Problematika dan Istri Yang Bekerja

PROBLEMATIKA SEBAGAI WANITA KARIR
YANG BERUMAH TANGGA

Disusun oleh:
Nurdiana Wahyu Putri

( 201410410311116 )

Ilma Nurhidayati

( 201410410311129 )

Masrurotul Muflihah

( 201410410311145 )

Kukuh Adhe Kurniawan

( 201410410311148 )

Lely Febriyanti


( 201410410311149 )

Endah Surya Ningrum

( 201410410311151 )

Kelompok 6
Farmasi C

PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014-2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Preblematika sebagai Wanita Karir ini dengan baik meskipun banyak kekurangan

didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya
Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
tentang bagaimana seharusnya seorang wanita itu dalam berkarir. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Malang, Maret 2015

Penyusun

2

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB I...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN....................................................................................................... 3
1.1

Latar Belakang.............................................................................................. 3

1.2

Rumusan masalah........................................................................................... 4

BAB II..................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN......................................................................................................... 5
2.1

Pengertian Wanita Karir...................................................................................5

2.2


Analisis Kasus terhadap Istri yang Bekerja dan Istri yang Tidak Bekerja.......................5

2.3

Pandangan Suami Terhadap Istri yang Bekerja.....................................................10

2.4 Pandangan Islam terhadap wanita karir...................................................................12
2.4

Dampak Seorang Istri yang Menjadi Wanita Karir.................................................13

BAB III.................................................................................................................. 17
PENUTUP.............................................................................................................. 17
3.1

Kesimpulan.................................................................................................... 17

3.2


Saran dan Kritik.............................................................................................. 18

DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................................... ........20

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dulu wanita dianggap memiliki derajat yang lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Kebebasan wanita dibatasi dibandingkan dengan laki-laki, lebih diatur dalam segala
aspek, terutama dalam aspek mendapatkanhak pekerjaan, dan hak pendidikan. Banyak
orang yang beranggapan bahwasannya tugas seorang wanita yang telah berumah tangga
hanyalah dirumah dan mengurus keluarganya saja. Seiring perkembangan zaman, kaum
wanita mulai bangkit dan kaum wanita meminta hak untuk mereka. Merek mencanangkan
kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki. Mereka pun menuntuk adanya
persamaan hak, kewajiban, dan persamaan derajat. Bahkan, Perkembangan zaman yang
kian hari tidak menentu, menuntut sebuah rumah tangga agar lebih cerdas dalam
memenuhi berbagai kebutuhan hidup keluarganya. Hal ini merupakan salah satu faktor

penyebab seorang wanita memutuskan bekerja diluar rumah. Adapun jumlah wanita yang
bekerja di Indonesia sesuai dengan Sensus Penduduk pada tahun 2010 yaitu sebanyak
39,5 juta jiwa (Badan Pusat Statistik).
Berkat perjuangan Raden Ajeng Kartini, kaum wanita mendapatkan persamaan
derajat, dimana R.A. Kartini inilah yang mencetuskan tentang emansipasi wanita. Beliau
banyak menginspirasi kaum wanita lainnya.seiring berkembangnya zaman, tercetuslah
wanita karir. Saat ini, tidak hanya laki-laki yang mencari nafkan, akan tetapi istri juga
turut membantu pendapatan perekonomian keluarga.tidak jarang juga para suami melarang
istrinya bkerja untuk membantu pendapatan perekonomian dan banyak para suami
mendukung apabila istrinya bekerja. Akan tetapi tidak semua suami memperbolehkan insti
bekerja, banyak pula para suami melarang istrinya bekerja dikarenakan akan mengganggu
kewajibannya sebagai seorang istri.
Hal inilah yang melatarbelakangi kami mengambil topik ini, karena menurut kami
keadaan seperti ini fenomena yang sangat menarik adan unik untuk dibahas.
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah pengertian wanita karir ?
2. Bagaimana Kasus antara Istri yang bekerja dan istri yang tidak bekerja?
3. Bagaimana pandangan para suami terhadap istri yang ingin berkarir?
4


4. Bagaimana pandangan islam terhadap wanita karir?

5.

