BAB I LATAR BELAKANG (1)

BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Croup merupakan penyakit saluran pernafasan yang umum pada anak anak.
Kata croup sendiri berasal dari anglo-saxon kropan, yang berarti “to cry aloud”.
Penyakit ini biasanya menyerang anak anak dengan manifestasi klinis yang timbul
adalah batuk menggonggong, suara serak, dan stridor inspirasi; dan beberapa variasi
dari gejala distress pernafasan.1
Istilah lain untuk croup adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi
inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika sampai ke
bronkus

digunakan

istilah

laringotrakeobronkitis.

Sindroma

croup


atau

laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang menyerang saluran pernafasan
bagian atas. Penyakit ini dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas, obstruksi ini
dapat ringan sampai berat.1,2
Sifat penyakit ini adalah self limited, tetapi kadang cenderung mejadi berat
bahka fatal. Sebelum kortikosteorid digunaka , 30% kasus croup harus dirawat di RS
dan 1,7% memerlukan intubasi endotrakea. Akan tetapi, setelah kortikosteroid telah
digunakan secara luas, kasus croup yang memerlukan perawatan di RS menurun
drastis, dan intubasi jarang dilakukan.2
Penyakit ini biasanya menyerang anak pada usia 6 bulan sampai 3 tahun
degan puncaknya usia 1-2 tahun. Akan tetapi, sindroma croup dapat juga terjadi pada
anak usia 3 bulan dan diatas 15 tahun. 2

1

2

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi saluran pencernaan atas
Fungsi utama saluran pencernaan atas sebagai berikut:
A. Air conduction (penyalur udara), sebagai saluran yang meneruskan udara
menuju saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas.
B. Protection ( perlindungan), sebagai pelindung saluran napas bagian bawah
agar terhindar dari masuknya benda asing.
C. Warming,

filtrasi,

dan

humudifikasi

yakni

sebagai


bagian

yang

menghangatkan, menyaring, dan memberi kelembaban udara yang diinspirasi
(dihirup).3
2.1.1

Lubang Hidung
Lubang hidung (cavum nasalis) Hidung dibentuk oleh tulang sejati
(os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian kecil
tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective
tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan
menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung
mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter)
kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa)
hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut
mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk
ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam
lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform


3

plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I (Nervous
Olfactorius).3
2.1.2

Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus
pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada
saat ‘digestion’ (menelan) seperti pada saat bernapas. Berdasarkan
letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di belakang idung (naso-faring),
belakang mulut (oro-faring), dan belakang laring (laringofaring). Nasofaring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo
stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius.
Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid
lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus
untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang masuk ke dalam hidung
dan tenggorokan. Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari
naso-faring dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili

platina (posterior) dan tonsili lingualis (dasar lidah).3

2.1.3 Laring
Laring adalah kotak suara yang memungkinkan kita untuk berbicara,
berteriak, berbisik, dan bernyanyi. Laring terletak di bagian anterior leher,
bagian inferior dari faring dan bagian superior dari trakea. Laring terdiri
dari kerangka tulang rawan yang didalamnya terdapat pita suara (plica
vocalis) yang ditutupi oleh lapisan lendir. Otot di dalam laring
menyesuaikan

posisi,

bentuk,

dan

ketegangan

dari


pita

suara,

memungkinkan kita untuk membuat suara yang berbeda dari berbisik
hingga bernyanyi. Setiap perubahan dalam aliran udara (yang dihasilkan

