Horas dan Lalu Lintas docx

Halaman (hal.) 1
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

I.

Pendahuluan
Keselamatan dalam thema “Horas Lalu Lintas” (HLL).
Keselamatan dan disiplin sangat berkaitan erat, ketika HLL dapat dibangun
dalam kesadaran dan kebudayaan berlalu-lintas, maka kenyamanan dan keselamatan
ber-”Lalu Lintas”1 (mengemudi) bukan sesuatu yang mustahil dialami masyarakat
kota (oleh masyarakat Batak khususnya di mana pun berada).
HLL adalah pesan ber’warna budaya Batak (Batak Toba khususnya)
mengingat disiplin dan keselamatan berlalu-lintas atau berkenderaan di kota (“contoh
yang lebih dekat Medan sekitarnya”2) saat ini sangat memperihatinkan hingga sampai
membahayakan.
Jalan Raya dan Rambu-rambu Lalu-lintas adalah “pasangan” yang seharusnya
dipatuhi oleh setiap pengguna jalan (pejalan kaki atau pedestrian dan pengemudi)3.

Lebih dalam bahwa sejatinya “Aspek Hukum Administrasi Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan” telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 perihal
pembinaan yang pelaksanaannya secara bersama-sama melibatkan semua instansi
terkait (stakeholders). Mereka adalah Urusan Pemerintahan dan Kementerian yang
bertanggungjawab di bidang:4
a. Jalan.
b. Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
c. Pengembangan Industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
d. Pengembangan Teknologi dan Angkutan Jalan.

1 Istilah dan maksud dari pada “Lalu Lintas” sebenarnya tidak hanya menyinggung infrastruktur Lalu Lintas di darat
(atau jalan raya), namun Lalu Lintas itu juga menyangkut infrastruktur Lalu Lintas di bandara dan pesawat udara
(lih. dan band. A. Sugiya & S. Ratnawati, 2013, 387-388), juga Lalu Lintas Rel Kreta Api (lih. dan band. A. Sugiya
& S. Ratnawati, 531), juga Lalu Lintas Laut (lih. dan band. 531).
2 Menurut B.A. Simanjuntak dalam kutipannya dari E.M. Bruner, bahwa orang Batak di perantauan itu mudah
mencapai harmoni (keharmonisan), seperti di kota Bandung. Sedangkan orang Batak di Medan, karena tidak adanya
dominant culture (kebudayaan yang dominan), maka sistem adaptasi social cultural yang dilakukan orang Batak di
Bandung tidak terjadi di Medan, karena itu kemajemukan budaya di Bandung lebih mudah dikontrol, bahkan justru
diserap oleh pendatang, termasuk orang Batak, yang manifestasinya terlihat di dalam gaya hidup “Batak Bandung”,
apabila kembali ke Bona pinasa (kampung halaman), yang kelihatannya sudah lebih halus, bahkan ke-Sunda-annya

sudah lebih menonjol dari ke-Batak-annya. Sedangkan di Medan kemajemukan itu justru sering menimbulkan
persaingan yang destruktif dan kadangkala berubah menjadi konflik sosial. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat
yang majemuk yang walau bertempat tinggal dalam lingkungan yang sama, cenderung untuk hidup segregatif
(memencil), hal ini dikarenakan agama yang berbeda, tingkat sosial yang berbeda, asal yang berbeda, dan lai-lain.
“Batak-Bandung” memakai pola dan sistem adaptasi sedangkan “Batak-Medan” berkompetisi keras. (B.A.
Simanjuntak (ed.), 1986, 223).
3 Lih. dan band. “Bus Maut di Jalan Raya”A. Sugiya & S. Ratnawati, 2013, 49-51.
4 N. Sinamo (2014), 147-148.

1

Halaman (hal.) 2
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

e. Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
Penegakan Hukum, Operasi Manajemen, dan Rekayasa Lalu Lintas serta

Pendidikam Berlalu Lintas (khusus dilaksanakan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia).
Kelima stakeholders yang disebut di atas adalah merupakan tim yang masif
dalam menata dan membangun HLL. Tim tersebut dan seluruh masyarakat secara
bersama-sama menjalankan kepatuhan yang tidak bisa ditawar-tawar. Kenyataan
bagaimana keadaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini tentu seharusnya
(hukumnya) sangat berpotensi dan berperan untuk menjamin tercapainya HLL yang
dimaksud di atas (sebagaimana telah dijadikan judul tulisan ini). Sesuatu yang baik
untuk dicamkan bagaimana dampaknya jika setiap pengemudi mematuhi (sadar) akan
semua rambu-rambu lalu lintas dan bagaimana potret bahaya yang terjadi ketika
pengemudi melanggar aturan-aturan yang sudah baku untuk patuhi.
Ada dua (2) kemungkinan di sana, yaitu: pertama, ketika rambu-rambu lalu
lintas dipatuhi, maka perjalanan dan tujuan akan dapat dicapai dengan selamat
(sampai di tujuan tanpa kekurangan sesuatu apa pun) atau bertemu dengan keluarga,
saudara-saudari, kerabat, sahabat, dan rekan serta mitra kerja dalam suasana akrab
dan hangat (dalam konteks halak “orang” Batak, maka kata “Horas” akan selalu
diucap-balas dalam semua peristiwa sehat, sejahtera, dan bahagia itu) 5; kedua, ketika
rambu-rambu lalu lintas tidak dipatuhi (dilanggar), maka perjalanan (yang
sebelumnya dalam angan-angan akan segera dapat dicapai) dalam faktanya sudah
atau selalu mengakibatkan “kecelakaan”6 hingga berujung pada kecelakaan maut.

