Teori kurikulum mnrt para ahli

MENURUT Franklin Bobbit
LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Hansiswany Kamarga
TEORI KURIKULUM
TEORI:
• Satu set / sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian hal
• Karakteristik pernyataan :
– Besifat memadukan
– Berisi kaidah-kaidah umum
– Bersifat meramalkan
• Teori lahir dari suatu proses, menjelaskan suatu kejadian yang menunjukkan sifat universal
• Guna teori (a) mendeskripsikan, (b) menjelaskan, (c) memprediksikan
TEORI KURIKULUM
TEORI KURIKULUM :
Suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah; makna
tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya
petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum.
TEORI KURIKULUM
PERKEMBANGAN TEORI KURIKULUM
• Franklin Bobbit : kehidupan manusia terbentuk oleh sejumlah kecakapan, diperoleh melalui
pendidikan yakni penguasaan pengetahuan, TUJUAN Kurikulum.keterampilan, sikap,

kebiasaan, apresiasi Keseluruhan tujuan & pengalaman menjadi bahan kajian teori kurikulum
• 1920 : pengaruh pendidikan progresif berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada
anak. Isi kurikulum didasarkan pada minat & kebutuhan siswa
kurikulum interaktif yang menekankan pada partisipasi guru• Caswell : konsep kurikulum
yang berpusat pada masyarakat
• 1947 : dirumuskan 3 tugas teori kurikulum :
– Identifikasi masalah yang muncul dalam pengembangan kurikulum
– Menghubungkan masalah dengan struktur yang mendukungnya
– Meramalkan pendekatan di masa yang akan datang
TEORI KURIKULUM
• Ralph W Tyler : 4 pertanyaan pokok inti kajian kurikulum :
• Tujuan
• Pengalaman pendidikan
• Organisasi pengalaman
• Evaluasi
• 1963 : Beauchamp : teori kurikulum berhubungan erat dengan teori-teori lain
Othanel Smith : sumbangan filsafat terhadap teori kurikulum (perumusan tujuan & penyusunan
bahan)
• Mc Donald (1964) : 4 sistem dalam persekolahan yakni kurikulum, pengajaran, mengajar,
belajar

• Beauchamp (1960 – 1965) : 6 komponen kurikulum sebagai bidang studi (1) landasan
kurikulum, (2) isi kurikulum, (3) disain kurikulum, (4) rekayasa kurikulum, (5) evaluasi

kurikulum, (6) penelitian dan pengembangan
• Mauritz Johnson (1967) : membedakan kurikulum (tujuan) dengan proses pengembangan
kurikulum. Pengalaman belajar merupakan bagian dari pengajaran
TEORI KURIKULUM
Sumber / landasan inti penyusunan kurikulum :
• Bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang tua
• Menjadi luas, meliputi semua unsur kebudayaan
• Bersumber pada anak : kebutuhan, perkembangan, dan minat
• Berdasarkan pengalaman kurikulum yang sebelumnya
• Nilai (value)
• Kekuasaan sosial & politik
TEORI KURIKULUM
Sub Teori Kurikulum :
• Disain Kurikulum
Merupakan pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar.
2 dimensi penting yakni (a) substansi, dan (b) model pengorganisasian (bagaimana penggunaan
kurikulum dan bagaimana kurikulum di evaluasi)

• Rekayasa Kurikulum
Proses memfungsikan kurikulum di sekolah / upaya agar kurikulum berfungsi
– Bidang pelaksanaan proses rekayasa
– Keterlibatan personal dalam proses pelaksanaan kurikulum
– Tugas dan prosedur perencanaan kurikulum
– Tugas dan prosedur pelaksanaan
– Tugas dan prosedur evaluasi
TEORI KURIKULUM
5 PRINSIP DALAM PENGEMBANGAN TEORI KURIKULUM
• DIMULAI DENGAN PERUMUSAN / PENDEFINISIAN
• MEMPUNYAI KEJELASAN NILAI & SUMBER PANGKAL TOLAKNYA
• MENJELASKAN KARAKTERISTIK DISAIN KURIKULUM
• MENGGAMBARKAN PROSES PENENTUAN KURIKULUM & INTERAKSI ANTARA
PROSES
• MENYIAPKAN DIRI BAGI PROSES PENYEMPURNAAN