4

oleh paru-paru menghembuskan napas udara) di pita suara akan
mempengaruhi suara dan kualitas suara. Laring terletak di antara faring
dan trakea serta memiliki penutup disebut epiglotis.2,3
Fungsi utama laring adalah untuk melindungi saluran napas bagian
bawah dengan menutup secara

tiba-tiba pada stimulasi mekanik,

sehingga menghentikan respirasi dan mencegah masuknya benda asing ke
dalam saluran napas. Fungsi lain dari laring selain produksi suara (fonasi)
adalah batuk, manuver Valsalva, kontrol ventilasi, dan bertindak sebagai

organ sensorik. Laring terdiri dari 3 pasang kartilago (krikoid, tiroid,
epiglotis); 3 pasang kartilago yang lebih kecil (arytenoids, corniculate,
cuneiform); dan sejumlah otot intrinsik. Tulang hyoid, sementara secara
teknis bukan bagian dari laring,namun merupakan insersi otot dari atas
yang membantu dalam gerakan laring.2,4
2.2. Anatomi saluran pernafasan bawah
Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah Saluran pernapasan bagian
bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas:
2.2.1 Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebre

5

Gambar 1. Anatomi saluran pernafasan atas

torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang
trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan
memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C.3
2.2.2 Bronkus dan Bronkhiolus
Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih

vertikal daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda
asing lebih mudah

masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada

bronkhus sebelah kiri. Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi
dan berbentuk seperti

ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronkhus

disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang berakhir di
alveoli,

tidak

mengandung

kartilago.

Tidak


adanya

kartilago

menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat
mengalami kolaps. Agar tidak kolaps alveoli dilengkapi dengan
poros/lubang kecil yang terletak antar alveoli yang berfungsi untu
mencegah kolaps alveoli. Saluran pernapasan mulai dari trakhea sampai
bronkhus terminalis tidak mengalami pertukaran gas dan merupakan area
yang dinamakan Anatomical Dead Space. Awal dari proses pertukaran
gas terjadi di bronkhiolus respiratorius.3,5
2.3 Sindrom Croup
2.3.1

Epidemiologi
Sindrom croup terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun
dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi sindrom croup dapat
juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun. Penyakit ini


6

lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
rasio 1,4:1. Angka kejadian meningkat di musim dingin dan musim
gugur, tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien
croup merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang
berkunjung ke dokter. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan
berkurang sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran respiratori
atas. Hampir 15% pasien memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama.6
2.3.2

Etiologi
Etiologi laringitis akut termasuk penyalahgunaan/trauma suara
(berbicara, menyanyi atau berteriak)1 paparan agen berbahaya, atau agen
infeksius yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas.3

Agen

infeksi yang paling sering virus tapi kadang-kadang bakteri.3 Sekitar 60%

kasus disebabkan oleh Human parainfluenza virus type 1 (HPIV-1),
HPIV 2,3 dan 4,virus influenza A dan B, Adenovirus, Respiratory
Syncytial virus (RSV) dan virus campak. Meskipun jarang, pernah juga
ditemukan Mycoplasma pneumonia.6 Selain itu Rihinoviruses, Mumps,
Bordetella Pertussis, Varicella-zoster virus juga menyebabkan laringitis
akut.5
2.3.3 Patogenesis
Laringitis hanya menular jika disebabkan oleh infeksi. Laringitis
karena infeksi virus menyebar melalui cara droplet. Penularan penyakit
dapat diminimalkan atau dicegah dengan menutup hidung dan mulut saat
batuk dan bersin, dan kebiasaan kebersihan yang baik (sering mencuci
tangan dan tidak berbagi peralatan makan).3

7

Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laring
dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitel laring. Peradangan difus,
eritema dan edema yang terjadi pada daerah infeksi menyebabkan
terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi.
Hal ini menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau). Aliran udara
yang melewati saluran respiratori atas mengalami turbulensi sehingga
menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada (selama
inspirasi).5,6,7 Stridor inspirasi menunjukkan adanya obstruksi pada
laring.5 Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur
menyebabkan

pasien

kelelahan

serta

mengalami

hipoksia

dan

hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti
napas. 5,6,8
2.3.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis biasa didahului dengan demam yang tidak begitu
tinggi selama 12-72 jam. Hidung berair, nyeri menelan dan batuk ringan.
Kondisi ini akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau
dan kasar. Gejala sistemik yang menyertai seperti demam dan malaise.
Bila keadaan berat dapat terjadi sesak napas, stridor inspiratorik yang
berat, retraksi dan anak tampak gelisah dan bertambah berat pada malam
hari. Gejala puncak terjadi pada 24 jam pertama hingga 48 jam. Biasanya
perbaikan akan tampak dalam waktu satu minggu. Anak akan sering
menangis, rewel dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau
digendong.6