Apakah dampak istri yang bekerja terhadap kehidupan keluarganya?

5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wanita Karir
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia ( Depdiknas 2008 ) wanita adalah seorang
perempuan, namun perkataannya lebih halus dari perempuan atau kaum putri. Dalam
penelitian ini menggunakan kata wanita karir bukan perempuan karir karena terkait
dengan istilah umum yang berlaku dan mengikuti perkembangan Bahasa Indonesia saat
ini, bahwa kata wanita menduduki posisi dan konotasi terhormat. Kata ini mengalami
proses ameliorasi, yaitu suatu perubahan makna yang semakin positif, arti sekarang lebih
tinggi dari pada arti dahulu.
Karir dalam arti umum adalah pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju.
Apakah dia menerima gaji atau penghargaan lain, guna dinikmati oleh dirinya sendiri,

keluarga dan masyarakat asalkan pekerjaan tersebut mendatangkan kemajuan. Seorang
wanita karir berarti memiliki pekerjaan khusus di luar rumah dalam rangka
mengaktualisasikan diri dan menekuni suatu bidang tertentu (Etiwati, 2009). Menurut
Lovihan dan Kaunang (2010) wanita karir adalah mereka yang bekerja, tetapi ia juga
mengejar dan mempertahankan suatu posisi atau status sosial (aktualisasi diri), serta
untuk mencukupi kebutuhannya, atau tenaganya dibutuhkan dalam satu bidang.
Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa wanita karir adalah wanita yang
mengaktualisasikan dirinya diluar perannya sebagai ibu rumah tangga dalam bidang
tertentu.

2.2 Analisis Kasus terhadap Istri yang Bekerja dan Istri yang Tidak Bekerja
Eni Widiastuti adalah contoh istri yang tidak diizinka bekerja oleh suaminya.
Seorang laki-laki dan perempuan sebenarnya memiliki hak yang sama untuk
mengaktualisasikan dirinya dengan bekerja di luar rumah. Namun beberapa perempuan
yang sudah berkeluarga, terkadang dilarang suaminya bekerja dengan berbagai alasan.
Hal itu seperti dialami seorang ibu rumah tangga asal Jebres, Sri Wahyuni, 47. Ibu enam
anak ini menceritakan ia menikah saat masih kuliah di Universitas Sebelas Maret (UNS)

6


Solo semester V. Saat itu, suaminya melarang Wahyuni bekerja karena diminta
konsentrasi mengurus rumah.
Profesi suami Wahyuni yang bekerja di sebuah bank swasta, menjadikan suami Wahyuni
tak jarang harus pergi pagi pulang malam. Oleh karena itu, suami Wahyuni berharap
istrinya tidak bekerja sehingga anak-anak tidak telantar. “Sebagai istri, saya nurut saja,”
ujarnya saat menjadi pembicara talk show yang digelar organisasi Persaudaraan
Muslimah (Salimah) Jebres bertema Bersinergi Membangun Kemandirian Ekonomi
Tanpa Meninggalkan Kewajiban dalam Keluarga di Gedung Puri Suryasuganda,
Purwodiningratan, Solo, Minggu (21/4).
Karena suatu hal, ungkapnya, suatu hari suaminya memutuskan untuk berhenti
bekerja sebagai karyawan bank. Suami Wahyuni kemudian bekerja sebagai motivator.
Tak ayal, penghasilan suaminya yang awalnya relatif tetap setiap bulannya, menjadi tak
bisa dipastikan. Terkadang bisa mendapatkan banyak pemasukan, namun terkadang
penghasilannya minim. “Sebagai istri, saya njagani ketika penghasilan suami sedang
sedikit,” kata Wahyuni.
Caranya, kata Wahyuni, dengan memiliki bisnis rumahan. Wahyuni yang hobi
memasak, awalnya mencoba membuat es lilin dan dibagikan kepada tetangga sebagai
perkenalan jika dirinya menjual es lilin. Karena suka dengan rasanya yang dinilai enak,
tetangga Wahyuni mulai membeli es lilin ke rumahnya. Anak-anaknya yang saat itu
duduk di bangku sekolah dasar (SD) juga diminta ikut berjualan di sekolah dan ternyata

