ANALISA TEKNO EKONOMI KELAYAKAN 4G LTE P

MAKALAH
MANAJEMEN & KEEKONOMIAN PROYEK TEKNIK

“ANALISA TEKNO EKONOMI KELAYAKAN 4G LTE PADA
FREKUENSI 1800 MHz DI PROPINSI BANTEN
(STUDI KASUS : PT INDOSAT TBK)”

Disusun Oleh :
Alaind Fadrian 1706992066
Dosen :
DR Ir Iwan Krisnadi MBA

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
MAGISTER MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI 2017/2018

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dengan semakin pesatnya pertumbuhan dan kebutuhan penggunaan data maka diperlukan
suatu jaringan telekomunikasi yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut yaitu dalam hal kapasitas ,

kualitas , mobilitas dan kecepatan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka, perusahaan operator
telekomunikasi diharapkan untuk menggelar suatu jaringan telekomunikasi yang mempunyai
kapasitas besar , kecepatan tinggi, handal dan mempunyai kualitas yang bisa memenuhi kebutuhan
tsb . Salah satu tehnologi seluler terbaru , yang belum lama diimplementasikan dan dapat memenuhi
kebutuhan tersebut adalah tehnologi 4G. Salah satu keunggulan dari tehnologi 4G ini adalah
mobilitas dan kecepatannya bisa sampai dengan 200 Mbps downlink dan 200 Mbps uplink.
Tehnologi 4G ini hanya berfokus pada komunikasi data dan apabila dibutuhkan komunikasi suara
maka harus ditambahkan tehnologi VoLTE (Voice over LTE) yang mengadopsi tehnologi VoIP.
Dalam melaksanakan implementasi jaringan telekomunikasi 4G tersebut diperlukan biaya
investasi untuk pembelian perangkat sebagai capex serta biaya untuk mengoperasikan jaringan sebagai
biaya opex. Jumlah biaya investasi perangkat serta operasional pengelolaan jaringan telekomunikasi
seluler lebih besar dibandingkan dengan revenue yang akan didapatkan. Untuk menyikapi permasalahan
ini , maka diperlukan effisiensi dalam penggunaan opex dan capex serta diperlukan impelementasi
tambahan investasi pada system yang sudah ada yaitu penambahan perangkat/system baru ataupun
penambahan site baru yang bisa mempertahankan atau menambah revenue.
Efisiensi adalah merupakan langkah yang ditempuh untuk mengurangi biaya capex dan opex
dari sebuah perusahaan. Salah satu langkah yang ditempuh dalam melakukan effisiensi adalah
dengan menerapkan konsep teknik Joint Base Station (JBS) .Teknik Joint Base Station ini dapat
memudahkan operator telekomunikasi dalam melakukan ekspansi jaringan ke dalam system eksisting
2G/3G. Teknik Joint Base Station (JBS) didesain sebagai teknik penggabungan beberapa BTS dari

jaringan 2G, 3G, dan 4G LTE dalam satu rack, operator telekomunikasi existing tidak perlu memiliki
beberapa rack BTS untuk setiap standar seluler (2G, 3G, maupun 4G LTE). Sehingga dengan teknik
Joint Base Station (JBS), operator telekomunikasi tidak memerlukan power dan transmisi tambahan,
serta dapat menghemat space untuk penempatan cabinet baru serta dapat lebih memudahkan dalam
melakukan operation dan maintenance perangkat . Keuntungan yang diperoleh dengan teknik JBS
bagi operator 2G/3G existing, adalah penghematan di biaya capex dan biaya opex.

Gambar 1.1 Trend EBITDA Perusahaan Telekomunikasi Seluler Indonesia

Berdasarkan gambar 1.1 memperlihatkan trend pertumbuhan yang cenderung stagnan dari
revenue di operator telekomunikasi dimana semakin lama semakin menurun yaitu penambahan trafik
yang semakin besar tetapi tidak dikuti oleh penambahan revenue atau dengan kata lain penambahan
revenue tidak mengikuti trend penambahan trafik. Untuk menyikapi hal ini maka diperlukan suatu
tambahan investasi baru agar bisa menambah atau mempertahankan revenue yang sudah ada.

Gambar 1.2 Pertumbuhan Revenue tidak mengimbangi pertumbuhan Traffic dan Cost
Gambar diatas menggambarkan situasi yang dihadapi dalam dunia industri telekomunikasi
yaitu biaya pengoperasian jaringan yang semakin besar, jumlah trafik yang meningkat tetapi besar
revenue tidak mengikuti trend tersebut. Juga mengindikasikan bahwa masih banyak pekerjaan rumah
yang harus dikerjakan para operator telekomunikasi untuk menurunkan biaya capex ataupun opex dan

dalam waktu yang bersamaan harus meningkatkan pendapatan untuk mempertahankan kelangsungan dari
perusahaan. Pada saat ini jenis trafik , yang mendominasi pada jaringan telekomunikasi adalah trafik data,
sedangkan revenue dari trafik data lebih kecil dibandingkan dengan trafik lainnya.
Untuk merencanakan pengimplementasian suatu sistem baru diperlukan pertimbangan dari
aspek teknik serta dari sisi aspek ekonomi. Salah satu cara yang terbaik untuk mempertimbangkan
kelayakan dari implementasi suatu sistem baru adalah dengan mengikuti kerangka acuan analisis
tekno ekonomi yang menyertakan pertimbangan darii sisi teknik dan sisi ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah
Dalam Analisis Tekno Ekonomi Biaya Investasi Capex dan Opex Implementasi Jaringan berbasis
Long Term Evolution (LTE ) di area Banten, perlu dilakukan kajian-kajian mengenai hal berikut :
a. Berapa besar estimasi kapasitas, besar cakupan jaringan LTE , sehingga dapat ditentukan
jumlah perangkat yang akan dipasang, untuk mendukung jaringan LTE tersebut?
b. Berapa biaya pembangunan yang akan digunakan, dengan mempertimbangkan beberapa
parameter seperti revenue, CAPEX, OPEX, NPV, IRR dan Payback Period sehingga diperoleh
nilai kelayakan berdasarkan perhitungan ekonomi dari implementasi teknologi tersebut?

