gaji pegawai
yang berlaku surut, dan isu pengalihan bentuk DAU dari uang
menjadi kertas obligasi. Ketiga, PP No. 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom, tidak mengatur kewenangan dan tugas
daerah Kota dan Kabupaten secara langsung, sehingga
menimbulkan keraguan atas kesungguhan implementasi
Perijinan
Aspek perijinan atau legalitas -baik pribadi ataupun
badan/usaha- menjadi isu utama dalam perdagangan intemal
bebas oleh karena keterkaitannya dengan akses kepada
peluang usaha, sumber modal, informasi pasar, serta akses
kepada berbagai transaksi perdagangan. Kesulitan untuk
memperoleh perijinan tentunya akan menyebabkan kendala
pada hal-hal tersebut yang berujung pada ketidakkompetitifan
pengusaha tersebut. Kasus yang seringkali muncul di
lapangan ialah hambatan perijinan membuat hilangnya
kesempatan para pelaku usaha untuk mendapatkan pinjaman
modal dan peluang bisnis bernilai besar. Persoalan dalam
perijinan yang banyak dikeluhkan oleh para pelaku usaha
biasanya mengacu pada proses pengurusan yang
membutuhkan persyaratan yang sangat banyak dengan
prosedur berbelit-belit dan birokratis (redtape) sehingga
memakan waktu yang lama serta membutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Tidak berhenti sampai di sana, seringkali bentuk
perijinan yang dihasilkan tidak efisien karena banyaknya
regulasi yang tumpang tindih (over-lapping) dan tidak berlaku
secara nasional.
Di luar ketiga bentuk hambatan tersebut di muka terdapat
hambatan lainnya yang kemunculannya terbatas pada daerahdaerah tertentu mengikuti karakteristik dan situasi yang
berkembang di daerah bersangkutan, seperti misalnya:
1. Pengendalian Harga, yaitu mengenakan pengendalian
harga maksimum dan minimum (ceiling and floor prices)
otonomi daerah.
24
"
/ssN.0854-526X
/ssN. 0854-526X
25
I,I Jg-,ffig
,
,:
idaCIPemban$trnbn'(*l'p?}xil{r}2w
dalam
prinsip ekonomi pasar
wilayah yang sama' Satu diantara
pasar menentukan harga' dan
bebas adalah bahwa
harga
bukan harga dikendalikan' Pengendalian yang
sinyal-sinyal harga
mencegah pasar memberikan
mendistorsi pasar hingga
sesuai, dan oleh karena itu ia
(harga)
di suatu daerah otonom
menuntut suatu harga maksimum
menjual produk
t"i"ntu, maka produsen akan berusaha
jika pengendalian harga membentuk
di luar daerah' Dan,
para pembeli akan membeli
suatu harga minimum, maka
permintaan lokal'
di luar daerah, sehingga mengurangi
Daerah'
2. Penjualan Paksa pada Monopsonis di Tingkat menjual
untuk
yaitu memaksa para produsen daerah
mereka kepada para pembeli
hasil produukomoditas
pemerintah daerah
tertentu, termasuk koperasi milik
:
:
t: '. Jwal& id€pe
gW,Nr{l)2W
pasar bagi para pembeli atau produsen. Rayonisasi
secara konsepsional adalah anti persaingan. Praktik ini
mengamankan pasar-pasar tertentu bagi dan dari pihakpihak tertentu. Tanpa persaingan dalam pasar mereka,
para pemegang hak, dapat membayar harga yang lebih
rendah untuk barang-barang yang mereka butuhkan
untuk keperluan produksi mereka sendiri; dan meminta
harga tinggi untuk produk-produk yang telah mereka
di
atas barang-barang yang dijual/dihasilkan
pengendalian
hulu produksi. Logikanya, jika
,
hasilkan.
5.
Pembatasan Kuantitatif pada Perdagangan Antanrilayah,
yaitu mengenakan kuota-kuota pada barang-barang dan
komoditas-komoditas yang dilibatkan dalam
perdagangan internal bebas antardaerah. Sepenuhnya
tidak ada pembenaran ekonomi untuk mengenakan
pembatasan kuantitatif pada perdagangan antardaerah
atau
karena pembatasan mengurangi produksi
dan
meningkatkan biaya.
misalnYa.
3.
yaitu memaksa
Program Kemitraan yang Dipaksakan'
kecil dan mezzo
atau menekan para produsen skala
program kemitraan'
seperti para petani dalam berbagai
para produsen akan
Dalam perekonomian yang bebas'
dpa pun yang paling
bergerak menuju ke kesempatan
choice' Jika kemitraan
dapat membantu mereka' rational
terjadi secara alami' dan
tersebut berharga, mereka akan
harus sepenuhnyt
keterlibatan dalam program tersebut
bersifat sukarela.
4.
26
yaitu memberi
Rayonisasi (alokasi pasar daerah)'
dan atau
pembagian wilayah pemasaran/produksi
27
flr:i,':ii.rir:qr,;ii1;.i-littlriiiiii[]r.+
itj:s#i,W
dg,JFl,#
#t'6''LlW
Tabel2. Anatomi Hambatan Perdagangan lnternal Bebas
Pungutan
di lndonesia
KelomPok Hambatan
lnfrastruktur
Proporsiterhadap
Upaya Pemda
biaya produksi
meningkatkan
besar sehingga
PAD, karena
mengganggu
DAU hanya
likuiditas
mencukupi
Setiap daerah
untuk
memiliki kebijakan
membiayai
Bentuk
Sumber
Faktor
Hambatan/Kasus
Hambatan
Pendorong
.tatan: t
J,tvy,
=..i(glJ SIIJJ
P iIIJJJ;\}JgU}J
OTONOMI DAERAH DAN PERDAGANGAN INTERF{AL
BEBAS E}I INE}ONE$IA
Ofeh
feo Ag*sfiha
INDON ESIA'S EXFORT PERFORMANCE:
A DECOMPOSED CONSTANT NfiARKET SHARE
ANALYSTS ,l$g2 -?;0,e2
By:
hrf
axensrars
}rf Sam b*do
PENGEMBANGAN INVE$TASI DI ERA GLOBALI$A$I
DAN OTONOIIfrI DAER,&H
Oieh: Sukarna Wiranta
EFEKTIVITAS KOMPENSASI SUBSIDI DAN DAMPAK
PENGHAPUSAN SUBSIDI BBM DI INDONESIA
Oleh: Esfa Lestari
PENGEMBANGAN KOMODITI U NGGULAT* YH[*YAH :
KASUS PENGEMBANGAN PRODUK KERAJIHAH
KAYU KELAPA DI KABUPATEF* SLEffiAH
PROVINSI D.I- YOGYAKARTA
Ofefi. frina ftfuruf Frfnfr
SUSUNAN PENGURUS JURNAL EKONOMI DAN
PEMBANGUNAN
PUSAT PENELITIAN EKONOMI
Penerbit
Pelindung
Pusat Penelitian Ekonomi - Lembaga llmu
Pengetahuan lndonesia (P2E-LlPl)
Deputi Bidang llmu Pengetahuan Sosial
dan Kemanusiaan-LlPl
PenanggungJawab
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi (P2E-
JURNAL
EKONOMI dan
PEMBANGUNAN
LrPr)
Pimpinan Umum/Redaksi
Dewan Redaksi
Drs. Sukama \Mranta, MA, APU.