5 Lih., bc., dan band. M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea (1978), 59.
6 Bagi orang Batak, jika terjadi musibah (baca: kecelakaan), dan seseorang yang mengalami kecelakaan itu masih
selamat, maka keluarga sepakat untuk Mangupa upa, yaitu Perjamuan Makan Adat. Beras yang keras (Boras Pir)
akan ditabur dan dibiarkan di ubun-ubun yang baru saja sehat setelah mengalami kecelakaan. Kalimat “Pir ma
tondim” (Teguhlah roh-mu” akan diucapkan sembari menaburkan beras di ubun-ubun. Ini adalah rangkaian doa yang
akan mereka lakukan dan di dalam seremoni Mangupa upa rangkaian doa yang dipanjatkan itu adalah syukur
kepada Tuhan karena telah diberi keselamatan dan kiranya kesehatan dia yang mengalami kecelakaan itu segera
dipulihkan (J. Situmorang, 1965, 107-110). Selama kegiatan ini berlangsung maka umpama dan umpasa
(perumpamaan, kata-kata bijak, dan berkat) turut diperdengarkan, di mana ada umpama dan umpasa tersebut untuk
syukuran keselamatan atas lakalintas yang baru berlalu, antara lain adalah, “Hati siapa tak cemas , jika tiba-tiba
datang bahaya, walau pun kita lepas - tentu gugup tak berdaya. Bahaya ada di mana-mana, boleh terjadi setiap hari,
jika lepas dari serangannya, rasa takut melekat di hati. Dalam bahaya yang sangat – hidup ini hampir lupa, untuk

2

Halaman (hal.) 3
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan

– Sumatra Utara – INDONESIA.

Akhirnya tempat dan tujuan tak pernah dapat dicapai. Bertemu dengan keluarga,
saudara-saudari, kerabat, sahabat, dan rekan serta mitra kerja dalam suasana akrab
dan hangat tidak lagi dirasakan. Bukan hal yang jarang mendengar dan menyaksikan
kecelakaan-kecelakaan lalu lintas (Lakalintas) di jalan raya kota hanya karena sangat
kurangnya kepatuhan (baca: disiplin) ber’lalu-lintas.7
Sekali lagi, tulisan ini refleksi budaya Batak (Toba khususnya) dan menyapa
mereka, “Sudahkah patuh dalam Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?” Di manakah kekhasanah-an makna kata “HORAS” yang selalu bergaung di setiap pertemuan atau
perkumpulan, perpisahan, perjalanan, perencanaan, perjuangan, dan pencapaian
dalam kehidupan, kekeluargaan, dan kebudayaan masyarakat Batak itu?
Kembali pada topik “keselamatan” yang berwarna budaya, HLL ini
membangun pemahaman mendasar bagaimana selayaknya pesan budaya ini
mengakar kuat dalam sikap dan perilaku masyarakat dalam mematuhi “UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” karena pada dasarnya kepatuhan seluruh
lapisan masyarakat (perkotaan) akan mewujudkan keamanan, kesejahteraan,
ketertiban berlalu lintas. Selanjutnya sekaligus juga akan mendukung pembangunan
ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, otonomi daerah, serta
akuntabilitas penyelenggaraan negara. “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” mempunyai
peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian
dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.8

Suku Batak adalah suku yang mempunyai jumlah terbesar dari jumlah sukusuku yang ada di Sumatra Utara dan hampir mendiami seluruh daerah dan kabupaten
memulihkan semangat, maka diupa upa.” (110).
7 Bandingkan (band.) dan lihat (lih.) A. Sugiya dan S. Ratnawati (2013). Salah satu berita yang dimuat dalam “Buku
Pintar Kompas 2012” ini diberitakan perihal kecelakaan lalu lintas “Xenia Maut” Afriyani Susanti pengemudi yang
menabrak dua belas (12) orang yang berada di trotoar Jalan M. Ridwan Rais, Gambir, Jakarta Pusat. Lima (5) orang
di antaranya tewas di lokasi dan empat (4) orang lainnya tewas dalam perawatan RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.
Hasil pemeriksaan di kepolisian menyimpulkan bahwa dia bersama teman-temannya telah menelan seperempat
tablet narkoba jenis inex saat berada di suatu diskotik, Jakarta Barat, sebelum kecelakaan maut tersebut terjadi.
Kecelakaan lalu lintas tragis tersebut menyingkapkan bahwa mengemudikan kendaraan melebihi kecepatan dan
mengemudi dalam kondisi tidak sehat karena mengkonsumsi narkoba dan bergadang ternyata sangat fatal akibatnya
(12-13). Juga 49-51.
8 Lih. N. Sinamo (2014), 147.

3

Halaman (hal.) 4
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan

– Sumatra Utara – INDONESIA.

di Sumatra Utara9, dan untuk skala nasional, suku Batak adalah salah satu suku yang
tingkat populasinya terbesar keempat di Indonesia (setelah suku Jawa, Sunda, dan
Bali.10 Suku Batak sebagai bagian dari integrasi seluruh bangsa ini (baca: Indonesia)
ikut terpanggil dalam mempercepat pendewasaan sikap patuh akan Undang-Undang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang telah disosialisasikan oleh semua stakeholders
II.

sejak lima (5) tahun yang lalu hingga tahun 2014 ini.
Mengapa “Horas”?
“Horas” adalah sebuah kata yang sangat bermakna bagi masyakat Batak
(khususnya Toba). Horas adalah ucapan salam saat bertemu atau saat ada
perjumpaan; dan memiliki makna yaitu hidup, selamat, sejahtera, makmur, senang,
sehat, bahagia lahir dan batin. Juga mengandung makna yaitu kuat dan teguh.11
Mengapa “Horas”? Dari makna kata pada paragraf di atas, mencatat bahwa
masyarakat Batak mempunyai prinsip yakni setiap saat “keselamatan” itu adalah
sesuatu yang wajib untuk diucapkan (sapaan atau greetings), dan keselamatan itu
diucap-dibalas dalam setiap pertemuan dan perpisahan. Tentu ada senggang waktu
atau periode waktu (detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan dekade) di sana

yang telah dilampaui, diseberangi sampai pertemuan dan kebersamaan itu
berlangsung secara khusus atas nama persaudaraan dan kekeluargaan (kinship) yang
mengikat. Di dalam menuju pertemuan dan saat beranjak pergi meninggalkan
pertemuan tersebut, di sanalah Lalu Lintas menjadi sangat berpotensi dan berperan
agar “Horas” yang diucap-dibalas itu tetap bermakna “selamat” atau “keselamatan”.
Horas lebih dalam lagi bermakna doa, ridho, restu, dan berkat. 12 “Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan” yang digunakan dengan filosofi Horas sesungguhnya
berdampak dua kali (2X) lipat dalam membangun (menjamin) keselamatan para
pengemudi dan pengguna jalan termasuk pedestrian. Dalam HLL ada kesinoniman
yang melipatgandakan sekaligus pengulangan atau repeating pada tujuan dan makna

