Penyebab dan Indikator Kegagalan Banguna (2)

Penyebab Kegagalan Bangunan Jalan dan Jembatan
Oleh: Robby Gunawan Yahya
Abstrak
Pembangunan jalan dan jembatan merupakan sektor yang penting dalam pengembangan suatu
wilayah. Namun demikian, kondisinya sangat memprihatinkan dengan terdapat kondisi bangunan
jalan dan jembatan dapat mengalami kegagalan.
Jalan dan jembatan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu lintas. Dengan
demikian jalan dan jembatan direncanakan agar dapat memberi pelayanan terhadap perpindahan
kendaraan dari suatu tempat ketempat lain dengan waktu yang sesingkat mungkin dengan
persyaratan nyaman dan aman (comfortable and safe). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan
(speed) adalah merupakan faktor yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai apakah
suatu jalan/jembatan mengalami kegagalan fungsi bangunan atau tidak.

Pendahuluan
Tuntutan masyarakat akan
layanan transportasi semakin
meningkat terus sebagai akibat
langsung dari mobilitas manusia
dan barang yang meningkat hari
demi hari, efektivitas layanan
transportasi sangat dipengaruhi

oleh kualitas sarana dan
prasarana
transportasi
itu
sendiri.
Prasarana transportasi (jalan
dan jembatan) merupakan salah
satu produk dari kegiatan jasa
konstruksi sehingga proses
pembangunan
prasarana
transportasi harus mengacu
Undang-Undang no.18 tahun
1999 tentang jasa konstruksi.
Kegagalan bangunan jalan dan
jembatan akan menghambat
pelayanan transportasi sehingga
keempat unsur yang terkait
dengan
pembangunan

(perencana,
pengawas,
pelaksana & pengguna jasa)
harus
dapat
diminta
pertanggungjawabannya sesuai
dengan
tugas
dan
kewenangannya. Untuk itu
perlindungan
terhadap
kegagalan bangunan,
peran
asuransi jasa konstruksi sangat

diperlukan
sesuai
yang

diamanatkan oleh UU Jasa
konstruksi.
Menurut Undang-Undang
no.18 tahun 1999 dan PP 29
tahun 2000, permasalahan yang
menyebabkan
kegagalan
bangunan secara umum adalah
karena keadaan bangunan yang
tidak berfungsi, baik secara
keseluruhan maupun sebagian
dari segi teknis, manfaat,
keselamatan dan kesehatan
kerja dan/atau keselamatan
umum, sebagai akibat kesalahan
penyedia
jasa
dan
atau
pengguna

jasa
setelah
penyerahan akhir pekerjaan
konstruksi
Kajian Pustaka
Kegagalan bangunan untuk
jalan dan jembatan adalah suatu
kondisi dimana bangunan jalan
dan jembatan tidak mampu
melayani pengguna jalan sesuai
dengan
kecepatan
rencana
secara nyaman dan aman.
1. Penanggung
Jawab
Kegagalan Bangunan
Kegagalan bangunan dari
segi tanggung jawab dapat
dikenakan kepada institusi


maupun orang perseorangan,
yang melibatkan keempat unsur
yang terkait yaitu :
a) menurut Undang-undang
No. 18 tahun 1999, pasal
26, ketiga unsur utama
proyek yaitu: Perencana,
Pengawas dan Kontraktor
(pembangun).
b) menurut Undang-undang
No. 18 tahun 1999 pasal
27, jika disebabkan karena
kesalahan
pengguna
jasa/bangunan
dalam
pengelolaan
dan
menyebabkan

kerugian
pihak lain, maka pengguna
jasa/bangunan
wajib
bertanggung-jawab
dan
dikenai ganti rugi.
2. Kegagalan Perencana
Penyebab
kegagalan
perencana
umumnya
disebabkan oleh :
a) Tidak mengikuti TOR,
b) Terjadi penyimpangan dari
prosedur baku, manual atau
peraturan yang berlaku,
c) Terjadi kesalahan dalam
penulisan spesifikasi teknik,
d) Kesalahan atau kurang

profesionalnya perencana
1

dalam menafsirkan data
perencanaan dan dalam
menghitung
kekuatan
rencana suatu komponen
konstruksi,
e)
Perencanaan
dilakukan
tanpa
dukungan
data
penunjang
perencanaan
yang
cukup dan akurat,
f)