Dr. Carunia Mulya Firdausy,
MA.,APU
Dr. Syarif Hidayat
Dr. \Mjaya Adi, APU
Dr. Masyhuri
Drs. Toerdin S. Usman, M.A
Sekretaris Redaksi
Rokhadi
Distributor
Dra. Sensusiyati
Alamat Redaksi:
Pusat Penelitian Ekonomi- Lembaga llmu Pengetahuan lndonesia
( P2E-LtPt)
Gedung \Mdya Graha Lantai lV
Jln. Jend. Gatot Subroto No.10 Jakarta 12190
Phone: 5207 120, 5251 542 Ext: 61 9
Faks.5262139
PusatPenelitian Ekonomi
Lembaga llmu Pengetahuan lndonesia
P2E - LIPI
,
''
l
.
OTONOMI DAERAH DAN PERDAGANGAN INTERNAL
BEBAS DI INDONESIA
Oleh: Leo Agustinol
Abstrak
The aim of this paper is to critically analyze the current condition
of free domestic trade in Indonesia in the beginning period of Regional
Autonomy's implementation. From the theoretical points of view, free
domestic trade promises much benefits to many occasion namely,
producers, consumers, labors, local economy as well as national
economy.
Unfortunately however, in terms of business atmosphere, the
implementation of Regional Autonomy brings to many dis-advantages' It
is found in many places that market mechanism as a fundamental
prerequisite of free domestic trade does not clearly exist. A set of
recommendations aimed at eliminating the negative impacts of
implementations of Regional Autonomy is given in the end of this paper.
Pendahuluan
Perubahan konstelasi sosial-politik mondial, pada Abad
21, dimulai pada 1989 manakala Tembok Berlin -yang dulu
memisahkan Negara Jerman Barat dan Jerman Timur-- di
rubuhkan. Efek domino yang menyertai keruntuhan tembok
tersebut telah memberikan dampak positif terhadap liberalisasi
ekonomi dan politik di dunia internasional dengan menguatnya
I
Pengajar di FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Serang
/ssN.0854-526X
Jumal Ekonomi
dat pembugunan (JEp),
Xll. g,
kapitalisme dan demokratisme di seantero jagad. Efek itu pun
merasuk serta memberikan signifikan pada iklim sosial_politik
lndonesia yang otoritarian dan
ini tenrujud dua
decade
kemudian dengan lahirnya Orde Reformasi.
Yang dirahirkan oreh orde Reformasi bukan hanya
liberalisasi politik, seperti: pemirihan presiden langsung,
restruksturisasi ketatanegaraan, hingga
desentralisasi
kewenangan (otonomi daerah) tetapi juga riberarisasi
ekonomi,
antara lain dengan diterapkannya privatisasi, merger badanbadan usaha bermasalah, hingga perdagangan internat bebas.
Liberalisasi ekonomi dan liberalisasi politik seperti yang
kita dilihat saat ini merupakan konsekuensi logis dari fenomena
globalisasi. Globalisasi dapat diartikan sebagai,,...pemadatan
dunia dan intensifikasi kesadaran dunia sebagai satu
keseluruhan" (Robertson, 1gg2: g) atau "intensifikasi relasi_
relasi sosial seluas dunia yang menghubungkan lokalitaslokalitas berjauhan sedemikian rupa sehingga peristiwa di
satu
tempat ditentukan oleh peristiwa lain yang terjadi bermil-mil
jaraknya darisitu dan sebaliknya" (Giddens,
19g0: 64).
Pengalaman dunia yang semakin mondiar (gtobarize),
dalam konteks liberalisasi ekonomi, menunjukkan bahwa jika
suatu negara mengizinkan pemerintahnya untuk mengenakan
pajak dan terlibat secara aktif dalam melarang serta
mengatur
lalu lintas perdagangan bebas bagi para warga masyarakatnya,
maka perekonomian masyarakat tersebut dapaflah dipastikan
akan mengalami kemerosotan. Hal ini dapat
Jr4xlalf*Effi.da$,
2A 4
dikonfirmasi
dimajalah berita terkemuka, The Economisf, yang menurunkan
tssN.0854-526X
lJHfi,xtl(4,120.
serangkaian tulisan ekonom terkemuka yang mengatakan
bahwa negara-negara paling miskin di dunia, seperti di Afrika
sub-Sahara menderita kemiskinan oleh karena kurang globalize
(The Economist, 13 Maret 2004\ Perekonomian masyarakat
akan menderita - dalam hal ini mengalami kemerosotan dan
kemiskinan - oleh karena pemerintah terlalu terlibat aktif dalam
perdagangan komoditas pasar (mengenakan biaya dan beban
yang tidak perlu pada perdagangan, yang membuat semua
barang-barang menjadi lebih mahal) dan menerbelakangkan
praktik liberalisasi ekonomi, sehingga mengakibatkan
masyarakat membeli lebih sedikit daripada yang seharusnya
mereka beli. Hal ini akan mengakibatkan penurunan pada
angka produksi, oleh karena hambatan perdagangan yang
ditempatkan pemerintah membatasi perluasan pasar melalui
liberalisasi ekonomi. Sebaliknya, perdagangan internal bebas -
yang akan dibahas luas dalam naskah ini -r sebagai
konsekuensi fenomena logis dari liberalisasi ekonomi yang
telah terjadi lebih dari sepuluh dekade lalu, mengasumsikan
(dan atau membuat) perekonomian menjadi lebih baik.
Ekonomi tumbuh dengan baik dan menghasilkan surplus yang
lebih besar serta membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.