9 S. Dakung, (1982), hal. 4-7.
10 Informasi ini pernah dibaca dan dimuat dalam sebuah buku namun penulis lupa dan sulit menemukan sumber itu
untuk waktu sekarang (Edward Simon Sinaga, diidentifikasi ESS).
11 M.A. Marbun & I.M.T. Hutapea (1978), hal. 59; Warneck, J. (2001), 138; J.P. Sarumpaet (1995), 108.
12 M.A. Marbun & I.M.T. Hutapea (1978), 59; Warneck, J. (2001), 138; J.P. Sarumpaet (1995), 108.

4

Halaman (hal.) 5

Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

dari kata “Horas” - dan tujuan dan makna dari dibangunnya “Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan”. Horas dalam makna hidup, sejahtera, makmur, senang, sehat,
bahagia lahir dan batin (kuat dan teguh) menekankan satu kekuatan yang sama
tujuannya sebagaimana terdapat dalam fungsi, manfaat, dan tujuan “Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan” yang sejatinya dibangun juga untuk ketertiban, keamanan, dan
kesejahteraan seluruh masyarakat pengguna jalan (pengemudi dan pedestrian). Kata
“Keselamatan” telah menjodohkan (baca: menggabungkan) kata sifat atau keadaan
III.

“Horas” dengan kata benda atau keterangan tempat “Lalu Lintas”.
“HLL”
Asas dan tujuan Perundang-Undangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
menciptakan situasi dan kondisi aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan
moda angkutan lain. Hal yang lebih mendasar dan telah menjadi harapan serta citacita seluruh masyarakat selain menciptakan kekondusifan juga mendorong

perekonomian nasional, mewujudkan “kesejahteraan rakyat, persatuan dan kesatuan
bangsa”13, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Atas nama “keamanan”
yang telah menjadi artikulasi dalam Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tata tertib
berlalu lintas dan cita-cita kemanusiaan yang disebutkan sebelumnya (baca:

13 Isu “Kesejahteraan Rakyat, Persatuan dan Kesatuan Bangsa” yang sering menjadi perenungan dan di atasnya
Pemerintah terus berupaya adalah perihal “Papua Bergolak, Aksi Kekerasan Yang Tak Berujung, dan Konflik
Papua.” Dari beberapa isu atau permasalahan yang dicatat dalam Buku Pintar Kompas 2012, isu-isu atau
permasalahan-permasalahan di sana di mana salah satunya adalah kegagalan pemerintah di bidang pendidikan,
kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Pemerintah sudah memberi pernyataan-pernyataan oleh Presiden
bahwa pemerintah telah mengembangkan enam koridor ekonomi nasional terhadap Papua tahun 2011,
menambahkan dana otonomi khusus menjadi Rp. 5,4 triliun tahun 2011, dan mengalokasikan dana tambahan
infrastruktur sebesar Rp..1 triliun tahun 2011. Pada dasarnya pembangunan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ikut
menjadi topik yang signifikan karena maju tidaknya pembangunan materi di Papua seharusnya secara bersama-sama
harus lebih menekankan dan memprioritaskan dalam membangun orang-orang Papua. Hal ini lebih jelas di dalam
pernyataan seorang pendeta yang bernama Socrates Sofyan Yoman (perwakilan Forum Kerja Gereja Papua) yang
mengatakan bahwa:pemerinta hanya berhasil mengintegrasikan potensi ekonomi Papua dengan kekuatan politik dan
militer namun gagal membangun orang Papua”. Dan seorang pegiat HAM dan juga aktivis Jaringan Damai Papua,
John Jonga juga menjelaskan bahwa memanasnya situasi Papua karena berbagai kebutuhan kebutuhan dasar
masyarakat di wilayah pedalaman tidak terpenuhi. Untuk lebih jelas lih. dan baca (bc.) A. Sugiya dan S. Ratnawati

(2013), 198-200. Jadi HLL dalam konteks Papua mengungkapkan bahwa selamat dan sejahtera dan pembangunan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan itu sangat menentukan dalam mengakhiri semua gejolak, kekerasan, dan konflik
yang ada di sana. Ini ada kaitannya juga mengingat anak-anak rantau Batak juga telah banyak tinggal dan bekerja di
sana (secara menetap dan sementara) sebagaimana penulis pernah bertemu beberapa orang Batak yang sudah
tinggal, bekerja, dan lahir akhirnya menetap di Papua (ESS).

5

Halaman (hal.) 6
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

kesejahteraan rakyat), maka kedewasaan dan perilaku HLL akan menjadi perwujudan
etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just culture). Bukan hal yang mudah sebab
pencapaian etika dan budaya HLL harus dibangun di atas dasar upaya-upaya seperti
pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas (bahkan sejak usia
dini) serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan.14
Mengingat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga sudah menjadi arena di mana
anak-anak remaja (anak muda) saat ini untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
meresahkan masyarakat. Pada awalnya perbuatan mereka itu bisa dikatakan ringan
karena masih sebatas pertengkaran, minum-minuman keras, begadang atau
berkeliaran sampai larut malam.15 Mengingat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dijadikan ajang show (baca: arena) perbuatan-perbuatan mereka, tentunya kategori
perbuatan ringan tadi bisa menjadi sumber bencana yang akan berakibat sangat tragis.
Area Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mereka sulap menjadi hingar-bingar, riuh,
disertai dengan judi atau perjudian.16 Lebih jauh Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
mereka jadikan menjadi arena balapan yang sangat mengganggu ketenteraman
sehingga sangat meresahkan masyarakat sebagaimana terjadi di jalan-jalan raya kota
(termasuk Medan sekitarnya).17
Perihal kenakalan remaja (pemuda) jika dibagi per-dekade jelas di sana ada
ke-khas-an masing-masing. Sejak tahun 1950-an hingga tahun 1980-an di sana ada
corak-corak perilaku yang jika digambarkan “grafik-corak-keresahan” yang
diakibatkannya boleh dikatakan sangat memperihatinkan karena dekade-dekade di
atas bermanifestasi melalui munculnya penodongan-penodongan ijazah dan sifat
menjadi “pahlawan kesiangan” mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) tahun 1950 telah membuka jalan dari desa ke kota (urbanisasi cukup deras).
Hidup bergaya bebas dan bermalas-malasan (hippies), meniru budaya negatif (film
porno dan sex bebas) dari luar (Barat), sehingga sejarah kejahatan atau tindak
14 N. Sinamo (2014), 148-149.
15 Sudarsono (2012), 115-116.
16 Sudarsono (2012), 20-23, 99-100.
17 ESS.

