pendidikan dan tujuan pendidikan agama

PROFESI
TENAGA
KEPENDIDIKA
N
MIEN DANUMIHARDJA

PENDIDIKAN
PENDIDIKAN



Pendidikan adalah usaha sadar dan
terncana untuk mewujudkan suasanan
dan
proses
pembelajaran
agar
pesertadidik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spirutual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta
keterampilan
yang
diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(UU No. 20/2003).



Pendidikan
mempunyai
peranan
strategis untuk mempersiapkan generasi
muda yang memiliki keberdayaan dan
kecerdasan emosional yang tinggi dan
menguasai megaskills yang mantap.
Untuk itu, lembaga penidikan dalam
berbagai jenis dan jenjang memerlukan
pencerahan dan pemberdayaan dalam
berbagai aspeknya


JENIS PENDIDIKAN


Anwar
dan
Sagala
(2004:36)
pendidikan
dibedakan menjadi tiga kategori seperti yang
dikelompokkan oleh Coombs, sebagai berikut (1)
pendidikan informal, yaitu pendidikan yang
diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari,
baik dengan penuh kesadaran atau tidak, sejak
lahir sampai mati; (2) pendidikan formal, yakni
dengan model sekolah yang teratur, lancar, dan
mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat; dan
(3)
pendidikan
non-formal,

yakni
bentuk
pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan
tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan secara
ketat ataupun tetap.

LANJUTAN


Adapun Wroczynsky menyebutkan pendidikan ada
tiga jenis, tetapi dengan istilah yang berbeda dari
apa yang telah dikemukakan di atas, yakni: (1)
pendidikan formal, yang mencakup berbagai jenis
sekolah pada semua tingkatan yaitu tingkat
rendah/dasar, menengah, dan tingkat tinggi; (2)
pendidikan ekstra kurikuler, yang biasanya
perjalanannya bersamaan dengan pendidikan
formal; dan (3) pendidikan seumur hidup, yakni
jenis pendidikan yang merupakan lanjutan dari
pendidikan formal dan biasanya ditujukan untuk

orang dewasa.



Makmun (2003) pendidikan dapat merupakan salah satu proses interaksi belajar
mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran (instructional).



Gagne and Berliner, antara lain menjelaskan dalam konteks ini guru berperan,
bertugas, dan bertanggungjawab sebagai (1) perencana (planner) harus
mempersiapkan apa yang akan dilakukan dalam proses belajar mengajar (preteaching problems); (2) pelaksana (organizer) harus menciptakan situasi,
memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarah kan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan rencana. Ia bertindak sebagai orang sumber (resource
person), konsultan kepemimpinan (leader) yang bijaksana dalam arti demokratis
dan humanistik (manusiawi) selama proses mengajar berlangsung (during
teaching problems); dan (3) penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan,
menganalisis, menafsirkan, dan akhirnya harus memberikan pertimbangan
(judgement) atas tingkat keberhasilan belajar mengajar berdasarkan kriteria baik
mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produk (output)-nya.




Tugas guru mengubah perilaku (behavioral changes) peserta didik menuju pada
kedewasaan

PERGESERAN PARADIGMA


abad 21 menurut Makagiansar (1996) pendidikan akan
mengalami pergeseran perubahan paradigma yang
meliputi (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang
hayat,
(2)
dari
belajar
berfokus
penguasaan
pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan
guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan

kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan
pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan
keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari
kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan
buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari
penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam
tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi
ke orientasi kerja berbagai tantangan dan tuntutan
yang bersifat kompetitif.

PROBLEM PENDIDIKAN


Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran
yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan
campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru,
belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri.




Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan memegang peranan kunci
dalam pengembangan sumberdaya manusia dari insan yang
berkualitas.