1.3 Batasan Masalah
Bebarapa batasan masalah yang digunakan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :
a. Analisis teknologi yang dilakukan dengan menggunakan metode capacity and coverage

estimation sebagai penentu rancangan penerapan jaringan LTE
b. Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis menggunakan data operator PT
Indosat Tbk.
c. Wilayah cakupan yang menjadi obyek penelitian adalah Propinsi Banten.
d. Analisis cost budget menggunakan metode DCF (Discounted Cash Flow) dengan
mempertimbangkan beberapa parameter input yaitu revenue, CAPEX (Capital Expenditure),
OPEX (Operational Expenditure), dengan parameter output yaitu NPV, IRR dan Payback
Period untuk mendapatkan kelayakan implementasi jaringan berbasis Long Term Evolution
(LTE) .
1.4 Tujuan Penelitian
a. Membuat suatu perencanaan pembangunan jaringan LTE yang akan diimplementasikan
pada operator berdasarkan kebutuhan kapasitas dan coverage untuk memenuhi pertumbuhan
pelanggan.
b. Analisa perhitungan cost budget ekonomi untuk implementasi teknologi LTE sehingga dapat
digunakan sebagai strategi untuk pengambilan keputusan pada operator - operator .
1.5 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyelesaian makalah ini adalah :
a. Studi Literatur
Literatur dalam hal ini berupa buku, hasil penelitian atau jurnal, catatan, dan sumber-sumber
lain dari internet. Melakukan studi terhadap jurnal terdahulu.

b. Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dari sumber data yang berupa tulisan, angka, gambar
atau grafik yang dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap obyek penelitian.
c. Studi Pustaka
Studi literatur tentang parameter, metode dan teori tekno ekonomi yang diperoleh dari buku,
ebook, paper, maupun data online di internet.
d. Diskusi
Diskusi dengan dosen pembimbing di kampus dan beberapa orang partner di lokasi
penelitian tentang pemecahan, solusi dan perbaikannya.
e. Perancangan
Perancangan tentang penerapan teknologi LTE baik dari sisi capacity maupun coverage serta
perancangan model tekno ekonomi yang akan digunakan.
f. Tahap Analisa dan Kesimpulan
Analisa dan kesimpulan dari simulasi model tekno ekonomi yang dilakukan pada
skenario yang sudah ditentukan.
1.7 Hipotesis makalah
Berdasarkan analisis cost budget untuk implementasi LTE pada jaringan existing area Banten dengan
pendekatan demand, cost pembangunan infrastruktur, kebutuhan SDM, dengan melakukan

analisis cost budget bottom up , nilai NPV yang diperoleh adalah NPV positif sehingga

diharapkan hasil perhitungan yang diperoleh layak untuk diimplementasikan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Literatur
Pada bagian ini dibahas jurnal - jurnal penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini
seperti dibawah ini.
1. LTE techno-economic assessment: The case of rural areas in Spain oleh Catalina Ovando , Jor
n Moral. Penelitian ini mengevaluasi apakah layak bagi operator LTE untuk
memberikan layanan fix broad band 30 Mbps di daerah Rural di Spanyol . Penelitian dilakukan
melalui pengkajian tekno-ekonomi. Metode yang digunakan adalah discounted cash flow untuk
menentukan total biaya yang digunakan oleh operator (CAPEX) dan pendapatan rata-rata
minimum per pengguna (ARPU). Adapun area penelitiannya adalah daerah rural di Spanyol.
2. Techno Economic assessment of the potential for LTE based 4G mobile services in rural
India oleh Ashutosh Jha, Debashis Saha. Penelitian ini melakukan penilaian terhadap
deployment LTE sebagai access data pita lebar untuk area rural di India. Penilaian dilakukan
melalui analisis tekno-ekonomi, dengan menggunakan pendekatan discounted cash flow,
dengan mempertimbangkan parameter teknis komponen jaringan LTE, populasi pengguna
potensial (dengan menggunakan forecasting model Bass), dan area cakupan disesuaikan

dengan kapasitas layanan (menggunakan pendekatan dimensioning sel).

3. Analysis on 900 MHz And 1800 MHz LTE Network Planning in Rural Area oleh Ari
Sadewa Yogapratama, Uke Kurniawan Usman, Tody Ariefianto Wibowo . Penelitian ini
bertujuan memberikan gambaran site yang diperlukan untuk penerapan teknologi LTE
pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz pada daerah rural. Implementasi LTE pada
daerah rural membutuhkan perencanaan yang cermat. Dalam proses perencanaan,
operator akan mempertimbangkan masalah kapasitas karena jumlah pelanggan pada
daerah rural tidak sebanyak daerah urban. Proses perencanaan jaringan radio melalui dua
tahap yaitu yang pertama coverage planning dan yang kedua capacity planning (capacity
dimensioning). Lokasi objek penelitian di Cisarua, Bogor, Jawa Barat , Indonesia.
Cisarua dipilih karena memenuhi kriteria dari daerah rural.

2.2 Long Term Evolution (LTE)
2.2.1 Pendahuluan

Meningkatnya permintaan untuk layanan mobile broadband dengan kecepatan data yang tinggi,
sehingga memotivas 3GPP untuk mengembangkan tehnologi yang mempunyai kecepatan tinggi
dan kualitas layanan yang lebih baik.
Long Term Evolution (LTE) merupakan pengembangan standart teknologi 3GPP, dengan

menggunakan skema multiple access OFDMA pada downlink dan SC-FDMA pada uplink,
dengan orthogonalitas antara user sehingga mengurangi interferensi dan meningkatkan.
kapasitas. LTE merepresentasikan standar teknologi wireless masa depan kelanjutan dari
teknologi UMTS yang berevolusi dari arsitektur berbasis Circuit Switch (CS) dan Packet Switch
(PS) menjadi arsitektur berbasis All-IP.

Teknologi LTE dapat memenuhi persyaratan sebagai teknologi 4G bahkan lebih . Dimana
persyaratan tersebut sebagai berikut :
a. Bit Rate mencapai 100 Mbps untuk downlink dan 50 Mbps untuk uplink, sedangkan LTE
mampu mencapai 300 Mbps untuk downlink dan 75 Mbps untuk uplink.
b. Round Trip Time (RTT) 10 ms, sedangkan LTE membutuhkan 5 ms untuk satu arah
antara terminal dan base station.
c. Bandwidth fleksibel mendukung untuk : 20 MHz, 15 MHz, 10 MHz, 5 MHz, dan 1.25
MHz. Dengan demikian operator jaringan dapat memilih bandwidth yang berbeda dan
memberikan layanan yang berbeda berdasarkan spektrum.
d. Mendukung mode frequency division duplex (FDD) dan time division duplex (TDD).
2.2.2 Arsitektur Jaringan LTE

Gambar 2.1 menggambarkan arsitektur dan jaringan elemen dalam konfigurasi arsitektur di mana
hanya E-UTRAN terlibat. Logical Node dan koneksi yang ditunjukkan pada gambar tsb

mewakili sistem dasar konfigurasi arsitektur. Konfigurasi arsitektur sistem lainnya yang
dijelaskan di bagian selanjutnya mencakup beberapa fungsi tambahan.

Gambar 2.1 LTE Architercture
Dari gambar diatas menunjukkan pembagian arsitektur menjadi empat domain tingkat tinggi
utama: User Uqipment (UE), Evloved Utran (E-UTRAN), Evolved Packet Core Network (EPC)
dan Services . LTE release 8 sangat terkait dengan evolusi arsitektur 3GPP yang disebut proyek
system architecture evolution (SAE) yang menghasilkan Evolved Packet System (EPS). EPS
terdiri atas evolved packet core (EPC) dan Evolved UTRAN (EUTRAN). EPC dapat pula
terhubung ke jaringan radio akses lain baik yang menggunakan standar 3GPP maupun bukan
3GPP.