Dengan kemakmuran yang meningkat pendapatan pemerintah
menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, sejak otonomi daerah digulirkan, topik
mengenai perdagangan internal bebas menjadi bahasan yang
berwarna sine qua non dalam rangka memakmurkan daerahdaerah (otonom yang tak kaya di lndonesia). Apalagi didorong
/ssN,0854-526X
llliii,,rLl!#ldi+,,--ffifi
oleh adanya revolusi dibidang teknologi (terutama dalam hal
transportasi dan komunikasi) yang berhasir menghalau kendala
geografis dan mengaburkan batas-batas wilayah sehingga
membawa pada kehidupan yang secara nonfisik tidak lagi
terfragmentasi dan tersegregasi, frme-sp ace distanciationttimespace compression. Konsepsional perdagangan internal bebas
sebagai lokus kemajuan perekonomian di tingkat lokal, jauh-
jauh hari sudah ditetapkan oleh Michael porter (19gg) yang
mengemukakan bahwa keunggulan kompetitif dari setiap
negara amat ditentukan oleh seberapa mampu negara tersebut
dapat menciptakan lingkungan yang menumbuhkan daya saing
dari setiap aktor/daerah di dalamnya.
Namun kekhawatiran muncul ketika pemberlakuan area
perdagangan bebas (free trade) diwujudkan sebagai bagian inti
dari perdagangan internal bebas. Di antara kekhawatiran
tersebut menyangkut kesiapan pelaku usaha di dalam negeri,
terutama kelompok pengusaha mikro dan mezzo (UKM) yang
dominan dalam profil kegiatan usaha
di
lndonesia.
Pertanyaannya sekarang, mampukah para pengusaha mikro
dan mezzo bertahan dan berkompetisi dengan
produk
pengusaha negara-negara lain (khususnya negara maju) di
pasar domestik? Kekhawatiran yang dibalut kecemasan ini
semakin menjadi setelah menelaah format
kebijakan
(khususnya perdagangan) di dalam negeri yang tidak konsisten
dan belum mengarah pada perbaikan iklim usaha perdagangan
domestik. Padahal eksistensi pelaku usaha di pasar
lokat
sangat bergantung pada faktor regulasi tersebut.
/ssrv.0854-526X
lffi rr::rffi trjliffirlnr
Sepertitampak pada implementasi otonomi daerah yang
diberlakukan sejak Januari 2001, dimana begitu banyak fakta
yang mengungkapkan bahwa tahapan awal proses otonomi
daerah ternyata menumbuhkembangkan iklim usaha
perdagangan domestik yang tidak kondusif. Hal ini teriadi
karena penyerahan kewenangan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah direspon dengan upaya-upaya
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain
melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan (Agustino,
2003).
Narasi di atas menggambarkan fenomena - bahkan
nomena - yang cukup mengkhawatirkan menyangkut situasi
perdagangan domestik yang dihadapi oleh pelaku usaha saat
ini. Bahkan kelompok usaha kecil dan mezzo (uKM) seringkali
menjadi pihak yang paling dirugikan akibat perlakuan
pemerintah yang (mungkin secara tidak disadari) bersifat
diskriminatif. Pertanyaan yang kemudian mengemuka,
bagaimana memperbaiki iklim usaha dan mewujudkan
perdagangan internal bebas demi kepentingan kelompok usaha
kecil dan mezzo, sebagai modal untuk berkiprah di pasar
global? sebelum menjawab pertanyaan di muka, terlebih dulu
akan dipaparkan mengenai scope atau ruang lingkup
perdagangan internal bebas sebagai bekal pembahasan yang
lebih dalam selanjutnya. Kemudian dilanjutkan
dengan
kepentingan perdagangan internal bebas bagi kelompok usaha
kecil dan mezzo. Dan, bahasan ketiga, dituangkan mengenai
hambatan-hambatan yang dirasakan oleh para pelaku usaha
,ssN,0851-526X
::ri|=;*&d:ffquryma,
t
iffi:&f
dalam mewujudkan perdagangan intemal bebas di era otonomi
daerah. Tulisan ini akan diakhiri oleh penutup yang memberikan
rekomendasi (alan keluar) dari kelatahan regulasi sertia
keterpatahan hubungan antardaerah, sehingga kelak dapat
menjadi stimulus bagi pembangunan perekonomian daerah,
yang diharapkan juga dapat menyemburat ke perekonomian
regional dan nasional.
ir t.. /ir;=;,iF.$$fi
(SDA) serta sumberdaya manusia (SDM)'
Sebagai
ilustrasi, perdagangan modal berlangsung karena ada
sekelompok pemilik modalyang memiliki modalyang tidak
dipergunakansecarapribadiuntukkegiatanproduktif'
namuntetapdiharapkanakanmendatangkankeuntungan
bagipemiliknya.Tawarantersebutdiisiolehkelompok
yangmembutuhkandanbersediamembayarbalasjasa
Ruang Lingkup Perdagangan lntemal Bebas
ataspenggunaanmodaltersebut'Sementaraitu,
perdagangan tenaga kerja terjadi karena adanya
perbedaan yang menyangkut akan hal: (i) ketersediaan
lstilah perdagangan internal bebas (domestik atau dalam
negeri) memberikan penekanan pada aspek cakupan wilayah
jumlah SDM dari kelompok angkatan keria, dan atau (ii)
tingkat intelektual dan keahlian yang dimiliki setiap sDM.
dengan bidang kerja yang lebih sempil dari perdagangan luar
negeri atau internasional. Perdagangan intemal bebas secara
sederhana diartikan sebagai aktivitas pendistribusian komodilas
dari produsen ke konsumen yang masih berada dalam batrasbatas administratif suatu negara. Di bawah ini lebih lanjut
dijabarkan pengertian konsepsional perdagangan domestik
yang melingkupi empat hal kategori.
O
Menurut Komoditi
Dilihat dari segi komoditasnya, ada empat jenis
komoditiyang lazim diperdagangkan, yakni: (a) barang, (b)
jasa, (c) tenaga kerja, dan (d) modal. Pada dasamya
perdagangan komoditi muncul karena adanya permintaan
(demand) dan penawaran (supply) dari dua daerah yang
memiliki perbedaan struktur potensi sumberdaya alam
,s$v. m5+520(
Menurut Modus dan Pelaku Perdagangan'
Diluar dimensi wilayah, perdagangan domestik
memperlihatkan persamaan karakteristik dengan pola
yangtelahberlakuumum,menyangkutmodusdanpelaku
yang terlibat maupun komoditiyang diperdagangkan' Dari
segi modus dan pelaku, kegiatan perdagangan domestik
dapat terjadi antara; (a) produsen-pedagang, (b)
produsen-konsumen,
(c) pedagang-pedagang, serta
(d)
pedagang-konsumen. Modus tersebut sangat ditentukan
oleh kelengkapan informasi mengenai suatu komoditi.
