MODUL BAHASA INDONESIA morgitansi. doc
MODUL I
Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
serta Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
1.1 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain, bersumber
pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” . Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36) mengenai
kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa
Indonesia. Dengan demikian, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia. Pertama,
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, sesuai dengan Sumpah Pemuda
1928, dan kedua bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945.
1.2 Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa yang utama dan pertama sudah terlihat dalam konsepsi bahasa di atas,
yaitu fungsi komunikasi dalam bahasa berlaku bagi semua bahasa apapun dan di manapun.
Dalam berbagai literatur bahasa, ahli bahasa (linguis) bersepakat dengan fungsi-fungsi
bahasa berikut:
1. fungsi ekspresi dalam bahasa
2. fungsi komunikasi dalam bahasa
3. fungsi adaptasi dan integrasi dalam bahasa
4. fungsi kontrol sosial (direktif dalam bahasa)
Di samping fungsi-fungsi utama tersebut, Gorys Keraf menambahkan beberapa fungsi
lain sebagai pelengkap fungsi utama tersebut. Fungsi tambahan itu adalah:
1. Fungsi lebih mengenal kemampuan diri sendiri.
2. Fungsi lebih memahami orang lain;
3. Fungsi belajar mengamati dunia, bidang ilmu di sekitar dengan cermat.
4. Fungsi mengembangkan proses berpikir yang jelas, runtut, teratur, terarah, dan logis;
5. Fungsi mengembangkan atau memengaruhi orang lain dengan baik dan menarik
(fatik). (Keraf, 1994: 3-10)
Masih banyak fungsi bahasa yang lain dalam bahasa Indonesia khususnya, fungsi bahasa
dapat dikembangkan atau dipertegas lagi ke dalam kedudukan atau posisi bahasa
Indonesia. Posisi Bahasa Indonesia diidentifikasikan menjadi bahasa persatuan, bahasa
nasional, bahasa negara, dan bahasa standar.
1.2.1 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan
Bahasa persatuan adalah pemersatu suku bangsa, yaitu pemersatu suku, agama, rasa
dan antar golongan (SARA) bagi suku bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Fungsi pemersatu ini (heterogenitas/kebhinekaan) sudah dicanangkan dalam Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928.
1.2.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
1. Lambang kebanggaan kebangsaan
2. Lambang identitas nasional
3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang
sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan
Indonesia.
Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan ini, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, dan rasa kebanggaan memakainya senantiasa
kita bina.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera
dan lambang negara kita. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila
masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sehingga terhindar dari unsurunsur bahasa lain yang tidak diperlukan.
Sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarsuku bangsa, bahasa
Indonesia
dipakai
untuk
berhubungan
antarsuku
bangsa
di
Indonesia
sehingga
kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial, budaya, dan bahasa tidak
perlu terjadi.
Di samping ketiga fungsi di atas, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang
sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu
mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meninggalkan identitas
kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah
yang bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita dapat meletakkan kepentingan nasional di
atas kepentingan daerah atau golongan.
1.2.3 Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara
1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai antara lain: di dalam
segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, dokumen-dokumen dan keputusankeputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan. Di dalam hubungan ini, bahasa
Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, sebagai alat perhubungan antar daerah, melainkan juga sebagai alat
perhubungan di dalam masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi,
bahasa Indonesia dipakai sebagai alat yang memungkinkan kita membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri,
yang membedakannya dari kebudayaan daerah.
1.2.4 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Baku
Bahasa baku merupakan bahasa yang digunakan dalam pertemuan sangat resmi.
Fungsi bahasa baku itu berfungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemersatu sosial, budaya, dan bahasa,
2. Fungsi penanda kepribadian bersuara dan berkomunikasi,
3. Fungsi penambah kewibawaan sebagai pejabat dan intelektual, dan
4. Fungsi penanda acuan ilmiah dan penulisan tulisan ilmiah.
Keempat posisi atau kedudukan bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi keterkaitan
antar unsur. Posisi dan fungsi tersebut merupakan kekuatan bangsa Indonesia dan merupakan
jati diri Bangsa Indonesia yang kokoh dan mandiri. Dengan keempat posisi itu, bahasa
Indonesia sangat dikenal di mata dunia, khususnya tingkat regional ASEAN.
Dengan mengedepankan posisi dan fungsi bahaasa Indonesia, eksistensi bahasa
Indonesia diperkuat dengan latar belakang sejarah yang runtut dan argumentatif. Sejarah
terbentuknya Bahasa Indonesia dari bahasa melayu. Ciri-ciri bahasa Indonesia yang khas,
legitimasi sebagai interaksi Bahasa Indonesia, dan ragam serta laras Bahasa Indonesia
memperkuat konsepsi dan fungsi dikembangkan ke berbagai ilmu, teknologi, bidang, dan
budaya sekarang dan nanti.
2.1 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik
kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Penggunaan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan
sasaran dan mengikuti kaidah yang ditetapkan. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
memiliki beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan
kondisi tertentu. Misalnya, pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar
menjadi prioritas utama.
Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat
yang baku.
Contoh :
”Kami sedang menyaksikan pertandingan itu.”, bukan “Pertandingan itu kami sedang
saksikan.”
2. Penggunaan kata-kata baku.
Contoh : “Seru sekali” dan bukan “Seru banget”, “Tampan” bukan “Ganteng”.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis (EyD / Ejaan yang Disempurnakan).
Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Belum ada lafal baku yang sudah
ditetapkan, tetapi secara umum lafal baku dapat diartikan sebagai lafal yang bebas
dari ciri-ciri lafal dialek setempat ataupun bahasa daerah. Misalnya: habis, bukan
abis ; atap, bukan atep.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Bahasa baku sebenarnya mengharuskan
komunikasi secar efektif : pesan dari pembicara atau penulis harus diterima oleh
pendengar atau pembaca sesuai maksud yang ingin disampaikan.
Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain adalah yang
disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode
dan bahasa gaul yang tanpa kita sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti
ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.
Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku:
Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan?
Apa yang kamu lakukan saat liburan kemarin?
Contoh ketika dalam dialog seorang dosen dengan mahasiswa
Dosen : Rio, Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan kemarin?
Rio
: Sudah Pak, nanti akan saya kirim melalui email.
Kata-kata di atas adalah kata yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan sosial.
Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan
menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar menawar dengan tukang sayur atau tukang ojek kita memakai bahasa baku.
(1) Berapakah Ibu mau menjual kentang ini?
(2) Apakah Bang ojek bersedia mengantar saya ke Stasiun Gambir dan berapa ongkosnya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan
tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi
seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
(3) Berapa nih, Bu, kentangnya?
(4) Ke Stasiun Gambir, Bang. Berapa?
Bahasa indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa yang mudah dipahami dan
dimengerti, bentuk bahasa baku yang sah dibuat agar secara luas masyarakat indonesia dapat
berkomunikasi menggunakan bahasa nasional.
MODUL II
RAGAM DAN LARAS BAHASA
Ketika bahasa itu berada pada tataran fungsi bahasa ekspresi diri dan fungsi bahasa
komunikasi, bahasa yang digunakan masuk ke dalam ragam bahasa dan laras bahasa. Ragam
bahasa adalah variasi bahasa yang terbentuk karena pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu
dibedakan berdasarkan media yang digunakan topik pembicaraan, dan sikap pembicaranya.
Di pihak lain, laras bahasa dimaksudnya kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya.
Fungsi pemakaian bahasa lebih diutamakan dalam laras bahasa dari pada aspek lain dalam
ragam bahasa. Selain itu, konsepsi antara 6 ragam bahasa dan laras bahasa saling terkait
dalam perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras bahasa apa pun akan memanfaatkan
ragam bahasanya. Misalnya, laras bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
1. Ragam Bahasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ragam bahasa diartikan variasi bahasa
menurut pemakaiannya, topik yang dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan
medium pembicaraannya (2005:920). Pengertian ragam bahasa ini dalam berkomunikasi
perlu memperhatikan aspek (1) situasi yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak
disampaikan, (3) latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan (4) medium atau
sarana bahasa yang digunakan. Keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut lebih
mengutamakan aspek situasi yang dihadapi dan aspek medium bahasa yang digunakan
dibandingkan kedua aspek yang lain.
1.1. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaianannya
Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas tiga bagian, yaitu ragam
bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan ragam bahasa nonformal. Setiap ragam bahasa
dari sudut pandang yang lain dan berbagai jenis laras bahasa diidentifikasikan ke dalam
situasi pemakaiannya. Misalnya, ragam bahsa lisan diidentifikasikan sebagai ragam bahasa
formal, semiformal, atau nonformal. Begitu juga laras bahasa manajemen diidentifikasikan
sebagi ragam bahasa formal, semiformal, atau nonformal. Ragam bahasa formal
memperhatikan kriteria berikut agar bahasanya menjadi resmi.
1. Kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak kaku, tetapi tetap lebih
luwes dan dimungkinkan ada perubahan kosa kata dan istilah dengan benar.
2. Penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit.
3. Penggunaan bentukan kata secara lengkap dan tidak disingkat.
4. Penggunaan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten
5. Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang baku pada ragam
bahasa lisan.
Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal di atas, pembedaan antara ragam formal,
ragam semiformal, dan ragam nonformal diamati dari hal berikut:
1. Pokok masalah yang sedang dibahas,
2. Hubungan antara pembicara dan pendengar,
3. Medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis,
4. Area atau lingkungan pembicaraan terjadi, dan
5. Situasi ketika pembicaraan berlangsung.
Kelima pembedaan ragam bahasa di atas, dipertegas lagi pembedaan antara ragam
bahasa formal dan ragam bahasa nonformal yang paling mencolok adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,misalnya:
Saya dan gue/ogut
Anda dan lu/situ/ente
2. Penggunaan imbuhan (afiksasi), awalan (prefix), akhiran (sufiks), gabungan awalan dan
akhiran (simulfiks), dan imbuhan terpisah (konfiks). Misalnya:
Awalan: menyapa – apaan
Mengopi – ngopi
Akhiran: laporan – laporin
Marahi – marahin
Simulfiks: menemukan------nemuin
Menyerahkan-----nyerahin
Konfiks: Kesalahan-----------nyalahin
Pembetulan-------betulin
3. Penggunaan unsur fatik (persuasi) lebih sering muncul dalam ragam bahasa nonformal,
seperti sih, deh, dong,kok,lho, ya kale, gitu ya.