laku.
Dari pembuatan es lilin, ungkapnya, bisnis Wahyuni merambah ke pembuatan tahu
bakso, melayani catering makanan untuk anak indekos dan instansi serta bisnis laundry.
Intinya, kata Wahyuni, ia mencoba memanfaatkan semua potensi yang ada di rumah dan
lingkungan sekitarnya. “Karena kebetulan saya tinggal di lingkungan indekos mahasiswa,
bisnis makanan cukup diminati,” jelasnya.
Menurutnya, larangan suami kepada istrinya untuk bekerja, bukan halangan bagi
seorang perempuan untuk tetap berkarya. Namun Wahyuni berujar ketika seorang
perempuan dilarang bekerja oleh suaminya kemudian memilih menggeluti bisnis
rumahan, tetap tidak boleh melupakan tugas utamanya. Yaitu bertanggung jawab terhadap
segala urusan domestik rumah. “Jika akan pergi ke luar rumah, saya siapkan dulu segala
keperluan suami dan anak-anak. Khususnya makanan. Jadi mereka tidak emosi, sudah
ditinggal pergi tapi di rumah tak ada makanan,” jelasnya. (eni.widiastuti@solopos.com)

7

Uut Permatasari adalah contoh seorang istri yang diperbolehkan bekerja oleh suaminya.
Jakarta – Kebahagian masih dirasakan oleh Uut Permatasari, ia telah resmi menjadi
nyonya Kompol Tri Goffarudin Pulungan. Sebelumnya Uut juga sudah menggelar resepsi
pernikahan di kota kelahirannya, Surabaya. Dan kali ini Uut kembali mengadakan resepsi

di Jakarta. Walapun saat ini sudah menjadi istri seorang perwira kepolisian, namun
sepertinya karir Uut di nyanyi masih akan terus berjalan. Hal itu terjadi karena suami Uut
menyatakan bahwa dirinya akan tetap mendukung karir sang istri.
“Sebagai suami saya juga ingin istri saya bisa berkarir. Dan saya pasti akan
mendukungnya,” ucap suami Uut setelah dijumpai di acara respsi pernikahannya di
gedung PTIK, Jakarta Selatan, Sabtu (21/3/2015).
Namun pastinya sang suami jugameminta kepada Uut untuk tidak melupakan
tugasnya dalam mengurus rumah tangga. “Nyanyi boleh tapi yang penting juga harus
tetap mengurus rumah tangganya,” sambungnya.
Sepertinya kebahagian semakin bertambah yang dirasakan oleh Uut, ia memiliki
suami yang mengerti tentang karirnya. Uut juga berharap bisa melakukan tugasnya
sebagai seorang istri dengan baik dan juga sukses dalam berkarir. Seperti di ketahui
bahwa Uut memang sudah lama berkarir dalam dunia tarik suara.
Uut Permatasari dan Kompol Tri Goffarudin Pulungan telah resmi menikah sejak 16
Februari lalu. Setelah menjalani masa-masa pacaran yang berkenalan di tahun 2013,
akhirnya mereka memutuskan menikah pada tahun 2015.
Semoga pasangan ini akan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah.
Dan hanya maut yang akan memisahkan mereka, Amin. (Dwi Kristyowati –
sisidunia.com.
Analisis Kasus Di atas
Tidak Diizinkan bekerja
Diizinkan Bekerja
1. Suami melarang istrinya bekerja
1.Suami memperbolehkan istrinya
dikarenakan untuk fokus mengurusi