Terjadi
kesalahan
dalam pengambilan
asumsi
besaran
rencana
(misalnya
beban rencana) dalam
perencanaan,
g)
Terjadi
kesalahan
perhitungan
arithmatik
h)
Kesalahan
gambar
rencana.
3. Kegagalan Pengawas
Penyebab

kegagalan
pengawas umumnya disebabkan
oleh :
a) Tidak melakukan prosedur
pengawasan dengan benar,
b) Tidak mengikuti TOR,
c) Menyetujui proposal tahapan
pembangunan yang tidak
sesuai dengan spesifikasi,
d) Menyetujui proposal tahapan
pembangunan yang tidak
didukung
oleh
metode
konstruksi yang benar,
e) Menyetujui gambar rencana
kerja yang tidak didukung
perhitungan teknis.
4. Kegagalan Pelaksana
Penyebab

kegagalan
pengawas umumnya disebabkan
oleh :
a) Tidak mengikuti spesifikasi
sesuai kontrak,
b)
Salah
mengartikan
spesifikasi,

c)

Tidak
melaksanakan
pengujian mutu dengan
benar,
d)
Tidak
menggunakan
material yang benar,

e)
Salah membuat metode
kerja,
f)
Salah membuat gambar
kerja,
g)
Pemalsuan data profesi,
h)
Merekomendasikan
penggunaan peralatan yang
salah.
5.

Kegagalan
Pengguna
Jasa/Bangunan
Penyebab
kegagalan
pengawas umumnya disebabkan
oleh :
a) Penggunaan
bangunanan
yang melebihi kapasitas
rencana,
b) Penggunaan
bangunan
diluar dari peruntukan
rencana,
c) Penggunaan bangunan yang
tidak didukung dengan
program pemeliharaan yang
sudah ditetapkan,
d) Penggunaan bangunan yang
sudah
habis
umur
rencananya.
Metode
Pembahasan
dilakukan
dengan pendekatan deskriptifanalisis.
Deskriptif
dapat
menggambarkan
kegagalan
pembangunan
jalan
dan
jembatan pada saat sekarang
secara
umum,
selanjutnya
menganalisis
elemen-elemen
yang potensial menyebabkan
kegagalan
pembangunan
tersebut. Metode pengumpulan
data dan informasi dilakukan
dengan metode studi literatur.

Pembahasan
Kekurang
memadainya
elemen-elemen dari jalan dan
jembatan yang secara langsung
akan
mempengaruhi
mutu
pelayanan dan kinerja dari
prasarana tranportasi yang akan
mememberi
konstribusi
terhadap kegagalan bangunan.
Secara umum konstruksi dari
Jalan sedikit berbeda dengan
Jembatan,
sehingga
pengelompokan elemen elemen
yang berpengaruh terhadap
kecepatan berbeda pula.
1. Kegagalan Bangunan Jalan
1)
Geoteknik
Kegiatan di bidang
geoteknik mencakup mulai dari
pemilihan trace jalan, penyiapan
badan jalan, timbunan, galian
sampai pada penyiapan tanah
dasar
(subgrade).
Dengan
demikian kegagalan di bidang
ini dapat berupa :
(a) Longsoran badan jalan
sebagai
akibat
salah
pemilihan trase jalan pada
daerah yang labil dari segi
geologi,
(b) Longsoran lereng timbunan
(embankment slope),
(c) Longsoran tebing galian
(cutting slope),
(d) Penurunan atau kegagalan
daya dukung tanah dasar,
(e) dan sebagainya.
2) Geometrik
Kegiatan
di
bidang
geometrik
mencakup
perencanaan alinyemen baik
vertikal maupun horizontal.
Semua besaran dari elemen
elemen
geometrik
sangat
tergantung dari kelas jalan
tersebut
yang
akan
mempengaruhi
besaran
kecepatan rencana (design
2

speed).
Dengan
demikian
kegagalan di bidang ini dapat
berupa :
(a) Lebar lajur lalu lintas yang
terlalu sempit,
(b) Jari jari tikungan yang
terlalu kecil,
(c) Jarak pandang (henti
dan
menyiap) terlalu pendek,
(d) Superelevasi yang tidak
memadai,
(e) Landai kritis yang terlalu
besar,
(f) Cross fall yang tidak
memenuhi syarat,
(g) Bahu yang terlalu sempit,
(e) dan sebagainya..
3) Perkerasan
Kegiatan
di
bidang
perkerasan mencakup mulai
dari pemilihan bahan lapis
pondasi bawah, lapis pondasi
atas dan lapis penutup (sub
base, base and wearing course),
juga mencakup perhitungan
tebal perkerasan (tebal masing
masing lapisan) berdasarkan
perkiraan beban rencana untuk
suatu umur rencana tertentu.
Dengan demikian kegagalan di
bidang ini dapat berupa :
(a) Stripping,
(b) Differential settlement,
(c) Pothole,
(d) Permanent deformation,
(e) Cracks,
(f) Polishing,
(g) Rutting,
(h) dan sebagainya.
Besaran dari semua faktor
diatas adalah mutu dari
permukaan jalan (riding quality)
dalam
bentuk
parameter
“Kekasaran” (Roughness) dan
“Kekesatan” (Skid Resistance).
4) Drainase dan Perlengkapan
Jalan