Tabel 1 Manifestasi klinik pada sindroma croup1
Sifat

Laringotrakeitis

Laringotrakeobronkitis

Spasmodic

Epiglotitis

8

Prodrome

akut
Gejala Saluran

/ pnemonitis
Gejala Saluran

croup
None atau

None atau Gejala

pernafasan atas

pernafasan atas

minimal

Saluran
pernafasan atas

Usia

3 bulan – 3 tahun

3 bulan – 8 tahun

3bulan – 3

ringan
1-8 tahun

Onset

Gradual (12-48 jam)

Variable (12jam – 7hari)

tahun
Tiba tiba,

Cepat (4- 12 jam)

dimalam
Demam
Suara
serak,

Variable
Ya

Biasanya tinggi
Ya

hari
tidak
Ya

Ya, minimal sampai

Ya, iasanya berat

Ya ,

tinggi
tidak

Tidak

batuk
menggonggon
g
Stridor
insiprasi
Disfagia
Etiologi

berat

biasanya

Tidak
Infeksi virus

Tidak
Infeksi virus dengan

sedang
Tidak
Infeksi virus

Ya
Infeksi bakteri

superinfeksi bakteri

dengan

dengan kultur

komponen

tenggorokan dan

alergi

darah yang positif

 Laringotrakeitis akut
Laringotrakeitis akut ditandai dengan rinorae, faringitis dan demam yang
tidak terlalu tinggi dalam beberapa hari. Batuk yang ringan biasanya berulang.
Bagaimanapun setelah periode singkat biasanya 12 sampai 48 jam,tanda dan
gejala obstruksi saluran safas bagian atas. Pemeriksaan fisik didapatkan suara
serak, coryza, normal atau inflamasi ringan pada faring, dan peningkatan
frekuensi nafas. Kecepatan progresifitas dan derajat distres pernafasan

9

befariasi. Paling banyak kasus hanya ditandai dengan suara serak dan batuk
menggonggong, tanpa adanya tanda tanda obstruksi pernafasan. Penyakit ini
biasanya berlangsung 3 sampai degan 7 hari. Beberapa kasus obstruksi
saluran nafas ditandai dengan peingkatan denyut jantung dan frekuensi nafas,
nafas cuping hidung, dan sianosis dengan retraksi supra / infra sternal.1
Durasi penyakit paling sering menyerang anak dengan jangka waktu 7
sampai 14 hari. Pemeriksaan laboratorium hanya sedikit membantu dalam
laringotraeitis akut dan tidak rutin digunakan karena diagnosis dibuat
berdasarkan maifestasi klinis. Ketika digunakan terjadi peningkatan sel darah
putih meningkat di atas 10.000/ul dengan selPMN yang dominan, jika
didapatkan nilai sel darah putih yang menigkat di atas 20.000 menandakan
terjadi superinfeksi bakteri, dan dapat didiagnosis dengan epiglotitis.1
 Laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumoniitis
Laringotrakeobronkitis

dan

laringotrakeobronkopneumoniitis

adalah

infeksi yang lebih jarang dari pada laringotrakeitus akut dan spasmodic croup.
Penyait ini merupakan kelanjutan dari laringotrakeitis akut. Biasanya pada
anak ditandai dengan gejala laringotrakeitis, dengan gejala ringan sampai
sedang pada 5 samapai 7 hari pertama yang dapat menjadi progresif ke berat.
Keluhan ini ditandai dengan demam biasanya tinggi dan peningkatan usaha
nafas. Pada presentasi, anak tersebut tampak demam tinggi dan memiliki
tanda dan gejala obstruksi jalan napas atas dan bawah. Peningkatan laju
pernafasan, rales, wheezing, dan udara yg terperangkap . Radiografi dada
dapat mengungkapkan infiltrat paru. Obstruksi jalan nafas biasanya
membutuhkan

intubasi

atau

trakeostomi.