6

Halaman (hal.) 7
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

kriminal bermunculan karena sulitnya mencari pekerjaan yang cocok dan
meningkatnya tuntutan hidup di kota, dan nafsu konsumerisme yang tinggi, irrasional,
dan tidak seimbang dengan keadaan sosial-ekonomi mereka. Tindakan kriminal
akhirnya bukan lagi hanya diaktori oleh anak-anak remaja (pemuda) yang putus
sekolah (drop out) tetapi juga yang aktif dalam studi (sekolah atau kuliah). Sangat
jelas frekuensi tindakan kriminal yang mencoraki kehidupan mereka tahun-tahun
(dekade-per-dekade) hingga tahun 1980-an dan telah tercatat bahwa jalan-jalan ramai
(baca: Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) sudah menjadi lahan yang empuk untuk
melakukan penjambretan dan berbagai keberandalan. Lebih masif lagi bahwa
perkelahian massal antar sekolah - antar kelompok, pemerasan, penganiayaan,
pemerkosaan, dan pembunuhan sudah semakin mengancam kehidupan masyarakat
kota besar pada umumnya.18
Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan pengakuan dunia internasional atas
kedaulatan NKRI ironisnya segera “disambut” dengan fenomena-fenomena gaya
hidup anak-anak remaja dan pemuda, hingga benar-benar menjadi thema-thema
pembahasan dan penanggulangan atas keonaran, keberandalan, hingga kesadisan
yang telah meresahkan dan mengganggu ketenteraman hidup masyarakat umumnya
sebagaimana telah diuraikan pada paragraf sebelumnya. Bagaimana dengan remaja
dan pemuda Batak?
Bagi masyarakat Batak, NKRI 1950 adalah pintu gerbang untuk beranjak
pindah atau merantau dari “Bonapasogit“19 mengingat semakin padatnya pertambahan
jumlah penduduknya. Daerah atau wilayah yang pertama-tama didatangi untuk
tempat merantau adalah Sumatra Timur, Asahan, Labuhan Batu, Langkat, dan Deli
Serdang. Kemudian Aceh Selatan, Jambi, Riau, dan selanjutnya menyusul ke daerahdaerah pulau Jawa, terutama kota Jakarta. Kemudian gelombang asa pencarian ilmu
pengetahuan terus-menerus berirama mengingat semakin banyaknya remaja dan
18 K. Kartono (2014), 101-128.
19 Bonapasogit adalah tanah asal dan kampung asal. Tanah yang mula-mula dibuka oleh leluhur, tempat mereka
memulai perkampungan menetap, serta yang kemudian diakui oleh umum menurut hukum adat. (M.A. Marbun &
I.M.T. Hutapea (1978), 33-34. Band. dengan istilah kata “bona ni pinasa” (J. Warneck, 2001, 52) & (J.P. Sarumpaet,
1995, 67).

7

Halaman (hal.) 8
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

pemuda Batak yang berangkat ke kota-kota besar di Indonesia seperti: Medan,
Jakarta, Yogyakarta, Bogor, Bandung (dan kota-kota besar lainnya) untuk
melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi. Mendambakan pendidikan yang
setinggi-tinginya adalah asa yang telah kuat berakar di hati atau cita-cita
masyarakatnya, dan para orangtua suku Batak tidak pernah takut atau hitung-hitungan
(baca: segan-segan) untuk mengusahakan dana agar ilmu yang dicita-citakan anakanak mereka dapat tercapai. Hal materi, tenaga, pikiran, nasihat, harapan, dan doa
senantiasa terus mengalir dari orangtua untuk mendukung agar anak-anak mereka
dapat meraih gelar-gelar (keahlian) sesuai dengan pendidikan yang mereka dapat di
Perguruan Tinggi.20 Di balik asa ingin terus maju dan sukses dengan jalur pendidikan
yang sebelumnya diutarakan, tentu pengaruh masa ke masa perihal fenomena gaya
hidup negatif anak remaja dan pemuda umumnya juga berimbas dan mewarnai
keberadaan remaja dan pemuda Batak khususnya mengingat bahwa setiap
permasalahan dan keresahan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan,
juga merupakan permasalahan masyarakat Batak khususnya, karena orang Batak
sudah berdiaspora (apalagi sifat orang Batak, dikenal dengan “marsitogu toguan”21,
artinya “saling bertolong-tolongan atau budaya saling menolong, dalam arti, saudara
yang telah lebih dulu merantau ke kota, akan memanggil saudaranya yang lain dari
desa karena di kota hidup telah dapat dicapai atau maju; orang Batak “Toba”
bermigrasi “ke Jakarta khususnya” adalah spontan, secara pribadi dan kelompok,
namun bukan besar-besaran22) hampir ke seluruh penjuru kota-kota besar yang ada di
Indonesia.23
Setelah lebih tiga puluh (30) tahun jika dikenali dari corak kenakalankejahatan remaja (pemuda) sampai tahun 1980-an di atas, dan mengingat UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang disosialisasikan secara masif sejak
tahun 2009 yang lalu, maka HLL yang kontekstual (baca: akarnya lokal) sangat
20 H. Tampubolon (1986), 96-97.
21 Lih., dan bc. G.G. Malau, dkk. (2000), 285-292.
22 T. Nainggolan (2006), 111-140.
23 B.A. Simanjuntak (ed.) (1986), 223-224.