Kegiatan di bidang drainase
dan meliputi pembuatan saluran
samping, gorong gorong, guide
post, guard rail, rambu lalulintas dll. Dengan demikian
kegagalan bangunan di bidang
ini dapat berupa :
(a) Saluran samping tidak
mampu memuat debit air
sehingga jalan terendam air
untuk suatu perioda tertentu,
(b) Gorong gorong terlalu kecil
sehingga air melimpas lewat
perkerasan,
(c) Guard rail yang tidak
memadai atau tidak ada pada
tempat yang membutuhkan,
(d) Guide post yang tidak
memadai atau tidak pada tempat
yang membutuhkan,
(e) Rambu lalu lintas yang tidak
memadai baik dari segi jumlah
maupun dari segi ketepatan
jenis rambu lalu lintas yang
dibutuhkan, dsb.
2. Kegagalan
Bangunan
Jembatan
1) Bangunan Bawah
Pondasi adalah merupakan
bagian yang paling penting dari
bangunan
bawah
struktur
jembatan
yang
harus
meneruskan beban kendaraan
serta bagian-bagian diatasnya
ke lapisan tanah. Kegagalan
bangunan bawah (pilar atau
abutmen)
terjadi
apabila
keruntuhan atau amblasnya
bangunan bawah tersebut dan
atau terjadi keretakan struktural
yang berpengaruh terhadap
fungsi struktur bangunan atas.
Kegagalan
pondasi
dibagi
sesuai dengan jenis pondasi
yaitu:
a. Pondasi langsung
Kegagalan pada pondasi
langsung secara fisik dapat

terjadi
apabila
struktur
tersebut mengalami:
i) AMBLAS,
berarti
elevasi pondasi berada
pada level yang lebih
rendah daripada elevasi
rencana.
ii) MIRING, berarti posisi
pondasi
langsung
tersebut tidak sesuai
dengan posisi vertikal
rencana.
iii) PUNTIR,
berarti
terjadinya suatu amblas
yang disertai posisi
miring
yang
tidak
beraturan.
b. Pondasi sumuran
Kegagalan pondasi sumuran
secara fisik sama dengan
Pondasi Langsung.
c. Pondasi Tiang Pancang
Beton/Baja
Kegagalan pondasi tiang
pancang beton/baja secara
fisik dapat terjadi apabila
struktur tersebut mengalami:
i) AMBLAS, berarti elevasi
pondasi berada pada level
yang lebih rendah daripada
elevasi rencana.
ii) PATAH,
yaitu
kondisi
dimana tidak ada kesatuan
antara tiang dan poor
bangunan
bawah
yang
mengakibatkan
tiang
pancang tidak berfungsi, atau
tiang
pancang
beton
mengalami retak struktural.
2) Bangunan Atas
Kegagalan Bangunan Atas
Jembatan dapat dibagi sesuai
dengan jenis bangunan atas
yaitu:
a. Retak Struktural
Unsur
retak
akan
mempengaruhi
kekuatan
struktur adalah lebarnya dan
3

kedalaman
retak
yang
terjadi. Lebar retak yang
berlebihan, disamping akan
secara langsung mengurangi
kekuatan struktur juga akan
memberikan peluang udara
dan
air
yang
akan
mengakibatkan
terjadinya
korosi yang pada akhirnya
juga mengurangi kekuatan
struktrur. Maka oleh karena
itu lebar maksimum dan
kedalaman
retak
harus
dibatasi.
Besarnya
kedalaman maksimum retak
yang
diizinkan
adalah
proporsional dengan tebal
struktur itu sendiri.
b. Lendutan
Lendutan yang berlebihan,
disamping
akan
mempengaruhi
kekuatan
struktur juga mempunyai
dampak psikologis bagi
sipengendara.
Besarnya
lendutan maksimum yang
diizinkan
adalah
proporsional dengan bentang
jembatan yang bersangkutan.
c. Getaran/Goyangan
Amplitudo
getaran harus
dibatasi sedemikian rupa,
baik akibat angin maupun
pergerakan
lalu
lintas
disamping sehingga masih
memenuhi persyaratan baik
dari segi stabilitas struktur
maupun
dari
dari
kenyamanan sipengendara.
Besarnya amplitudo getaran
maksimum yang diizinkan
adalah proporsional dengan
bentang
jembatan
yang
bersangkutan.
d. Kerusakan Lantai Kendaraan
Kerusakan lantai kendaran
berupa retak, terkelupas dan
atau
pecah
akan
berpengaruh secara langsung
terhadap riding quality lantai