MENURUT . RALPH W. TAILER
Landasan Pengembangan Kurikulum
Sebuah bangunan yang tinggi tentu membutuhkan landasan atau fondasi yang kuat agar dapat
berdiri tegak, kokoh, dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fondasi yang

kokoh maka pasti akan cepat hancur. Begitu pula dengan pengembangan kurikulum. Landasan
pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan pada waktu mengembangkan kurikulum lembaga pendidikan, baik di

lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Menurut seorang ahli kurikulum bernama Robert S. Zais (976) kurikulum suatu lembaga
pendidikan didasarkan pada lima landasan (foundations). Kurikulum komponen-komponennya
terdiri atas tujuan (aims, goals, objectives), isi/bahan (content), aktivitas belajar (learning
activities), dan evaluasi (evaluation). Landasan utama dari kurikulum tersebut yaitu landasan
filosofis (philosophical assumption), sedangkan landasan yang lainnya yaitu hakikat ilmu
pengetahuan (epistemology), masyarakat dan kebudayaan (society and culuture), individu
/peserta didik (the individual), dan teori-teori belajar (learning theory). Senada dengan pendapat
Robert S. Zais, Ralph W. Tyler (dalam Ornstein dan Hunkins, 1988) mengemukakan pandangan
yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum.
Landasan Filosofis
Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina, dan
mengembangkan, kurikulum di sekolah. Dalam pengertian umum, filsafat adalah cara berpikir
yang radikal, menyeluruh, dan mendalam (Socrates) atau suatu cara berpikir yang mengupas
sesuatu sedalam-sedalamnya. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang
kebenaran. Fisafat berupaya mengkaji berbagai masalah yang ddihadapi manusia, termasuk

masalah pendidikan. Menurut Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang
sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di
Indonesia pada khususnya. Ketiga system filsafat tersebut, yaitu idealisme, realisme, dan
pragmatisme.
Bidang telaahan filsafat awalnya mempersoalkan siapa manusia itu. Kajian terhadap persoalan
ini menelusuri hakikat manusia sehingga muncul beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya
manusia adalah makhluk religi, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya. Dari telaahan tersebut
filsafat mencoba menelaah tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar salah (logika), hakikat baik
buruk (etika), dan hakikat indah jelek (estetika).
Filsafat akan menentukan arah kemana siswa dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai
yang melandasi dan membimbing kearah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat
yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh
perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. Falsafah yang dianut oleh suatu negara bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan
di negara tersebut. Dengan demikian, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan
negara lainnya, disesuaikan dengan falsafah yang dianut oleh negara-negara tersebut. Tujuan
pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang
seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat pernyataan-pernyataan (statements) mengenai
kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa selaras dengan sistem nilai dan filsafat
yang dianut.

Berkaitan dengan tujuan pendidikan ini, terdapat beberapa pendapat yang bias dijadikan bahan
kajian banding. Hebbert Spencer (dalam Nasution, 1982) mengungkapkan bahwa tujuan
pendidikan itu harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Self preservation, mengacu pada kemampuan individu untuk dapat menjaga kelangsungan
hidupnya dengan sehat, mencegah penyakit, hidup teratur, dan lain-lain.
2. Securing the necessities of life, mengacu pada kemampuan individu untuk sanggup mencari
nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan suatu pekerjaan.
3. Rearing of family, mengacu pada kemampuan menjadi orang tua yang sanggup bertanggung

jawab atas pendidikan anaknya dan kesejahteraan keluarganya.
4. Maintaining proper social and political relationship, mengacu kepada kemampuan individu
sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan negara.
5. Enjoying leisure time, mengacu pada kemampuan individu untuk memanfaatkan waktu
senggangnya dengan memilih kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menambah
kenikmatan dan kegairahan hidup.
The United States Office of Education pada tahun 1918 (dalam Nasution 1982) telah
mencanangkan tujuan pendidikan melalui Seven Cardinal Principles yang memuat hal-hal
berikut,
1. Health, dalam hal ini sekolah diwajibkan mempertinggi taraf kesehatan murid-murid.
2. Command of fundamental processes, yang mengacu pada penguasaan kecakapan pokok yang

fundamental, seperti menulis, membaca, dan berhitung.
3. Worthly home membership, dalam hal ini sekolah dituntut untuk mendidik anak-anak menjadi
anggota keluarga yang berharga sehingga berguna bagi masyarakat.
4. Vocational efficiency, mengacu pada efisiensi dalam pekerjaan sehingga dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya dapat dicapai hasil yang sebesar-besarnya.
5. Citizenship, dalam hal ini sekolah dituntut untuk melakukan usaha menggembleng bermacammacam bangsa yang ada di negara itu menjadi bangsa yang kompak.
6. Worthy use of leisure, mengacu pada kemampuan memanfaatkan dengan baik waktu
senggang yang senantiasa bertambah panjang berhubungan dengan industrialisasi yang lebih
sempurna.
7. Satisfaction of religious needs, yaitu pemuasan kehidupan keagamaan.
Tujuan pendidikan yang diuraikan di atas adalah tujuan pendidikan yang dikembangkan di
Amerika Serikat. Tujuan pendidikan di Indonesia tertuang dalam UU RI No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional,yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengambangkan
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, dan keterampilan, kesehatan
jasmani, dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena tujuan
pendidikan itu sangat diwarnai oleh falsafah/pandangan hidup yang dianut suatu bangsa maka
kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut. Hal