8

Halaman (hal.) 9
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

mungkin menjadi pendewasaan sikap, perilaku, dan budaya dalam menggunakan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang kapasitasnya me-nasional atau me-nusantara, (sekali
lagi ditekankan di sini), menyadari dan menghitung putra-putri (muda-mudi) Batak
yang terus melaju karena menuntut ilmu dan keahlian bekerja (talenta) ke seantero
kota-kota besar seperti Medan, Jakarta, Bogor, dan Bandung (“Lahan Kewirausahaan
atau Field of Entrepreneurship”24) di Indonesia.25
Karena itu HLL lebih dini bagi anak-anak (sebagaimana dalam kutipan nomor
sembilan “9” paragraf pertama bagian tiga “III” di atas) akan menjadi dasar yang kuat
dan bagi dunia remaja (pemuda) sebagai petunjuk untuk membangun kesadaran
hukum (preventif terhadap hal-hal yang telah dibahas pada paragraph-paragraf
sebelumnya pada bagian III di atas) sehingga terhadap hukum mereka memiliki
pengetahuan, pemahaman kaidah-kaidahnya, sikap terhadap norma-normanya, dan
perilaku taat atasnya.26
Ada pendapat berdasarkan analisa yang mengatakan bahwa semua corak
kenakalan dan kejahatan anak-anak remaja atau pemuda disebabkan karena kealphaan
figur atau suri teladan dari para pendahulu atau para dewasa (orang tua) yang telah
dan sedang mewariskan (termasuk sikap perilaku dan melanggar tata tertib berlalu
lintas) secara langsung dan tidak langsung. Dan lebih luas lagi segala ketidakpatuhan,
kekejaman, dan perilaku membahayakan yang mereka sering pamerkan di jalan-jalan
raya (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) menjadi refleksi dari perbuatan orang dewasa
di segala sektor kehidupan. Di mana ada bayang-bayang hitam dan pergulatan seru
yang penuh intrik, kekerasan, kekejaman, nafsu kekuasaan, kemunafikan, dan
kepalsuan. Semuanya ditata-sembunyi rapi dan apik (elegant). Dalam situasi dan
kondisi tanpa arah (baca: kehilangan) itu lebih tajam lagi anak remaja (pemuda)
24 Pemuda-pemudi Batak yang merantau sangat solid untuk terus eksis agar selanjutnya mereka dapat menjadi
orang yang sukses sebagai perantau dan menjadi seorang wirausahawan atau wirausahawati, karena mereka akan
mencoba berusaha dari beberapa sektor wirausaha di mana mereka akan memulainya, yaitu: Kecantikan,
Keterampilan, Konsultan, Industri, Tambang, Kelautan, Perikanan, Agribisnis, Perdagangan, Pendidikan,
Percetakan, Seni, Kesehatan, Pariwisata, dan sebagainya (Lih. dan bc. Kasmir, 2012, 44-47).
25 H. Tampubolon (1986), 97.
26 Sudarsono (2012), 108-109.

9

Halaman (hal.) 10
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

memberontak dan tergenang dalam proses peniruan terhadap segala gerak-gerik dan
tingkah laku orang modern dan “berbudaya” tidak patuh (disiplin) dalam Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan yang sudah memperihatinkan itu. HLL sejatinya akan
membangun introspeksi dan akan memperbanyak kearifan, kebaikan dan keadilan,
dan memberi kesempatan kepada anak remaja (pemuda) dan menyertakan mereka
pada kegiatan menentukan keputusan penting demi keadilan yang lebih merata dan
peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya (edukasi dan etika Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan). Dan lebih kontekstual lagi adalah memberikan bentuk kegiatan dan
pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan anak remaja (pemuda) zaman
sekarang serta ada kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi anak remaja
(pemuda) dan secara tepatnya mempunyai sambungan dengan profesi atau pekerjaan
anak remaja (pemuda) di masa-masa mendatang (remaja dan pemuda dalam
pertumbuhan, cita-cita, perantauan, pekerjaan, dan pengabdian yang “Horas”).27
Anak remaja (pemuda) dalam HLL merupakan pembalikan arah perilaku dan
kebiasaan ke “mata angin” budaya patuh (disiplin). Dampaknya adalah peran dan
potensi mereka menjadi utuh dan berlipatganda sehingga mereka tidak hanya
melangkah menggapai cita-cita dan mendapat pekerjaan yang tepat namun lebih jauh
keselamatan yang dibangun di atas kepatuhan akan semakin memagari pertumbuhan
karakter dan perilaku dewasa bangsa ini dalam HLL atas nama martabat bangsa
sebagaimana telah disinggung pada paragraf sebelumnya (di bagian III tulisan ini).
Psikologi sosial dalam konteks HLL membangun mental, sifat, motivasi, dan
persepsi yang prosesnya menyangkut bahasa, dan perilaku meniru (memulai) etika
pada Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sehingga kerjasama (kumpulan) anak remaja
dan pemuda itu akan begitu kuat menjaga ketertiban, keamanan, dan keselamatan. 28
Selanjutnya dalam psikologi sosial, HLL akan mengarah kepada “Teori Manejemen
Kesan”. Di sana ada pengkonstruksian diri karena proses interaksi sosial. Konstruksi
diri dalam HLL adalah dominant-submissive (dominan bersikap patuh). Undang27 Lih., bc., dan band. K. Kartono (2014), 129-130.
28 Lih. dan band. L. Fitriyah & M. Jauhar (2014), 54-55.