Secara umum berbagai hasil penelitian mengungkapkan
problematika pendidikan (1) pelayanan pendidikan belum merata,
berkualitas, dan terjangkau; (2) tingginya jumlah penduduk buta
aksara; (3) rendahnya cakupan layanan pendidikan anak usia dini;
(4) rendahnya partisipasi pendidikan; (5) kesenjangan kemampuan
bersekolah (geografis, sosial, ekonomi, gender); (6) APK
SMP/MTs/SMPLB 78,86% (2003) dan SMA/SMK/MA/MAK mencapai
48,96% (2003); (7) mutu lulusan yang relatif masih belum
kompetitif; (8) ketersediaan dan mutu guru yang cenderung rendah;
(9) pengembangan IPTEKS yang masih terbatas; dan (10)

GURUPROFESIONAL



Guru yang profesional memiliki peran utama dalam sistem
pendidikan nasional khususnya dan kehidupan umumnya.
Penghargaan yang bernilai tinggi dari pemerintah, akan
membantu mewujudkan pendidikan yang diinginkan. Dalam
konteks ini seorang guru yang ideal dapat bertugas dan
berperan, antara lain sebagai (1) konservator (pemelihara)
sistem nilai merupakan sumber norma kedewasaan dan
inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; (2)
transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada
sasaran didik; (3) transformator (penerjemah) sistem-sistem
nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadi dan
perilakunya melalui proses interaksinya dengan sasaran didik;
dan (4) organisator (penyelenggara) terciptanya proses
edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara
formal maupun secara moral.

SATUAN PENDIDIKAN


Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (UUSPN No. 20 tahun 2003).



Satuan pendidikan menurut Anwar dan Sagala (2004:34)
menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di
sekolah atau di luar sekolah, menjelasakan bahwa satuan pendidikan
dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kusrsus, kelompok belajar,
ataupun bentuk lain, baik menempati bangunan tertentu maupun yang
tidak, seperti satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
jarak jauh.



Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang
dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Satuan pendidikan dapat
terwujud sebagai suatu sekolah, kusrsus, kelompok belajar, ataupun
bentuk lain, baik menempati bangunan tertentu maupun yang tidak,
seperti satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh




Kualitas yang dimaksud adalah
kualitas output satuan pendidikan
yang bersifat akademik dan non
akademik. Mutu output satuan
pendidikan dipengaruhi oleh tingkat
kesiapan input dan proses belajar
mengajar



Produktivitas adalah perbandingan antara output
satuan pendidikan dibanding input satuan pendidikan.
Baik input maupun output satuan pendidikan dalam
bentuk kuantitas. Kuantitas input satuan pendidikan,
misalnya jumlah pendidik, modal, bahan, dan energi.
Kuantitas output satuan pendidikan misalnya jumlah
peserta didik yang lulus satuan pendidikan tiap

tahunnya. Contoh produktivitas, misalnya, jika tahun ini
sebuah satuan pendidikan lebih banyak meluluskan
peserta didikya daripada tahun lalu dengan input yang
sama (jumlah pendidik, fasilitas, dan sebagainya), maka
dapat dikatakan bahwa tahun ini satuan pendidikan
tersebut lebih produktif dari pada tahun sebelumnya.



Efektivitas adalah ukuran yang menyatakan
sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas dan
waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan,
efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil
yang diharapkan. Misalnya, nilai UAN idealnya
berjumlah 30 untuk tiga matapelajaran yaitu
Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa
Inggris, namun NUAN yang diperoleh siswa hanya
18, maka efektivitasnya adalah 18 : 30 = 60%.
Indeks Prestasi (IP) mahasiswa idealnya 4, namun
IP yang diperoleh 3,00 sehingga efektivitasnya
adalah 3,00: 4,00 = 75%.



Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi
internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk
kepada hubungan antara output satuan pendidikan
(pencapaian prestasi belajar) dan input (sumber daya)
yang digunakan untuk memproses/menghasilkan output
satuan pendidikan. Efisiensi internal satuan pendidikan
diukur dengan biaya-efektivitas. Efisiensi eksternal adalah
hubungan antara biaya yang digunakan untuk
menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif
(individual, sosial, ekonomi, dan non-ekonomi) yang
didapat setelah pada kurun waktu yang panjang diluar
satuan pendidikan. Analisis biaya manfaat merupakan alat
utama untuk mengukur efisiensi eksternal.

ASPEK PERHATIAN GURU


(1) apakah sekolah itu menggunakan model moving
class untuk pergantian pelajaran, (2) apakah dalam
ruang kelas tersedia media dan sumber belajar yang
cukup, (3) apakah hasil karya siswa dipajang pada
dinding kelas, dalam rak display atau bagaimana, (4)
apakah hasil karya siswa dijadikan bahan untuk
penilaian portofolio, (5) bagaimana dengan jumlah
siswa per kelas, (6) apakah guru telah melaksanakan
pendekatan PAKEM dalam proses pembelajaran, (7)
apakah guru telah menggunakan teknik penguatan
(reinforcement) dalam proses pembelajaran, (8)
metode mengajar apa yang banyak digunakan oleh
para guru, dan sebagainya.