ini, sudah jelas menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan
di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Bila suatu negara mengalami perubahan
dalam hal pandangan hidupnya maka hal itu juga secara langsung mempengaruhi kurikulum
yang ada.
Di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut sangat berorientasi kepada
kepentingan politik kerajaan Belanda saat itu. Begitu pula pada saat penjajahan Jepang,
kurikulum yang ada berpijak pada filsafat yang dianut negara Matahari Terbit itu. Pada masa
orde baru, garapan pendidikan nasional khususnya kurikulum pendidikan disesuaikan dengan
tuntutan dan kebutuhan serta filsafat yang dianut bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Landasan Psikologis
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan kurikulum adalah

upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Oleh sebab itu,
pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa
dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
1.Perkembangan Siswa dan Kurikulum
Anak sejak lahir sudah memperlihatkan keunikan-keunikan seperti pernyataan dirinya dalam
bentuk tangisan atau gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak
lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan
kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J Rosseau,

seorang ahli pendidikan bangsa Perancis termasuk yang fanatik berpandangan seperti itu. Ia
berpendapat bahwa segala sesuatu itu adalah baik dari tangan Tuhan, akan tetapi menjadi rusak
karena tangan manusia. Ia percaya bahwa anak harus belajar dari pengalaman langsung.
Pendapat lain mengatakan bahwa anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Hal ini
bertentangan dengan pandangan Rosseau.
Selain kedua pandangan itu, ada juga yang berpandangan bahwa perkembangan anak merupakan
perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang
memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna
berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya William
Stern. Pandangan terakhir dikembangkan oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas
perkembangan.
Implikasi terhadap perkembangan kurikulum yaitu:
- Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakatnya, minat, dan
kebutuhannya.
- Di samping menyediakan pelajaran yang sifatnya umum yang wajib dipelajari anak, sekolah
menyediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
- Kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan/keterampilan juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik.
- Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang
menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.

2.Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar berkaitan dengan bagaimana individu/siswa belajar. Belajar diartikan sebagai
suatu proses perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku
naik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotor (keterampilan) yang
terjadi karena proses pengalaman.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga
rumpun, yaitu teori disiplin mental atau teori daya (faculty theory), teori behaviorisme, dan teori
organismik atau cognitive gestalt field.
Pengertian mengajar menurut teori daya adalah melatih siswa dalam daya-daya tersebut. Cara
mempelajarinya pada umumnya melalui hafalan dan latihan.
Menurut teori gestalt, peran guru yaitu sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, dan
siswa berperan sebagai pengolah bahan pelajaran. Teori ini banyak mempengarui praktik
pelaksanaan kurikulum di sekolah, prinsipnya adalah,
a. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
b. Belajar adalah pembentukan kepribadian
c. Belajar berkat pemahaman
d. Belajar berdasarkan pengalaman
e. Belajar adalah suatu proses perkembangan

f. Belajar adalah proses berkesinambungan

g. Belajar akan lebihh berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian,dan kebutuhan siswa.
Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan
masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
1. Kurikulum dan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang terorganisasi yang berpikir tentang dirinya
sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Kurikulum sebagai
program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat,
bukan hanya dari segi isi programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi
pelaksanaanya. Penerapan teori, prinsip, dan hukum yang terdapat dalam semua ilmu
pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus sesuai dengan kondisi masyarakat setempat
sehingga hasil belajar yang dicapai siswa akan lebih bermakna dalam hidupnya.
2. Kurikulum dan Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu
masyarakat. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga hal,
a. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan.
b. Kegiatan
c. Benda hasil karya manusia.
Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para siswa dengan
salah satu alat yang disebut kurikulum. Kurikulum pada dasarnya merupakan refleksi dari cara
orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, dalam
mengembangkan suatu kurikulum guru perlu memahami kebudayaan.
3. Kurikulum dan Perkembangan Iptek
Pengaruh iptek cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, keagamaan, keamanan, dan pendidikan. Dengan perkembangan teknologi yang semakin
pesat ini maka kurikulum harus berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sumber: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran oleh Asep Herry Hernawan, dkk.
KURIKULUM DALAM PANDANGAN BEAUCHAMP
KURIKULUM DALAM PANDANGAN BEAUCHAMP
Oleh:ADE HERDIANA
Email: [email protected]
TEORI KURIKULUM MENURUT BEAUCHAMP
BAB I
PENDAHULUAN
A. KONSEP KURIKULUM MENURUT BEAUCHAMP
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga
bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama,
kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari

siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, namun dalam lingkungan dan
hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang. Banyak orangtua bahkan juga
para guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar mata pelajaran.
Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi
lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar, bahkan juga menunjukkan adanya
perubahan lingkup dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas.
George A.Beauchamp (1968) lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana
pendidikan atau pengajaran, sedangkan pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran. Dalam
Sukmadinata (2005:5), Beauchamp mengatakan:
A curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a
plan for the education of pupils during their enrollment in given school.
Senada dengan pendapat tersebut, Ansyar dan Nursain (1991:25) merekam pendapat Beauchamp
(1981) sebagai berikut:
Kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik
selama belajar di sekolah.
Selanjutnya Beauchamp (1976) mendefinisikan teori kurikulum sebagai: … a set of related
statements that gives meaning to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among
its elements and by directing its development, its use, and its evaluation. (Sukmadinata, 2005: 6).
Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan
kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.
Selain sebagai bidang studi, menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran
dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan.
Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan
disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu
sistem, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi
sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala
kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum,
penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam
pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis
maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.
Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975) menggambarkan:
… (1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and involvement of
person in curriculum planning, (3) organization for and teachniques used in curriculum planning,
(4)actual writing of a curriculum, (5)implementing the curriculum, (6) evaluation the curriculum,
and (7) providing for feedback and modification of the curriculum. (Sukmadinata, 2005:7)
Hal yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukkan fungsi tetapi juga struktur
dari suatu sistem kurikulum, yang secara garis besar berkenaan dengan pengembangan,
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.
B. TEORI KURIKULUM MENURUT BEAUCHAMP
Para pakar pada dasarnya sependapat bahwa teori kurikulum adalah: suatu perangkat pernyataan
yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya
penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan,
penggunaan, dan evaluasi kurikulum.
Bahan kajian dari teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan dengan penentuan keputusan,

penggunaan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kurikulum, dan lain-lain.
Menurut Beauchamp (dalam Sukmadinata, 2005:30), teori kurikulum secara konseptual
berhubungan erat dengan pengembangan teori dan ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam
pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten,
analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitian-penelitian prediktif untuk
menambah konsep, generalisasi atau kaidah-kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi
pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Beauchamp (dalam Sukmadinata, 2005:30) merangkumkan perkembangan teori kurikulum
antara tahun 1960 sampai dengan 1965. Ia mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum
sebagai bidang studi yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa
kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp (dalam
Sukmadinata, 2005:35) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum,
yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian
yang dicakupnya;
2. Setiap teorio kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilaidan sumber-sumber
pangkal tolaknya;
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya;
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta
interaksi di antara proses tersebut;
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.
BAB II
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM BEAUCHAMP
George A. Beauchamp (1981) mendefinisikan kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat
rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah.
Pengembangan kurikulum merupakan bagian penting dalam program pendidikan. Kurikulum dan
silabus perlu dijabarkan lebih lanjut agar dapat dioperasionalkan di sekolah dan kelas.
Menurut Beauchamp, ada lima langkah atau pentahapan dalam mengembangkan suatu
kurikulum (Beauchamp’s System).
1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut: sekolah,
kecamatan, kabupaten, propinsi, negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang
dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan
pengembangan kurikulum.
2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum:
a. para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli
bidang ilmu dari luar
b. para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih
c. para profesional dalam sistem pendidikan
d. profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas
mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengemba-

ngan kurikulum dibanding dengan tokoh-tokoh lain seperti para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politisi, dan pengusaha serta industriawan.
Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan
guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan
guru-guru semakin besar. Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia
ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
a. Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
b. Bila ya, apakah peranan mereka?
c. Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran
tersebut?
3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur
yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi
dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain
kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a. membentuk tim pengembang kurikulum
b. mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan
c. studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d. merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru
e. penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
4. Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau
melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan
yang menyeluruh,baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping
kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
5. Evaluasi kurikulum. Langkah ini mencakup empat hal, yaitu:
a. evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
b. evaluasi desain kurikulum
c. evaluasi hasil belajar siswa
d. evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan
desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya.
BAB III
PENUTUP
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana
yang digunakan.
Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya
sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang
sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis, dan rekonstruksi
sosial.
Model pengembangan kurikulum pada intinya merupakan proses pembuatan keputusan untuk
merevisi suatu program kurikulum.