Perbedaan derajat kelengkapan informasi yang dimiliki
pihak-pihak tertentu serta peluang informasi untuk tetap
bersifat eksklusif, mendorong masuknya pemilik informasi
(dari kelompok pedagang) ke dalam rantai tataniaga guna
/ssN,0854-526X
Jamat Ekonomi dan pembangunan (JEp,), Xlt
mengambil bagian keuntungan
dari penjualan
fl)
2004
suatu
informasi/komoditi.
g
Menurut Dimensi Aktivitas
Perdagangan internal bebas juga dapat dilihat dari
dimensi aktivitas yang melekat, yaitu distribusi dan
transaksi. Keberhasilan suatu perdagangan seringkali
diukur oleh/dari indikator kelancaran distribusi dan
perkembangan transaksi. Kelancaran distribusi dicirikan
oleh ketersediaan produk pada waktu dan tempat yang
tepat. Du'a unsur utama dalam kelancaran distribusi dapat
diindikatori oleh adanya: angkutan (truk, kapal laut,
pesawat udara, kereta api, dll) serta infrastruktur
pendukung (jalan, pelabuhan, dll). Mengingat kondisi
lndonesia dimana teriapat pembagian kewenangan
pengelolaan kedua unsur tersebut antara pemerintah
,,
.:,r
: ,',:'
"
.lurnd.,fu#trtdan: ptrW?j,X#,tll2ffi4
pertukaran dagang dipicu oleh adanya perbedaan potensi
sumberdaya yang dimiliki masing-masing wilayah.
Karakteristik perdagangan yang menonjol ditinjau dari
aspek wilayah adalah adanya perbedaan komoditas yang
diperdagangkan dari atau ke masing-masing wilayah.
Contohnya: dari desa ke kota terjadi aliran bahan baku,
produk pertanian dan tenaga kerja; sedangkan barang jadi
mengalir dari kota ke desa.
Di bawah ini
diilustrasikan mengenai konsep dasar
perdagangan yang berhubungan dengan perbedaan potensi
sumberdaya yang dimiliki oleh wilayah sehingga berwujud pada
perdagangan domestik menufit batas wilayah.
PUsaUBUMN, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau
BUMD, serta Pemerintah Desa/BUMDes, maka integrasi
dan koordinasi sistem menjadi faktor kunci lain demi
keberhasilan penyebaran suatu produUkomoditas.
Menurut Batasan Wilayah.
Pola aliran barang dalam perdagangan domestik
meliputi: (i) daerah pabean dengan luar-daerah pabean,
(ii) daerah desa dengan kota, (iii) antar kabupaten/kota,
(iv) antar provinsi, (v) antar pulau. Seperti dikemukakan
dalam konsep dasar perdagangan, bahwa aktivitas
8
/ssN. 0854-526X
rssN.0854-526X
I
Jumd Ekanonidar M$angrrnarr (JEP)" Xfi'(I) 2004
:,::r:,,,,,,'... , W,Xlr'#)nl4
Selain itu, perkembangan transaksi dicirikan oleh kecepatan
penyelesaian proses, peningkatan nilai, dan penambahan jenis
Konsep Dasar tentang Perdagangan,
llustrasi pada Daerah Produsen Pakaian (Cloth)
Sebelum
Trade
komoditas yang ditransaksikan. Proses transaksi mencakup tiga
hal, yakni: kesepakatan, penyerahan barang, dan pembayaran.
Setelah
Fo
Co
Co
Kemajuan di bidang teknologi memberikan kontribusi besar
sehingga proses tersebut tidak perlu dilakukan pada satu titik
waktu dan tempat (time-space distanciation), yang berbeda
dengan yang diperagakan oleh transaksi/pertukaran pola
tradisional. Saat ini, dengan percepatan mobilitas manusia serta
perkembangan jasa layanan komunikasi, keuangan dan logistik,
proses transaksi justru lebih banyak dilakukan pada waktu dan
tempat yang terpisah, serta menghasilkan output yang lebih besar
per satuan waktu.
Manfaat Perdagangan lnternal Bebas bagi UKM di Era
Otonomi
Penjelasan:
Sebelum berlangsungnya perdagangan dengan daerah lain, daerah A akan memproduksi
pakaian dan mikanan (food1 hanya sejumlah kebutuhan daerah tersebut, yaitu Co & Fo
keunggulan komparalif yang dimiliki masing-masing daerah menyebabkan biaya produksi
makanan di daerah B lebih murah, sehingga akan lebih menguntungkan bagi daerah A untuk
membeli produk makanan dari daerah B. Demikian juga halnya dengan produk pakaian yang
temyata ongkos produksinya akan jauh lebih murah jika dikerjakan di daerah A. Kondisi ini
kemudian mendorong daerah A & B melakukan spesialisasi dengan memproduksi lebih
banyak produk unggulannya untuk dijual ke daerah lainnya sehingga berlangsunglah proses
perdagangan. Pascaperdagangan, daerah A dapat mengkonsumsi lebih banyak makanan
Oengan tidak mengurangi konsumsinya terhadap pakaian yang diproduksinya sendiri. Dengan
demikian, aktivitas perdagangan membawa manfaat baoi produsen dalam bentuk; (a)
perluasan pasar, (b) peningkatan keuntungan, & (c) bertambahnya kemampuan akumulasi
kapital. Baoi tenaoa keria, aktivitas perdagangan mendatangkan manfaat berupa peningkatan
te3empalan kerja, upah, & bentuk kese.iahteraan lain. Manfaat oerdaqanqan baoi konsumen
adalalr kesempatan utk meningkatkan utilitas dengan mengkonsumsi lebih banyak.
Sedangkan manfaat Derdaqanoan secara nasional a.l; (a) efisiensi penggunaan SDA, (b)
surplus produksi, (c) pertumbuhan ekonomi, dan (d) mengurangi kemiskinan
Sumber: Handout Pelatihan Advokasi Perdagangan Domsestik (2002).
Transaksi komoditas yang dihasilkan oleh kelompok usaha
kecil dan mezzo sebagian besar terjadi di dalam negeri dengan
komposisi terbesar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat lndonesia. Sedangkan jumlah dan nilai produk yang
diperdagangkan untuk mengisi pasar ekspor masih (relatif) kecil.