ASPEK ORGANISASI


1) apakah dewan pendidik dan komite sekolah secara bersama-sama
turutserta menyusun rencana pengembangan sekolah (RPS) untuk 4
tahun dan RAPBS untuk 1 tahun sesuai semangat PP No. 19 tahun
2005; (2) apakah para guru yang mengajar di sekolah tersebut telah
memenuhi kualifikasi sebagai guru dan memiliki kompetensi sebagai
tenaga pendidik; (3) bagaimana kode etik sekolah, tata tertib
sekolah, dan tata tertib lainnya dibuat sebagai aturan main di
sekolah, (4) apakah terdapat suasana yang kondusif dan nyaman di
rung kelas, perpustakaan, laboratorium, dan tempatlainnya untuk
terlaksananya proses pembelajaran; (5) apakah sekolah itu telah
memenuhi karakteristik sekolah efektif, unggul, dan berhasil; (6)
apakah kantin sekolah hygenis dan dikelola dan dikontrol dengan
baik, (7) apakah sekolah telah melaksanakan konsep MBS
(transparansi dan keterlibatan secara aktif semua pemangku
kepentingan), implementasi standar kurikulum, apakah peran serta
masyarakat

Satuan Pendidikan sebagai Sistem
Komponen

Sub-Komponen

Kontek

1. Tuntutan pengembangan diri dan peluang tamatan
2. Dukungan pemerintah dan masyarakat
3. Kebijakan pemerintah
4. Landasan hukum
5. Kemajuan ipteks
6. Nilai dan harapan masyarakat
7. Tuntutan otonomi
8. Tuntutan globalisasi

Input

1. Visi, misi, tujuan, sasaran
2. Kurikulum
3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
4. Peserta didik
5. Sarana & prasarana
6. Dana
7. Regulasi satuan pendidikan
8. Organisasi
9. Administrasi
10. Peranserta masyarakat
11. Budaya satuan pendidikan

Proses

Proses Belajar Mengajar

Output

1. Prestasi akademik
2. Prestasi non-akademik
3. Angka mengulang
4. Angka putus sekolah/satuan pendidikan
5. Durasi sekolah/kuliah

Outcome

1. Kesempatan pendidikan
2. Kesempatan kerja
3. Pengembangan diri



Jika satuan pendidikan ingin melakukan analisis, yaitu
analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, and
threat) dimulai dari outcome dan berakhir pada
konteks. Jika satuan pendidikan ingin melakukan
langkah-langkah pemecahan persoalan dimulai dari
konteks dan berakhir pada outcome. Cara berpikir
demikian adalah cara berpikir berurutan dengan
menggunakan kerangka pikir sistem. Kerangka satuan
pendidikan sebagai sistem dapat dilihat pada Tabel 1.
Satuan pendidikan sebagai sistem menurut Slamet PH
(2006) tersusun dari komponen konteks, input,
proses, output, dan outcome.



Rinciannya sebagai berikut (1) konteks adalah eksternalitas
yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan
dan karenanya harus diinternalisasikan ke dalam
penyelenggaraan satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang
mampu menginternalisasikan konteks kedalam dirinya akan
membuatnya sebagai bagian dari konteks dan bukannya
terisolasi darinya, yaitu menjadi milik masyarakat dan
bukannya terisolir dari masyarakat. Konteks meliputi
kemajuan IPTEKS, nilai dan harapan masyarakat, dukungan
pemerintah dan masyarakat, kebijakan pemerintah, landasan
yuridis, tuntuan otonomi, tuntutan globalisasi, dan tuntutan
pengembangan diri serta peluang tamatan melanjutkan
pendidikan ataupun untuk terjun di masyarakat