Beberapa

contoh

laryngotracheobronchitis / laryngotracheobronchopneumonitis yang terkait
dengan sindrom syok toksik telah dicatat.1

10

 Spasmodic croup
Kelompok spasmodik cenderung terjadi pada malam hari di anak-anak
muda antara 3 bulan dan 3 tahun. Seringkali, sulit di awali untuk membedakan
laryngotracheitis dengan kelompok spasmodik. Anak mungkin memiliki
gejala dingin dan terlihat sehat. Awalnya, anak terbangun di malam hari
dengan dispnea mendadak, batuk menggonggong , dan stridor inspirasional.
Demam tidak ada, dan pemberian udara lembab dapat memberi kelegaan.
Gejalanya adalah hasil edema subglotis mendadak, dan anak tersebut dapat
melakukan serangan berulang pada malam yang sama dan untuk tiga atau
empat malam berikutnya berturut-turut. Kelompok spasmodik dapat
dibedakan dari laryngotracheitis dengan pemeriksaan endoskopi. Mukosa
laring tampak pucat dan berombak pada kelompok spasmodik dan eritematosa
dan meradang pada laringotrakeitis akut.1
Pada bayi dan anak kecil, tanda-tanda dan gejala klasik dari laringitis
disebabkan oleh infeksi antara lain:3,8
 Batuk yang disertai sesak napas/ stridor yang timbul lambat
 Batuk menggonggong (Hoarse Barky cough)
 Demam.
Sedangkan ketika penyebab laringitis adalah non infeksi, maka batuk bisa
merupakan gejala yang signifikan bersama dengan suara serak. Pasien juga
dapat mengeluhkan terasa penuh di tenggorokan atau mungkin mengeluhkan
kesulitan menelan dan sesak napas. Pada kasus yang jarang, pasien dapat
batuk mengeluarkan air ludah bercampur darah jika peradangan sampai
menyebabkan pendarahan kecil.3
Berdasarkan derajat kewagawatan croup dibagi menjadi empat kategori:1

11

-

Croup ringan :

Ditandai dengan adanya batuk keras menggonggong yang

kadang kadang muncul, stridor yang tidak terdengar ketika pasien beristirahat/
tidak beraktivitas, dan retraksi dinding dada.
-

Croup sedang : ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,
stridor yang mudah didengar ketika pasien beristirahat, retraksi dinding dada
yang sedikt terlihat , tetapi tidak ada gawat napas.

-

Croup berat : ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,
stridor yang terdengar jelas ketika pasien beristirahat dan kadang stridor
ekspirasi, retraksi dinding dada dan gawat napas.

-

Gagal nafas mengancam : batuk kadang kadang tidak jelas, terdengar stridor
(kadang sangat jelas ketika pasien istirahat), gangguan kesadaran dan letargi.

2.3.6. Diagnosis
Diagnosis laringitis akut dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
1.

Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan selain gejala infeksi saluran pernapasan atas

(yaitu, demam, batuk, rhinitis), pasien juga mengalami disfonia atau suara serak.
Gejala-gejala ini konsisten dengan laringitis namun tidak spesifik untuk laringitis
akut atau kronis. Pasien dengan laringitis juga bisa mengalami odynophonia, disfagia,
odynophagia, dyspnea, rhinorrhea, postnasal discharge, sakit tenggorokan, hidung,
kelelahan, dan malaise. Gangguan suara biasanya berakhir 7-10 hari. Jika gejalanya
menetap lebih dari 3 minggu, maka didiagnosis sebagai laringitis kronis.5