Lagipula jarang sekali komoditas yang dihasilkan oleh kelompok
usaha kecil dan mezo yang tergolong produk ekspor dan terlibat
dalam proses ekspor mulai dari promosi hingga pengiriman
barang. Dalam lanskap ekspor produk kelompok usaha kecil dan
mezzo penguasaan informasi pasar ekspor dengan segala atribut
aktivitasnya dipegang
10
rssN,0854-526X
/ssM 0854-526X
oleh kelompok yang
kemudian
'
Jrflfra'
E
i dain Pstffiargsnan {JFfl'
Nll (1) 2004
memposisikan diri sebagai trading company atau buying agent
(yang berwarna kelompok usaha besar). Keterlibatan kelompok
usaha kecil dan mezzo terbatas pada proses produksi sehingga
dapat dikatakan bahwa kegiatan ekspor oleh kelompok usaha kecil
dan mezzo masih relatif ersazt sebab sesungguhnya sebagian
besar kelompok usaha kecil dan mezzo hanya menghadapi pasar
domestik.
Narasi di atas memberikan gambaran bahwasanya iklim
usaha dalam perdagangan domestik menjadi sangat penting
pelaku usaha kecil dan mezzo dan akan sangat mempengaruhi
kinerja kegiatan usahanya. Upaya untuk
mewujudkan
perdaganganinternalbebas,yangmerupakanbagiandari
konsepsion al free trade, menjadi syarat keharusan dalam rangka
pengembangan kelompok usaha kecil dan mezzo di lndonesia.
Kondisi internal bebas identik dengan kondisi iklim usaha
perdagangan domestik yang bebas hambatan atau tidak
terdistorsi. Hambatan tersebut dapat bersumber dari
kebijakan/regulasi/intervensi pemerintah dan perilaku persaingan
tidak sehat yang dilakukan oleh oknum pengusaha'
Kegiatan perdagangan internal bebas secara konsepsional
akan memberikan manfaat yang lebih besar, disamping tambahan
bentuk manfaat lainnya, yang memungkinkan pelaku usaha
mencapai kinerja yang lebih baik. Bentuk-bentuk manfaat yang
diperoleh dapat ditelaah menurut penerima manfaat, mulai dari
tingkat: pengusaha (produsen), konsumen, tenaga kerja' dan
negara yang membatasi lingkup perdagangan domestik'
12
/ssN. 0854-526X
Manfaat
di Tingkat Produsen. Tidak
adanya hambatan
perdagangan berarti biaya transaksi dapat ditekan seminimal
mungkin sehingga produk memiliki daya saing yang lebih
baik, competitive advantage. Dalam kondisi ini, komoditas
yang ditawarkan dapat lebih mudah diterima oleh pembeli
(buyers) yang berimplikasi pada perluasan pasar. Perluasan
pasar identik dengan peningkatan penjualan
peningkatan keuntungan pengusaha.
dan
Dengan perolehan
keuntungan tersebut, pengusaha
akan
mengalokasikan keuntungannya tersebut
investasi jangka panjang yang
mampu
guna kegiatan
akan
mendukung
kesinambungan dan pengembangan usahanya. Demi
menjamin eksistensi yang mantap di pasar, pengusaha akan
melatih kepekaannya untuk mengikuti kedinamisan pasar
sesuai permintaan pembeli yang akan diterjemahkan dalam
bentuk inovasi. lnovasi tidak hanya terbatas ditujukan untuk
pengembangan produk, namun juga mengkatkan efisiensi.
Manfaat di Tingkat Konsumen. Dengan pasar yang semakin
berkembang konsumen memiliki akses kepada komoditas
yang lebih beragam. Kondisi persaingan yang semakin sehat
mendorong setiap pengusaha untuk melakukan efisiensi
serta ekonomisasi melalui spesialisasi yang berimpak pada
pembentukan harga yang lebih rasional dan murah.
Manfaat di Tingkat Tenaga Kerja. Selain dalam bentuk
benda tak bergerak, bentuk investasi penting lainnya adalah
dalam bentuk tenaga kerja yang merupakan salah satu
/ssN,0854-526X
13
JumalE*onomidan Pernbangunan (JEP), Xlt (1) N04
komponen vital dari suatu'kegiatan usaha, human capital'
Untuk menjaga hubungan yang harmonis antara tenaga kerja
dengan pengusaha, pemilik modal/pengusaha dituntut untuk
mengalokasikan sebagian keuntungan yang diraihnya untuk
kepentingan tenaga kerja, baik dalam peningkatan
pengetahuan, peningkatan upah, maupun dalam bentuk
kesejahteraan lainnya seperti lingkungan kerja yang bersih,
sehat, dan aman.
4.
Manfaat
di Tingkat Lokal dan Nasional.
Penerapan
perdagangan internal bebas di tingkat lokal dan nasional,
minimal akan:
Meningkatkan Efisiensi Ekonomi
Perdagangan (internal) bebas mencerminkan struktur
pasar dalam kerangka persaingan sempurna. Situasi ini akan
memaksa pelaku usaha untuk mempromosikan persaingan
dalam negeri yang lebih besar yang pada akhirnya *'*
merdngsang inovasi kegiatan lain yang berujung pada
efisiensi, serta beroperasi dengan biaya rata-rata produksi
terendah, sehingga rente yang berlebihan (seperti rente-
,, ,.::,,
. , r.
l::li:
.::.i:.irl,i.rr
ii
i
:..::
: ...!
@di
f,ilI004
untuk perkembangan ekonomi lainnya. Artinya,
perdagangan
arus
yang lancar akan mempercepat laju
pertumbuhan industri, utamanya melalui muftiplier effect dan
kondisi surplus produk pertanian yang merupakan komoditas
andalan lndonesia yang akan meningkatkan permintaan
terhadap produk manufaktur dan jasa.
Mengurangi Kemiskinan
Bertambahnya penghasilan sebagai implikasi dari
meningkatnya penjualan secara positif akan memperbaiki
daya beli masyarakat tanpa menimbulkan ketergantungan
seperti halnya program-program pemberian bantuan bagi
rakyat miskin yang lebih didasarkan atas pertimbangan
kesejahteraan daripada pertimbangan efsrbnsi ekonomi.
Sejarah baru-baru ini memperlihatkan bahwa perdagangan
internal bebas menghasilkan pendapatan daerah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan model perdagangan tradisional.
Hal ini, minimal, menunjukkan bahwa perdagangan intemal
bebas mampu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah, bila
dikelola dengan baik dan tepat.
Menciptakan lntegritas Nasional
Dari sudut pandang ekonomi-politik penerapan prinsip
monopolistik) dapat dihaPus.