Berikut ini merupakan gambar arsitektur dan jaringan dasar dari LTE. Logical Nodes dan
koneksi interface antar node yang diperlukan untuk menggelar jaringan LTE. Beberapa node dan
element interface lain diperlukan untuk koneksi antara LTE dengan jaringan lain seperti
interoperability ke jaringan 2G/3G.

2.2.2.1 User Equipment (UE)

UE merupakan peralatan di sisi pengguna yang digunakan untuk akses berkomunikasi ke

jaringan LTE. UE berupa handphone/smart-phone, data card ataupun yang terintegrasi pada
perangkat lain, misalnya laptop. UE terdiri atas Universal Subscriber Identity Module (USIM)
dan Terminal equipment (TE). USIM merupakan sebuah aplikasi yang digunakan untuk
melakukan identifikasi dan autentifikasi pelanggan ketika mengakses jaringan, bentuk fisik dari
USIM adalah Universal Identity Circuit Card (UICC).
2.2.2.2 E-UTRAN Node B (eNode B)

Node dalam E -UTRAN adalah E-UTRAN Node B (eNodeB). eNode B merupakan radio base
station yang mengendalikan semua fungsi radio terkait dari system ini. Setiap eNode B terdiri
atas antena RF untuk memberikan resource berdasarkan coverage area tertentu. Berdasarkan
fungsi, eNode B berlaku sebagai bridge layer 2 antara EPC dan UE sebagai tempat termination
semua radio protocol dari dan ke UE yang berhubungan secara IP dengan EPC. Pada eNodeB,
terdapat proses ciphering/deciphering, juga proses IP header compression/decompression, yang
berarti mencegah pengulangan pengiriman data header yang sama. eNode B juga bertanggung
jawab untuk banyak fungsi Control Plane (CP), radio resource Management (RMM), yaitu
mengendalikan penggunaan interface radio yang mencakup mengalokasikan sumber daya
berdasarkan permintaan, memprioritaskan dan penjadwalan trafik sesuai dengan syarat kualitas
layanan (QoS) dan pemantauan penggunaan sumber daya . Selain itu eNode B memiliki peran
penting dalam Manajemen Mobility (MM). Kontrol eNodeB dan analisis pengukuran tingkat
sinyal radio yang dilakukan oleh UE, membuat pengukuran sendiri dan berdasarkan hasil

pengukuran tsb digunakan sebagai keputusan untuk handover UE antara sel.

2.2.2.3 Mobility Management Entity (MME)

MME merupakan elemen kontrol utama di EPC, berfungsi untuk mengatur mobilitas, identitas
UE, dan parameter-parameter keamanan.:
a. Authentification and Security : ketika UE melakukan registrasi ke jaringan pertama kali,
MME melakukan inisiasi dan autentifikasi identitas UE.
b. Mobility Management : MME melakukan pengecekan tentang lokasi layanan UE dengan
mengupdate ke HSS di jaringan asal UE. MME juga bertanggung jawab untuk mengontrol
signaling process untuk handover UE antar eNode B, S-GW ataupun MME yang lainnya.
c. Pengaturan profile pelanggan dan konektivitas : pada saat UE terhubung ke jaringan, MME
akan meminta dan menyimpan data profile pelanggan selama proses layanan berlangsung.

2.2.2.4 Serving Gateway (S-GW)

Selama mobilitas UE antar eNode B, S-GW berperan sebagai anchor point local/intra 3GPP.
MME akan memberikan perintah ke S-GW untuk mengubah tunnel dari satu eNodeB ke
eNodeB lainnya. MME juga dapat me-request S-GW untuk menyediakan resource tunnel
ketika mengirimkan data forwarding, ketika terdapat data forward dari eNodeB sumber ke
eNode B tujuan.
Untuk proses data, ketika UE terkoneksi ke jaringan, SGWmeneruskan data tersebut antara
eNodeB ke P-GW, dan ketika UE dalam kondisi idle, resource tunnel di eNodeB diputuskan
dari S-GW. Ketika S-GW menerima data packet dari P-GW, S-GW akan membuffer data
tersebut kemudian mengirimkan data request ke MME untuk melakukan paging ke UE yang
dituju. Paging tersebut akan membuat UE dan tunnel connect lagi ke jaringan dan data buffer
dikirimkan. S-GW juga berfungsi untuk memonitor tunnel dan mengumpulkan data UE yang
berkaitan dengan accounting and user charging.
2.2.2.5 Packet Data Network Gateway (P-GW)

Pakcet Data Network Gateway juga dapat disingkat PDN-GW, merupakan edge router antara
EPS dengan jaringan paket data eksternal. P-GW berperan sebagai traffic gating dan IP pool
bagi UE. P-GW akan memberikan alamat IP ke UE ketika UE melakukan request koneksi
PDN ke jaringan. P-GW melakukan fungsionalitas DHCP atau mencarikan dari DHCP server
eksternal yang kemudian dapat digunakan oleh UE. P-GW adalah anchorpoint tertinggi
dalam sisi mobilitas UE. Ketika UE berpindah dari satu S-GW ke S-GW lainnya, maka PGW juga melakukan switch flow ke S-GW yang baru tersebut.
2.2.2.6 Policy and Charging Resource Function (PCRF)

PCRF merupakan elemen jaringan yang bertanggung jawab mengontrol policy dan charging.
Mengambil keputusan mengenai bagaimana menangani suatu service berdasarkan kelas
layanan (Qos).
2.2.2.7 Home Subscription Server (HSS)

HSS merupakan server yang menyimpan semua data pelanggan permanen. Data informasi
tersebut berupa lokasi dari pelanggan, profil pelanggan, layanan-layanan yang dapat diakses
pelanggan, termasuk koneksi PDN dan skema roaming yang diperbolehkan untuk suatu
pelanggan. Bersamaan dengan HSS adalah AuC yang berfungsi untuk menyediakan
permanent key untuk perhitungan dan autentifikasi pelanggan.
2.2.3 Interface dan Protokol pada konfigurasi arsitektur jaringan

Pada LTE, arsitektur interface dan protokol hanya mendukung jaringan packet-switch dan
terbagi atas 2 struktur yaitu user plane dan control plane.

2.2.4 Teknik Multiple Akses

Untuk teknik multiple akses, LTE menggunakan orthogonal frequency-division multiple
access (OFDMA) pada sisi downlink dan Single Carrier Frequency Division Multiple Access
(SC-FDMA) pada sisi uplink.
2.2.4.1 Downlink

Pada sisi downlink, LTE menggunakan OFDMA yang merupakan varian dari Othogonal
Frequency Division Multiplexing (OFDM) untuk versi Multi User akses dimana OFDM
sangat cocok untuk komunikasi data rate tinggi dan pada kondisi lingkungan multi path yang
menyebabkan delay spread. Pada OFDMA, Multiple access dicapai dengan mengalokasikan
subset dari subcarrier untuk masing-masing satu user. Skema tersebut memungkinkan low
data rate transmission dari beberapa user.