2. Pemeriksaan Fisik

12

Pada pemeriksaan fisis ditemukan suara serak, hidung berair, dan frekuensi
napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stress
pernapasan yang diderita. Pemeriksaan langsung area laring tidak terlalu diperlukan,
akan tetapi jika diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas, disfagia)
maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.`6 Pemeriksaan tidak langsung jalan
napas dengan cermin atau pemeriksaan langsung dengan nasolaryngoscope
mengungkapkan eritema dan edema dari plica vocalis, sekresi, dan permukaan yang
ireguler dari plica vocalis. Perhatikan juga adanya mobilitas plica vocalis yang
normal dan ada tidaknya obstruksi jalan napas. Selain temuan infeksi saluran
pernapasan bagian atas umum, pasien mungkin tampak sehat.5
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak
perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis,
gejala klinis dan pemeriksaan fisik.5,6

Gambar 2. Penyebaran subglotis tipis pada jalan napas pada radiografi,
menunjukkan tanda "menara" klasik di croup
Jika pasien memiliki eksudat di orofaring atau melapisi plica vocalis, maka
dapat diambil sampel untuk dilakukan pemeriksaan gram dan kultur bakteri.5

13

Pada pemeriksaan radiologis leher posisi postero-anterior ditemukan
gambaran udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya
penyempitan kolumna subglotis yang mana gambaran radiologis ini hanya ditemukan
pada 50% kasus.6
2.3.7. Tatalaksana
Laringitis akut dapat sembuh sendiri seiring berjalannya waktu. Pasien
dianjurkan untuk menjaga kelembaban jalan napas dengan istirahat total penggunaan
suara.5,10 Jika harus berbicara maka dianjurkan menggunakan suara dengan fonasi
yang lembut atau bersuara biasa, namun tidak berbisik. Hal ini disebabkan jika
berbisik dapat meningkatkan kerja dari laring. 5 Saat berbisik pita suara akan
meregang maksimal dan membutuhkan lebih banyak kerja dari otot-otot laring
sehingga dapat memperpanjang waktu pemulihan.3
Selain itu, menghindari iritasi pada laring, misalnya makanan pedas,
makanan berlemak serta makanan atau minuman yang dingin juga dapat membantu
penyembuhan laringitis akut. Antipiretik, antinyeri dan dekongestan dapat diberikan
untuk kenyamanan pasien.5,10
Terapi uap
Pengobatan andalan untuk anak-anak yang memiliki croup adalah manajemen
jalan nafas. Sejak abad ke-19, pengobatan kabut telah digunakan untuk mengobati
gejala kroup. Kabut dingin sama efektifnya dengan uap panas, dan ini menghindari
risiko luka bakar dari air panas. Kabut dingin menghirup sekresi jalan nafas dan
menenangkan mukosa yang meradang. Juga, kelembaban menurunkan viskositas
sekresi lendir trakea. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa uap dapat
mengaktifkan mechanoreceptors di laring yang menghasilkan pelambatan refleks laju
alir pernafasan. Anak-anak muda mentolerir uap kabut dingin yang diberikan aerosol
sambil duduk di pangkuan orang tua. Meski kabut sejuk dipandang sebagai metode

14

yang aman dan sederhana untuk meredakan gejala kroup, kelembabannya bisa
mengintensifkan bronkospasme pada anak-anak yang memiliki croup dengan mengi
karena laryngotracheobronchitis atau pneumonitis. Anak-anak ini harus memiliki
percobaan kabut dingin yang dihentikan jika mengi terus atau memburuk.1
Sebagian besar pasien tidak perlu dirawat di Rumah Sakit, melainkan cukup
dirawat di rumah. Pasien dirawat di rumah sakit bila dijumpai salah satu dari gejalagejala berikut.
-

Anak berusia di bawah 6 bulan

-

Terdengar stridor progresif

-

Stridor terdengar ketika sedang beristirahat

-

Terdapat gejala gawat napas

-

Hipoksemia

-

Gelisah

-

Sianosis

-

Gangguan kesadaran

-

Demam tinggi

-

Anak tampak toksik

-

Tidak ada respon terhadap terapi.6
Jika terdapat tanda-tanda sesak napas atau tanda gagal napas maka tatalaksana

utama adalah mengatasi obstruksi jalan napas.6
-

Mempertahankan jalan napas terbuka, dapat dilakukan dengan alat penyangga
oropharyngeal airway (guedel), penyangga nasopharyngeal airway atau pipa
endotrakea.