10

Halaman (hal.) 11
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan itu akan menjadi area untuk berinteraksi
sosial. Setiap pengemudi dan pedestrian semakin menyadari HLL terus bergaung
dalam kepatuhannya dan terefleksi dalam aksi pihak yang lainnya. 29 Ada kekuatan
“Kesan Kepatuhan” yang dibangun dalam Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pertamatama dan untuk seterusnya akan mengedukasi remaja dan pemuda dari generasi ke
generasi demi dan untuk martabat bangsa.
Konsep diri perihal HLL mempunyai beberapa fungsi penting bagi setiap
pengemudi dan pedestrian. Konsep diri perihal HLL dapat dipandang sebagai
mekanisme yang memungkinkan setiap orang memaksimalkan kesenangan (baca:
keselamatan) selama dia menggunakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Edukasi
perihal Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang akurat dipadukan
dengan “potensi-kepandaian”30 (accomplishments) akan selalu dijalankan sehingga
nyata banyak meningkatkan hasil-hasil yang positif (baca: selalu selamat sentosa)
dalam segala aktivitas dan kehidupannya di Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. HLL
yang jika telah membudaya di sepanjang jalan dan semua kota akan menjadi panduan
pada setiap individu dan mengkaitkannya pada dirinya self-related), yang pada
akhirnya konsep diri dalam HLL akan menjadi keselamatan yang dibangun di atas
pemeliaharaan harga diri (self-esteem) atas nama kepatuhan dalam Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan itu.31 Sekali lagi HLL itu akhirnya demi dan untuk martabat bangsa.
Pemandangan yang tak asing lagi di negeri ini adalah ketika mudik
Lebaran (tradisi yang turun temurun juga hari-hari raya agama lainnya) itu adalah saat
“Infrastruktur Tambal Sulam”. Pemerintah melayani masyarakat melalui usaha ini
agar semua pemudik dapat mencapai kampung halaman dengan baik dan nyaman.
29 Lih. dan band. B. Walgito (2011), 107-108.
30 “Aspek Hukum Administrasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 perihal pembinaan yang pelaksanaannya secara bersama-sama melibatkan semua instansi terkait
(stakeholders). Mereka adalah Urusan Pemerintahan dan Kementerian yang bertanggungjawab di bidang: Jalan,
Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pengembangan Industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
Pengembangan Teknologi dan Angkutan Jalan, Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
Penegakan Hukum, Operasi Manajemen, dan Rekayasa Lalu Lintas serta Pendidikan Berlalu Lintas (khusus
dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia). N. Sinamo (2014), 147-148.
31 Lih. dan band. B. Walgito (2011), 108.

11

Halaman (hal.) 12
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

Permasalahan yang sering terjadi bahwa sejumlah ruas jalur mudik belum sepenuhnya
siap menjelang hari raya tersebut.32 Direpotkan lagi dengan tumpah-ruahnya
kenderaan (mobil dan sepeda motor) di jalan raya telah mengubah wajah Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Hasilnya adalah “Kemacetan”. Kepadatan kenderaan pada saat
mudik dan jam pulang kerja yang mengakibatkan kemacetan dan (mungkin rentan
dengan lakalintas) hingga saat ini belum ditemukan solusinya. Bukan hal yang baru
mendengar “Reformasi Transportasi” terutama beberapa tahun belakangan ini, di
mana upaya-upaya yang sudah sedang dilaksanakan adalah tidak hanya mendorong
Penataan Transportasi Massal, tetapi juga mendorong Penyempurnaan Manajemen
Lalu Lintas bersama Pengaturan Lampu Lalu Lintas dan Marka-marka Jalan.33
Infrastruktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang masih belum memadai dan
masih sedang diatasi (baca: dikonstruksi), edukasi kepatuhan dan disiplin Lalu Lintas
yang masih minim sehingga kesadaran berlalu lintas itu masih miskin, terakhir tetap
mengakibatkan kecelakaan-kecelakaan dari yang keadaannya ringan, berat, hingga
lakalintas berujung maut. Kecelakaan yang situasi dan kondisinya selalu dikaitkaitkan dengan mesin-mesin yang melaju di atas jalanan. Baik itu bus, mobil pribadi,
sepeda motor, dan lain-lainnya.
Data Lakalintas Nasional tahun 2012-2013 yang lalu menyingkapkan motifmotif penyebab di berbagai lokasi dan peristiwa yang telah sangat banyak
“memakan” korban. Beberapa penyebab yakni: pengemudi bus yang melaju dengan
kencang, ban mobil yang pecah, pengemudi dalam keadaan mabuk alkohol dan
ekstasi, rem bus blong, pengemudi yang mengantuk, pengemudi bus yang ugalugalan dengan kecepatan tinggi, saat menyalip kenderaan lainnya, rem yang kurang
berfungsi, kelalaian pengemudi, seorang pemabuk merampas angkot, pengemudi
mengebut, percikan api akibat hubungan pendek arus listrik, kelebihan muatan,
pengemudi yang kelelahan, truk yang tidak kuat menaiki tanjakan. 34Penyebab lain
32 A. Sugiya dan S. Ratnawati (2014), 204-205. Untuk lebih lengkap lih. dan bc. 10-11, 24-24, 68, 164-165, 203205, 256-257, 270-271, 354-355, 370-371,.
33 Band. lih. dan bc. A. Sugiya & S. Ratnawati (2013), 321-322. Untuk lebih lengkap lih. dan bc. 12-13, 50-51, 249250.
34 A. Sugiya & S. Ratnawati (2013), 525-529.