untuk masih tetap bernyayi adsalkan

rumah tangganya dan agar tidak

tidak melupakan urusan keluarganya

terbengkalai
2. Dikarenakan sang suami saat itu

2.Dikarenakan suami memiliki

masih bekerja sebagai karyawan

pendapatan yang cukup besar sebagai

bank swata maka ia merasa cukup

seorang polisi dan mampu mencukupi

dengan pendapatan yang dia peroleh

kebutuhan perekonomian keluarganya

tiap bulannya
8

3. Sang istri kreatif dalam urusan
perekoniomian keluargnya, dan ia
membuka usaha kecil-kecilan
seperti “indekos” dimana itu juga
membantu penrekonomian
keluarganya yang saaat itu masil
belum stabil
4. Setelah beberapa tahun menikah
sang suami memutuskan untuk
berhenti menjadi karyaawan bank
dan ia beralih profesi menjadi
seorang motivator dimana
pendapatannya tidak menentu tiap
bulan.

Di dalam kehidupan berumah tangga ada beberapa suami yang memperbolehkan
istrinya berkarir dan ada jug ayng melarang istrinya bekerja. Ada beberapa faktor
pendorong yang mengakibantkan hal itu.
Faktor pendorong suami yang mengizinkan istrinya bekerja:
1. Suami tidak ingin membuat istrinya sedih dengan melarangnya bekerja
2. Suami memiliki kepercayaan pada sang istri
3. Suami tidak ingin ilmu yang didapat sang istri selama di sekolah sia-sia
4. Penghasilan suami yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga
5. Istri adalah orang yang mandiri
6. Sebelum menikah sang istri sudah memiliki pekerjaan
Faktor pendorong suami melarang istrinya bekerja:
1. Suami takut sang istri melupakan tanggung jawabnya dirumah
9

2. Ketidak percayaan suami terhadap istri
3. Penghasilan suami yang sudah mencukupi keperluan keluarga
4. Suami dan isti bekerja dikantor yang sama sedangkan dikantor itu ada larangan suami
dan istri bekerja di satu kantor yang sama.
5. Ketakutan suami akan kemungkinan istri akan berselingkuh.
Penyelesaiaan masalah:
Problematika wanita karir atau ibu rumah tangga ini adalah masalah yang sangat rumit
dalam rumah tangga. Masalah ini dapat muncul karena adanya perbedaan sudut pandang dari
para suami. Ada suami yang keberatan bila istrinya bekerja mereka beranggapan istri
sebaiknya dirumah mengurus urusan rumah tangga dan menjaga anak. Ada juga suami yang
tidak keberatan bila istrinya bekerja karena mereka tidak ingin membunuh cita-cita sang istri
dengan catatan istri harus tetap menjalankan kewajibannya dirumah.
Latar belakang pendidikan istri yang tinggi sangat sayang bila sang istri hanya
berdiam diri dirumah dan ilmu yang didapatnya selam aini sia-sia. Sebelum menikah pasti
sang istri memiliki cita-cita atau impiaan bekerja yang sangat luar biasa, tetapi kemudian
suami melarang istrinya untuk berkarir bagi sebagian istri dianggap sebagai pembunuh citacita mereka.
Kunci untuk dapat menyelesaikan masalah ini adalah diperlukan kepercayaan dan
tanggung jawab. Seorang suami pasti akan mengizinkan istrinya bekerja bila iya memiliki
kepercayaan pada sang istri. Istri harus dapat meyakinkan suami bahwa iya tidak akan
melupakan tanggung jawabnya dan juga bisa menjaga dirinya. Begitu juga sebaliknya sang
sumi seharusnya bertanggung jawab memenuhi keperluan rumah tangga karena dia sebagai
tulang punggung keluarga. Jangan sampai suami tidak bekerja tetapi istri yang bekerja
Islam telah mengatur dan memberikan tuntunan untuk masalah ini. Islam tidak
melarang seorang istri bekerja, islam memperbolehkan istri bekerja firman Allah dalam
Alquraan surat At-Taubah ayat 105)
‫َوقُ ِل ا ؤع َملُوا فَ َسيَ َرى ا‬
َ‫اُ َع َملَ ُك ؤم َو َرسُولُهُ َو ؤال ُم ؤؤ ِمنُون‬
10

“Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para
mukminin akan melihat pekerjaanmu“ (QS. At-Taubah:105)
Perintah ini mencakup pria dan wanita. Alloh juga mensyariatkan bisnis kepada semua
hambanya, Karenanya seluruh manusia diperintah untuk berbisnis, berikhtiar dan bekerja,
baik itu pria maupun wanita, Alloh berfirman:
Bolehnya bekerja, harus dengan syarat tidak membahayakan agama dan kehormatan,
baik untuk wanita maupun pria. Pekerjaan wanita harus bebas dari hal-hal yang
membahayakan agama dan kehormatannya, serta tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan
moral pada pria. Begitu pula pekerjaan pria harus tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan
bagi kaum wanita.
Hendaklah kaum pria dan wanita itu masing-masing bekerja dengan cara yang baik, tidak
saling membahayakan antara satu dengan yang lainnya, serta tidak membahayakan
masyarakatnya.
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, diantaranya:
1. Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah,
karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan
kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang
tidak wajib.
2. Harus dengan izin suaminya, karena istri wajib mentaati suaminya.
3. Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i,
tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan
mahrom, dll.
4. Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia mencari lingkungan kerja
yang khusus wanita, misalnya: Sekolah wanita, perkumpulan wanita, kursus wanita,
dll.
5. Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak
ada, baru cari pekerjaan luar rumah yang khusus di kalangan wanita. Jika tidak ada,
maka ia tidak boleh cari pekerjaan luar rumah yang campur antara pria dan wanita,
kecuali jika keadaannya darurat atau keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami
tidak mampu mencukupi kehidupan keluarganya, atau suaminya sakit, dan lain - lain.

11

2.3 Pandangan Suami Terhadap Istri yang Bekerja
Crosby, Jasker, Hood, Thompson (Santrock, 2002) mengatakan bahwa terdapat
perbedaan
peran gender dalam rumah tangga. Wanita yang dalam hal ini seorang istri biasanya
melakukan pekerjaan rumah tangga lebih banyak dari pada suami. Adapun peran gender
utama antara suami istri dalam rumah tangga adalah sebagai berikut (Puadi, 2008):

Dalam rumah tangga terdapat relasi-relasi formal semacam pembagian kerja, dimana
suami bertindak sebagai pencari nafkah, dan istri berfungsi sebagai pengurus rumah tangga
(Sholehudin, 2011) akan tetapi, ketika istri bekerja diluar rumah (wanita karir) dan memiliki
tanggung jawab lain diluar rumah tangganya, tentu akan mempengaruhi relasi didalam
keluarga yang berakibat pada kepuasan pernikahan suami. Kepuasan pernikahan menurut
Pinson dan Lebow (Rini dan Retnaningsih, 2008) merupakan suatu pengalaman subjektif,
suatu perasaan yang berlaku, dan suatu sikap dimana semua itu didasarkan pada faktor dalam
diri individu yang mempengaruhi kualitas yang dirasakan dari interaksi dalam pernikahan.
Banyaknya peran istri didalam rumah tangga serta tambahan tanggung jawab dikantor, tidak
hanya berdampak pada wanita karir tersebut, tetapi juga pada rumah tangga, suami dan anakanaknya. Namun, istri yang bekerja diluar rumah (wanita karir) juga dapat menambah sumber
financial keluarga yang secara otomatis mengurangi beban suami untuk mencari nafkah
(Junaidi, 2009). Dengan adanya dua peran tersebut, tidak jarang ditemui istri yang berkarir
namun berhasil menyeimbangi kedua peran tersebut, sehingga suamipun mampu merasakan
12

kepuasan pernikahan dalam rumah tangganya.