-

Terapi oksigen

15

Teknik pemberian oksigen disesuaikan dengan situasi klinis dan
kondisi pasien. Berbagai teknik pemberian sebagai berikut: kanul nasal,
oxygen hood/head box, masker dan bantuan ventilator.8
Terapi farmakologi juga kadang diperlukan. Salah satunya nebulisasi
epinefrin. Nebulasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vascular epitel bronkus
dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring dan meningkatkan laju udara
pernapasan. Epinefrin yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut: 6
Epinefrin rasemat adalah campuran 1: 1 dari isomer d-dan l-isomer epinefrin.
Mekanisme tindakan diyakini merupakan stimulasi reseptor alfa-adrenergik dengan
penyempitan arteriole kapiler selanjutnya. Hal ini menyebabkan resorpsi fluida bukan
kebocoran kapiler dari ruang interstisial dan akibatnya terjadi penurunan edema
mukosa laring. Penelitian tambahan telah menunjukkan bahwa dosis yang sama
hanya lomeromer epinefrin memiliki efek menguntungkan yang sama dengan bentuk
rasemat. Informasi ini sangat penting di luar Amerika Serikat, di mana epinefrin
rasemat tidak tersedia. Meskipun epinefrin nebulisasi mungkin memiliki efek
dramatis pada gejala kroup, mengurangi stridor inspirasi dan retraksi interkostal,
reaksi merugikan umum terhadap bentuk rasemat dan l-isomer, termasuk takikik dan
hipertensi, dapat membatasi kegunaannya. 1
Selain itu, efek obatnya singkat (2 jam), dan seiring aktivitasnya berkurang,
gejala croup bisa muncul kembali (fenomena rebound). Pemberian epinefrin
nebulosis kepada anak-anak yang memiliki croup di departemen gawat darurat sering
menyebabkan masuk rumah sakit pada tahun 1980an karena kekhawatiran tentang
penurunan fenotip. Kajian dan penilaian terbaru dari rekomendasi tersebut
menyarankan bahwa aman untuk mengabaikan seorang anak yang telah menerima
epinefrin nebulisasi untuk croup dari departemen gawat darurat setelah 3 sampai 4
jam pengamatan jika anak tersebut memiliki:

16

1. Racemic epinephrine (campuran 1:1 Isomer d dan 1 epinefrin) dengan dosis 0,5
ml larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3ml salin
normal. Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit
2. L-epinephrine 1:100 sebanyak 5 ml, diberikan melalui nebulizer. Efek terapi
terjadi dalam 2 jam.
Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar dan
mempunyai sedikit efek terhadap kardiovascular seperti takikardi dan hipertensi.
Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan
jantung seperti tetralogi Fallot.6
Pemberian kortikosteroid dapat mengurangi edema pada mukosa laring melalui
mekanisme anti radang. Uji klinis menunjukkan adanya perbaikan pada pasien
laringitis ringan sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan
dengan placebo. Kortikosteroid yang dapat diberikan yaitu deksametason dengan
dosis 0,6 mg/kgBB per oral/ intramuskular sebanyak 1 kali dan dapat diulang dalam
6-24 jam. Efek klinis akan tampak dalam 2-3 jam setelah pengobatan. Selain
deksametason, dapat juga diberikan prednison atau prednisolone dengan dosis 1-2mg/
kgBB6 atau metilprednisolon 1-2mg/kbBB kemudian diikuti 0,5mg/kgBB setiap 6-8
jam.

