Chapter I Tingkat Pengetahuan Pasien Dan Rasionalitas Swamedikasi Di Tiga Apotek Kota Panyabungan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang
yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya
kembali. Pilihan untuk mengupayakan kesembuhan dari suatu penyakit, antara
lain adalah dengan berobat ke dokter atau mengobati diri sendiri (Atmoko dan
Kurniawati, 2009).
Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah penggunaan obat-obatan
dengan maksud terapi tetapi tanpa saran dari profesional atau tanpa resep
(Osemene dan Laminkara, 2012). Pengobatan sendiri termasuk memperoleh
obat-obatan tanpa resep, membeli obat berdasarkan resep lama yang pernah
diterima, berbagi obat-obatan dengan kerabat atau anggota lingkaran sosial
seseorang atau menggunakan sisa obat-obatan yang disimpan dirumah
(Adhikary, 2014). Upaya masyarakat untuk mengobati diri sendiri dikenal
dengan istilah swamedikasi (Depkes RI., 2008).
Berdasarkan data dari laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2012, terdapat 44,14% masyarakat Indonesia yang berusaha untuk
melakukan pengobatan sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga
mencatat sejumlah 103.860 (35.2%) rumah tangga dari 294.959 rumah tangga di
Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi (Kemenkes RI., 2014).
Pengobatan sendiri biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, batuk,
flu, maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI., 2006).
1
Pelaksanaan swamedikasi didasari oleh pemikiran bahwa pengobatan sendiri
cukup untuk mengobati masalah kesehatan yang dialami tanpa melibatkan tenaga
kesehatan (Fleckentein, dkk., 2011). Alasan lain adalah karena semakin
mahalnya biaya pengobatan ke dokter, tidak cukupnya waktu yang dimiliki
untuk berobat, atau kurangnya akses ke fasilitas–fasilitas kesehatan (Atmoko dan
Kurniawati, 2009; Gupta, dkk., 2011).
Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami.
Pelaksanaannya harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional, antara
lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, ada tidaknya efek samping,
tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya
polifarmasi (Depkes RI., 2008). Dalam praktiknya, kesalahan penggunaan obat
dalam swamedikasi ternyata masih terjadi, terutama karena ketidaktepatan obat
dan dosis obat. Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu yang lama,
dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan (Depkes RI., 2006).
Keterbatasan
pengetahuan
tentang obat
dapat
menyebabkan
rentannya
masyarakat terhadap informasi komersial obat, sehingga memungkinkan
terjadinya pengobatan yang tidak rasional jika tidak diimbangi dengan
pemberian informasi yang benar (Purwanti, dkk., 2004).
Laporan Pan American Health Organiation (PAHO) mengenai “ Drug
Classification: Prescription and OTC (Over The Counter ) Drug”, terdapat hasil
survei yang dilakukan oleh The World Self Medication industri (WSMI) di 14
negara. Survei tersebut menunjukkan bahwa pengobatan sendiri meningkat
jumlahnya pada populasi penduduk yang tingkat pendidikannya lebih tinggi,
2
adanya pengetahuan tentang obat dan pengobatan sehingga kelompok tersebut
tidak terlalu terpengaruh pada iklan dan promosi obat (PAHO, 2004).
Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah kabupaten paling selatan
dari wilayah Provinsi Sumatera Utara. Pembagian wilayah secara administratif,
wilayah Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011 terbagi atas 23 kecamatan yang
terdiri dari 408 desa/kelurahan yang masing-masing merupakan 378 desa dan 30
kelurahan. Pada Tahun 2011 jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal
meningkat dari tahun 2010 menjadi 408.731 jiwa dengan 96.365 KK (Kepala
Keluarga) (Dinkes Kab. Madina, 2012).
Berdasarkan data dari aplikasi pemetaan sarana kefarmasian (Kemenkes
RI, 2015), pada tahun 2013 terdapat 15 Apotek dan 50 Toko obat di Kabupaten
Mandailing Natal. Menurut Profil Kesehatan tahun 2011, sarana kesehatan yang
tersedia di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 4 Rumah Sakit Umum, 26
Puskesmas yang berada di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Mandailing
Natal dengan 58 Puskesmas pembantu, 11 Balai pengobatan/Klinik, dan 60
Praktek dokter perorangan. Jumlah tenaga kesehatan secara umum masih kurang
termasuk dokter, tenaga farmasi, tenaga analis kesehatan, tenaga gizi dan
kesehatan lingkungan dan tenaga kesehatan lainnya (Dinkes Kab. Madina, 2013).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
masyarakat tentang swamedikasi tergolong baik dan rasionalitas penggunaan obat
swamedikasi tergolong rasional (Hermawati, 2012; Alkhairi, 2014). Penelitian
lain menunjukkan bahwa faktor sosiodemografi (jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan dan pekerjaan) berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang
3
rasional pada masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman
(Kristina, dkk., 2007).