12

Halaman (hal.) 13
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

adalah: bocah berkenderaan, ingin mendahului kereta api (padahal seharusnya wajib
mendahulukan kreta api), jalan licin, jumlah penumpang yang melebihi kapasitas, ban
kempis, mobil pick up yang hilang kendali, terguling, menabrak tebing, menabrak
warung makan.35 Kenderaan mesin-mesin, yaitu truk tronton, bus, mini bus, angkot,
travel, mobil colt diesel, mobil pribadi, pick up, delman, sepeda motor akhirnya
menjadi “mesin-mesin pembunuh” karena telah menyebabkan kematian yang cukup
tinggi kwantitasnya.36
Lakalintas juga sangat berkaitan dengan gaya hidup konsumerisme yang telah
lama merwarnai kehidupan masyarakat Indonesia sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya. Fenomena konsumerisme sekarang berdampak nyata dengan volume
kenderaan yang selalu memadati jalan raya secara umum kota-kota besar di
Indonesia.37 Dengan demikian rumah-rumah masyarakat sudah penuh dengan
kenderaan. Bukan hal yang mustahil kalau membangun rumah sekarang ini sudah
mengikutkan konsep “rumah-kenderaan”.
Bagaimana dengan rumah-rumah orang Batak saat ini? Filosofi hidup orang
Batak turun-temurun begitu kuat masih dicamkan dan dilaksanakan yang tak jarang
juga dikumandangkan (baca: dinyanyikan), yang men’syair’kan: “Anakhonki do
Hamoraaon di Au” itu jangan sampai berubah menjadi “Mobil - Sepeda Motor’hu na
Godang i do Hamoraon di Au”38. Mengapa? Mengingat bahwa padatnya kenderaan di
jalan raya saat ini sudah menjadi pergumulan setiap kota besar di Indonesia, di mana
orang Batak juga sudah tinggal atau berdomisili.39 Jika ada pernyataan bahawa:40
35 A. Sugiya & S. Ratnawati (2014), 270-271, 370-371, 555-556.
36 A. Sugiya & S. Ratnawati (2013), 49, 525-529.
37 Lih. dan band. ibid., 322.
38 “Anakhonki do Hamoraon di Au” artinya, “Anak (-anak) saya itulah kekayaan bagiku” jangan sampai digantikan
oleh kalimat ini, “Mobil – Sepeda Motor saya yang banyak itulah kekayaan bagiku”. Filosofi yang memahat kisah
tentang harapan dan usaha keras para orang tua Batak yang tidak akan segan-segan untuk mengorbankan segala
yang mungkin untuk bisa menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi; dengan bekerja keras di
kampung halaman dan hidup bersakit-sakit, atau pun sampai menjual harta warisan bilamana ada, dengan
membanting tulang di bidang perdagangan yang melahirkan istilah popular “inang inang” (ibu-ibu) dengan
menghadapi maut dan bahaya (H. Tampubolon, 1986, 97).
39 Ibid., 97.
40 E.S. Harahap (1960), 56.

13

Halaman (hal.) 14
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

“Di perantauan mana pun, orang Batak itu mempunya prinsip (baca: perasaan) bahwa adat itu-lah
ikatan yang kukuh, yang mempertalikan orang sesama suku Batak. Kalau adat disia-siakan maka
pergaulan, ikatan kekeluargaan pun rengganglah.”

Prinsip (bangunan perasaan yang sangat kuat untuk menjadi bagian dari
komunitas adat) di atas adalah bertujuan “Horas”, karena semua hal yang dikerjakan
dan diperjuangkan hingga merasa damai – sejahtera – dan nyaman “tinggal” dan
“bersekutu” di dalam kebersamaan orang Batak (diaspora), sesungguhnya merupakan
komitmen yang membuat mereka berbeda dengan suku-suku lainnya yang ada di
Indonesia (“eksklusif positif”41). HLL merupakan disiplin Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan untuk “menginspirasi”42 suku-suku rakyat Indonesia lainnya dengan harapan
mampu memberi sumbangan untuk persatuan dan kesatuan serta menopang dan
mewarnai pembangunan yang berlangsung (baca: disiplin dan kepatuhan ber-Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan). Orang Batak melalui HLL dapat membangun karakter
yang mengutamakan keselamatan di Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. HLL
mengingatkan bahwa pengidentifikasian akan orang Batak yang orangnya kasar,
bicaranya keras, dan tukang berkelahi akan segera luntur – hilang karena “lambang
peran” patuh Perundang-undangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan itu diwujudkan di
mana pun mereka berada. HLL mengarahkan suatu sikap yang membangun
harmonisasi (keserasian) di mana pada dasarnya orang Batak dapat mudah
mencapainya (kutipan dari pendapat E.M. Bruner, antropolog peneliti budaya Batak).
HLL adalah disiplin (kepatuhan) yang menekankan kekuatan unsur budaya dan
menjadi sumbangan bagi perkembangan sosial politik bangsa, mengingat keresahan
dan bahaya-bahaya hingga lakalintas yang sangat memprihatinkan semua masyarakat
Indonesia saat ini.43
41 ESS.
42 “Menginspirasi”. Bukan hal yang sulit untuk didengar kalau begitu banyak putra-putri (anak dan boru) Batak
telah menjadi inspirasi di negeri ini seperti K.M. Sinaga, pendiri Bumi Asih Jaya itu, dan masih banyak lagi (ada
sekita 108 tokoh-tokoh inspirasi dari Batak), lih. dan bc. E.T. Siahaan (2012), 23-25. Termasuk di dalamnya adalah
Butet Manurung, pendiri Sokola Rimba di Bukit Dua Belas, Jambi itu (80-82). Juga lih. dan bc., B. Manurung
(2013), i-340.
43 Lih., bc., dan band. B.A. Simanjuntak (ed.). (1986), 219-217.

14

Halaman (hal.) 15
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

Atas nama kemanusiaan (band. Isu Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan
Ciptaan “KPKC” atau Justice, Peace, and Integrity of Creation “JPIC”), “Hari Lalu
Lintas Nasional” seharusnya sudah ada, mengingat tingginya angka kematian di jalan
raya padahal pemerintah atas nama stakeholders yang bertanggungjawab telah
membangun disiplin agar setiap warganya patuh dalam Perundang-Undangan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.44 Masyarakat Batak Toba memiliki Hukum Adat Batak
Toba yang sangat luas cakupannya (sifatnya bisa dihubungkan dengan jaman dan
hukum-hukum yang sedang ditegakkan), adalah perihal: perdamaian, ketertiban, dan
kesejahteraan umum. Diharuskan untuk menghindari segala bentuk perselisihan,
menganggu ketenteraman umum, melanggar peraturan-peraturan, pelanggaranpelanggaran yang mengganggu kesejahteraan umum45, dan hukum-hukum yang sudah
sangat klasik itu tidak akan pernah mengeksepsi (menolak) Undang-undang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang sudah disosialisasikan sejak lima (5) tahun yang lalu
hingga sekarang (No. 22 Tahun 2009). Hal-hal yang ditekankan di sana adalah Negara
bertanggungjawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilakukan
oleh pemerintah yang meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan. Di sana ada penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku secara nasional
dengan pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin, dan bantuan
teknis kepada pemerintah provinsi dan kota serta kabupaten. Penyelenggara Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan langsung pelayanan kepada masyarakat
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum, dan atau
Masyarakat.46 Demikianlah HLL mengedukasi Disiplin atau Kepatuhan Ber’Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dalam konteks budaya yang berefleksi dari “Horas”.
Orang Batak dalam sejarahnya, bahwa setiap melakukan perjalanan sehingga
harus berpisah dalam waktu dekat atau lama, dan pertemuan karena perjalanan
44 Lih. dan band. Seri Hidup Baru 5 (2001), 287-289.
45 J.G. Vergouwen (1986), 392-418.
46 N. Sinam0 (2014), 147-161.