11

Selain itu, nebulasi budesonid juga dipakai sejak tahun 1990. Larutan 2-4mg

budesonid (2 ml) diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 sampai 48
jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit sedangkan
kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam. Pemberian terapi ini mungkin akan
lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala muntah dan gawat napas yang hebat.
Namun pada sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik daripada
deksametason oral. Budesonid dan epinefrin dapat digunakan secara bersamaan.6
Intubasi endotrakeal dilakukan pada kasus yang berat yang tidak responsif
terhadap terapi yang lain. Intubasi endotrakeal merupakan terapi alternatif selain

17

trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi melakukan endotrakeal
adalah adanya hiperkarbia dan adanya ancaman gagal napas. Selain itu, peningkatan
stridor, peningkatan frekuensi napas, peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding
dada, sianosis, letargi atau penurunan kesadaran. Intubasi hanya diperlukan untuk
jangka waktu yang singkat yaitu hingga edema laring hilang atau teratasi.6
Pemberian antibiotik tidak diperlukan kecuali pada pasien dengan laringitis yang
disertai infeksi bakteri. Pasien diberi terapi empiris sambil menunggu hasil kultur.
Terapi awal dapat menggunakan sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3.6
Sebuah review sistematis yang sangat baik mencoba untuk menjawab pertanyaan
apakah antibiotik yang direkomendasikan dalam kasus laringitis akut. Para penulis
mengutip 2 studi oleh kelompok riset yang sama. Dalam satu studi, pasien menerima
baik penisilin V (800 mg selama 5 hari) atau plasebo. Dua kelompok tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam gejala atau gangguan pita suara.
Kelompok riset menerbitkan sebuah studi kedua dimana eritromisin diberikan.
Mereka yang menerima eritromisin menunjukkan perbaikan kualitas suara setelah
satu minggu dan gejala batuk sedikit lebih baik setelah 2 minggu. Kesimpulan
keseluruhan dari Cochrane Systematic Review database adalah bahwa antibiotik tidak
diindikasikan untuk sebagian besar kasus laringitis akut dan tidak boleh diresepkan
sebagai pengobatan lini pertama untuk laringitis akut.5

18

Dibawah ini diuraikan algoritma penatalaksanaan sindrom croup sebagai
berikut: 4
Diagnosis banding
- Aspirasi benda asing
- Abnormalitas kongenital
- epiglotitis

CROUP

Obstruksi jalan napas
yangmengancam jiwa
- Sianosis
- Penurunan kesadaran

TIDAK

YA

- O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin (5ml)
1:1000
- Intubasi anak sesegera mungkin (oleh seorang yang
berpengalaman)
- Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak
-

Croup derajat ringan
- Batuk menggonggong
- Tanpa retraksi dada
- Tanpa sianosis

Croup derajat sedang
- Stridor saat inspirasi
- Terdapat retraksi dinding dada maksimal
- Mampu berinteraksi

- Edukasi orang tua
- Pertimbangkan kortikosteroid
dosis tunggal (oral)
- Periksa kemampuan orang tua
dan kemampuan dalam
menyediakan transport
DIPULANGKAN

Kortikosteroid deksametason 0,150,30mg/kg
ATAU prednison 1-2mg/kg (oral)
ATAU nebulisasi Budesonid 2mg jika
kortikosteroid oral tidak berpengaruh
OBSERVASI >4JAM

MEMBAIK
- Dipulangkan bila tidak ada
stridor saat istirahat
- Edukasi orang tua pasien

Perbaikan

Croup derajat berat
- Stridor menetap saat istirahat
- Tracheal tug dan retraksi dinding dada
terlihat jelas.
- Apatis dan gelisah
- Pulsus paradoksus

Kortikosteroid deksametason 0,150,30mg/kg
ATAU prednison 1-2mg/kg (oral)
ATAU nebulisasi Budesonid 2mg jika
kortikosteroid oral tidak berpengaruh
OBSERVASI >4JAM

-

TIDAK MEMBAIK
Evaluasi ulang
Rawat
Hubungi konsulen
Evaluasi diagnosis

19

Komplikasi
- Rawat/observasi IGD
- Ulangi kortikosteroid oral/12
Sebagian
jam
- Edukasi orang tua pasien
- Sediakan penjelasan tertulis
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi
untuk dokter umum yang akan
follow
up
dehidrasi
dan pneumonia (jarang terjadi).