4. Penghilangan unsur atau fungsi kalimat (S-P-O-Pel-Ket) dalam ragam bahasa nonformal
yang menganggu penyampaian suatu pesan.Misalnya,
Penghilangan subjek: Kepada hadirin harap berdiri.
Penghilangan predikat: Laporan itu untuk pimpinan.
Penghilangan objek : RCTI melaporkan dari Medan.
Penghilangan pelengkap: Mereka berdiskusi di lantai II.
1.2. Ragam bahasa berdasarkan mediumnya
Berdasarkan mediumnya ragam bahasa terdiri atas dua ragam bahasa,yaitu
(1) ragam bahasa lisan
(2) ragam bahasa tulis.
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh penuturnya kepada
pendengar atau teman bicaranya. Ragam bahasa lisan ini ditentukan oleh intonasi dalam
pemahaman maknanya. Misalnya,
(a)Kucing/ makan tikus mati.
(b) Kucing makan//tikus mati.
(c) Kucing makan tikus/mati.
Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal,semiformal, dan nonformal. Dalam
penulisan makalah seminar dan skripsi,penulis harus menggunakan ragam bahasa formal
sedangkan ragam bahasa semiformal digunakan Dalam perkuliahan dan ragam bahasa
nonformal digunakan keseharian secara informal.
Penggunaan ragam bahasa dan laras bahasa dalam penulisan karangan ilmiah harus
berupaya pada
(1) ragam bahasa formal,
(2) ragam bahasa tulis,
(3) ragam bahasa lisan ,
(4) laras bahasa ilmiah, dan
(5) berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
2. Laras Bahasa
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Laras bahasa
terkait langsung dengan selingkung bidang dan keilmuan sehingga dikenallah laras bahasa
ilmiah dengan bagian subsublarasnya. Pembedaan diantara sub-sublaras bahasa seperti dalam
laras ilmiah itu dapat diamati dari
(1) penggunaan kosakata dan bentukan kata,
(2) penyusunan frasa,klausa, dan kalimat,
(3) penggunaan istilah
(4) pembentukan paragraf,
(5) penampilan hal teknis,
(6) penampilan kekhasan dalam wacana.
Berdasarkan konsepsi laras bahasa tersebut, laras bahasa ekonomi mempunyai subsublaras bahasa manajemen, sublaras akuntansi,sublaras asuransi, sublaras perpajakan, dll.
Laras bahasa dapat digolongkan kepada dua golongan besar, yaitu laras biasa dan laras
khusus. Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum seperti
bidang hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Laras khusus merujuk kepada
kegunaan untuk khalayak khusus seperti ahli-ahli atau peminat dalam bidang tertentu dan
pelajar-pelajar (rencana, laporan, buku).
Pembeda utama yang membedakan antara laras biasa dengan laras khsus ialah kosa kata, tata
bahasa, dan gaya.
1.
Laras Bahasa Biasa
Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum, seperti bidang
hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Kalimatnya sederhana, ringkas, dan padat.
Contoh : Dilarang menginjak rumput.
2.
Laras Bahasa Khusus
a.
Laras Bahasa Perniagaan
Tujuannya untuk mempengaruhi atau membentuk tanggapan tertentu, atau mengubah sikap
dan melakukan tindakan. Digunakan dalam iklan, tender, laporan dan sebagainya , didukung
pula oleh gambar, lukisan, grafik, ilustrasi dan sebagainya.
b.
Laras Akademik
Meliputi berbagai bidang seperti sains, teknologi, komunikasi, matematik dan sebagainya
yang terletak dalam ruang lingkup pendidikan. Dalam penulisan ilmiah, misalnya penulisan
thesis, penulis perlu mengikut format tertentu seperti perlu ada catatan bibiliografi (rujukan),
nota kaki di bawah muka surat atau nota hujungan di penghujung setiap bab.Menggunaka
istilah-istilah yang khusus kepada bidang, dan biasanya perlu dihafal. Contohnya ialah
fotosintesis, pecutan, mengawan, pendebungaan dan sebagainya.
c.
Laras Bahasa Media
Berita sebagai wacana memiliki struktur teks yang tersendiri, lain dari struktur teks fiksi, dan
lain pula dari struktur teks esai dan karya ilmiah. Wartawan atau penulis koran menggunakan
bahasa untuk menjelaskan sesuatu menurut cara yang paling mudah diterima sesuai dengan
selera sejumlah pembaca koran.
Tiga fitur penting yang harus ada dalam berita koran yang baik, pertama, bahasa yang
digunakan mudah. kedua, gaya tulisan yang jelas dan ketiga, isi tulisan harus akurat. Karena
koran diterbitkan untuk masyarakat, maka bahasa koran haruslah sesuai dengan bahasa
penggunaan orang-orang. Kalimat yang panjang, berisi beberapa klausa, menggunakan
kutipan, metafora, kiasan, istilah teknik, dan sebagainya haruslah dihindari.
d.
Laras Bahasa Sastra
Memperlihatkan gaya bahasa yang menarik dan kreatif. Bahasanya dapat dalam bentuk
naratif, deskriptif, preskriptif, dramatis dan puitis.
Beberapa ciri bahasa sastra:
e.
Kreatif dan imajinatif: mengandung arti
Mementingkan penyusunan, pengulangan, pemilihan kata
Puitis dan hidup: monolog, dialog, dan sebagainya.
Menggunakan bahas tersirat: perlambangan, kiasan, perbandingan, peribahasa,
metafora, simile, , ilusi, ambpersonifikasiiguitas dan sebagainya.
Ada penyimpangan tata bahasa atau manipulasi bahasa.
Laras Bahasa Agama
Berisi istilah agama dari bahasa Arab. Struktur ayatnya banyak dipengaruhi struktur bahasa
Arab. Disisipkan dengan kutipan dari al-Quran dan hadis.
3. Fungsi Ragam dan Laras Bahasa
Secara umum fungsi ragam dan laras bahasa terbagi menjadi beberapa bagian :
a.
Sebagai alat ekspresi diri
Pada awalnya seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau
perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah dan ibunya. Dalam perkembangannya,
seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya,
melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Setelah dewasa, seorang
individu pun menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi diri dan komunikasi. Seorang penulis
pun mengekspresikan diri melalui tulisannya, sehingga karya ilmiah pun dapat disebut
sebagai alat ekspresi diri.
b.
Sebagai alat komunikasi
Komunikasi lebih spesifik dari pada ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila
ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita
dapat mempelajari dan mewarisi semua hal, baik yang pernah dicapai oleh orang-orang
terdahulu ataupun orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, merefleksikan
perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan individu lainnya.
Melalui bahasa, manusia dapat
mengatur berbagai macam kegiatan dan aktivitas
kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan bagaimana langkah terbaik untuk
kedepannya. Ketika menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, sebelumnya tentu sudah
ada tujuan tertentu. Pembicara ingin maksud dan gagasannya diterima oleh orang lain.
Dengan kata lain pembicara ingin mempengaruhi orang lain dan ingin mereka membeli hasil
pemikirannya. Oleh karena itu, si pembicara pun akan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan kepentingan dan kebutuhan objek yang ia tuju.
c.
Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial
Selain sebagai salah satu unsur kebudayaan, bahasa memungkinkan pula manusia
memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian serta
pelajaran dari pengamalan tersebut, serta berkenalan dengan orang lain. Indonesia adalah
bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai macam suku dan ras, begitu banayak pulau dan
daerah. Tidak mungkin menyatukan keseluruhannya tanpa ada suatu rumusan metode, maka
terbentuklah bahasa yang berfungsi dan terbukti sebagai alat pemersatu yang efektif.
Pada saat seseorang beradaptasi dengan lingkungan social disekitarnya, maka ia akan
memilih bahasa yang tepat dan sesuai. Ia akan menggunakan bahasa yang berbeda, ia akan
menggunakan bahasa yang tidak baku ketika sedang bersama teman-temannya, sebaliknya ia
akan menggunakan bahasa yang formal ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau
lebih tinggi kedudukannya.
d.
Sebagai alat kontrol sosial
Bahasa memiliki peran penting dalam memainkan peran social, baik itu dengan diterapkan
pada diri sendiri ataupun orang lain. Berbagai informasi, pemberitaan ataupun pendidikan
disampaikan melalui bahasa. buku-buku pelajaran dan buku-buku intruksi adalah salah satu
contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social. Ceramah agama merupakan contoh
penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik juga
termasuk dalam kontrol social. Begitu pula dengan iklan layanan masyarakat atau layanan
sosial, itu semua adalah merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol
sosial. Singkatnya, hal-hal yang disebutkan diatas merupakan kegiatan berbahasa yang
memberikan arahan kepada masyarakat untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru,
perilaku dan tindakan yang baik.
MODUL III
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
(EYD)
Pemakaian Huruf
Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf
berikut—nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf
Nama
Huruf
A a
a
J
j
je
S s
es
B b
be
K k
ka
T t
te
C c
ce
L
l
el
U u
u
D d
de
M m
em
V v
ve
E e
F f
e
N n
en
Ww
we
ef
O o
o
X x
eks
ge
P p
pe
Y y
ye
Q q
ki
Z z
zet
R
er
G gH
h
I
ha
i
i
Nama
r
Huruf
Huruf
Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf
berikut.
Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Vokal
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
a
api
padi
lusa
e*
enak
emas
petak
sore
kena
tipe
itu
simpan
kota
iou
oleh
ulang
bumi
murni
radio
ibu
*Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Contohnya:
Rosa gemar memakan apel (buah).
Polisi-polisi itu sedang bersiap untuk apel pagi (upacara).
Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia, terdiri atas
huruf-huruf berikut.
Huruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
b
c
d
f
g
h
j
k*
l
m
n
p
q**
r
s
t
v
w
x**
y
z
bahasa
cakap
dua
fakir
guna
hari
jalan
kami –
lekas
maka
nama
pasang
Quran
raih
sampai
tali
varia
wanita
xenon
yakin
zeni
Di Tengah
Di Akhir
sebut
kaca
ada
kafan
tiga
saham
manja
paksa,rakyat
alas
kami
anak
apa
Furqan
bara
asli
mata
lava
hawa
payung
lazim
adab
abad
maaf
gudeg
tuah
mikraj
politik bapak*
kesal
diam
daun
siap
putar
lemas
rapat
juz
*Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah. **Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia, terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au,
dan oi.
Huruf
Diftong
Contoh Pemakaian dalam Kata
ai
oi
ain aula
-
au
Di Awal
Di Tengah Di Akhir
syaitan
saudara
boikot
pandai
harimau
amboi
Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia, terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Di Tengah
Di Akhir
Konsonan Di Awal
kh
khusus
ngilu
ng
nyata
syarat
ny
sy
akhir
bangun
hanyut
isyarat
tarikh
senang
-
Pemenggalan Suku Kata
Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara
kedua huruf vokal itu.
do-a, ta-at
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
pu-lau, bukan pu-la-u
b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan—termasuk gabungan huruf konsonan—di
antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
me-ja, ca-tur
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan
di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah
diceraikan.
man-ja, swas-ta
d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan
di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
ul-tra, in-truk-si
e) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkaian dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
me-la-ri-kan, pra-sa-ra-na
f) Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (i) di antara unsur-unsur
itu atau (ii) pada unsur gabungan itu sesuai dengan tiga ketentuan yang tercantum
dalam boks catatan.
bio-data, bio-da-ta
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
Catatan
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada
pertimbangan khusus Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
Huruf Kapital atau Huruf Besar
a. Huruf pertama kata pada awal kalimat.
Kita harus saling menghormati dalam bermasyarakat.
b. Huruf pertama dalam petikan langsung.
Ibu bertanya, “Kapan kakak pulang?”
c. Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab
suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Semoga amal ibadah bibi diterima di sisi-Nya.
d. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama
orang—tidak berlaku jika tidak diikuti nama orang.
Karena sudah menunaikan ibadah haji, tukang bubur itu pun kini dikenal sebagai
Haji Salim.
e. Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang. Atau, yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat. Namun, tidak digunakan sebagai huruf pertama nama
jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Gubernur Basuki Tjahja Purnama resmi dilantik kemarin.
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
f. Huruf pertama unsur-unsur nama orang, tetapi tidak berlaku jika nama tersebut
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran, seperti:
Rudolf Diesel adalah penemu mesin diesel.
g. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Namun, tidak berlaku jika
nama tersebut merupakan bentuk dasar kata turunan.
Dia sedang mempelajari bahasa Korea.
Karena terlalu lama tinggal di Amerika, gaya berpakaian Tika pun agak kebaratbaratan.
h. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Namun, tidak
digunakan sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Perang Salib merupakan salah satu perang terbesar sepanjang sejarah.
i. Huruf pertama nama geografi, tetapi tidak berlaku untuk (i) huruf pertama istilah
geografi yang tidak menjadi unsur nama diri dan (ii) yang dipakai sebagai nama jenis.
Mita senang sekali tamasya ke pantai, terutama Pantai Kuta.
j. Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Namun, tidak berlaku pada huruf
pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Di Indonesia terdapat beberapa universitas terbaik, salah satunya adalah
Universitas Indonesia.
k. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Indonesia tergabung dalam lembaga internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa.
l. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam
nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari,
dan, yang, dan untuk—yang tidak terletak pada posisi awal.
Temanku menulis makalah “Fungsi Persuasif dalam Bahasa Iklan Media
Elektronik.”
m. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Ersa Fitriany, S.T.
Paman sedang mengantar pesanan ke rumah Ny. Liem. (Nyonya)
n. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara,
kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Namun, tidak
berlaku pada huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai
dalam pengacuan atau penyapaan.
Para ibu menjenguk Ibu Farida yang sedang sakit.
o. Huruf pertama kata ganti Anda.
Terima kasih atas perhatian Anda.
Huruf Miring
a. Penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contohnya:
Astrid bekerja sebagai reporter di majalah Cita Cinta.
b. Penegasan atau pengkhususan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Barang yang sudah dibeli, tidak dapat dikembalikan.
c. Penulisan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya.
Oriza Sativa adalah nama ilmiah padi.
Penulisan Singkatan dan Akronim Singkatan
Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan, yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat—diikuti dengan
tanda titik.
R. Satria Kusumo
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
c. Singkatan
umum
yang
terdiri
atas
tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik. Contohnya:
dll.
dan lain-lain
dsb.
dan sebagainya
dst.
dan seterusnya
hlm.
halaman
sda.
sama dengan atas
Sdr.
Saudara
ybs.
yang bersangkutan
Yth.
Yang terhormat
Adapun untuk singkatan yang terdiri atas dua huruf, ditulis sebagai berikut.
a.n.
atas nama
d.a.
dengan alamat
s.d.
sampai dengan
u.b.
untuk beliau
u.p.
untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata
uang tidak diikuti tanda titik.
Ca
kalsium
mm
milimeter
kg
kilogram
Rp
rupiah
Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
atau pun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital. Contohnya:
SIM (Surat Izin Mengemudi)
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital. Contohnya:
Undip
Bappenas
(Universitas Diponegoro)
(Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret serta seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil. Contohnya:
rapim (rapat pimpinan)
tilang (bukti tilang)
Penulisan Angka dan Lambang Bilangan
Angka
a. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, serta (iv) kuantitas.
Aktor muda itu memiliki tinggi 185 cm.
b. Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar pada alamat.
Jalan Jagakarsa no. 24.
c. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Surah Albaqoroh: 255.
d. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
lebih mudah dibaca.
Koruptor itu terbukti bersalahatas penggelapan uang sebesar 356 miliar.
Lambang Bilangan
a. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Doni mendapatkan peringkat ke-2 di kelas semester lalu.
b. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan digunakan secara
beruntun, seperti dalam perincian dan pemaparan. Contohnya:
Ibu harus menjamu tiga puluh orang teman . Ia pun memesan 10 nasi
c.
padang, 10 nasi goreng, dan 10 nasi rames.
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Contohnya:
Seratus rumah terbakar kemarin malam di Tanah Abang.
d. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
Bilangan utuh
sebelas
11
dua belas 12
Bilangan pecahan
setengah
½
seperempat ¼
e. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut.
Harga makanan di restoran itu sekitar Rp50.000-Rp100.000-an.
f. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Biasanya, ini digunakan pada dokumen resmi seperti nota atau kuitansi.
Telah terima uang senilai Rp87.500,00 (delapan puluh tujuh ribu lima
ratus rupiah) dari Sdri. Ida.
g. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali
di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Tamu undangan yang akan hadir sekitar dua ratus orang.
Pemakaian Tanda Baca Tanda Titik ( . )
a. Pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Aku ingin pergi ke Bali.
b. Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
Namun, tidak berlaku
jika
angka atau
ikhtisar,
atau
daftar.
huruf tersebut merupakan yang terakhir
dalam deretan angka atau huruf.
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
c. Pemisah angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu maupun jangka
waktu.
Saat ini jam menunjukkan pukul 14.30.
(pukul empat belas lewat tiga puluh menit)
Adit menyelesaikan l a r i m a r a t o n dalam waktu 1.05.30.
(satu jam, lima menit, tiga puluh detik)
d. Pemisah antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Kusnandar, Rully. 2010. Cara Cerdas Berkebun Emas. Jakarta:
TransMedia.
e. Pemisah bilangan ribuan atau kelipatannya, tapi tidak berlaku untuk bilangan
ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Korban bencana alam itu lebih dari 10.000 orang.
Susanti lahir pada tahun 1980 di Jakarta.
Tanda Koma ( , )
a. Di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Saya membeli penghapus, penggaris, dan spidol.
b. Pemisah kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului kata seperti
tetapi atau melainkan.
Ayu ingin datang, tetapi hari hujan..
c. Pemisah anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk
kalimatnya. Namun, tidak berlaku jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya
Kalau hari hujan, saya tidak akan pergi.
Saya tidak akan pergi kalau hari hujan.
d. Di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal
kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagipula, meskipun begitu, dan akan
tetapi.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
e. Pemisah kata seperti oh, ya, wah, aduh, dan kasihan dari kata yang lain terdapat di
dalam kalimat.
Wah, bukan main!
f. Pemisah petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
“Saya gembira sekali,” kata Risa.
g. Di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal,
serta (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Margonda, Depok
Bandung, 16 September 2011
h. Pemisah bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Andari, Yachi. 2010. Tes Kecerdasan Anak. Jakarta: Wahyu Media.
i. Di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
j. Di
Rosi Rosada, Psikologi Komunikasi (Jakarta: Rosda Karya, 2009), hlm. 20.
antara
nama
orang
dan
gelar
akademik yang mengikutinya—untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Contohnya:
Drs. Sugito, M.Pd.
k. Di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
l.
12, 45 cm
Pengapit keterangan yang sifatnya tidak membatasi.
Guru saya, Pak Edhy, tinggal di Bekasi..
m. Di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat —untuk menghindari
salah baca.
Karena sudah lama berteman dengan Eka, Putra pun membantunya.
Tanda Titik Koma ( ; )
a. Pemisah bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Malam semakin larut; adik belum pulang juga.
b. Pengganti
kata
penghubung
untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
kalimat majemuk.
Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk memasak di dapur; adik
menonton tv; saya sendiri asyik bermain komputer.
Tanda Titik Dua ( : )
a. Pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau penjelasan.
Namun, tidak berlaku jika rangkaian atau penjelasan itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang itu: hidup atau mati.
Aku ingin membeli pedal, jok, dan setang untuk sepeda fixie-ku.
b. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan penjelasan.
Ketua
: Syafrudin
Sekretaris
: Mulyani
Bendahara
: Sanusi
c. Dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Ibu
: “Bawa kopor ini, Di!”
Didi
: “Baik, Bu.”
d. Di antara (i) jilid atau nomor dan halaman, (ii) bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii) judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku
acuan dan karangan.
Jurnal Perempuan (1996), I:26.
Al Ikhlas: 3
Hunger Games: Mocking Jay
Jakarta: Transmedia
Tanda Hubung ( - )
a. Penyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian barisnya. Akan
tetapi, suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris.
Kami sudah lama merencanakan liburan, tapi selalu ada kesibukan yang
menghalangi.
Bukan
Kami sudah lama
merencanakan liburan, tapi selalu a-
da kesibukan yang menghalangi.
b. Penyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan
bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
c. Penyambung unsur-unsur kata ulang. Perlu diingat, angka 2 sebagai tanda ulang
(buku2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula—tidak dipakai pada teks
karangan.
Lumba-lumba, berlari-lari, robot-robotan.
d. Penyambung huruf dari sebuah kata yang dieja satu per satu dan bagian-bagian
tanggal.
26-1-2011
e. Penjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilang
bagian kelompok kata. Bandingkan kedua kata berikut.
ber-evolusi, be-revolusi
f. Perangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii)
ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan
imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Meranti menikuti lomba paskibra se-Jabodetabek.
Ibu menyukai musik tahun ’70-an
g. Perangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Ario me-download permainan terbaru di telepon genggamnya.
Tanda Pisah ( — )
a. Pembatas sisipan atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Hasil pertandingan itu—sungguh di luar dugaan—ternyata imbang.
b. Penegas keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas.
Rangkaian penemuan ini—evolusi, teorri kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom—mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c. Di antara dua kata maupun dua bilangan atau tunggal dengan arti ‘sampai’.
Nita menaiki bus jurusan Depok — Bandung.
Museum tersebut beroperasi dari tahun 1960—2010.
Tanda Elipsis ( … )
a. Dalam kalimat terputus-putus.
Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak!.
b. Penunjuk bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut
Tanda Tanya ( ? )
a. Pada akhir kalimat tanya.
Kapan Anda diwisuda?
b. Di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang kebenarannya
diragukan.
Kios sebanyak 200 pintu (?) terbakar.
Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Alangkah suramnya peristiwa itu!
Tanda Kurung ( ( …) )
a. Pengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
b. Pengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali)
ditulis pada tahun 1962.
c. Pengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Pejalan kaki itu berasal dari (daerah) Baduy.
d. Pengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan keterangan.
Masalah faktor produksi menyangkut faktor (a) alam, (b) modal, dan (c)
sumber daya manusia.
Tanda Kurung Siku ( […] )
a. Pengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat
atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan
atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Pengapit keterangan dalam kalimat penjelasan yang sudah bertanda kurung.
Meningkatnya loyalitas pelanggan (berkat slogan produk baru [lihat tabel 2.1]
i) relatif signifikan.
Tanda Petik ( “…” )
a. Pengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan
tertulis lainnya.
“Saya belum siap,” kata April, “tunggu sebentar!”
b. Pengapit syair, karangan, atau bab buku yang terdapat dalam kalimat.
Karangan Andi Hakim Nasution yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA” diterbitkan dalam Tempo.
c. Pengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Celana panjang model “cutbrai” masih banyak dikenakan.
Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
a. Pengapit petikan yang tersusun di dalam petikan.
Tanya Sally, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
b. Pengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing.
Rate of inflation artinya ‘laju inflasi’.
Tanda Garis Miring ( / )
a. Dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang
terbagi dalam dua tahun takwim.
Surat No.08/PKS/06/2009
b. Pengganti kata dan, atau, atau tiap.
Harganya Rp2.500,00/lembar.
Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )
a. Penghilangan bagian kata.
Dewi ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
b. Penghilangan bagian angka tahun.
02 Juni ’14 (‘11=2014)
Pemakaian Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis terpisah (berdiri sendiri)
Contoh: Siswa itu rajin.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh: bergetar
tulisan
penerapan
memperhatikan
2. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan
unsur yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Contoh: bertumpang tindih
mengambil alih
3. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh: menggarisbawahi
pertanggungjawaban
4. Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai (a, antar, catur, maha, mono, multi, pra, pasca, semi ,dsb.)
Contoh: amoral, antar negara, caturwarga, mahasiswa, multiguna, prasejarah, pascasarjana,
semifinal.
Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang didahului oleh huruf kapital, di antara
kedua unsur itu diberi tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh: buku-buku
gerak-gerik
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata / kata majemuk ditulis terpisah
Contoh: orang tua
Rumah sakit
2. Gabungan kata yang mungkin menimbulkan makna ganda, diberi tanda hubung.
Contoh: anak-istri ( anak dan istri)
buku -sejarah baru (buku sejarah yang baru)
buku sejarah- baru (sejarahnya baru)
3. Gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kesatuan ditulis serangkai
Contoh:
halalbihalal,
manakala,
barangkali,
olahraga,
kacamata,
darmasiswa,apabila,padahal,matahari, dukacita, manasuka, kilometer,bilamana , daripada,
peribahasa, segitiga, sukacita, saputangan.
E. Kata Ganti
Kata ganti ku, mu, nya, kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau
mendahuluinya., kecuali pada Mu dan Nya yang mengacu pada Tuhan harus ditulis dengan
huruf kapital dan diberi tanda hubung (-).
Contoh: Nasihat orang tua harus kauperhatikan
Anakku, anakmu, dan anaknya sudah menjadi anggota perkumpulan itu.
O, Tuhan kepada-Mulah hamba meminta pertolongan.
F. Kata Depan
Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali yang sudah
dianggap sebagai satu kesatuan seperti kepada dan daripada.
Contoh: Di mana ada gula, di situ ada semut.
Pencuri itu keluar dari pintu belakang.
Mahasiswa itu akan berangkat ke luar negeri.
G. Kata Sandang
Kata si , sang, hang, dang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: Muhammad Ali dijuluki petinju “si Mulut Besar”.
H. Partikel
1. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Pergilah sekarang!
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Jika engkau pergi, aku pun akan pergi.
Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti
andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, ‘tiap’ ditulis terpisah.
Contoh: Harga BBM naik per ! April.
Mereka masuk satu per satu.
Harga kertas Rp25.000,00 per rim.
Penulisan Unsur Serapan
Ada 4 cara penyerapan :
1. Adopsi : diambil seutuhnya tanpa perubahan : unit, bank, tape, hotdog, neutron.
2. Adaptasi : hanya diambil makna kata, ejaannya disesuaikan : opsi, demokrasi,
presiden, institusi, ekspor, impor,sirkulasi, dsb.
3. Penerjemahan : diambil konsepnya lalu diterjemahkan : tray out = uji coba, pilot
project = proyek rintisan, fast food = makanan cepat saji, half time = paruhwaktu, full
time = purnawaktu, cofee break = rehat kopi.
4. Kreasi : hanya diambil konsep dasarnya lalu dikreasikan padanannya : effective =
berdaya guna, spare part = suku cadang, brainstorming = sumbang saran,
departement store = toko serba ada, superpower= adikuasa
MODUL IV
STUDI KASUS KESALAHAN BERBAHASA
Pembelajaran bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa. Dalam
mempelajari bahasa tentu tidak luput dari kesalahan. Corder (1990:62) menyatakan bahwa
semua orang yang belajar bahasa pasti tidak luput dari kesalahan. Ingatlah bahwa kesalahan
itu sumber inspirasi untuk menjadi benar.
Para pakar linguistik dan para guru bahasa Indonesia sependapat bahwa kesalahan
berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh sebab itu, kesalahan
berbahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan dihapuskan.
Kesalahan berbahasa merupakan suatu proses yang didasarkan pada analisis
kesalahan siswa atau seseorang yang sedang mempelajari sesuatu, misalnya, bahasa. Bahasa
itu bisa bahasa daerah, bahasa Indonesia, bisa juga bahasa asing. Kemampuan menguasai
bahasa secara baik dapat dilakukan seseorang dengan cara mempelajarinya, yaitu berlatih
berulang-ulang dengan pembetulan di sana-sini. Proses pembelajaran ini tentunya
menggunakan strategi yang tepat agar dapat memperoleh hasil yang positif.
1. KESALAHAN PENERAPAN KAIDAH EJAAN
Pada bagian ini dibahas tentang kesalahan-kesalahan penerapan kaidah Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Setelah disajikan bentuk-bentuk yang salah (nonbaku), disajikan pula bentuk-bentuk yang
benar (baku) sebagai perbaikanya. Mudah-mudahan bentuk-bentuk perbaikan itu akan
mengingatkan kita semua, pemakai bahasa, selalu berhati-hati dalam menerapkan kaidah
ejaan ini. Beberapa hal tersebut antara lain.
1.1 Pelafalan
Dalam bahasa Indonesia terdapat akhiran –kan, bukan –ken. Sesuai dengan
tulisannya, akhiran itu tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang
ada
orang
yang
melafalkan
kata
seperti memuaskan dengan
[memuasken], diharapkan dengan [diharapken], diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan
tetapi, pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena dalam bahasa Indonesia apa yang ditulis
itulah yang dilafalkan.
Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek
seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun
demikian, pemakai bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia tentu tidak
akan mengikuti cara pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya, akan terus berusaha
meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia, termasuk dalam pelafalannya.
Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini.
Kat
Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
serta Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
1.1 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain, bersumber
pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” . Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36) mengenai
kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa
Indonesia. Dengan demikian, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia. Pertama,
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, sesuai dengan Sumpah Pemuda
1928, dan kedua bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945.
1.2 Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa yang utama dan pertama sudah terlihat dalam konsepsi bahasa di atas,
yaitu fungsi komunikasi dalam bahasa berlaku bagi semua bahasa apapun dan di manapun.
Dalam berbagai literatur bahasa, ahli bahasa (linguis) bersepakat dengan fungsi-fungsi
bahasa berikut:
1. fungsi ekspresi dalam bahasa
2. fungsi komunikasi dalam bahasa
3. fungsi adaptasi dan integrasi dalam bahasa
4. fungsi kontrol sosial (direktif dalam bahasa)
Di samping fungsi-fungsi utama tersebut, Gorys Keraf menambahkan beberapa fungsi
lain sebagai pelengkap fungsi utama tersebut. Fungsi tambahan itu adalah:
1. Fungsi lebih mengenal kemampuan diri sendiri.
2. Fungsi lebih memahami orang lain;
3. Fungsi belajar mengamati dunia, bidang ilmu di sekitar dengan cermat.
4. Fungsi mengembangkan proses berpikir yang jelas, runtut, teratur, terarah, dan logis;
5. Fungsi mengembangkan atau memengaruhi orang lain dengan baik dan menarik
(fatik). (Keraf, 1994: 3-10)
Masih banyak fungsi bahasa yang lain dalam bahasa Indonesia khususnya, fungsi bahasa
dapat dikembangkan atau dipertegas lagi ke dalam kedudukan atau posisi bahasa
Indonesia. Posisi Bahasa Indonesia diidentifikasikan menjadi bahasa persatuan, bahasa
nasional, bahasa negara, dan bahasa standar.
1.2.1 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan
Bahasa persatuan adalah pemersatu suku bangsa, yaitu pemersatu suku, agama, rasa
dan antar golongan (SARA) bagi suku bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Fungsi pemersatu ini (heterogenitas/kebhinekaan) sudah dicanangkan dalam Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928.
1.2.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
1. Lambang kebanggaan kebangsaan
2. Lambang identitas nasional
3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang
sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan
Indonesia.
Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan ini, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, dan rasa kebanggaan memakainya senantiasa
kita bina.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera
dan lambang negara kita. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila
masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sehingga terhindar dari unsurunsur bahasa lain yang tidak diperlukan.
Sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarsuku bangsa, bahasa
Indonesia
dipakai
untuk
berhubungan
antarsuku
bangsa
di
Indonesia
sehingga
kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial, budaya, dan bahasa tidak
perlu terjadi.
Di samping ketiga fungsi di atas, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang
sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu
mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meninggalkan identitas
kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah
yang bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita dapat meletakkan kepentingan nasional di
atas kepentingan daerah atau golongan.
1.2.3 Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara
1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai antara lain: di dalam
segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, dokumen-dokumen dan keputusankeputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan. Di dalam hubungan ini, bahasa
Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, sebagai alat perhubungan antar daerah, melainkan juga sebagai alat
perhubungan di dalam masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi,
bahasa Indonesia dipakai sebagai alat yang memungkinkan kita membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri,
yang membedakannya dari kebudayaan daerah.
1.2.4 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Baku
Bahasa baku merupakan bahasa yang digunakan dalam pertemuan sangat resmi.
Fungsi bahasa baku itu berfungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemersatu sosial, budaya, dan bahasa,
2. Fungsi penanda kepribadian bersuara dan berkomunikasi,
3. Fungsi penambah kewibawaan sebagai pejabat dan intelektual, dan
4. Fungsi penanda acuan ilmiah dan penulisan tulisan ilmiah.
Keempat posisi atau kedudukan bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi keterkaitan
antar unsur. Posisi dan fungsi tersebut merupakan kekuatan bangsa Indonesia dan merupakan
jati diri Bangsa Indonesia yang kokoh dan mandiri. Dengan keempat posisi itu, bahasa
Indonesia sangat dikenal di mata dunia, khususnya tingkat regional ASEAN.
Dengan mengedepankan posisi dan fungsi bahaasa Indonesia, eksistensi bahasa
Indonesia diperkuat dengan latar belakang sejarah yang runtut dan argumentatif. Sejarah
terbentuknya Bahasa Indonesia dari bahasa melayu. Ciri-ciri bahasa Indonesia yang khas,
legitimasi sebagai interaksi Bahasa Indonesia, dan ragam serta laras Bahasa Indonesia
memperkuat konsepsi dan fungsi dikembangkan ke berbagai ilmu, teknologi, bidang, dan
budaya sekarang dan nanti.
2.1 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik
kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Penggunaan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan
sasaran dan mengikuti kaidah yang ditetapkan. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
memiliki beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan
kondisi tertentu. Misalnya, pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar
menjadi prioritas utama.
Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat
yang baku.
Contoh :
”Kami sedang menyaksikan pertandingan itu.”, bukan “Pertandingan itu kami sedang
saksikan.”
2. Penggunaan kata-kata baku.
Contoh : “Seru sekali” dan bukan “Seru banget”, “Tampan” bukan “Ganteng”.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis (EyD / Ejaan yang Disempurnakan).
Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Belum ada lafal baku yang sudah
ditetapkan, tetapi secara umum lafal baku dapat diartikan sebagai lafal yang bebas
dari ciri-ciri lafal dialek setempat ataupun bahasa daerah. Misalnya: habis, bukan
abis ; atap, bukan atep.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Bahasa baku sebenarnya mengharuskan
komunikasi secar efektif : pesan dari pembicara atau penulis harus diterima oleh
pendengar atau pembaca sesuai maksud yang ingin disampaikan.
Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain adalah yang
disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode
dan bahasa gaul yang tanpa kita sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti
ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.
Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku:
Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan?
Apa yang kamu lakukan saat liburan kemarin?
Contoh ketika dalam dialog seorang dosen dengan mahasiswa
Dosen : Rio, Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan kemarin?
Rio
: Sudah Pak, nanti akan saya kirim melalui email.
Kata-kata di atas adalah kata yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan sosial.
Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan
menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar menawar dengan tukang sayur atau tukang ojek kita memakai bahasa baku.
(1) Berapakah Ibu mau menjual kentang ini?
(2) Apakah Bang ojek bersedia mengantar saya ke Stasiun Gambir dan berapa ongkosnya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan
tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi
seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
(3) Berapa nih, Bu, kentangnya?
(4) Ke Stasiun Gambir, Bang. Berapa?
Bahasa indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa yang mudah dipahami dan
dimengerti, bentuk bahasa baku yang sah dibuat agar secara luas masyarakat indonesia dapat
berkomunikasi menggunakan bahasa nasional.
MODUL II
RAGAM DAN LARAS BAHASA
Ketika bahasa itu berada pada tataran fungsi bahasa ekspresi diri dan fungsi bahasa
komunikasi, bahasa yang digunakan masuk ke dalam ragam bahasa dan laras bahasa. Ragam
bahasa adalah variasi bahasa yang terbentuk karena pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu
dibedakan berdasarkan media yang digunakan topik pembicaraan, dan sikap pembicaranya.
Di pihak lain, laras bahasa dimaksudnya kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya.
Fungsi pemakaian bahasa lebih diutamakan dalam laras bahasa dari pada aspek lain dalam
ragam bahasa. Selain itu, konsepsi antara 6 ragam bahasa dan laras bahasa saling terkait
dalam perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras bahasa apa pun akan memanfaatkan
ragam bahasanya. Misalnya, laras bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
1. Ragam Bahasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ragam bahasa diartikan variasi bahasa
menurut pemakaiannya, topik yang dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan
medium pembicaraannya (2005:920). Pengertian ragam bahasa ini dalam berkomunikasi
perlu memperhatikan aspek (1) situasi yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak
disampaikan, (3) latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan (4) medium atau
sarana bahasa yang digunakan. Keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut lebih
mengutamakan aspek situasi yang dihadapi dan aspek medium bahasa yang digunakan
dibandingkan kedua aspek yang lain.
1.1. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaianannya
Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas tiga bagian, yaitu ragam
bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan ragam bahasa nonformal. Setiap ragam bahasa
dari sudut pandang yang lain dan berbagai jenis laras bahasa diidentifikasikan ke dalam
situasi pemakaiannya. Misalnya, ragam bahsa lisan diidentifikasikan sebagai ragam bahasa
formal, semiformal, atau nonformal. Begitu juga laras bahasa manajemen diidentifikasikan
sebagi ragam bahasa formal, semiformal, atau nonformal. Ragam bahasa formal
memperhatikan kriteria berikut agar bahasanya menjadi resmi.
1. Kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak kaku, tetapi tetap lebih
luwes dan dimungkinkan ada perubahan kosa kata dan istilah dengan benar.
2. Penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit.
3. Penggunaan bentukan kata secara lengkap dan tidak disingkat.
4. Penggunaan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten
5. Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang baku pada ragam
bahasa lisan.
Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal di atas, pembedaan antara ragam formal,
ragam semiformal, dan ragam nonformal diamati dari hal berikut:
1. Pokok masalah yang sedang dibahas,
2. Hubungan antara pembicara dan pendengar,
3. Medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis,
4. Area atau lingkungan pembicaraan terjadi, dan
5. Situasi ketika pembicaraan berlangsung.
Kelima pembedaan ragam bahasa di atas, dipertegas lagi pembedaan antara ragam
bahasa formal dan ragam bahasa nonformal yang paling mencolok adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,misalnya:
Saya dan gue/ogut
Anda dan lu/situ/ente
2. Penggunaan imbuhan (afiksasi), awalan (prefix), akhiran (sufiks), gabungan awalan dan
akhiran (simulfiks), dan imbuhan terpisah (konfiks). Misalnya:
Awalan: menyapa – apaan
Mengopi – ngopi
Akhiran: laporan – laporin
Marahi – marahin
Simulfiks: menemukan------nemuin
Menyerahkan-----nyerahin
Konfiks: Kesalahan-----------nyalahin
Pembetulan-------betulin
3. Penggunaan unsur fatik (persuasi) lebih sering muncul dalam ragam bahasa nonformal,
seperti sih, deh, dong,kok,lho, ya kale, gitu ya.