George A. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu:
1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut;
2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan
kurikulum;
3. Menetapkan organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum;
4. Implementasi kurikulum;
5. Melaksanakan evaluasi kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Ansyar, M. Nursain, H. (1991). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan;
Hernawan, A.H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka;
Sukmadinata, N.S. (2005). Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

MENURUT CASWELL
Pengertian dan Definisi Kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahlimengemukakan pandangan
yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebihmenekankan kurikulum dipandang sebagai
rencana pelajaran di suatu sekolah.Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di
sekolah, itulahkurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A
Curriculunis a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan
for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern,
pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi
dalam proses pendidikan, sepertidikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang
mengatakan bahwakurikulum … to be composed of all the experiences children have under
theguidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yangmengatakan
bahwa : “ …the curriculum has changed from content of coursesstudy and list of subject and
courses to all experiences which are offered tolearners under the auspices or direction of
school.Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan
(1988)mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat
dimensi,yaitu:1.kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan
penelitian,khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.2.kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulumsebagai suatu ide; yang didalamnya memuat
tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.3.kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang
merupakan pelaksanaan dari kurikulumsebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek
pembelajaran.4.kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari

kurikulumsebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yaknitercapainya
perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.Sementara itu, Purwadi
(2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :(1) kurikulum sebagai ide;(2)
kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam
melaksanakan kurikulum;(3) kurikulum menurut persepsi pengajar;(4) kurikulum operasional
yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;(5) kurikulum experience yakni
kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan(6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan
kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalamUndangUndang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”.Sumber :http://warnadunia.com/pengertian-dan-definisi-kurikulum/24 Agustus
2009Sumber Gambar:http://sitemaker.umich.edu/simon.356/files/curriculum.jpghttp://aakbk.blogspot.com/Sebelum membahas lebih lanjut tentang kurikulum berbasiskompetensi
(KBK), terlebih dahulu peneliti menjelaskan arti dari kurikulumdan kompetensi.1.
Kurikulum menurut Prof. S. Nasution setelah melihat kamus Websber tahun1812, kurikulum
diberi arti “A course esp a specified fixed course study, asina schoolor college, as on leading to
degree b. the whole body of coursesaffored in an education institution, or department there of,
the usual sense”
.
Disini kurikulum khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yaknisejumlah mata
pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yangharus ditempuh untuk mencapai
suatu ijazah atau tingkat. Kompetensimerupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar
yang direfleksikandalam kebiasaan berfikir dan bertindak.2.
Mapenda (2003) memberi pengertian bahwa kompetensi yaitu suatu pengetahuan, keterampilan
dan nilai-nilai yang refleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak dan kebiasaan-kebiasaan itu harus mampu dilaksanakansecara konsistwn
dan terus menerus serta mamapu untuk dilaksanakan secarakonsisten dan terus menerus serta
mampu untuk melakukan penyelesaian- penyelesaian dengan berbagai perubahan yang terjadi
dalam kehidupan baik profesi, keahlian maupun lainnya.3.
Departemen pendidikan nasional menyebutkan bahwa kompetensi merupakan perangkat standar
program pendidikan yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai
bidang kehidupan yang dipelajarinya.Bidang-bidang kehidupan yang dipelajari tersebut memuat
sejumlahkompetensi siswa sekaligus hasil belajarnya (learning outcomes).Dalam pembelajaran
yang dirancang berdasarkan kompetensi.Penilaian tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan
yang bersifat subyektif.Penilaian terhadap pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara
obyektif, berdasarkan kinerja peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap sebagai hasil belajar.

MENURUT MAURITS
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, juga
bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama,
kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau
dipelajari oleh siswa. Pandangan yang muncul sejak zaman Yunani kuna ini, dalam lingkungan
tertentu masih dioakai hingga kini, sebagaimana pendapat Robert S. Zais (1976:7), “a recesourse
of subject matters to be mastered”. Menurut pendapat ini, kurikulum identik dengan bidang studi.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan pengalaman belajar, pendapat ini
dikemukakan antara lain oleh Caswell dan Cambell (1975), “…to be composed of all the
experiences children have under the guidance of theachers”. Ronald C Doll (1974:22),
menggambarkan kurikulum telah berubah dari kontens belajar (isi) ke proses, dari skop yang
sempit kepada yang lebih luas, dari materi ke pengalaman, baik di rumah, sekolah maupun
lingkungan masyarakat, bersama guru atau tidak, ada hubungannya dengan pelajaran ataupun
tidak, termasuk upaya guru dan fasilitas untuk mendorongnya. Meskipun, pemaknaan kurikulum
demikian, mendapat kritik dari Mauritz Johnson (1967:130), menurutnya pengalaman hanya
akan terjadi bila siswa berinteraksi dengan ligkungannya, interaksi seperti demikian bukan
kurikulum tetapi pengajaran. Menurutnya, kurikulum hanya berkenaan dengan “… a structured
series of intended learning outcomes”, hasil yang dicapai dari hasil belajar siswa. Oleh karena
itu, perencaan dan pelaksanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi termasuk pengajaran.
Mc Donald (1967:3) memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran, yang
terdiri dari empat komponen, yaitu: mengajar (kegiatan professional guru terhadap murid),
belajar (kegiatan responsi siswa terhadap guru), pembelajaran (interaksi antara guru murid pada
proses belajar mengajar) dan kurikulum (pedoman proses belajar mengajar).
Bauchamp (1968) menekankan kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Ia
menegaskan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis dan sekaligus merupakan rencana
pendidikan yang given di sekolah. Tetapi, kurikulum tidak hanya dinilai dari segi dokumen dan
rencana pendidikan, karena ia harus memiliki fungsi operasional kegaiatan belajar mengajar, dan
menjadi pedoman bagi pengajar maupun pelajar.
Hilda Taba (1962) berpendapat, kurikulum tidak hanya terletak pada pelaksanaanya, tetapi pada
keluasan cakupannya, terutama pada isi, metode dan tujuannya, terutama tujuan jangka panjang,
karena justeru kurikulum terletak pada tujuannya yang umum dan jangka panjang itu,
sedangkan imlementasinya yang sempit termasuk pada pengajaran, yang
keduanya harus kontinum.
Kurikulum, juga merupakan perwujudan penerapan teori baik yang terkait dengan
bidang studi maupun yang terkait dengan konsep, penentuan, pengembangan
desain, implementasi, dan evaluasiya. Oleh karna itu, ia merupakan rencana
pengajaran dan sistem yang berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan
disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran.
Sebagai suatu sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem organisasi sekolah
yang menyangkut penentuan kebijakan kurikulum, susunan personalia dan
prosedur pengembangannya, penerapan, evaluasi dan penyempurnaannya (Saodih,
2008:4-7).