komplikasi

- Nebulisasi adrenalin (dosis
sama) DAN kostokosteroid
sistemik (dosis sama)
- Persiapkan pelayanan untuk
misalnya
otitis media,
tindakan darurat
- Pertimbangkan intubasi

Sebagian kecil pasien memerlukan

tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang
perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.6 Pada kasus yang jarang, dapat terjadi
respiratory distress (RD) yang berat yang memerlukan perhatian medis segera.10
2.3.8. Prognosis
Laringitis akut merupakan self-limited dengan prognosis yang baik.5,6 Namun
penyakit ini juga dapat menimbulkan obstruksi saluran pernapasan yang cenderung
menjadi berat bahkan fatal yakni dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.
5,6,8

2.3.9. Pencegahan 10,12
1. Pencegahan dengan vaksin Haemophilus influenza pada anak-anak
2. Menghindari orang-orang yang menderita infeksi saluran napas
3. Menghindari asap rokok yang dapat menyebabkan iritasi pada laring
4. Sering mencuci tangan
5. Menjaga agar tidak menggunakan suara secara berlebihan seperti berteriak
dan menangis.

20

BAB III
Kesimpulan
Istilah lain untuk croup adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi
inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika sampai ke
bronkus

digunakan

istilah

laringotrakeobronkitis.

Sindroma

croup

atau

laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang menyerang saluran pernafasan
bagian atas. Penyakit ini dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas, obstruksi ini
dapat ringan sampai berat.1,2
Sifat penyakit ini adalah self limited, tetapi kadang cenderung mejadi berat
bahka fatal. Sebelum kortikosteorid digunakan. Namun

penyakit ini juga dapat

menimbulkan obstruksi saluran pernapasan yang cenderung menjadi berat bahkan
fatal yakni dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas. Oleh karena itu,
pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat sangat dibutuhkan.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Malhotra, Amisha and Leonard R. Krilo. 2017. Viral Croup. American
Academy od Pediatric : April 2017. Diunduh tanggal 22 April 2017.
http://pedsinreview.aappublications.org/content/pedsinreview/22/1/5.full.pdf
2. Anonim, 2013. Anatomi dan fisiologi sistem saluran pernafasan. Diunduh
tanggal 22 april 2017.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21820/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=DC9AC540C6C956A7165C8D40C2FC139C?
sequence=4
3. Wedro B, Stoppler MC. Laryngitis. [serial online] 2014 [cited 30 Oktober
2014]. Didapat dari http://www.medicinet.com/script/main/art.asp?articleke
y=100434&pf=2
4. Vashishta R. Larynx anatomy. [serial online] 21 Juni 2014 [cited 5 November
2014].

Didapat

dari

http://emedicine.medscape.com/article/1949369-

overview#showall
5. Shah RK. Acute laryngitis.[serial online] 11 Agustus 2014 [cited 30 Oktober
2014]. Didapat dari http://emedicine.medscape.com/article/864671
6. Yangtjik K, Dadiyanto DW. Croup (laringotrakeobronkitis akut). Dalam
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi
anak.Edisi pertama. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2010.h.320-29
7. Benson BE. Stridor. [serial online] 14 Agustus 2012 [cited 30 Oktober 2014].
Didapat dari http://emedicine.medscape.com/article/995267

22

8. Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia. Pedoman pelayanan
medis.2009;84-8
9. Departemen kesehatan RI. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: 2008;104-5
10. Laryngitis. [serial online] 11 Oktober 2012 [cited 30 Oktober 2014]. Didapat
dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001385.htm
11. Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia. Formularium spesialistik ilmu
kesehatan anak.2013;142
12. Feierabend RH, Shahram MN. Hoarseness in adults. Am Fam Physician. 2009
Aug 15;80(4):363-70. Dalam Shah RK. Laryngitis [serial online] 8 September
2012 [cited 5 November 2014]. Didapat dari
http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?
articlekey=58797&pf=3&page=11