Hambatan perdagangan antar daerah menghapus
insentif untuk menghasilkan suatu surplus. Pemikiran dasar
persaingan sehat yang bebas hambatan sehingga
memudahkan mobilisasi, diupayakan mampu untuk
menghapus sekat-sekat antar daerah dan "egoisme lokal"
mengenai pengembangan ekonomi memberi pelajaran bahwa
perkembangan surplus mewakili suatu kondisi awal penting
yang mengutamakan kepentingan pribadi, meskipun secara
administratif pemerintahan batas-batas daerah tetap berlaku.
Memacu Perkembangan Ekonomi
14
,ssN,0854-526X
/ssN.0854-526X
15
'
tl::'
setelah berbagai krisis yang melanda, termasuk krisis sosial
dan politik, hal ini tentunya akan membantu lndonesia
t",lti
l@i
' ',r;t,',i
Perdagangan lnternal Bebas
Bentuk Manfaat
Penerima
tariff (non-tarif barrier) akan dilikuidasi agat
ttr{rr'ffi
Tabell. Manfaat Aktivitas Perdagangan Regular dan Aktivitas
terhindar dari ancaman disintegrasi bangsa'
Meningkatkan Daya Saing lnternasional
Pemerintah daerah yang memberlakukan hambatan
tarifl (tariff barrie) dan bukan tariff (non-tariff barrier) akan
menyemburatkan ekonomi biaya tinggi yang menghantui
dimana biaya transaksi dalam negeri yang meningkat dan
merusak daya saing para porodusen lokal/nasional di pasar
internasional. oleh karena itu melalui perdaganan internal
bebas pemberlakuan hambatan tariff (tariff barrier) dan bukan
lf"ffi
Manfaat
Produsen
Perdagangan
Regular
Perdagangan lnternal Bebas
a
Perluasan pasar
a
Perluasan pasar
a
Meningkatkan
a
Meningkatkan keuntungan
keuntungan
a
Bertambahnya
Bertambahnya kemampuan
memupuk modal
kemampuan
Mencapai
memupuk modal
dengan berproduksi pada
kondisi biaya rata-rata
tercipta
efi
siensi produksi
produksi terendah
competitive dan comparative advantage pada skala nasional
yang terangkut pada skala internasional.
Terdorong melakukan
inovasi untuk
pengembangan produk &
efisiensi
Meningkatkan daya saing
produk di pasar domestik
dan internasional
Konsumen
o
o
utilitas dengan
Kesempatan untuk
meningkatkan utilitas dg
mengkonsumsi lebih
mengkonsumsi
banyak
Kesempatan untuk
meningkatkan
lebih banyak
o
Kesempatan untuk memilih
lebih besar karena produk
lebih banyak & beragam
16
,ssN.085+526X
/ssN.0854-526X
17
,i:i::iii!;;
J{nt$iffi
,:
Nasional
,$&Pgt{d!:ttfffF,d
Tercapainyasurplus
Tercapainya surPlus Produksi
Mempercepatpertumbuhan
produksi
ekonomi
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag)
melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sebagai
pihak yang paling berkepentingan dengan isu perdag.angan
internal bebas sudah mencoba menerjemahkan konsep internal
bebas ke dalam visi dan misi kebijakan perdagangan dalam
Mengurangi
Meningkatkan daYa saing
negeri, yaitu:
Kemiskinan
internasional
Mempercepat
Mengurangi kemiskinan
efisiensi
penggunaan
sumberdaya
pertumbuhan
ekonomi
penggunaan sumberdaya
1)
Memperkuatketahanan
ekonomi nasionaldan
2) Misi:
Kondisi Aktual Perdagangan lnternal Bebas yang Dihadapi
Pelaku Usaha
Merujuk pada bagian sebelumnya tergambar bahwa
perdagangan internal bebas memberikan keuntungan yang lebih
dibandingkan dengan model perdagangan tradisional, apalagi
model perdagangan monopolistik ataupun model perdagangan
di
jelas
lndonesia saat otonomi daerah seperti sekarang ini, tampak
bahwa belum ada kebulatan tekad (wittingness) dari seluruh pihak
terkait untuk menerapkan prinsip-prinsip perdagangan internal
bebas. Kondisi iklim usaha bahkan memburuk setelah
implementasi kebijakan otonomi daerah terwujud. Hal ini
menunjukkan bahwa keinginan untuk mewujudkan perdagangan
internal bebas masih sebatas retorika'
18
mewujudkan pasar dalam negeri yang bebas
distorsi, berdaya saing dengan menerapkan mekanisme
pasar yang sehat dan berkeadilan.
integritas bangsa
state-capitalism. Mencermati peta perdagangan domestik
Visi:
/ssN.0854-526X
perdagangan dalam negeri diarahkan untuk
menerapkan; sistem distribusi nasional yang efisien,
efektif dan berkelanjutan, revitalisasi usaha dan lembaga
perdagangan, perlindungan efektif terhadap konsumen,
persaingan usaha yang sehat sekaligus mendorong
peningkatan produksi dalam negeri, menjadi fasilitator
dan penyeimbang pembangunan perdagangan dalam
negeri antardaerah dalam penyelenggaraan otonomi
daerah.
Namun, kelihatannya implementasi atas instruksi hukum
tersebut sangat sulit dilakukan. Situasi yang berkembang pada
era-otonomi daerah seperti saat ini justru menunjukkan bahwa
terjadi perwujudan perdagangan internal bebas yang berjalan
sangat lambat, bahkan bila hendak berkata jujur, pemerintah
daerah justru enggan untuk menjalankan regulasi tersebut.
Sehingga impaknya ialah banyak regulasi-regulasi yang dibuat dan
dilembarkan sama sekali tidak bernafas akan semangat
perdagangan internal bebas, seperti yang digariskan di dalam
,SSN, 085,f-526X
19
b,&ll
art
al' ifilH4F:l&t
l *;M
pedoman kebijakan perdagangan dalam negeri tersebut di atas.
lndikasi ke arah itu setidaknya ditunjukkan oleh dua hal, yakni:
O Pengurangan hambatan (taritf banier dan non-tariff
barrie) dalam perdagangan luar negeri (khususnya
impor) jauh lebih cepat dibandingkan dengan
pengurangan hambatan perdagangan (tariff banier dan
non-tarif banier) dalam negeri, khususnya untuk produk
UKM.