Gambar 2.2 Physical Resource Block downlink LTE
OFDM menggunakan sejumlah subcarrier yang sempit untuk transmisi multi-carrier, seperti
dijelaskan pada gambar berikut. Pada domain frekuensi, jarak antar subcarrier yaitu _f adalah
sebesar 15 KHz ditambah dengan cyclic prefic yang berfungsi menjaga orthogonalitas antar
subcarrier.
Simbol OFDM dikelompokan menjadi blok-blok resource, terdiri atas 12 resource element
pada domain frekuensi dan 7 resource element pada domain time sehingga dengan total
ukuran 1 resource block adalah 180 kHz pada domain frekuensi dan 0,5 ms pada domain
waktu. Setiap user dialokasikan sejumlah resource block pada domain waktu dan frekuensi.
Lebih banyak resource block yang diperoleh user, dan lebih tinggi modulasi yang digunakan
dalam resource element , lebih tinggi pula bit rate yang diperoleh. Jumlah dan resource block
mana yang didapat user, pada suatu waktu bergantung pada mekanisme scheduling dalam
dimensi waktu dan frekuensi.

Gambar 2.6 Alokasi subcarrier OFDM dan OFDMA

2.2.4.2 Uplink

Pada sisi uplink, pertimbangan utama adalah keterbatasan daya di sisi terminal sehingga
dibutuhkan teknik yang dapat mengkompensasi nilai PAPR yang tinggi pada teknik OFDM
normal dimana hal tersebut membutuhkan penguat daya yang mahal dan tidak efisien di sisi
pengguna. LTE menggunakan versi pre-coded dari OFDM yang disebut Single Carrier
Frequency Division Multiple Access (SCFDMA). SC-FDMA dapat mengelompokan
sejumlah resource block dengan satu cara tertentu sehingga mengurangi kebutuhan kelinieran
dan juga konsumsi daya. Pada SC-FDMA, sinyal direpresentasikan oleh subcarrier diskrit
yang merupakan singlecarrier dan subcarrier tersebut tidak dimodulasikan secara independen.
Hasilnya PAPR pada SC-FDMA lebih rendah dibandingkan OFDM

2.3 Perencanaan Jaringan

Perencanaan jaringan merupakan langkah awal yang dilakukan sebelum dilakukan
penggelaran dan pengoperasian jaringan. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui dan
merencanakan area yang akan dilayani serta berapa banyak kebutuhan peranngkat yang akan
dipasang dan trafik yang akan ditampung. Perencanaan jaringan radio LTE terdiri dari dua
langkah utama. Langkah pertama adalah perencanaan kapasitas (capacity dimensioning) dan
yang kedua adalah perencanaan cakupan.
2.3.1 LTE Capacity Planning

Perencanaan kapasitas LTE bertujuan untuk merancang sebuah jaringan dengan masa pakai
yang lebih lama berdasarkan kebutuhan masa kini dan proyeksi masa depan. Perencanaan
kapasitas juga bertujuan untuk menentukan jumlah sel yang dibutuhkan berdasarkan

kebutuhan trafik di daerah tertentu. Perencanaan kapasitas suatu site dilakukan untuk
mendapatkan rata rata throughput sel.
Perhitungan jumlah trafik dilakukan berdasarkan service model dan traffic model. Adapun
langkah langkah yang dilakukan seperti berikut ini. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menghitung single user throughput. Berdasarkan nilai dari single user troughput maka dapat
dihitung total network throughput. Langkah yang terakhir adalah menghitung jumlah eNode
B yaitu jumlah total traffic dibagi dengan single site capacity.
Langkah-langkah untuk desain jaringan berbasis kapasitas meliputi:
1. Menghitung prediksi jumlah pelanggan
Jaringan yang dirancang harus bisa memenuhi trafik saat ini serta pertumbuhan
trafik untuk beberapa tahun ke depan. Perkiraan jumlah penduduk untuk tahuntahun yang akan datang dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

dimana
Po = Jumlah penduduk awal
Pn = jumlah penduduk untuk tahun ke
n GF = faktor pertumbuhan

Adapun jumlah total target pengguna dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut
dimana
ΣTU = Jum ah a a
p
u a
Pn = jumlah penduduk untuk tahun ke
n A = Penduduk usia produktif
B = Market Share Operator
C = Target pengguna jaringan LTE
2. Menghitung throughput untuk setiap layanan. Dalam penggunaan data LTE, ada
berbagai layanan seperti VoIP, video conference, chatting, dll dengan masingmasing service memiliki karakteristik throughput tersendiri. Throughput untuk
setiap layanan dapat diperoleh dari persamaan berikut

dimana
Tmin = Throughput minimum harus disediakan oleh Jaringan untuk menjaga

kualitas layanan (Kbit)
ST = Durasi rata-rata setiap layanan
SDR = Session Duty Ratio, Rasio data yang ditransmisikan untuk setiap sesi
BR = Bearer Rate, data rate harus disediakan oleh service application layer
(Kbps) BLER = Rata rata Block error rate yang diijinkan dalam satu sesi
3. Menghitung Single User Throughput (SUT) untuk mendapatkan nilai rata-rata
throughput dari setiap pengguna.
Nilai Single User Throughput (SUT) dilihat dari sudut pandang pengguna LTE,
kebiasaan pengguna dalam menggunakan layanan LTE yang sangat beragam.
Single User Throughput dihitung pada kondisi jam sibuk . Adapun persamaan
yang digunakan adalah:

Dimana :
SUT = Single User Throughput (kbps)
BHSA = Busy Hour Service Attempt
PR = Penetration Rate , Tingkat Penetrasi penggunaan layanan di daerah tersebut
PAR = Peak to Average Ratio, Persentase lonjakan lalu lintas pada jam sibuk
3600= time frame 1 jam (3600 seconds)
4. Menghitung Network throughput dan kapasitas sel
Network Throughput merupakan jumlah kebutuhan trafik dari pengguna secara
keseluruhan di area yang ditentukan. Nilai Network Throughput dapat diperoleh
dengan mengalikan jumlah total prediksi target user dengan Single User troughput
Perhitungan Network Throughput (NT) dengan menggunakan rumus sbb:
Dimana
NT = Network Throughput
ΣTU = T a a
us
SUT = Single User Target
5. Menentukan jumlah sel yang dibutuhkan dalam suatu area berdasarkan kapasitas
yang diperlukan
Kapasitas dari masing-masing sel tergantung pada besar bandwidth yang
digunakan. Semakin besar bandwith yang digunakan maka semakin besar
kapasitas yang disediakan. Kapasitas tsb meliputi arah uplink dan downlink dan
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana
CRC = 24,
Cb (Code bits) = Modulation Efficiency,
Cd (Code rate) = channel coding rate,
Nrb = Jumlah resource block,
C = mode MIMO.
6. Cell Dimensioning
Cell Dimensioning/perencanaan kapasitas menentukan jumlah sel yang
dibutuhkan untuk menampung trafik di area tsb. Perencanaan kapasitas
berdasarkan perhitungan jumlah sel dari persamaan berikut:

2.3.2 Perencanaan Cakupan Jaringan LTE

Faktor utama yang menentukan cakupan jaringan adalah luas wilayah. Faktor lain yangberperan
penting terhadap luas cakupan LTE adalah pemilihan teknologi karena setiap teknologi akan
memiliki karakter dan desain sistem yang berbeda. Dengan mengetahui karakter dari teknologi
juga maka dapat dilakukan perhitungan link budget.
2.3.2.1 LTE Link Budget

Link budget adalah perhitungan dari semua gain dari pemancar dan terima setelah melalui
redaman di berbagai media transmisi hingga akhirnya diterima oleh receiver di dalam sebuah
sistem telekomunikasi.
Persamaan berikut merupakan persamaan dasar dalam melakukan perhitungan Radio Link
Budget seperti rumus 2.9 dibawah ini

Dimana:
PathLoss = total rugi lintasan antara pemancar dan penerima
TxPower = daya yang dipancarkan oleh antenna pemancar

TxGain = penguatan antenna pemancar
TxLoses = rugi-rugi pemancar
Required SINR = SINR minimum dari sinyal agar dapat ditangkap oleh penerima dengan
kualitas atau kuat sinyal tertentu
RxGain = penguatan di antenna penerima
RxLoses = rugi-rugi di penerima
RxNoise = noise di penerima

Link budget akan memperhitungkan besarnya redaman dari sinyal termasuk di dalamnya
berbagai macam redaman propagasi yang dipancarkan selama proses propagasi berlangsung.
Secara umum maka link budget bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu
kelompok perangkat pengirim dan penerima serta kelompok media propagasi.
Link budget dari teknologi LTE dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti diatas. Besarnya Down
Load (DL) link budget dinyatakan dalam persamaan 2.10 berikut ini:

Sedangkan besarnya Up Load (UL) link budget dinyatakan dan bisa dihitung dengan
persamaan 2.11 berikut:

Dalam proses perhitungan Coverage Estimation menggunakan perhitungan Link budget dan
model Path Loss dan tergantung dari frekuensi kerja yang digunakan. Untuk frekuensi kerja 900
MHz menggunakan model pathloss Okumura-Hata sedangkan untuk frekuensi kerja 1800 MHz
menggunakan model propagasi Cost-231 Hata. Model Cost-231 Hata digunakan untuk
frekuensi kerja 1500 MHz -2000 MHz.
Perhitungan Link Budget diperlukan untuk menentukan besar redaman maksimum dari propagasi
gelombang radio yang masih diijinkan agar eNode B dan UE masih dapat berkomunikasi dengan
baik pada daerah cakupan atau disebut juga dengan Maximum Allowable Pathloss (MAPL).

MAPL dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Setelah diketahui redaman maksimum atau MAPLnya, maka dapat ditentukan nilai jari-jari sel
dengan menggunakan rumus model propagasi Cost-231 Hatta . Model propagasi Model COST231 – Hatta merupakan perkembangan dari model propagasi Hatta yang digunakan pada range
frekuensi antara 1500 MHz – 2000 MHz.
Adapun parameter untuk model ini adalah sebagai berikut:









Frekuensi Carrier (fc) = 1500 MHz – 2000 MHz
Tinggi antena Base Station (hb) = 30 – 200 m
Tinggi antena Mobile Station (hm) = 1 – 10 m
Jarak transmisi (d) = 1-20 Km

Adapun persamaan dari model COST-231 – Hatta sebagai berikut:

dimana

A = 46.3 + 33.9 log 10 (fc) – 13.28 log 10 (hb) – a (hm)
B = 44.9 – 6.55 log 10 (hb)

2.4 Teori Ekonomi

Pengambilan keputusan investasi dalam suatu bisnis merupakan hal yang krusial , dan perlu
pertimbangan melalui evaluasi berdasarkan ukuran - ukuran dan kriteria yang jelas. Kriteria yang
digunakan untuk mengukur rencana investasi akan menggunakan metoda Discounted Cash Flow
(DCF) terdiri dari :
1. Net Present Value (NPV)
NPV digunakan untuk memberikan penilaian kepada pemasukan (cash inflow) dan
pengeluaran (cash outflow) yang didasarkan pada nilai sekarang.
Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV adalah sebagai berikut :
a. NPV > 0 (positif); berarti proyek tersebut dapat menciptakan arus masuk kas
dengan prosentase lebih besar dibanding biaya peluang modal yang ditanamkan.

b. NPV = 0 ; proyek kemungkinan dapat diterima karena arus masuk kas sama
dengan peluang modal yang ditanamkan.
c. NPV < 0 (negatif); proyek tersebut tidak layak diimplementasikan.
Dari estimasi cash flow selama umur investasi dengan suku bunga tertentu, dapat
dihitung nilai NPV dengan menggunakan rumus berikut :

Dengan :
CFt = aliran cash pertahun pada periode t
i = suku bunga
Co = investasi awal pada tahun ke-nol
n = jumlah tahun
t = tahun ke t
2. Internal Rate Return (IRR)
Metode IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat
investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh arus kas bersih setelah dikalikan
dengan discounted factor atau telah dibuat nilai sekarangnya (present value), yang
nilainya sama dengan biaya investasi. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dengan :
CFt = aliran cash pertahun pada periode
t Co = investasi awal pada tahun ke-nol
n = jumlah tahun
t = tahun ke t
3. Payback Period (PBP)
PBP adalah suatu periode yang menunjukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam
proyek tersebut dapat kembali. Dirumuskan sebagai berikut :
Dengan :
PBP = payback period
Co = biaya investasi yag
diperlukan C = annual cash flow

BAB III
PERENCANAAN & ANALISA KELAYAKAN JARINGAN LTE

Sebelum suatu program akan diimplementasikan maka perlu dilakukan perencanaan dan
analisa dari sisi teknik maupun segi ekonomi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kelayakan dari program tersebut yaitu apakah program tersebut layak untuk di
implementasikan atau tidak.
Pembahasan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari implementasi
jaringan LTE di area Banten. Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk dari sisi
teknik mengunakan metode dimensioning LTE untuk menghitung jumlah site yang
dibutuhkan dan untuk sisi ekonomi menggunakan metode cost and benefit analysis untuk
menghitung potensi nilai ekonominya .