(2) input satuan pendidikan adalah segala
sesuatu yang diperlukan untuk berlangsungnya
proses pendidikan, khususnya proses belajar
mengajar. Input digolongkan menjadi dua yaitu
yang diolah dan pengolahnya. Input yang diolah
adalah peserta didik dan input pengolah meliputi
visi, misi, tujuan, sasaran, kurikulum, pendidik
dan tenaga kependidikan, dana, sarana dan
prasarana, regulasi satuan pendidikan,
organisasi, administrasi, budaya, dan peran
masyarakat dalam mendukung satuan pendidikan



proses adalah kejadian berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain,
misalnya proses belajar mengajar yaitu dari belum terpelajar menjadi
terpelajar, dan kepemimpinan dari belum terpimpin menjadi terpimpin.
Proses, utamanya, adalah proses belajar mengajar, yaitu proses berubahnya
peserta didik yang belum terdidik berubah menjadi peserta didik yang
terdidik. Mutu proses belajar mengajar sangat tergantung mutu interaksi
pendidik dan peserta didik. Mutu interaksi pendidik sangat tergantung
perilakunya dan perilaku peserta didiknya di kelas/ruang kuliah (utamanya).
Perilaku pendidik di kelas misalnya, kejelasan mengajar, penggunaan variasi
metode mengajar, variasi penggunaan media pendidikan, keantusiasan
mengajar, penggunaan jenis pertanyaan, manajemen kelas, penggunaan
waktu, kedisiplinan, keempatian terhadap peserta didik, hubungan
interpersonal, ekspektasi, keinovasian pengajaran, dan penggunaan prinsipprinsip pengajaran dan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Demikian juga, mutu interaksi peserta didik sangat
tergantung mutu perilaku peserta didik di kelas. Perilaku peserta didik di kelas
misalnya, keseriusan belajar, semangat belajar, perhatian terhadap pelajaran,
keingintahuan, usaha, pertanyaan, dan kesiapan belajar (mental dan fisik



(4) output pendidikan adalah hasil belajar (prestasi
belajar) yang merefleksikan seberapa efektif
proses belajar mengajar diselenggarakan. Output
adalah hasil sesaat dari proses, misalnya (a)
prestasi belajar dalam UAN, UAS, olahraga,
kesenian, keterampilan; (b) kompetisi dalam
bentuk perlombaan/olimpiade nasional dan
internasional, misalnya fisika, matematika, kimia,
biologi, astronomi, karya tulis ilmiah remaja, olah
raga, kesenian, dan teknologi tepat guna; dan (c)
pengembangan daya pikir, daya kalbu, dan daya
pisik serta aplikasinya dalam kehidupan



(5) outcome adalah dampak jangka pendek dan
menengah dari output belajar, baik dampak bagi
individu tamatan maupun bagi masyarakat. Jika hasil
belajar bagus, dampaknya juga akan bagus. Dalam
kenyataan tidak selalu demikian karena outcome
dipengaruhi banyak faktor diluar hasil belajar.
Outcome memiliki dua dimensi yaitu (a) kesempatan
melanjutkan pendidikan dan kesempatan kerja, dan (b)
pengembangan diri tamatan. Satuan pendidikan yang
baik mampu memberikan banyak akses/kesempatan
kepada tamatannya untuk meneruskan pendidikan
berikutnya dan untuk memilih pekerjaan.

PERMASALAHAN GURU


Guru dan dosen (termasuk tenaga kependidikan) merupakan
salah satu komponen satuan pendidikan yang sangat esensial
karena mereka adalah sumberdaya aktif, sedangkan
komponen-komponen yang lain bersifat pasif misalnya
kurikulum, dana, dan sarana dan prasarana. Tanpa campur
tangan jasa guru dan dosen (pikiran, sikap, integritas, dan
sebagainya) komponen-komponen yang lain tidak ada artinya.
Pengertian tentang pendidik, menurut UUSPN No. 20 tahun
2003 Pasal 1, Ayat 6, menyatakan: ”Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktor,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan”. Jadi, guru dan dosen termasuk pendidik.



Banyak
perilaku
subjektif
lain
yang
tidak
mencerminkan karakter ”ideal” sebagai sosok pendidik
dan pengajar yang seharusnya berintegritas tinggi.
Kualitas guru-guru khususnya yang berstatus PNS dan
guru sekolah swasta yang ”hidup segan mati tak mau”
- juga saat ini menurut Ari Kristianawati (2006) berada
dalam titik ”rendah”, tidak hanya gagap dalam
beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
fenomena sosial kemasyarakatan, mereka juga
terjebak dalam kebiasaan menjadi ”robot” kurikulum
pendidikan. Prakarsa dan inisiatif untuk belajar
menggali metode, bahan ajar dan pola relasi belajarmengajar yang baru sangat minimalis.