Dalam konteks pendidikan Nasional, kurikulum adalah rencana tertulis tentang
kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu
dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan
tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian
kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan
pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada
satuan pendidikan tertentu.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan lahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Rumusan ini lebih spesifk mengandung pokok – pokok pikiran, sebagai berikut:
Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;
Kurikulum merupakan pengaturan, yang sistematis dan terstruktur;
Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran bidang pengajaran tertentu;
Kurikulum mengandung cara, metode dan strategi pengajaran;
Kurikulum merupakan pedoman kegiatan belajar mengajar;
Kurikulum, dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;
Kurikulum merupakan suatu alat pendidikan.
Rumusan tersebut menjadi lebih jelas dan lengkap, karena suatu kurikulum harus
disusun dengan memperhatikan berbagai faktor penting. Dalam undang-undang
telah dinyatakan, bahwa: “Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis
dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum, ialah:
Tujuan pendidikan nasional, dijabarkan menjadi tujuan-tujuan institusional, dirinci
menjadi tujuan kurikuler, dirumuskan menjadi tujuan-tujuan instruksional (umum
dan khusus), yang mendasari perencanaan pengajaran.
Perkembangan peserta didik merupakan landasan psikologis yang mencakup
psikologi perkembangan dan psikologi belajar;
Mengacu pada landasan sosiologis dibarengi oleh landasan kultur ekologis.
Kebutuhan pembangunan nasional yang mencakup pengembangan SDM dan
pembangunan semua sektor ekonomi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya bangsa dengan multi
dimensionalnya.
Jenis dan jenjang pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan
kekhususan tujuannya.
Rumusan kurikulum menunjukkan kecenderungan berubah, dari rumusan yang
bertolak dari isi/materi course of studi menjadi pengertian yang lebih luas, yakni…
as all the learning experiences under the aegis of the school (Hills 118). Perubahan
menitikberatkan pada apa yang dikerjakan dan dipelajari di sekolah, dipengaruhi
bukan semata-mata oleh mata ajaran yang diajarkan, melainkan bergantung pada
tugas-tugas belajar yang disiapkan koherensi dan keseimbangan dalam
keseluruhan program-sekolah, bagaimana siswa terlibat secara refektif dalam