Gambar 3.1 Flow Chart Analisa Kelayakan
3.1 Perencanaan Jaringan LTE
Perencanaan merupakan tahap awal dan penting dalam menggelar dan mengoperasikan
jaringan LTE. Tujuan dari perencanaan atau dimensioning untuk memperkirakan atau
menentukan jumlah eNode B yang diperlukan untuk melayani trafik pelanggan untuk
daerah tersebut
Dalam makalah ini , digunakan dua metode untuk perencanaan teknologi LTE yaitu metode
capacity and coverage estimation. Kedua metode tsb mempunyai tujuan yang sama tetapi
berbeda dalam cara atau sudut pandang analisanya , untuk mengetahui kapasitas dan

jangkauan/coverage jaringan . Pada akhirnya diketahui jumlah eNode B yang dibutuhkan
untuk menangani beban trafik, kecepatan troughput dan luas coverage layanan.
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data-data
kondisi area penelitian yaitu luas geografis, jumlah penduduk . Hasil dari analisa
parameter tersebut digunakan sebagai data input dimensioning LTE berdasarkan capacity
and coverage estimation
3.1.1
Perencanaan Berdasarkan Kapasitas
Perencanaan berdasarkan kapasitas merupakan cara menghitung perkiraan kapasitas
jaringan atau sistem yang diperlukan agar mampu memenuhi demand trafik. Pada
akhirnya diperoleh jumlah perangkat eNode B yang dibutuhkan untuk memenuhi demand
trafik tersebut.
Berikut merupakan parameter yang digunakan untuk menghitung kapasitas cell adalah
• Frequency: 1800 MHz
• Bandwith yang digunakan 5Mhz, 10 Mhz dan 15 Mhz
• Modulation: 64 QAM (code bits = 6)
• Code Rate: 11/12
• C (MIMO): 2
Parameter-parameter lain yang diperlukan dalam perencanaan jaringan berdasarkan
kapasitas adalah besar populasi penduduk di propinsi Banten dalam 5 tahun ke depan
meliputi rata-rata pertumbuhan penduduk , populasi berdasarkan umur, target market
share dari operator dan target penetrasi dari pengguna jaringan LTE yang ditunjukkan
dalam tabel 3.1. Sumber dari data populasi penduduk yaitu data sensus penduduk tahun
2016 yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) – Propinsi Banten .

Tabel 3.1 Parameter menghitung estimasi jumlah pengguna
Parameter
Nilai
Jumlah Penduduk
11.955.243
Jumlah Penduduk Produktif
7.901.157
Pertumbuhan rata-rata
2.14
Market Share Target
50
Target Coverage LTE
63

Keterangan
Jiwa
Jiwa
Persen
Persen
Persen

Dalam perhitungan besar nilai single user throughput (SUT) menggunakan beberapa parameter yaitu
Rasio Peak to Average ratio (PAR) untuk berbagai tipe area , model trafik untuk uplink dan downlink
serta model rasio penetrasi berbagai tipe area dense urban, urban dan sub urban .Tabel 3.2 dibawah
ini menggambarkan besar dari peak to average ratio dari beberapa type morphology .

Tabel 3.2 Peak to Average ratio
Morphology
Peak to average ratio

Dense Urban
40%

Urban
20%

Sub urban
10%

Rural Area
0%

Network Throughput merupakan total jumlah kebutuhan trafik dari pengguna secara keseluruhan
di area yang yang telah ditentukan. Nilai Network Throughput dapat diperoleh dengan
mengalikan jumlah total prediksi target user dengan Single User throughput .
Parameter-paramenter digunakan untuk menghitung Network troughput (NT) adalah nilai single
user throughput (SUT) dikalikan dengan jumlah target pelanggan di tiap area.
Tabel 3.3 Jumlah Resource Block
Bandwidth
5
10
15

Jumlah Resource Block
25
50
75

Tabe; 3,4 parameter Perhitungan Network Throughput
Kabupaten / Type
SUT UL( SUT DL Estimasi
Kota
Area
Kbit)
(Kbit)
User 2017
Kab
Pandeglang
Kab Lebak
Kab
Tangerang
Kab Serang
Kota Cilegon
Kota
Tangerang
Kota Serang
Kota
Tangerang
Selatan

Sub
Urban
Sub
Urban
Urban

5.542

19.674

237,894

Network
Throughput
UL
1,318,407

Network
Throughput
DL
4,680,319

5.542

19.674

253,510

1,404,950

4,987,548

9.509

36.377

689,001

6,551,707

25,063,777

Sub
Urban
Sub
Urban
Dense
Urban
Sub
Urban
Dense
Urban

5.542

19.674

294,159

1,630,231

5,787,290

5.542

19.674

82,968

459,808

21,671,011

10.802

44.771

484,041

5,228,614

1,632,309

5.542

19.674

129,800

719,350

2,553,681

10.802

44.771

368,459

3,980,092

16,496,269

Untuk menghitung jumlah cell yang akan digunakan untuk melayani pelanggan di setiap
kabupaten/kotamadya di propinsi Banten yaitu dengan membandingkan atau membagi jumlah
Network Throughput (NT) dengan cell capacity downlink/uplink. Berdasarkan hasil jumlah cell
yang telah didapat seperti dalam tabel 3.4 dimana jumlah cell uplink lebih besar dari downlink
maka perhitungan jumlah eNode B hanya memperhitungkan dari sisi downlink saja. Dengan
asumsi bahwa setiap site mempunyai jumlah 3 buah sektor , maka jumlah eNode B yang akan
digunakan untuk membangun jaringan LTE di tiap kabupaten/kotamadya di Propinsi Banten
seperti terlihat dalam table berikut :

Tabel 3.5 Jumlah Cell dan eNode B
Kabupaten / Kota
Kab Pandeglang
Kab Lebak
Kab Tangerang
Kab Serang
Kota Cilegon
Kota Tangerang
Kota Serang
Kota
Tangerang
Selatan

Jumlah Cell DL
141
151
378
175
49
218

77
166

Jumlah Cell UL
83
89
207
103
29
110
45
84

Jumlah eNode B
48
51
127
59
17
73
26
56

3.1.2 Perencanaan Berdasarkan Coverage
Tujuan dari proses perencanaan coverage adalah untuk mengetahui jumlah eNode B yang
dibutuhkan untuk membangun jaringan LTE dalam area layanan tertentu. Dalam melakukan
perencanaan berdasarkan coverage Radio Link budget merupakan elemen yang penting.
Perencanaan berdasarkan coverage akan mendapatkan nilai redaman atau rugi-rugi maksimum
yang masih diperbolehkan atau biasa disebut dengan Maximum Allowable Path Loss (MAPL).
Beberapa parameter tambahan terkait dengan radius atau jangkauan cell yang akan dilayani
meliputi :
 Type Antena Sectoral

 Tinggi antena BTS : 40 meter

 Tinggi antena UE : 2 meter

3.1.2.1 Perhitungan Link Budget
Berikut merupakan ringkasan perhitungan link budget uplink berdasarkan beberapa parameter
yang telah ditentukan
Tabel 3.6 Parameter Uplink & Downlink
Parameter
Uplink
UE TX Power
UE Antenna Gain
TX Cable Loss
RX Noise Figure

Value
23 dBm
2 dBi
2 Db

Parameter Downlink
TX Power
Antenna Gain
Cable Loss
RX Noise Figure

Value
43 dBm
19 dBi
2 dB
7 dB

RX SINR
Bandwidth
RX Cable Loss
RX Interference Margin
RX Antenna Gain
Control Channel Overhead
Shadow Fading Margin
Total Penetration Loss
UE Body Loss

-7 dB (QPSK)
10 MHz
2 dB
2 dB
19 dBi
8.9 dB
2 dB

RX SINR
Bandwidth
RX Cable Loss
RX Interference Margin
RX Antenna Gain
Control Channel Overhead
Shadow Fading Margin
Total Penetration Loss
UE Body Loss