@
dan ekstensifikasi) pajak dan
retribusi (pungutan) bagi barang yg diperdagangkan
Proliferasi '(intensifikasi
di/antardaerah, sebagai implikasi dari penerapan otonomi
daerah yang mendorong pemerintah daerah untuk
memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berkembangnya situasi seperti ini memperjelas potret suram
perdagangan domestiuinternal bebas. Tekanan paling besar
dirasakan oleh pelaku usaha kecil dan me7zo (di lndonesia) yang
banyak menghadapi ketidakadilan. Pertanyaannya, mengapa hal
ini dapat terjadi, apakah Depperindag kesulitan mendapatkan
model operasional dari konsepsional mengenai perdagangan
internal bebas?
selain dari sisi pemerintah, tidak sedikit sikap internal
,,: ',:
;. ,,
...,&$Mlrk
iildttperr
',{nspl;
l{lltffil
mempengaruhi pasar dengan cara yang tidak adil. Berdasar pada
deskripsi di muka, maka dapat dikemukakan dua hal yang menjadi
penyebab distorsi -yang mempengaruhi pembentukan iklim usaha
yang non-kondusif--, yakni
pemerintah dan perilaku pengusaha.
perdagangan domestik
kebijakan/intervensi
Disamping itu, kita tidak dapat mengesampingkan keterlibatan
pihak luar seperti kelompok pemberi kredit (seperti: lnternational
Monetary Fund , Asia Development Bank , World
Bank, hingga Consultative Group for lndonesia ) yang
memberikan asistensi untuk program pemulihan ekonomi sejak
lndonesia memasuki masa krisis, yang justru menerpurukkan
bangsa ini kejurang krisis yang lebih dalam.
Hambatan Perdagangan lnternal Bebas di Era Otonomi
Bagian penting dalam mempelajari kondisi aktual
perdagangan internal bebas yang dihadapi oleh bangsa ini,
khususnya bagi pelaku usaha kecil dan mezo, adalah mengenali
lebih detail anatomi hambatan yang melingkupinya.
Bila
dimanifestasi ada beberapa hambatan yang ditemui oleh pelaku
usaha dalam mewujudkan perdagangan internal bebas
di
pengusaha yang berkontribusi dalam memperburuk iklim usaha
perdagangan internal bebas. Terbukti banyak yang masih belum
mengenali sepenuhnya konsep perdagangan internal bebas,
dimana terdapat sekelompok pengusaha yang masih menuntut
lndonesia, yakni meliputi: bentuk, sumber, serta faktor pendorong
munculnya hambatan tersebut. Merujuk pada pemahaman
tentang konsep perdagangan internal bebas serta arti pentingnya
bagi pengembangan usaha, maka tahapan ini perlu dilakukan
pemberian proteksi dan meminta perlakuan khusus dari
pemerintah. sementara di sisi lain terdapat sekelompok
untuk mengidentifikasi titik lemah/kelemahan sebagai modal untuk
menentukan arah dan strategi perbaikan iklim usaha yang lebih
pengusaha yang memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk
efektif dan efisien.
20
tssN.0854-526X
/sslv.0854-526X
21
Jrmat,# rldanfut
iunaotJ$fr,)$l,tIlW4
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk
hambatan pokok perdagangan yang dihadapi oleh pelaku usaha
dalam kerangka perdagangan internal bebas pada era otonomi
saat ini, yaitu: (a) ketersediaan dan kondisi infrastruktur, (b)
penarikan pungutan resmi oleh pemerintah maupun tidak resmi,
serta (c) perijinan. Kemunculan bentuk-bentuk hambatan tersebut
secara individual atau bersamaan merata hampir di semua daerah
:'::
'
,,lvngl-t:lpr'@rnidafiP€tsangfrsn (JEPLffifizU4
yang kurang profesional. Kondisi ini diperparah lagi dengan
adanya pembagian kewenangan di masing-masing level
pemerintahan dalam penyediaan dan pengelolaan jenis
infrastruktur tertentu, sehingga membatasi ruang gerak satu
instansi/lembaga dengan instansi/lembaga lainnya. Padahal
banyak kasus memperlihatkan buruknya'sistem koordinasi'
antarinstansi/antarlembaga di lndonesia.
di lndonesia.
"
,r,rr
Pungutan
Pungutan
lnfrastruktur
Hambataninfrastrukturyangbanyakditemukandi
lapangan meliputi kesiapan sarana dan prasarana transportasi
(darat, laut, maupun udara), telekomunikasi, listrik, dan sumber
air bersih. Kondisi infrastruktur yang kurang memadai
bukannya menunjang kegiatan usaha malah menciptakan
,,high-cost economf' dimana pengusaha terpaksa memberikan
pengorbanan waktu dan biaya lebih besar -dibandingkan
dengan tersedianya kesiapan sarana dan prasarana- yang
berimplikasi pada penurunan daya saing produk. Penyediaan
danpengelolaaninfrastrukturyangumumnyatergolongpublic
goods lebih banyak dipegang oleh pemerintah di tingkat pusat,
kota dan kabupaten, atau BUMN/D, misalnya jalan antar
provinsi yang ditangani oleh pemerintah provinsi, jalan di
daerah dikelolan oleh pemerintah Kota dan Kabupaten,
pelabuhan laut oleh PT. PELINDO dan bandar udara oleh PT.
Angkasa Pura. Pada umumnya, kondisi aktual sarana dan
prasarana yang dikelola oleh pemerintah dari tingkat pusat
hingga tingkat daerah mencerminkan pengelolaan infrastruktur
lssN. 0854-526X
yang banyak
membebani
aktivitas
perdagangan pengusaha dibedakan menurut aspek hukum
yang melandasi keberadaannya, menjadi pungutan resmi dan
pungutan tidak resmi. Pungutan resmi didasarkan atas
perundangan atau regulasi yang dikeluarkan pemerintah dan
dikenakan pada setiap aktivitas atau obyek dalam bentuk pajak
(antara lain Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai,
Pajak Bumi & Bangunan, Pajak Kendaraan Bermotor, dll.),
retribusi (retribusi kebersihan, retribusi pasar, retribusi
keamanan, dll.), atau sumbangan pihak ketiga (SPK).
Sedangkan, pungutan tidak resmi dibedakan menjadi pungutan
yang menyertai pungutan resmi (dipungut oleh oknum-oknum)
serta pungutan dari lembaga atau pihak yang berdiri sendiri
(preman, asosiasi, organisasi masyarakat, dll.). Keberadaan
pungutan dipandang sebagai hambatan oleh karena: (1)
proporsinya dari biaya produksi cukup besar sehingga
mempengaruhi daya saing produk; (2) tidak adanya
kompensasi bagi pengusaha terhadap penarikan pungutan
(misalnya dalam bentuk perbaikan sarana dan prasarana); (3)
/ssN
0854-526X
23
dimungkinkannya negosiasi untuk menentukan besarnya
pungutan sehingga sering menimbulkan
praktik
penyalahgunaan lainnYa.