kurikulum, nilai-nilai dan tujuan-tujuan para guru, yang berkaitan dengan cara
mereka menilai belajar siswa dan menilai dirinya sendiri. Cara yang sederhana
untuk mempertimbangkan kurikulum adalah melihat kurikulum dari 4 fase, yakni: isi
(content), metode, tujuan (purpose) dan evaluasi.
Dalam perspektif ini, kurikulum sekolah keseluruhan (a whole school curriculum)
bukan hanya sangat kompleks namun juga merupakan satu kesatuan yang ideal.
Suatu sekolah juga memiliki a hidden curriculum’…the largely unintended efect of
its social milieu, sedangkan the actual curriculum, yang ditafsirkan sebagai siswa
mengalami secara aktual dan guru mengajarkan secara aktual, mungkin berbeda
dengan apa yang direncanakan secara formal. Jurang antara curriculum-as-intention
dan curriculum-in-use (atau in-transaction) mendasari kebutuhan mendasar dan
kongkrit yang harus diperbuat dan dipelajari siswa di sekolah, yang dirancang
dalam public curriculum. Masalahnya adalah bagaimana membuat suatu kurikulum
yang efektif dan bermakna bagi publik luas. Ada 2 pendekatan yang dapat
digunakan, yakni (1). Melihatnya sebagai suatu masalah riset terhadap pengajaran
bukan sebagai perencanaan umum. Kurikulum dilihat sebagai suatu spesifkasi dari
konten dan prinsip-prinsip untuk diinvestigasi dalam realita kelas; (2) Pendekatan
kedua lebih menekankan pada kurikulum sebagai keseluruhan dan sebagai isi
(intention), misalnya sebagai peta kebudayaan. Konsepsi integrative diterjemahkan
menjadi analisis hambatan terhadap guru dan sekolah, dan mengaitkan teori
kurikulum dengan strategi perubahan sosial jangka panjang.
Terdapat beberapa gagasan mengenai kurikulum, antara lain:
Pertama, Whole Curriculum. Istilah The Whole Curriculum, tidak bersinonim dengan
curriculum dan cenderung digunakan untuk membedakan program sekolah yang
menyeluruh seimbang dan koherensi dengan source study. Keputusan-keputusan
mengenai the whole curriculum tergantung pada persoalan-persoalan yang
berkenaan dengan proses sekolah jangka panjang diseleksi dari kebudayaan yang
bermanfaat, dengan pola studi tertentu bagi semua siswa.
Konsep tersebut ada kaitannya dengan pernyataan, bahwa “Curriculum all the
learning experience planned and guided by school”. Konsep ini mengandung dua
cabang: berkenaan dengan lingkungan belajar total, pengembangan diri siswa yang
ditransmisikan padanya; dan penempatan komponen subjects dalam konteks
desain the whole curriculum. Konsep ini membantu mengenai cara the whole
curriculum menyajikan ‘a selection from culture’, asumsi-asumsi tentang
pengetahuan yang ditransmisikan dalam masyarakat. Dari perspektif ini dapat
dipertanyakan dan diklarifkasi kontribusi pola-pola organisasi kurikulum, subjectbased by tradition ke arah tujuan-tujuan persekolahan jangka panjang.
Kedua, Hidden Curriculum, gagasan ini merupakan suatu tantangan bagi perancang
kurikulum. Hidden Curricu¬lum memuat kontradiksi terhadap kurikulum ofcial
(intended curriculum), karena merupakan kurikulum tak tertulis (Hargreaves, 1978).
Kurikulum ini adalah hasil dari desakan yang memberikan efek tak diinginkan,
untuk mempengaruhi orang lain agar menyetujui sesuatu yang diharapkan, melalui
interaksi kelas upaya penyebarluasan pesan-pesan kultural mengenai tingkah laku
sosial.

Ketiga, Komponen-komponen Kurikulum, kurikulum memiliki komponen-komponen
yang berkaitan satu dengan yang lainnya, yakni : (1). Tujuan, (2), Materi, (3).
Metode, (4). Organisasi, dan (5). Evaluasi. Komponen-komponen tersebut, baik
secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menjadi dasar utama dalam
upaya mengembangkan sistem pembelajaran.
Keempat, Peranan Kurikulum, kurikulum direncanakan secara sistematis,
mengemban peranan penting bagi pendidikan, yakni: (1). Peranan konservatif, (2).
Peranan kritis dan evaluatif, dan (3). Peranan kreatif. Ketiga peranan ini sama
pentingnya dan antara ketiganya perlu dilaksanakan secara berkeseimbangan.
Kelima, Fungsi Kurikulum, sebagaimana dikemukakan Alexander Inglis (1978),
menyatakan:
Penyesuaian (the adjustive of adaptive function)
Pengintegrasian (the integrating function)
Peferensiasi (the diferentiating function)
Persiapan (the propaedeutic function)
Pemilihan (the selective function)
Diagnostik (the diagnostic function)
Keenam, Pendekatan Studi Kurikulum, mempertanyakan apa yang dipergunakan
dalam pembahasan atau dalam penyusunan kurikulum tersebut. Penggunaan
sesuatu pendekatan (approach) menentukan bentuk dan pola yang dipergunakan
oleh kurikulum tersebut melalui empat pendekatan, yakni: mata pelajaran,
interdispliner, integratif dan sistem.
Ketujuh, Proses Kurikulum, pada dasarnya merupakan suatu perangkat lengkap
yang menjadi dasar bagi guru dalam membuat semua keputusannya di sekolah.
Setiap guru memiliki kemampuan membentuk atau menyusun kurikulum
berdasarkan suatu proses logis, dinilai terbaik pada saat disampaikan pada
siswanya. Jika guru tidak berpedoman pada kurikulum, pengajarannya akan
menimbulkan meragukan.

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Posted by aA uNie Thea On Selasa, 08 November 2011 0 komentar

Pendahuluan
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan satu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang oftimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan system
pendidikan dan system pemgelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan
mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam system pendidikan dan
pengelolaan

yang

sifatnya

sentralisasi

berbeda

dengan

yang

desentrelesasi.