-7 dB (QPSK)
10 MHz
4 dB
2 dBi
1 dB
8.9 dB
25 dB
2 dB

Berdasarkan parameter uplink dan downlink diatas, dengan menggunakan persamaan
perhitungan link budget , maka diperoleh nilai Maximum Allowed Path Loss (MAPL) untuk arah
uplink dan downlink seperti table berikut :
Tabel 3.7 MAPL Uplink & Downlink
Category
Dense Urban
Urban
Sub urban

Uplink
134.33
136.1
139.11

Downlink
148.34
150.11
153.11

3.1.2.2 Coverage Area eNode B
Dari perhitungan link budget diatas diperoleh nilai radius cell . :
Tabel 3.8 Radius Cell
Category
Sub Urban
Urban
Dense Urban

Distance uplink (km)
1.13
0.92
0.82

Distance downlink (km)
3.62
2.35
2.09

Dari nilai tersebut dihitung luas cell atau area coverage eNode B. Besar dari area coverage
eNode B dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sesuai gambar berikut :

Gambar 3.2 Persamaan untuk menghitung Luas Cell (Floatway Learning Center, 2014)
Dalam penelitian ini jenis antena yang digunakan adalah jenis sektoral dan jumlah antena
dari tiap site adalah tiga sektor, sehingga luas cell adalah :
Tabel 3.8 Luas Cell
Type
Luas Sel

Dense Urban
3.41

Urban
4.29

Sub Urban
6.47

Berdasarkan nilai luas cell yang diperoleh maka dapat dihitung jumlah eNode B yang
diperlukan untuk melayani area tsb. Adapun jumlah eNodeB diperoleh dari pembagian luas
Area dari daerah yang akan dipasang jaringan seluler dibagi dengan luas cell hasil
perhitungan diatas.
Tabel 3.9 Jumlah ENode B based on Coverage cell
Kabupaten / Kota
Kab Pandeglang
Kab Lebak
Kab Tangerang
Kab Serang
Kota Cilegon
Kota Tangerang
Kota Serang
Kota Tangerang Selatan

Jumlah eNode B
425
530
236
268
27
45
41
43

3.1.3 Jumlah eNode B Final
Jumlah eNode B final yang dibutuhkan untuk mencover area penelitian dengan
memilih dan membandingkan jumlah eNode B dari hasil coverage planning dengan
capacity planning. Pemilihan jumlah eNode B diantara kedua metode berdasarkan
pertimbangan dari jumlah pelanggan yang akan dilayani dan luasan area yang akan
dilayani .
Tabel 3.10 Jumlah eNode B Final
Kabupaten / Kota
Category
Luas
Jumlah
Estimasi Jumlah
Jumlah
2
(km )
eNodeB
User
eNode B eNode B
(Coverage 2017
(Capacity Final
Planning)
Planning)
Kab Pandeglang
Sub Urban
2746.89
425
237,894
48
48
Kab Lebak
Sub Urban
3426.56
530
253,510
51
51
Kab Tangerang
Urban
1011.86
236
689,001
127
127
Kab Serang
Sub Urban
1734.28
268
294,159
59
59
Kota Cilegon
Sub Urban
175.5
27
82,968
17
27
Kota Tangerang
Dense Urban
153.93
45
484,041
73
73
Kota Serang
Sub Urban
266.71
41
129,800
26
41
Kota
Tangerang Dense Urban
147.19
43
368,459
56
56
Selatan

3.2

Analisa Ekonomi
Pada makalah ini dilakukan analisa ekonomi dengan menggunakan model tekno
ekonomi discounted cash flow (DCF). Model ini dipilih karena cukup memberikan
tuntunan umum dan menyeluruh untuk mengidentifikasi masukan berupa struktur
biaya (CAPEX, OPEX, serta Revenue) . Model ini juga cukup komprehensif karena
sudah memberikan semua parameter dasar yang digunakan dalam perhitungan analisa
tekno ekonomi yang memasukkan unsur ekonomi dan teknik. Parameter output nya
adalah parameter kelayakan implementasi seperti IRR, NPV dan PBP .
3.2.1 Capital Expenditure
CAPEX merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh ataupun mengupgrade aset tetap seperti tanah, bangunan, dan mesin produksi/perangkat
telekomunikasi. Adapun asumsi CAPEX dalam penelitian ini hanya meliputi biaya
perangkat Evolved Packet Core (EPC): MME, SGW/PGW, HSS dan Evolution
UTRAN (E-UTRAN/ eNodeB) serta biaya untuk Software dan License dari
perangkat tersebut. Nilai variabel CAPEX ditunjukkan pada tabel 3.11 dimana
terdapat dua komponen yaitu hardware dan service.
Tabel 3.11 Asumsi Capital Expenditure (CAPEX)

Model

Equipment

Price (USD)

Quantity

Hardware
Hardware
Hardware
Service

ENode B
SGW/PGW
LTE HSS (HW)
Installation &
Commisioning
SW & License

7,287
673,860
98,866
312,189

482
1
1
1

796,723

1

Service
Total

Total
Cost
(USD)
3,512,334
673,860
98,866
312,189
796,723
5,393,972

Besar CAPEX didasarkan pada jumlah perangkat dan harga perangkat seperti yang
telah dijelaskan pada table 4.16 dimana nilai CAPEX untuk eNode B akan timbul
setiap tahun karena adanya penambahan eNode B. Pada tahun pertama investasi awal
mencapai angka Rp. 71,809,954,529.38 . Sedangkan tahun-tahun berikutnya nilai
CAPEX hanya berkisar pada penambahan eNode B dan software license . Yang
besarnya diperoleh berdasarkan prediksi jumlah pelanggan atau trafik yang akan
dilayani pada tahun tersebut.

3.2.3 Operational Expenditure
OPEX merupakan alokasi biaya pengoperasian dan maintenance yang dibutuhkan
dalam menggelar jaringan LTE . Adapun yang dimaksud dengan biaya OPEX dalam
penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional dan perawatan
dari perangkat LTE termasuk biaya untuk pembelian spare part dan perbaikannya,
biaya untuk penggajian karyawan technical support (Sumber Daya Manusia) , biaya
promosi dan marketing serta biaya umum dan administrasi untuk mendukung
pengoperasian dan perawatan jaringan LTE . Adapun perincian dan asumsi dari biaya
OPEX seperti dibawah ini :
1. Biaya SDM , merupakan biaya yang dikeluarkan untuk biaya gaji dari karyawan.
Besar dari biaya SDM adalah perkalian antara jumlah SDM yang dibutuhkan
dengan rata-rata jumlah pendapatan SDM tiap tahun. Diasumsikan tiap tahun
terjadi penambahan jumlah SDM yang disesuaikan dengan penambahan jumlah
perangkat dan dan pertumbuhan jumlah pelanggan. Juga diasumsikan terjadi
kenaikan gaji tiap tahun berdasarkan besar nilai inflasi.