4. Penghilangan unsur atau fungsi kalimat (S-P-O-Pel-Ket) dalam ragam bahasa nonformal
yang menganggu penyampaian suatu pesan.Misalnya,
Penghilangan subjek: Kepada hadirin harap berdiri.
Penghilangan predikat: Laporan itu untuk pimpinan.
Penghilangan objek : RCTI melaporkan dari Medan.
Penghilangan pelengkap: Mereka berdiskusi di lantai II.
1.2. Ragam bahasa berdasarkan mediumnya
Berdasarkan mediumnya ragam bahasa terdiri atas dua ragam bahasa,yaitu
(1) ragam bahasa lisan
(2) ragam bahasa tulis.
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh penuturnya kepada
pendengar atau teman bicaranya. Ragam bahasa lisan ini ditentukan oleh intonasi dalam
pemahaman maknanya. Misalnya,
(a)Kucing/ makan tikus mati.
(b) Kucing makan//tikus mati.
(c) Kucing makan tikus/mati.
Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal,semiformal, dan nonformal. Dalam
penulisan makalah seminar dan skripsi,penulis harus menggunakan ragam bahasa formal
sedangkan ragam bahasa semiformal digunakan Dalam perkuliahan dan ragam bahasa
nonformal digunakan keseharian secara informal.
Penggunaan ragam bahasa dan laras bahasa dalam penulisan karangan ilmiah harus
berupaya pada
(1) ragam bahasa formal,
(2) ragam bahasa tulis,
(3) ragam bahasa lisan ,
(4) laras bahasa ilmiah, dan
(5) berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
2. Laras Bahasa
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Laras bahasa
terkait langsung dengan selingkung bidang dan keilmuan sehingga dikenallah laras bahasa
ilmiah dengan bagian subsublarasnya. Pembedaan diantara sub-sublaras bahasa seperti dalam
laras ilmiah itu dapat diamati dari
(1) penggunaan kosakata dan bentukan kata,
(2) penyusunan frasa,klausa, dan kalimat,
(3) penggunaan istilah
(4) pembentukan paragraf,
(5) penampilan hal teknis,
(6) penampilan kekhasan dalam wacana.
Berdasarkan konsepsi laras bahasa tersebut, laras bahasa ekonomi mempunyai subsublaras bahasa manajemen, sublaras akuntansi,sublaras asuransi, sublaras perpajakan, dll.
Laras bahasa dapat digolongkan kepada dua golongan besar, yaitu laras biasa dan laras
khusus. Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum seperti
bidang hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Laras khusus merujuk kepada
kegunaan untuk khalayak khusus seperti ahli-ahli atau peminat dalam bidang tertentu dan
pelajar-pelajar (rencana, laporan, buku).
Pembeda utama yang membedakan antara laras biasa dengan laras khsus ialah kosa kata, tata
bahasa, dan gaya.
1.
Laras Bahasa Biasa
Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum, seperti bidang
hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Kalimatnya sederhana, ringkas, dan padat.
Contoh : Dilarang menginjak rumput.
2.
Laras Bahasa Khusus
a.
Laras Bahasa Perniagaan
Tujuannya untuk mempengaruhi atau membentuk tanggapan tertentu, atau mengubah sikap
dan melakukan tindakan. Digunakan dalam iklan, tender, laporan dan sebagainya , didukung
pula oleh gambar, lukisan, grafik, ilustrasi dan sebagainya.
b.
Laras Akademik
Meliputi berbagai bidang seperti sains, teknologi, komunikasi, matematik dan sebagainya
yang terletak dalam ruang lingkup pendidikan. Dalam penulisan ilmiah, misalnya penulisan
thesis, penulis perlu mengikut format tertentu seperti perlu ada catatan bibiliografi (rujukan),
nota kaki di bawah muka surat atau nota hujungan di penghujung setiap bab.Menggunaka
istilah-istilah yang khusus kepada bidang, dan biasanya perlu dihafal. Contohnya ialah
fotosintesis, pecutan, mengawan, pendebungaan dan sebagainya.
c.
Laras Bahasa Media
Berita sebagai wacana memiliki struktur teks yang tersendiri, lain dari struktur teks fiksi, dan
lain pula dari struktur teks esai dan karya ilmiah. Wartawan atau penulis koran menggunakan
bahasa untuk menjelaskan sesuatu menurut cara yang paling mudah diterima sesuai dengan
selera sejumlah pembaca koran.
Tiga fitur penting yang harus ada dalam berita koran yang baik, pertama, bahasa yang
digunakan mudah. kedua, gaya tulisan yang jelas dan ketiga, isi tulisan harus akurat. Karena
koran diterbitkan untuk masyarakat, maka bahasa koran haruslah sesuai dengan bahasa
penggunaan orang-orang. Kalimat yang panjang, berisi beberapa klausa, menggunakan
kutipan, metafora, kiasan, istilah teknik, dan sebagainya haruslah dihindari.
d.
Laras Bahasa Sastra
Memperlihatkan gaya bahasa yang menarik dan kreatif. Bahasanya dapat dalam bentuk
naratif, deskriptif, preskriptif, dramatis dan puitis.
Beberapa ciri bahasa sastra:
e.
Kreatif dan imajinatif: mengandung arti
Mementingkan penyusunan, pengulangan, pemilihan kata
Puitis dan hidup: monolog, dialog, dan sebagainya.
Menggunakan bahas tersirat: perlambangan, kiasan, perbandingan, peribahasa,
metafora, simile, , ilusi, ambpersonifikasiiguitas dan sebagainya.
Ada penyimpangan tata bahasa atau manipulasi bahasa.
Laras Bahasa Agama
Berisi istilah agama dari bahasa Arab. Struktur ayatnya banyak dipengaruhi struktur bahasa
Arab. Disisipkan dengan kutipan dari al-Quran dan hadis.
3. Fungsi Ragam dan Laras Bahasa
Secara umum fungsi ragam dan laras bahasa terbagi menjadi beberapa bagian :
a.
Sebagai alat ekspresi diri
Pada awalnya seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau
perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah dan ibunya. Dalam perkembangannya,
seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya,
melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Setelah dewasa, seorang
individu pun menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi diri dan komunikasi. Seorang penulis
pun mengekspresikan diri melalui tulisannya, sehingga karya ilmiah pun dapat disebut
sebagai alat ekspresi diri.
b.
Sebagai alat komunikasi
Komunikasi lebih spesifik dari pada ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila
ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita
dapat mempelajari dan mewarisi semua hal, baik yang pernah dicapai oleh orang-orang
terdahulu ataupun orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, merefleksikan
perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan individu lainnya.
Melalui bahasa, manusia dapat
mengatur berbagai macam kegiatan dan aktivitas
kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan bagaimana langkah terbaik untuk
kedepannya. Ketika menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, sebelumnya tentu sudah
ada tujuan tertentu. Pembicara ingin maksud dan gagasannya diterima oleh orang lain.
Dengan kata lain pembicara ingin mempengaruhi orang lain dan ingin mereka membeli hasil
pemikirannya. Oleh karena itu, si pembicara pun akan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan kepentingan dan kebutuhan objek yang ia tuju.
c.
Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial
Selain sebagai salah satu unsur kebudayaan, bahasa memungkinkan pula manusia
memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian serta
pelajaran dari pengamalan tersebut, serta berkenalan dengan orang lain. Indonesia adalah
bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai macam suku dan ras, begitu banayak pulau dan
daerah. Tidak mungkin menyatukan keseluruhannya tanpa ada suatu rumusan metode, maka
terbentuklah bahasa yang berfungsi dan terbukti sebagai alat pemersatu yang efektif.
Pada saat seseorang beradaptasi dengan lingkungan social disekitarnya, maka ia akan
memilih bahasa yang tepat dan sesuai. Ia akan menggunakan bahasa yang berbeda, ia akan
menggunakan bahasa yang tidak baku ketika sedang bersama teman-temannya, sebaliknya ia
akan menggunakan bahasa yang formal ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau
lebih tinggi kedudukannya.
d.
Sebagai alat kontrol sosial
Bahasa memiliki peran penting dalam memainkan peran social, baik itu dengan diterapkan
pada diri sendiri ataupun orang lain. Berbagai informasi, pemberitaan ataupun pendidikan
disampaikan melalui bahasa. buku-buku pelajaran dan buku-buku intruksi adalah salah satu
contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social. Ceramah agama merupakan contoh
penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik juga
termasuk dalam kontrol social. Begitu pula dengan iklan layanan masyarakat atau layanan
sosial, itu semua adalah merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol
sosial. Singkatnya, hal-hal yang disebutkan diatas merupakan kegiatan berbahasa yang
memberikan arahan kepada masyarakat untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru,
perilaku dan tindakan yang baik.
MODUL III
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
(EYD)
Pemakaian Huruf
Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf
berikut—nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf
Nama
Huruf
A a
a
J
j
je
S s
es
B b
be
K k
ka
T t
te
C c
ce
L
l
el
U u
u
D d
de
M m
em
V v
ve
E e
F f
e
N n
en
Ww
we
ef
O o
o
X x
eks
ge
P p
pe
Y y
ye
Q q
ki
Z z
zet
R
er
G gH
h
I
ha
i
i
Nama
r
Huruf
Huruf
Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf
berikut.
Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Vokal
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
a
api
padi
lusa
e*
enak
emas
petak
sore
kena
tipe
itu
simpan
kota
iou
oleh
ulang
bumi
murni
radio
ibu
*Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Contohnya:
Rosa gemar memakan apel (buah).