15

Halaman (hal.) 16
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

(perpisahan) dalam waktu yang lama tidak bertemu, biasanya (dulu) selalu
mengucapkan kalimat berikut ini: “Horas Tondi Madingin, Pir tondi matogu” artinya
adalah, “Semoga roh kita kuat dan tetap teguh”. 47 HLL mengkontekstualkan kembali
harapan dan doa-doa keselamatan berwarna sastra dan budaya Batak ini kembali
mengingat upaya-upaya dari Pemerintah agar terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan
lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi
martabat bangsa. Terwujudnya Etika ber’Lalu Lintas dan Budaya Bangsa, dan
terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.48
HLL membangun karakter, kesan, dan lambang yang bertitik-tolak dari
kepatuhan di mana nilai-nilai kemanusiaan tercapai karena HLL mengembangkan dan
menyumbangkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan khususnya dalam konteks
bangsa yaitu sesama masyarakat Indonesia.
IV.

Kesimpulan
Horas Lalu Lintas (HLL) mengangkat nilai-nilai yang mengutamakan dan
menempatkan manusia dan keselamatannya di atas segala-galanya. Keselamatan
dalam makna kata “Horas” dan Keselamatan dalam tujuan dan pencapaian lahirnya
Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sehingga mengedukasi setiap
masyarakat agar mengenali jati dirinya dan melihat nilai-nilai keberanan dan manfaat
dari semua itu dalam kehidupan sebagai suku bangsa yang terpanggil untuk menjadi
inspirasi dan memberi sumbangan positif melalui kepatuhan dan disiplin yang jauh di
ke dalaman dan pemaknaan budaya telah terkandung dan ketika digali ke
kedalamannya ternyata menjadi “emas-tua-murni” dalam membangun kehidupan
yang selamat, aman, nyaman, sejahtera, teguh, kuat, tertib, dan membawa
kebahagiaan karena tetap menjunjung keadilan, perdamaian, dan keutuhan sesama
ciptaan (harmoni hidup). Cita-cita mengalami dan menjalani Lalu Lintas dan

47 M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea (1987), 59.
48 N. Sinamo (2014), 157.

16

Halaman (hal.) 17
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

Angkutan jalan dengan pesan “Horas” adalah impian dan identitas dari setiap
masyarakat yang datang dari satu pulau yang dihuni oleh suku Batak dan dari pulau
tersebut generasi-generasi selanjutnya (hingga sekarang) terus ber-migrasi karena
hidup dan kehidupan yang berdinamika dan maju untuk lebih baik (pengabdian
melalui ilmu dan talenta dari semua putra-putri yang sangat mencintai tanah leluhur
dan adat istiadatnya).
V.

Kepustakaan (Bibliography)
Dakung, S. (1982). Ulos. Jakarta: Proyek Media Kebudayaan.
Fitriyah, L. & Jauhar, M. (2014). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Harahap, S.E. (1960). Perihal Bangsa Batak. Jakarta: Balai Pustaka.
Kartono, K. (2014). Kenakalan Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Kasmir, (2012). Kewirausahaan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Malau, G.G., dkk. (2000). Budaya Batak. Jakarta: Yayasan Bina Budaya Nusantara
dan Taotoba Nusabudaya.
Manurung, B. (2013). Sokola Rimba. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Marbun, M.A. & Hutapea, I.M.T. (1987). Kamus Budaya Batak Toba. Jakarta: Balai
Pustaka.
Togar, N. (2006). Batak Toba di Jakarta. Medan: Bina Media.
Sarumpaet, J. (1995). Kamus Batak-Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Seri Hidup Baru 5. (2000). Buku Pegangan Bagi Promotor Keadilan, Perdamaian,
dan Keutuhan Ciptaan. Yogyakarta: Kanisius.
Siahaan, E.T. (2012). Batak Inspigraph (Batak Untuk Indonesia – Batak Untuk
17

Halaman (hal.) 18
Horas Lalu Lintas - Suatu Analisa Reflektif dari Kata
“HORAS” dalam Membudayakan “Selamat” dalam artikulasi “Disiplin” Berlalulintas, oleh Pdt.
Edward Simon Sinaga, M.Th - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda di bidang
Teologia Sistematika – Ilmu Budaya Dasar - dan Agama dan Masyarakat, Jalan Binjai Km. 10,8 Medan
– Sumatra Utara – INDONESIA.

Dunia). Jakarta: Seni Jurnal Publication.
Simanjuntak, B.A. (1986). Pemikiran Tentang Batak. Medan: Universitas HKBP
Nomensen.
Sinamo, N. (2014). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Jala Permata Aksara.
Situmorang, J. (1965). Penuntun Adat Praktis. Pematang Siantar: Tanpa Nama
Penerbit. Siantar: Tanpa Nama Penerbit.
Sudarsono. (2012). Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiya, A. & Ratnawati, S. (Eds.). (2013). Buku Pintar Kompas 2012. Jakarta: Buku
Kompas.
Sugiya, A. & Ratnawati, S. (Eds.). (2014). Buku Pintar Kompas 2013. Jakarta: Buku
Kompas.
Tampubolon, H. (1986). Ulos Batak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Vergouwen, J.G. (1986). Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Jakarta: Pustaka
Azet.
Walgito, B. (2011). Teori-teori Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi.
Warneck, J. (2001). Kamus Batak Toba Indonesia. Medan: Bina Media.

18