Rendahnya mutu atau kapabilitas guru di Indonesia, selama ini
disebabkan oleh beberapa faktor (1) faktor struktural. Para guru
selama tiga dekade Orde Baru dijadikan ”bemper” politik bagi
kekuatan partai pemerintah. Guru dijadikan agen politik
pembangunanisme dan juga agen pemenangan program politik
pemerintah. Melalui organisasi Korpri dan PGRI, mereka dijadikan
proyek korporatisme negara. Akibatnya para guru tidak memiliki
jiwa pembaruan dan inisiatif dalam menggali khazanah ilmu
pengetahuan
serta
keberanian
mengembangkan
inovasi
pembelajaran yang terlepas dari politik pendidikan; (2) kuatnya
politik pendidikan, yang mengontrol arah dan sistem pendidikan
selama tiga dekade membuat para guru seperti ”robot” yang
dipenjara melalui tugas-tugas kedinasan yang stagnan; (3)
rendahnya tingkat kesejahteraan guru Indonesia membuat
mereka tidak bisa optimal dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya sebagai pendidik dan pengajar karena selalu mengurusi
persoalan ekonomi keluarga; dan (4) kuatnya kultur feodalistik
dalam dunia pendidikan, sehingga tidak terjadi proses ”social
clustering” dan regenerasi ekslusif komunitas guru muda.



UU Sisdiknas menyatakan 20 Persen APBN mem-”profesi”-kan guru
sebenarnya memiliki konsekuensi sosial, antara lain (1) guru harus
mematuhi kode etik dan melaksanakan mandat publik secara
bijaksana dan bertanggung gugat. Tentang pengaturan kode etik guru
saat ini tengah menjadi wacana di masyarakat khususnya dikalangan
PGRI sebagai organisasi profesi guru dan tengah diperdebatkan oleh
berbagai kalangan pegiat dunia pendidikan; (2) para guru dituntut
memiliki keahlian profesi yang terukur dan teruji sesuai fungsi dan
perannya. Keahlian profesi guru dalam hal penguasaan materi
pelajaran, penguasaan kemampuan metode mengajar dan
pengembangan bahan ajar, berinteraksi dengan anak didik-gurumasyarakat sesuai kapasitas yang dimiliki; dan (3) para guru dituntut
memiliki kompetensi profesi dalam hal skill atau kemampuan sebagai
pengajar dan pendidik yang cakap membimbing siswa dalam
menyerap dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam dinamika
kehidupan nyata.

PERFORMANCE GURU
Performans guru menurut Said Hamid Hasan (2006) menunjukkan
(1) guru sebagai pengarah dan sebagai sumber pengetahuan;
(2) belajar di arahkan oleh kurikulum;
(3) belajar dijadualkan secara ketat dengan waktu yang terbatas;
(4) belajar didasarkan pada fakta drill dan praktek, dan
menggunakan aturan dan prosedur-prosedur dan bersifat teoritik,
prinsip- prinsip dan survei;
(5) pengulangan dan latihan;
(6) aturan dan prosedur tidak kompetitif;
(7) berfokus pada kelas
(8) hasilnya ditentukan sebelumnya dan tes diukur dengan norma;
(10) presentasi dengan media statis dan komunikasi sebatas ruang
kelas. Berdasarkan performansi guru tersebut dapat ditegaskan

PARADIGMA BELAJAR ABD PENGETAHUAN






Berdasarkan performansi guru tersebut dapat ditegaskan (1)
pada abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar
melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan,
inkuiri dan desain, menemukan dan penciptaan;
(2) sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila
paradigma lama masih dominan, dampak reformasi
cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama;
(3) meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan
praktik pembelajaran abad pengetahuan dan abad industri
dianggap sebagai suatu kontinum. Meskipun sekarang
dimungkinkan memandang banyak contoh praktek di Abad
Industri yang "murni" dan jauh lebih sedikit contoh
lingkungan pembelajaran di Abad Pengetahuan yang
"murni", besar kemungkinannya menemukan metode
persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan
dan metode di Abad Industri.

LANJUT




; (4) praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih
sesuai dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan
prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan
permasalahan sampai aktivitas kolaboratif dan difokuskan
pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan
pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian
pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri;
(5) pada Abad Pengetahuan nampaknya praktek
pembelajaran
tergantung
pada
piranti-piranti
pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi,
namun sebagian besar karakteristik Abad Pengetahuan
bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern

KEJAR KUALITAS
BUKAN SEKEDAR
LULUS