kendaraan
yang
menyebabkan
kenyaman
sipengendara
akan
berkurang.
Maka.
luas
kerusakan
dibatasi tidak
boleh melebihi angka yang
dipersyaratkan
yaitu
persentase luas yang rusak
terhadap suatu luas segmen
yang ditinjau.
e.Tumpuan (Bearing)
Kerusakan tumpuan pada
derajat
tertentu
akan
mempengaruhi
sistem
pendukungan
tumpuan
terhadap beban yang pada
akhirnya sistem distribusi
beban berubah. Oleh sebab
itu
tingkat
kerusakan
tumpuan ini harus dibatasi
sehinga
tidak
sampai
merubah sistem pembebanan
original. Besarnya tingkat
kerusakan maksimum yang
diizinkan
tergantung dari
jenis tumpuan itu sendiri.
f. Expansion Joint
Kerusakan expansion joint
yang berupa robek atau
terkelupasnya
joint
sealantnya
tidak
terlalu
berpengaruh
terhadap
kekuatan struktur. Namun
akan sangat berbahaya jika
lubang yang yang terjadi
cukup besar yang dapat
mengakibatkan bahaya bagi
kendaraan
yang
melaju
dengan kecepatan tinggi.
Oleh karena itu tingkat
kerusakan expansion joint ini
harus
sedemikian
rupa
sehingga
tidak
membahayakan
kepada
pengendara kendaraan.

Kesimpulan
Persyaratan
(spesifikasi)
yang diperlukan oleh parameter

parameter dari elemen elemen
yang
potensial
terhadap
kegagalan bangunan dapat
bersifat sangat relatif, untuk
jalan tergantung dari kecepatan
rencana dan volume kendaraan
yang lewat (LHR) yang akan
menentukan
kelas
jalan
tersebut, dan untuk jembatan
tergantung dari jenis dan tipe
jembatan, dimana jenis dan tipe
ini dapat dipengaruhi oleh
panjang bentang jembatan
tersebut.
Saran
Disarankan agar dalam
pembangunan
jalan
dan
jembatan
dengan
memperhatikan
persyaratan
dalam bentuk nilai nominal
parameter
parameter
dari
elemen-elemen bangunan jalan
dan jembatan yang potensial
memberi kontribusi terhadap
kegagalan bangunan. Selain itu,
untuk
meminimalisasi
kegagalan, harus sesuai dengan
acuan standar bangunan jalan
dan jembatan yang berlaku.
Standar yang dipergunakan
adalah standar yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah
Republik Indonesia yang sudah
mendapat
status
“Standar
Nasional Indonesia” (SNI),
Rancangan Standar Nasional
Indonesia (RSNI) dan Standar
standar yang telah dikeluarkan
oleh Dit.Jen. Prasarana Wilaya
(Dit.Jen. Binamarga) yang
masih dalam proses menuju
RSNI dan SNI. Khusus untuk
pekerjaan Jalan dan Jembatan,
SNI maupun RSNI yang sudah
ada sebagian besar merujuk
kepada Standar-standar yang
sudah
dikenal
secara
internasional (world wide) mis.
AASHTO, ASTM , BS,
4

NAASRA dll. Standar standar
tersebut dapat berupa “Metoda”,
“Tata Cara” dan “Spesifikasi”.
Daftar Pustaka
Andrian, James J., 1981,
“Quantitative Method in
Construction Management”,
American
Elsevier
Publishing Company, Inc.
Djojowijono, F.X. Marsudi,
1983, “Ekonomi Teknik”,
Departemen
Pekerjaan

Umum, Badan Penerbit
Pekerjaan Umum.
Iman,
Soeharto.,
1995,
“Manajemen Proyek Dari
Konseptual
Sampai
Operasional”,
Penerbit
Erlangga.
Kavanagh, Thomas C, Frank
Muller and James J. O’Brein,
1978,
“Construction
Management”, Mc Graw
Hill, Inc.

Riwayat Penulis
Robby Gunawan Yahya, Drs.,
Ir., MT., adalah Dosen Kopertis
Wilayah IV yang dipekerjakan
pada
Universitas
Langlangbuana Bandung. S1
dari Jurusan Pendidikan Teknik
Sipil FKIT IKIP Bandung, S1
dari Jurusan Teknik Sipil STINTEN, dan S2 dari Jurusan
Teknik
Sipil
Universitas
Parahyangan Bandung.

5