Tabel 3.12 Asumsi OPEX SDM
Position
Jumlah
Administrasi dan Sekrettaris
2
Field
Engineer 9
(1 PIC handle 50 Site)
Cluster Manager (1 PIC handle 3
160 site)
Performance Monitoring Engineer 2
NOC Engineer
4
OSS Engineer
1
Manager
1

Cost
4,500,000
5,000,000

Satuan
IDR/ Bulan
IDR/Bulan/Staff

10,000,000

IDR/Bulan/Staff

10,000,000
10,000,000
10,000,000
20,000,000

IDR/Bulan/Staff
IDR/Bulan/Staff
IDR/Bulan
IDR/Bulan

2. Biaya promosi dan marketing, merupakan biaya yang digunakan untuk
promosi dan marketing dari program ini. Besar asumsi dari biaya promosi ini
adalah 4% dari total revenue pada tiap tahunnya.
3. Biaya umum dan administrasi , merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
kategori kegiatan umum dan administrasi yang digunakan untuk mendukung
program ini. Besar asumsi dari biaya umum dan administrasi ini 3.6% dari
total revenue pada tiap tahunnya.
4. Operasional & Maintenance , merupakan biaya yang digunakan dalam rangka
perawatan dan perbaikan perangkat LTE . Adapun besar asumsi dari biaya ini
adalah sebesar 5% dari total CAPEX awal dan penambahan tiap tahunnya.

Tahun
2016
2017
2018
2019
2020

Tabel 3.13 Estimasi biaya OPEX penyelenggaraan Jaringan LTE
Promosi
& Umum
& SDM
Operasional & Total
Marketing
Administrasi
Maintanance
78,526,224
70,673,602
1,596,000,000 3,442,626,904 5,187,826,729
623,278,154
560,950,339
1,726,213,200 3,472,759,470 6,308,688,363
2,794,284,601 2,514,856,141 1,786,458,041 3,557,130,654 10,575,616,141
2,801,431,399 2,529,388,259 1,848,805,426 3,683,687,431 10,792,507,965
2,827,015,974 2,544,314,377 1,913,328,736 3,870,509,340 11,155,168,427

3.2.4 Revenue
Revenue merupakan pendapatan yang diperoleh dalam penyelenggaran jaringan telekomunkasi.
Perolehan revenue berdasarkan ARPU (Average Revenue Per User), dengan asumsi tarif data
adalah flat untuk setiap jenis layanan yang disediakan. Berdasarkan nilai ARPU dikalikan dengan
jumlah pelanggan yang menggunakan layanan tersebut tiap tahun nya maka diperoleh nilai total
revenue yang dapat diperoleh oleh operator dalam periodik per tahun.

Tabel 3.14 Estimasi Revenue LTE
Tahun
Prediksi
Pelanggan
2016
77,903
2017
582,220
2018
2,652,735
2019
2,711,515
2020
2,771,910

Jumlah Prediksi ARPU
25,200
25,461
24,909
24,357
23,804

Revenue
1,963,155,600
14,823,903,420
66,076,968,113
66,044,378,649
65,982,555,058

3.2.5 Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan dihitung berdasarkan masa pakai (life time) perangkat telekomunikasi.
Untuk software, masa pakainya dihitung selama dua tahun dan untuk hardware masa pakainya
dihitung selama sepuluh tahun. Masa pakai ini mengacu pada ketetapan perusahaan
sebagaimana yang dituangkan juga dalam Laporan Tahunan perusahaan. Biaya penyusutan
dihitung dari nilai investasi yang dibutuhkan dibagi dengan masa pakai perangkat. Biaya
penyusutan tersebut akan muncul setiap tahun sepanjang masa pakai perangkat.
Tabel 3.15 Biaya Penyusutan Periode 2016-2020
Tahun
Penyusutan (IDR)
2016
11,008,087,028
2017
4,675,970,254
2018
4,675,970,254
2019
4,738,082,558
2020
4,994,931,223
3.2.6 Perhitungan Ekonomi
Dalam penelitian ini diasumsikan besarnya bunga investasi ditempat lain = 5% (berdasarkan
datadari Bank Mandiri tanggal 16 September 2017 ). Rangkuman parameter yang dipergunakan
dalam perhitungan ekonomi pada makalah ini adalah : Tabel 3.16 Parameter Ekonomi
Parameter
Kurs
MARR
Periode
Pajak

Nilai
13.313
8,25%
5 Tahun
20%

Sedangkan parameter pajak yang digunakan adalah 20%, didasarkan pada Pasal 26 ayat (2) UU
PPh Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Badan Usaha Tetap (BUT). Berikut adalah hasil
analisis kelayakan tekno ekonomi :

Tabel 3.17 Analisa Kelayakan Ekonomi NPV ,IRR, PBP
Parameter
NPV
IRR
Pay Back Period

Value
105,621,259,689 IDR
12,95%
3 Tahun 1 Bulan

Summary
Layak
Layak
Layak

BAB IV
KESIMPULAN

Berikut adalah kesimpulan dari makalah ini :
1. Dari hasil perencanaan teknis, dimensioning yang dominan digunakan adalah Capacity
Dimensioning.
2. Dari hasil penelitian diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol yaitu Rp 105,621,259,681
3. Dari hasil penelitian diperoleh nilai IRR =12.95% diatas bunga investasi dari Bank
Indonesia .
4. Dari hasil penelitian diperoleh Pay Back Period pengembalian investasi ini sekitar 3
tahun 1 bulan.
5. Berdasarkan hasil analisa diatas maka investasi ini layak untuk diimplementasikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hola, Harri; Toskala, Antti. 2009. LTE for UMTS – OFDMA and SC-FDMA Based
Radio Access. Finland :Wiley
2. Usmiati . (2014). Analisis Biaya Pembangunan dan Dimensioning Jaringan Layanan
Broadband Berbasis Long Term Evolution (LTE) area Jakarta Barat. Master Thesis,
Universitas Mercu Buana
3. Rangga Yudha Pratama . (2016). Analisis Tekno Ekonomi Kelayakan Migrasi Jaringan
2G/3G ke 4G LTE Dengan Teknik Joint Base Station Pada Frekuensi 900MHz atau 1800
MHz di DKI Jakarta (Studi Kasus: PT.Indosat, Tbk). Master Thesis, Universitas Mercu
Buana
4. Ari Sadewa Yogapratama, Uke Kurniawan Usman, Tody Ariefianto Wibowo. (2015).
Analysis on 900 MHz And 1800 MHz LTE Network Planning in Rural Area, Journal of
IEEE 2015 978-1-4799-7752-9/15, 135-139
5. BPS Propinsi Banten .(2017).www.bps.go.id
6. Indosat .(2012). Annual Report Indosat 2012. www.indosatooredoo.com
7. Indosat .(2013). Annual Report Indosat 2013. www.indosatooredoo.com
8. Indosat .(2014). Annual Report Indosat 2014. www.indosatooredoo.com
9. Indosat .(2015). Annual Report Indosat 2015. www.indosatooredoo.com
10. Indosat .(2016). Annual Report Indosat 2016. www.indosatooredoo.com