Pemantauan atas implementasi otonomi daerah, di
tengah kesibukan daerah yang tengah menata ulang struktur
organisasi, nuansa kental yang banyak mendapat sorotan
publik adalah upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan
PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan. Padahal
untuk menyelaraskan dengan kebijakan perdagangan dalam
negeri (internal trade), pilihan untuk mengefektifkan sisi
pengeluaran merupakan kebijakan yang (paling) elegan dan
cerdas dibanding dengan upaya proliferasi pungutan' Namun,
Pemda tidak sepenuhnya dapat dipersalahkan atas
berkembangnya situasi tersebut. Terdapat tiga argumentasi
yang mempengaruhi pilihan kebijakan pemerintah daerah
untuk mementingkan sisi penerimaan. Pertama, keterlambatan
pemerintah pusat dalam mengeluarkan berbagai peraturan
pelaksanaan otonomi daerah dan perimbangan keuangan
pusat dan daerah. Kedua, ketidakpastian kecukupan Dana
Alokasi Umum (DAU) masih cukup tinggi, sebagai akibat dari
pelimpahan pegawai pusat ke daerah, kenaikan gaji pegawai
yang berlaku surut, dan isu pengalihan bentuk DAU dari uang
menjadi kertas obligasi. Ketiga, PP No. 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom, tidak mengatur kewenangan dan tugas
daerah Kota dan Kabupaten secara langsung, sehingga
menimbulkan keraguan atas kesungguhan implementasi
Perijinan
Aspek perijinan atau legalitas -baik pribadi ataupun
badan/usaha- menjadi isu utama dalam perdagangan intemal
bebas oleh karena keterkaitannya dengan akses kepada
peluang usaha, sumber modal, informasi pasar, serta akses
kepada berbagai transaksi perdagangan. Kesulitan untuk
memperoleh perijinan tentunya akan menyebabkan kendala
pada hal-hal tersebut yang berujung pada ketidakkompetitifan
pengusaha tersebut. Kasus yang seringkali muncul di
lapangan ialah hambatan perijinan membuat hilangnya
kesempatan para pelaku usaha untuk mendapatkan pinjaman
modal dan peluang bisnis bernilai besar. Persoalan dalam
perijinan yang banyak dikeluhkan oleh para pelaku usaha
biasanya mengacu pada proses pengurusan yang
membutuhkan persyaratan yang sangat banyak dengan
prosedur berbelit-belit dan birokratis (redtape) sehingga
memakan waktu yang lama serta membutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Tidak berhenti sampai di sana, seringkali bentuk
perijinan yang dihasilkan tidak efisien karena banyaknya
regulasi yang tumpang tindih (over-lapping) dan tidak berlaku
secara nasional.
Di luar ketiga bentuk hambatan tersebut di muka terdapat
hambatan lainnya yang kemunculannya terbatas pada daerahdaerah tertentu mengikuti karakteristik dan situasi yang
berkembang di daerah bersangkutan, seperti misalnya:
1. Pengendalian Harga, yaitu mengenakan pengendalian
harga maksimum dan minimum (ceiling and floor prices)
otonomi daerah.
24
"
/ssN.0854-526X
/ssN. 0854-526X
25
I,I Jg-,ffig
,
,:
idaCIPemban$trnbn'(*l'p?}xil{r}2w
dalam
prinsip ekonomi pasar
wilayah yang sama' Satu diantara
pasar menentukan harga' dan
bebas adalah bahwa
harga
bukan harga dikendalikan' Pengendalian yang
sinyal-sinyal harga
mencegah pasar memberikan
mendistorsi pasar hingga
sesuai, dan oleh karena itu ia
(harga)
di suatu daerah otonom
menuntut suatu harga maksimum
menjual produk
t"i"ntu, maka produsen akan berusaha
jika pengendalian harga membentuk
di luar daerah' Dan,
para pembeli akan membeli
suatu harga minimum, maka
permintaan lokal'
di luar daerah, sehingga mengurangi
Daerah'
2. Penjualan Paksa pada Monopsonis di Tingkat menjual
untuk
yaitu memaksa para produsen daerah
mereka kepada para pembeli
hasil produukomoditas
pemerintah daerah
tertentu, termasuk koperasi milik
:
:
t: '. Jwal& id€pe
gW,Nr{l)2W
pasar bagi para pembeli atau produsen. Rayonisasi
secara konsepsional adalah anti persaingan. Praktik ini
mengamankan pasar-pasar tertentu bagi dan dari pihakpihak tertentu. Tanpa persaingan dalam pasar mereka,
para pemegang hak, dapat membayar harga yang lebih
rendah untuk barang-barang yang mereka butuhkan
untuk keperluan produksi mereka sendiri; dan meminta
harga tinggi untuk produk-produk yang telah mereka
di
atas barang-barang yang dijual/dihasilkan
pengendalian
hulu produksi. Logikanya, jika
,
hasilkan.
5.
Pembatasan Kuantitatif pada Perdagangan Antanrilayah,
yaitu mengenakan kuota-kuota pada barang-barang dan
komoditas-komoditas yang dilibatkan dalam
perdagangan internal bebas antardaerah. Sepenuhnya
tidak ada pembenaran ekonomi untuk mengenakan
pembatasan kuantitatif pada perdagangan antardaerah
atau
karena pembatasan mengurangi produksi
dan
meningkatkan biaya.
misalnYa.
3.
yaitu memaksa
Program Kemitraan yang Dipaksakan'
kecil dan mezzo
atau menekan para produsen skala
program kemitraan'
seperti para petani dalam berbagai
para produsen akan
Dalam perekonomian yang bebas'
dpa pun yang paling
bergerak menuju ke kesempatan
choice' Jika kemitraan
dapat membantu mereka' rational
terjadi secara alami' dan
tersebut berharga, mereka akan
harus sepenuhnyt
keterlibatan dalam program tersebut
bersifat sukarela.
4.
26
yaitu memberi
Rayonisasi (alokasi pasar daerah)'
dan atau
pembagian wilayah pemasaran/produksi
27
flr:i,':ii.rir:qr,;ii1;.i-littlriiiiii[]r.+
itj:s#i,W
dg,JFl,#
#t'6''LlW
Tabel2. Anatomi Hambatan Perdagangan lnternal Bebas
Pungutan
di lndonesia
KelomPok Hambatan
lnfrastruktur
Proporsiterhadap
Upaya Pemda
biaya produksi
meningkatkan
besar sehingga
PAD, karena
mengganggu
DAU hanya
likuiditas
mencukupi
Setiap daerah
untuk
memiliki kebijakan
membiayai
Bentuk
Sumber
Faktor
Hambatan/Kasus
Hambatan
Pendorong
.tatan: t