Polisi-polisi itu sedang bersiap untuk apel pagi (upacara).
Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia, terdiri atas
huruf-huruf berikut.
Huruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
b
c
d
f
g
h
j
k*
l
m
n
p
q**
r
s
t
v
w
x**
y
z
bahasa
cakap
dua
fakir
guna
hari
jalan
kami –
lekas
maka
nama
pasang
Quran
raih
sampai
tali
varia
wanita
xenon
yakin
zeni
Di Tengah
Di Akhir
sebut
kaca
ada
kafan
tiga
saham
manja
paksa,rakyat
alas
kami
anak
apa
Furqan
bara
asli
mata
lava
hawa
payung
lazim
adab
abad
maaf
gudeg
tuah
mikraj
politik bapak*
kesal
diam
daun
siap
putar
lemas
rapat
juz
*Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah. **Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia, terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au,
dan oi.
Huruf
Diftong
Contoh Pemakaian dalam Kata
ai
oi
ain aula
-
au
Di Awal
Di Tengah Di Akhir
syaitan
saudara
boikot
pandai
harimau
amboi
Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia, terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Di Tengah
Di Akhir
Konsonan Di Awal
kh
khusus
ngilu
ng
nyata
syarat
ny
sy
akhir
bangun
hanyut
isyarat
tarikh
senang
-
Pemenggalan Suku Kata
Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara
kedua huruf vokal itu.
do-a, ta-at
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
pu-lau, bukan pu-la-u
b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan—termasuk gabungan huruf konsonan—di
antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
me-ja, ca-tur
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan
di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah
diceraikan.
man-ja, swas-ta
d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan
di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
ul-tra, in-truk-si
e) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkaian dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
me-la-ri-kan, pra-sa-ra-na
f) Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (i) di antara unsur-unsur
itu atau (ii) pada unsur gabungan itu sesuai dengan tiga ketentuan yang tercantum
dalam boks catatan.
bio-data, bio-da-ta
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
Catatan
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada
pertimbangan khusus Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
Huruf Kapital atau Huruf Besar
a. Huruf pertama kata pada awal kalimat.
Kita harus saling menghormati dalam bermasyarakat.
b. Huruf pertama dalam petikan langsung.
Ibu bertanya, “Kapan kakak pulang?”
c. Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab
suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Semoga amal ibadah bibi diterima di sisi-Nya.
d. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama
orang—tidak berlaku jika tidak diikuti nama orang.
Karena sudah menunaikan ibadah haji, tukang bubur itu pun kini dikenal sebagai
Haji Salim.
e. Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang. Atau, yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat. Namun, tidak digunakan sebagai huruf pertama nama
jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Gubernur Basuki Tjahja Purnama resmi dilantik kemarin.
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
f. Huruf pertama unsur-unsur nama orang, tetapi tidak berlaku jika nama tersebut
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran, seperti:
Rudolf Diesel adalah penemu mesin diesel.
g. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Namun, tidak berlaku jika
nama tersebut merupakan bentuk dasar kata turunan.
Dia sedang mempelajari bahasa Korea.
Karena terlalu lama tinggal di Amerika, gaya berpakaian Tika pun agak kebaratbaratan.
h. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Namun, tidak
digunakan sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Perang Salib merupakan salah satu perang terbesar sepanjang sejarah.
i. Huruf pertama nama geografi, tetapi tidak berlaku untuk (i) huruf pertama istilah
geografi yang tidak menjadi unsur nama diri dan (ii) yang dipakai sebagai nama jenis.
Mita senang sekali tamasya ke pantai, terutama Pantai Kuta.
j. Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Namun, tidak berlaku pada huruf
pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Di Indonesia terdapat beberapa universitas terbaik, salah satunya adalah
Universitas Indonesia.
k. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Indonesia tergabung dalam lembaga internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa.
l. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam
nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari,
dan, yang, dan untuk—yang tidak terletak pada posisi awal.
Temanku menulis makalah “Fungsi Persuasif dalam Bahasa Iklan Media
Elektronik.”
m. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Ersa Fitriany, S.T.
Paman sedang mengantar pesanan ke rumah Ny. Liem. (Nyonya)
n. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara,
kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Namun, tidak
berlaku pada huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai
dalam pengacuan atau penyapaan.
Para ibu menjenguk Ibu Farida yang sedang sakit.
o. Huruf pertama kata ganti Anda.
Terima kasih atas perhatian Anda.
Huruf Miring
a. Penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contohnya:
Astrid bekerja sebagai reporter di majalah Cita Cinta.
b. Penegasan atau pengkhususan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Barang yang sudah dibeli, tidak dapat dikembalikan.
c. Penulisan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya.
Oriza Sativa adalah nama ilmiah padi.
Penulisan Singkatan dan Akronim Singkatan
Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan, yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat—diikuti dengan
tanda titik.
R. Satria Kusumo
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
c. Singkatan
umum
yang
terdiri
atas
tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik. Contohnya:
dll.
dan lain-lain
dsb.
dan sebagainya
dst.
dan seterusnya
hlm.
halaman
sda.
sama dengan atas
Sdr.
Saudara
ybs.
yang bersangkutan
Yth.
Yang terhormat
Adapun untuk singkatan yang terdiri atas dua huruf, ditulis sebagai berikut.
a.n.
atas nama
d.a.
dengan alamat
s.d.
sampai dengan
u.b.
untuk beliau
u.p.
untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata
uang tidak diikuti tanda titik.
Ca
kalsium
mm
milimeter
kg
kilogram
Rp
rupiah
Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
atau pun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital. Contohnya:
SIM (Surat Izin Mengemudi)
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital. Contohnya:
Undip
Bappenas
(Universitas Diponegoro)
(Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret serta seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil. Contohnya:
rapim (rapat pimpinan)
tilang (bukti tilang)
Penulisan Angka dan Lambang Bilangan
Angka
a. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, serta (iv) kuantitas.
Aktor muda itu memiliki tinggi 185 cm.
b. Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar pada alamat.
Jalan Jagakarsa no. 24.
c. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Surah Albaqoroh: 255.
d. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
lebih mudah dibaca.
Koruptor itu terbukti bersalahatas penggelapan uang sebesar 356 miliar.
Lambang Bilangan
a. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Doni mendapatkan peringkat ke-2 di kelas semester lalu.
b. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan digunakan secara
beruntun, seperti dalam perincian dan pemaparan. Contohnya:
Ibu harus menjamu tiga puluh orang teman . Ia pun memesan 10 nasi
c.
padang, 10 nasi goreng, dan 10 nasi rames.
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Contohnya:
Seratus rumah terbakar kemarin malam di Tanah Abang.
d. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
Bilangan utuh
sebelas
11
dua belas 12
Bilangan pecahan
setengah
½
seperempat ¼
e. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut.
Harga makanan di restoran itu sekitar Rp50.000-Rp100.000-an.
f. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Biasanya, ini digunakan pada dokumen resmi seperti nota atau kuitansi.
Telah terima uang senilai Rp87.500,00 (delapan puluh tujuh ribu lima
ratus rupiah) dari Sdri. Ida.
g. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali
di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Tamu undangan yang akan hadir sekitar dua ratus orang.
Pemakaian Tanda Baca Tanda Titik ( . )
a. Pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Aku ingin pergi ke Bali.
b. Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
Namun, tidak berlaku
jika
angka atau
ikhtisar,
atau
daftar.
huruf tersebut merupakan yang terakhir
dalam deretan angka atau huruf.
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
c. Pemisah angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu maupun jangka
waktu.
Saat ini jam menunjukkan pukul 14.30.
(pukul empat belas lewat tiga puluh menit)
Adit menyelesaikan l a r i m a r a t o n dalam waktu 1.05.30.
(satu jam, lima menit, tiga puluh detik)
d. Pemisah antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Kusnandar, Rully. 2010. Cara Cerdas Berkebun Emas. Jakarta:
TransMedia.
e. Pemisah bilangan ribuan atau kelipatannya, tapi tidak berlaku untuk bilangan
ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Korban bencana alam itu lebih dari 10.000 orang.
Susanti lahir pada tahun 1980 di Jakarta.
Tanda Koma ( , )
a. Di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Saya membeli penghapus, penggaris, dan spidol.
b. Pemisah kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului kata seperti
tetapi atau melainkan.
Ayu ingin datang, tetapi hari hujan..
c. Pemisah anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk
kalimatnya. Namun, tidak berlaku jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya
Kalau hari hujan, saya tidak akan pergi.
Saya tidak akan pergi kalau hari hujan.
d. Di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal
kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagipula, meskipun begitu, dan akan
tetapi.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
e. Pemisah kata seperti oh, ya, wah, aduh, dan kasihan dari kata yang lain terdapat di
dalam kalimat.
Wah, bukan main!
f. Pemisah petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
“Saya gembira sekali,” kata Risa.
g. Di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal,
serta (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Margonda, Depok
Bandung, 16 September 2011
h. Pemisah bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Andari, Yachi. 2010. Tes Kecerdasan Anak. Jakarta: Wahyu Media.
i. Di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
j. Di
Rosi Rosada, Psikologi Komunikasi (Jakarta: Rosda Karya, 2009), hlm. 20.
antara
nama
orang
dan
gelar
akademik yang mengikutinya—untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Contohnya:
Drs. Sugito, M.Pd.
k. Di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
l.
12, 45 cm
Pengapit keterangan yang sifatnya tidak membatasi.
Guru saya, Pak Edhy, tinggal di Bekasi..
m. Di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat —untuk menghindari
salah baca.
Karena sudah lama berteman dengan Eka, Putra pun membantunya.
Tanda Titik Koma ( ; )
a. Pemisah bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Malam semakin larut; adik belum pulang juga.
b. Pengganti
kata
penghubung
untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
kalimat majemuk.
Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk memasak di dapur; adik
menonton tv; saya sendiri asyik bermain komputer.
Tanda Titik Dua ( : )
a. Pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau penjelasan.
Namun, tidak berlaku jika rangkaian atau penjelasan itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang itu: hidup atau mati.
Aku ingin membeli pedal, jok, dan setang untuk sepeda fixie-ku.
b. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan penjelasan.
Ketua
: Syafrudin
Sekretaris
: Mulyani
Bendahara
: Sanusi
c. Dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Ibu
: “Bawa kopor ini, Di!”
Didi
: “Baik, Bu.”
d. Di antara (i) jilid atau nomor dan halaman, (ii) bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii) judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku
acuan dan karangan.
Jurnal Perempuan (1996), I:26.
Al Ikhlas: 3
Hunger Games: Mocking Jay
Jakarta: Transmedia
Tanda Hubung ( - )
a. Penyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian barisnya. Akan
tetapi, suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris.
Kami sudah lama merencanakan liburan, tapi selalu ada kesibukan yang
menghalangi.
Bukan
Kami sudah lama
merencanakan liburan, tapi selalu a-
da kesibukan yang menghalangi.
b. Penyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan
bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
c. Penyambung unsur-unsur kata ulang. Perlu diingat, angka 2 sebagai tanda ulang
(buku2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula—tidak dipakai pada teks
karangan.
Lumba-lumba, berlari-lari, robot-robotan.
d. Penyambung huruf dari sebuah kata yang dieja satu per satu dan bagian-bagian
tanggal.
26-1-2011
e. Penjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilang
bagian kelompok kata. Bandingkan kedua kata berikut.
ber-evolusi, be-revolusi
f. Perangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii)
ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan
imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Meranti menikuti lomba paskibra se-Jabodetabek.
Ibu menyukai musik tahun ’70-an
g. Perangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Ario me-download permainan terbaru di telepon genggamnya.
Tanda Pisah ( — )
a. Pembatas sisipan atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Hasil pertandingan itu—sungguh di luar dugaan—ternyata imbang.
b. Penegas keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas.
Rangkaian penemuan ini—evolusi, teorri kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom—mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c. Di antara dua kata maupun dua bilangan atau tunggal dengan arti ‘sampai’.
Nita menaiki bus jurusan Depok — Bandung.
Museum tersebut beroperasi dari tahun 1960—2010.
Tanda Elipsis ( … )
a. Dalam kalimat terputus-putus.
Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak!.
b. Penunjuk bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut
Tanda Tanya ( ? )
a. Pada akhir kalimat tanya.
Kapan Anda diwisuda?
b. Di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang kebenarannya
diragukan.
Kios sebanyak 200 pintu (?) terbakar.
Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Alangkah suramnya peristiwa itu!
Tanda Kurung ( ( …) )
a. Pengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
b. Pengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali)
ditulis pada tahun 1962.
c. Pengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Pejalan kaki itu berasal dari (daerah) Baduy.
d. Pengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan keterangan.
Masalah faktor produksi menyangkut faktor (a) alam, (b) modal, dan (c)
sumber daya manusia.
Tanda Kurung Siku ( […] )
a. Pengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat
atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan
atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Pengapit keterangan dalam kalimat penjelasan yang sudah bertanda kurung.
Meningkatnya loyalitas pelanggan (berkat slogan produk baru [lihat tabel 2.1]
i) relatif signifikan.
Tanda Petik ( “…” )
a. Pengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan
tertulis lainnya.
“Saya belum siap,” kata April, “tunggu sebentar!”
b. Pengapit syair, karangan, atau bab buku yang terdapat dalam kalimat.
Karangan Andi Hakim Nasution yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA” diterbitkan dalam Tempo.
c. Pengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Celana panjang model “cutbrai” masih banyak dikenakan.
Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
a. Pengapit petikan yang tersusun di dalam petikan.
Tanya Sally, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
b. Pengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing.
Rate of inflation artinya ‘laju inflasi’.
Tanda Garis Miring ( / )
a. Dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang
terbagi dalam dua tahun takwim.
Surat No.08/PKS/06/2009
b. Pengganti kata dan, atau, atau tiap.
Harganya Rp2.500,00/lembar.
Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )
a. Penghilangan bagian kata.
Dewi ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
b. Penghilangan bagian angka tahun.
02 Juni ’14 (‘11=2014)
Pemakaian Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis terpisah (berdiri sendiri)
Contoh: Siswa itu rajin.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh: bergetar
tulisan
penerapan
memperhatikan
2. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan
unsur yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Contoh: bertumpang tindih
mengambil alih
3. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh: menggarisbawahi
pertanggungjawaban
4. Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai (a, antar, catur, maha, mono, multi, pra, pasca, semi ,dsb.)
Contoh: amoral, antar negara, caturwarga, mahasiswa, multiguna, prasejarah, pascasarjana,
semifinal.
Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang didahului oleh huruf kapital, di antara
kedua unsur itu diberi tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh: buku-buku
gerak-gerik
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata / kata majemuk ditulis terpisah
Contoh: orang tua
Rumah sakit
2. Gabungan kata yang mungkin menimbulkan makna ganda, diberi tanda hubung.
Contoh: anak-istri ( anak dan istri)
buku -sejarah baru (buku sejarah yang baru)
buku sejarah- baru (sejarahnya baru)
3. Gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kesatuan ditulis serangkai
Contoh:
halalbihalal,
manakala,
barangkali,
olahraga,
kacamata,
darmasiswa,apabila,padahal,matahari, dukacita, manasuka, kilometer,bilamana , daripada,
peribahasa, segitiga, sukacita, saputangan.
E. Kata Ganti
Kata ganti ku, mu, nya, kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau
mendahuluinya., kecuali pada Mu dan Nya yang mengacu pada Tuhan harus ditulis dengan
huruf kapital dan diberi tanda hubung (-).
Contoh: Nasihat orang tua harus kauperhatikan
Anakku, anakmu, dan anaknya sudah menjadi anggota perkumpulan itu.
O, Tuhan kepada-Mulah hamba meminta pertolongan.
F. Kata Depan
Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali yang sudah
dianggap sebagai satu kesatuan seperti kepada dan daripada.
Contoh: Di mana ada gula, di situ ada semut.
Pencuri itu keluar dari pintu belakang.
Mahasiswa itu akan berangkat ke luar negeri.
G. Kata Sandang
Kata si , sang, hang, dang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: Muhammad Ali dijuluki petinju “si Mulut Besar”.
H. Partikel
1. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Pergilah sekarang!
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Jika engkau pergi, aku pun akan pergi.
Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti
andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, ‘tiap’ ditulis terpisah.
Contoh: Harga BBM naik per ! April.
Mereka masuk satu per satu.
Harga kertas Rp25.000,00 per rim.
Penulisan Unsur Serapan
Ada 4 cara penyerapan :
1. Adopsi : diambil seutuhnya tanpa perubahan : unit, bank, tape, hotdog, neutron.
2. Adaptasi : hanya diambil makna kata, ejaannya disesuaikan : opsi, demokrasi,
presiden, institusi, ekspor, impor,sirkulasi, dsb.
3. Penerjemahan : diambil konsepnya lalu diterjemahkan : tray out = uji coba, pilot
project = proyek rintisan, fast food = makanan cepat saji, half time = paruhwaktu, full
time = purnawaktu, cofee break = rehat kopi.
4. Kreasi : hanya diambil konsep dasarnya lalu dikreasikan padanannya : effective =
berdaya guna, spare part = suku cadang, brainstorming = sumbang saran,
departement store = toko serba ada, superpower= adikuasa
MODUL IV
STUDI KASUS KESALAHAN BERBAHASA
Pembelajaran bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa. Dalam
mempelajari bahasa tentu tidak luput dari kesalahan. Corder (1990:62) menyatakan bahwa
semua orang yang belajar bahasa pasti tidak luput dari kesalahan. Ingatlah bahwa kesalahan
itu sumber inspirasi untuk menjadi benar.
Para pakar linguistik dan para guru bahasa Indonesia sependapat bahwa kesalahan
berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh sebab itu, kesalahan
berbahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan dihapuskan.
Kesalahan berbahasa merupakan suatu proses yang didasarkan pada analisis
kesalahan siswa atau seseorang yang sedang mempelajari sesuatu, misalnya, bahasa. Bahasa
itu bisa bahasa daerah, bahasa Indonesia, bisa juga bahasa asing. Kemampuan menguasai
bahasa secara baik dapat dilakukan seseorang dengan cara mempelajarinya, yaitu berlatih
berulang-ulang dengan pembetulan di sana-sini. Proses pembelajaran ini tentunya
menggunakan strategi yang tepat agar dapat memperoleh hasil yang positif.
1. KESALAHAN PENERAPAN KAIDAH EJAAN
Pada bagian ini dibahas tentang kesalahan-kesalahan penerapan kaidah Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Setelah disajikan bentuk-bentuk yang salah (nonbaku), disajikan pula bentuk-bentuk yang
benar (baku) sebagai perbaikanya. Mudah-mudahan bentuk-bentuk perbaikan itu akan
mengingatkan kita semua, pemakai bahasa, selalu berhati-hati dalam menerapkan kaidah
ejaan ini. Beberapa hal tersebut antara lain.
1.1 Pelafalan
Dalam bahasa Indonesia terdapat akhiran –kan, bukan –ken. Sesuai dengan
tulisannya, akhiran itu tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang
ada
orang
yang
melafalkan
kata
seperti memuaskan dengan
[memuasken], diharapkan dengan [diharapken], diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan
tetapi, pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena dalam bahasa Indonesia apa yang ditulis
itulah yang dilafalkan.
Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek
seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun
demikian, pemakai bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia tentu tidak
akan mengikuti cara pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya, akan terus berusaha
meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia, termasuk dalam pelafalannya.
Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini.
Kat