Sarana kesehatan, perhubungan dan komunikasi yang ada di Kabupaten
Mandailing Natal sudah cukup memadai, Peningkatan ekonomi masyarakat serta
institusi pendidikan kesehatan yang sudah mulai bangkit sangat mendukung
masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan pengobatan yang baik (Dinkes
Kab. Madina, 2013; BPS Kab. Madina, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, serta belum ada penelitian mengenai tingkat
swamedikasi di Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pasien dan rasionalitas swamedikasi di Apotek kota Panyabungan Kabupaten
Mandailing Natal.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
apakah tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan tergolong baik ?
b.
apakah penggunaan obat pada pasien swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan tergolong rasional ?
c.
apakah faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dapat
mempengaruhi pengetahuan pasien dan rasionalitas swamedikasi di tiga
apotek kota Panyabungan ?
4
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah :
a.
tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan tergolong baik.
b.
rasionalitas penggunaan obat pada pasien swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan, mayoritas tergolong rasional.
c.
faktor
umur,
jenis
kelamin,
tingkat
pendidikan,
pekerjaan
dapat
mempengaruhi pengetahuan pasien dan rasionalitas swamedikasi di tiga
apotek kota Panyabungan.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
a.
tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan.
b.
rasionalitas penggunaan obat pada pasien swamedikasi di tigaapotek kota
Panyabungan.
c.
apakah faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dapat mempengaruhi pengetahuan
pasien dan rasionalitas swamedikasi di tiga apotek kota Panyabungan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a.
hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian bagi Pemerintah Daerah,
khususnya professional kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan
5
kesehatan masyarakat.
b.
data dan informasi dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat
digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat
dan variabel bebas. Tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi dan
rasionalitas penggunaan obat swamedikasi merupakan variabel terikat. Sedangkan
variabel bebasnya adalah data demografi pasien seperti umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Secara skematis kerangka pikir penelitian
ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Tingkat pengetahuan pasien
tentang swamedikasi
Karakteristik Pasien
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
Rasionalitas penggunaan obat
swamedikasi
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian
6
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang
yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya
kembali. Pilihan untuk mengupayakan kesembuhan dari suatu penyakit, antara
lain adalah dengan berobat ke dokter atau mengobati diri sendiri (Atmoko dan
Kurniawati, 2009).
Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah penggunaan obat-obatan
dengan maksud terapi tetapi tanpa saran dari profesional atau tanpa resep
(Osemene dan Laminkara, 2012). Pengobatan sendiri termasuk memperoleh
obat-obatan tanpa resep, membeli obat berdasarkan resep lama yang pernah
diterima, berbagi obat-obatan dengan kerabat atau anggota lingkaran sosial
seseorang atau menggunakan sisa obat-obatan yang disimpan dirumah
(Adhikary, 2014). Upaya masyarakat untuk mengobati diri sendiri dikenal
dengan istilah swamedikasi (Depkes RI., 2008).
Berdasarkan data dari laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2012, terdapat 44,14% masyarakat Indonesia yang berusaha untuk
melakukan pengobatan sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga
mencatat sejumlah 103.860 (35.2%) rumah tangga dari 294.959 rumah tangga di
Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi (Kemenkes RI., 2014).
Pengobatan sendiri biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, batuk,
flu, maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI., 2006).
1
Pelaksanaan swamedikasi didasari oleh pemikiran bahwa pengobatan sendiri
cukup untuk mengobati masalah kesehatan yang dialami tanpa melibatkan tenaga
kesehatan (Fleckentein, dkk., 2011). Alasan lain adalah karena semakin
mahalnya biaya pengobatan ke dokter, tidak cukupnya waktu yang dimiliki
untuk berobat, atau kurangnya akses ke fasilitas–fasilitas kesehatan (Atmoko dan
Kurniawati, 2009; Gupta, dkk., 2011).
Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami.
Pelaksanaannya harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional, antara
lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, ada tidaknya efek samping,
tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya
polifarmasi (Depkes RI., 2008). Dalam praktiknya, kesalahan penggunaan obat
dalam swamedikasi ternyata masih terjadi, terutama karena ketidaktepatan obat
dan dosis obat. Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu yang lama,
dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan (Depkes RI., 2006).