Model

pengembangan yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistic, teknologis
dan rekonstruksi social.[1]
Pembahasan
Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum
yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya, diantaranya adalah:
1. Model Administratif
Model administratife atau garis-komando (line-Staff) merupakan pola pengembangan
kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal. Model pengembangan kurikulum
ini berdasarkan pada cara ker ja atasan-bawahan (top-down) yang dipandang efektif dalam
pelaksanaan perubahan kurikulum.
Model administrasi/garis komando memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
 Administrator Pedidikan/ Top Administrative Officers (pemimpin) membentuk komisi pengarah.
 Komisi Pengarah (Steering Comittee) bertugas merumuskan rencana umum, mengembangkan
prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan menyaipkan suatu pernyataan filosofi dan tujuan-tujuan
untuk seluruh wilayah sekolah.

 Membentuk komisi kerja pengembangan kurikilum yang bertugas mengembangkan kurikulum
secara operasional mencakup keseluruh komponen kurikulum dengan mempertimbangkan
landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
 Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian
tertentu bila dianggap tidak perlu. Karena pengembangan kurikulum model administratif ini
berdasarkan konsep, inisiatif, dan arahan dari atas kebawah, maka akan membutuhkan waktu
bertahun-tahun agar dapat berjalan dengan baik. Hal inidisebabkan adanya tunututan untuk
mempersiapkan para pelaksana kurikulum tersebut.
Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratifm kita dapat menandai
adanya dua kegiatan didalamnya:[2]
a.

Menyiapkan seperangkat dokumen kurikulum baru, dan

b.

Menyiapkan instalasi dan implementasi dokumen.
Dengan kata lain, midel administratif/ garis-komando membutuhkan kegiatan pemyiapan

para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat melaksanakan kurkulum
dengan baik.
2. Model Grass-Roots
Model pengembangan kurikulum ini merupakan lawan/kebalikan dari model pertama inisiatif
dan pengembangan kurikulum bukan datang dari atas tetapi dari bawah. Bisa dikatakan model
administratif bersifat top-down (atasan-bawahan), sedangkan model grass – roots adalah bottom
– up (dari bawah keatas). Lebih lanjut juga bisa diketahui bahwa model pengembangan
kurikulum yang pertama digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan / kurikulum yang
bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan
yang bersipat desentralisasi.
Dalam model pengembangan yang bersifat grass-roots seorang (guru) dapat mengupayakan
pengembangan komponen- komponen kurikulum dapat keseluruhan, dapat pula sebagian dari
keseluruhan komponen kurikulum atau keseluruhan dari seluruh komponen kurikulum. Hal itu
didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna
dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah
yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
3. Model Beauchamp

Pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode beauchamp memiliki lima memiliki
lima bagian pembuat keputusan. Lima tahap tersebut adalah:
 Memutuskan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang menjabarkan ruang
lingkup upaya pengembangan.
 Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa sajakah yang ikut terlibat dalam pengembangan
kurikulum.
 Organisasi dan prosedur pengembangn kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan
prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih
khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam
menentukan keseluruhandesain kurikulum.
 Implementasi kurikulu, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti yang sudah
diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum.
 Evaluasi kurikulum.
4. Model arah terbalik Taba
Sesuai dengan namanya, model pengembangan kurikulum ini terbalik dari yang lazim
dilaksanakan, yakni dari biasanya dilakukan secara deduktif menjadi induktif, dengan urutan:
 mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru
 menguji unit eksperimen
 mengadakan refisi dan konsolidasi
 pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
 implementasi dan diseminasi
5. Model Rogers
Cari Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa manusia dalam proses
perubahan mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembangsendiri. Berdasarkan pandangan
tentang manusia maka rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut
dengan model Relasi Interpersonal Rogers

Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah:
 pemilihan satu sistem pendidikan sasaran
 pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
 pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit
pelajaran.
 Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rencana
pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengembangan
kelompok intensif yang terpilih.
6. Model Demonstrasi
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass-rotss, datang dari bawah. Model ini
diprakarsai oleeh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang
bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya bersekala kecil, hanya
mencakup satu atau beberapa sekolah, satu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan
komponen kurikulum.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini:[3]


Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu
percobaan tentang pengembangan kurikulum.



Bentuk kedua ini kurang bersifat formal. Beberapa guru yang merasa kurang puas dengan
kurikulum yang ada, mencoba mengembangkan penelitian dan mengembangkan sendiri. Mereka
mencoba menggunakan hal-hal yang lain yang berbeda dengan yang berlaku.
7. The Systematic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum meerupakan
perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian ornang tua, siswa
guru, struktur sistem sekolah, pols hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat.
Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal: hubungan in