Keterbatasan
pengetahuan
tentang obat
dapat
menyebabkan
rentannya
masyarakat terhadap informasi komersial obat, sehingga memungkinkan
terjadinya pengobatan yang tidak rasional jika tidak diimbangi dengan
pemberian informasi yang benar (Purwanti, dkk., 2004).
Laporan Pan American Health Organiation (PAHO) mengenai “ Drug
Classification: Prescription and OTC (Over The Counter ) Drug”, terdapat hasil
survei yang dilakukan oleh The World Self Medication industri (WSMI) di 14
negara. Survei tersebut menunjukkan bahwa pengobatan sendiri meningkat
jumlahnya pada populasi penduduk yang tingkat pendidikannya lebih tinggi,
2
adanya pengetahuan tentang obat dan pengobatan sehingga kelompok tersebut
tidak terlalu terpengaruh pada iklan dan promosi obat (PAHO, 2004).
Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah kabupaten paling selatan
dari wilayah Provinsi Sumatera Utara. Pembagian wilayah secara administratif,
wilayah Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011 terbagi atas 23 kecamatan yang
terdiri dari 408 desa/kelurahan yang masing-masing merupakan 378 desa dan 30
kelurahan. Pada Tahun 2011 jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal
meningkat dari tahun 2010 menjadi 408.731 jiwa dengan 96.365 KK (Kepala
Keluarga) (Dinkes Kab. Madina, 2012).
Berdasarkan data dari aplikasi pemetaan sarana kefarmasian (Kemenkes
RI, 2015), pada tahun 2013 terdapat 15 Apotek dan 50 Toko obat di Kabupaten
Mandailing Natal. Menurut Profil Kesehatan tahun 2011, sarana kesehatan yang
tersedia di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 4 Rumah Sakit Umum, 26
Puskesmas yang berada di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Mandailing
Natal dengan 58 Puskesmas pembantu, 11 Balai pengobatan/Klinik, dan 60
Praktek dokter perorangan. Jumlah tenaga kesehatan secara umum masih kurang
termasuk dokter, tenaga farmasi, tenaga analis kesehatan, tenaga gizi dan
kesehatan lingkungan dan tenaga kesehatan lainnya (Dinkes Kab. Madina, 2013).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
masyarakat tentang swamedikasi tergolong baik dan rasionalitas penggunaan obat
swamedikasi tergolong rasional (Hermawati, 2012; Alkhairi, 2014). Penelitian
lain menunjukkan bahwa faktor sosiodemografi (jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan dan pekerjaan) berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang
3
rasional pada masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman
(Kristina, dkk., 2007).
Sarana kesehatan, perhubungan dan komunikasi yang ada di Kabupaten
Mandailing Natal sudah cukup memadai, Peningkatan ekonomi masyarakat serta
institusi pendidikan kesehatan yang sudah mulai bangkit sangat mendukung
masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan pengobatan yang baik (Dinkes
Kab. Madina, 2013; BPS Kab. Madina, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, serta belum ada penelitian mengenai tingkat
swamedikasi di Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pasien dan rasionalitas swamedikasi di Apotek kota Panyabungan Kabupaten
Mandailing Natal.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
apakah tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan tergolong baik ?
b.
apakah penggunaan obat pada pasien swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan tergolong rasional ?
c.
apakah faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dapat
mempengaruhi pengetahuan pasien dan rasionalitas swamedikasi di tiga
apotek kota Panyabungan ?
4
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah :
a.
tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan tergolong baik.
b.
rasionalitas penggunaan obat pada pasien swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan, mayoritas tergolong rasional.
c.
faktor
umur,
jenis
kelamin,
tingkat
pendidikan,
pekerjaan
dapat
mempengaruhi pengetahuan pasien dan rasionalitas swamedikasi di tiga
apotek kota Panyabungan.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
a.
tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi di tiga apotek kota
Panyabungan.
b.
rasionalitas penggunaan obat pada pasien swamedikasi di tigaapotek kota
Panyabungan.
c.
apakah faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dapat mempengaruhi pengetahuan
pasien dan rasionalitas swamedikasi di tiga apotek kota Panyabungan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a.
hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian bagi Pemerintah Daerah,
khususnya professional kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan
5
kesehatan masyarakat.
b.
data dan informasi dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat
digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat
dan variabel bebas. Tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi dan
rasionalitas penggunaan obat swamedikasi merupakan variabel terikat. Sedangkan
variabel bebasnya adalah data demografi pasien seperti umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Secara skematis kerangka pikir penelitian
ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Tingkat pengetahuan pasien
tentang swamedikasi
Karakteristik Pasien
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
Rasionalitas penggunaan obat
swamedikasi
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian
6