2.4 Pandangan Islam terhadap wanita karir
Al Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi
gender, hubungan antara laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka dalam konsepsi yang
rapi, indah dan bersifat adil. Al Qur’an yang diturunkan sebagai petunjuk manusia,
tentunya pembicaraannya tidaklah terlalu jauh dengan keadaan dan kondisi lingkungan
dan masyrakat pada waktu itu. Seperti apa yang disebutkan di dalam QS. Al- Nisa, yang
memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan harus di hormati, yang pada
satu waktu masyarakat Arab sangat tidak menghiraukan nasib mereka.
Sebelum diturunkan surat Al- Nisa ini, telah turun dua surat yang sama-sama
membicarakan wanita, yaitu surat Al-Mumtahanah dan surat Al-Ahzab. Namun
pembahasannya belum final, hingga diturunkan surat al-Nisa’ ini. Oleh karenanya, surat
ini disebut dengan surat Al-Nisa’ al-Kubro, sedang surat lain yang membicarakan
perempuan juga , seperti surat al-Tholak, disebut surat al-Nisa’ al Sughro. Surat Al Nisa’
ini benar- benar memperhatikan kaum lemah, yang di wakili oleh anak- anak yatim,
orang-orang yang lemah akalnya, dan kaum perempuan.
Maka, pada ayat pertama surat al-Nisa’ kita dapatkan, bahwa Allah telah
menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah,
yang masing- masing jika beramal sholeh, pasti akan di beri pahala sesuai dengan
amalnya. Kedua-duanya tercipta dari jiwa yang satu

(nafsun wahidah), yang

mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Semuanya di bawah
pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya (ittaqu
robbakum).
Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an tersebut, bukan berarti harus sama
antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal.Untuk menjaga kesimbangan alam
(sunnatu tadafu’), harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing mempunyai
fungsi dan tugas tersendiri. Tanpa itu, dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan hancur.
Oleh karenanya, sebgai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang
berbeda, bukan hanya pada bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan
tetapi juga pada emosional dan komposisi kimia dalam tubuh.

13

Hal ini akibat membawa efek kepada perbedaan dalam tugas ,kewajiban dan hak.
Dan hal ini sangatlah wajar dan sangat logis. Ini bukan sesuatu yang di dramatisir
sehingga merendahkan wanita, sebagaimana anggapan kalangan feminis dan ilmuan
Marxis. Tetapi merupakan bentuk sebuah keseimbangan hidup dan kehidupan,
sebagiamana anggota tubuh manusia yang berbeda- beda tapi menuju kepada persatuan
dan saling melengkapi. Oleh karenanya, suatu yang sangat kurang bijak, kalau ada
beberapa kelompok yang ingin memperjuangkan kesetaraan antara dua jenis manusia ini
dalam semua bidang. Al Qur’an telah meletakkan batas yang jelas dan tegas di dalam
masalah ini, salah satunya adalah ayat- ayat yang terdapatdi dalam surat al Nisa.
Terutama yang menyinggung konsep pernikahan poligami, hak waris dan dalam
menentukan tanggungjawab di dalam masyarakat dan keluarga.
Hukum menjadi wanita karir menurit para ulama:
1. Pekerjaan yang dilakukannya tidak melanggar syariat
2. Suami mengizimkan ia bekerja dan meninggalkan sebagian tugas serta
kewajibannya di rumah
Hal-hal yang menyebankan seorang wanita dilarang bekerja:
1. Jenis pekerjaan yang dipilih adalah jenis pekerjaan haram
2. Pekerjaan yang dipilih melanggar syariat agama
3. Tidak mendapatkan izin dari suami
Nabi SAW pun berpesan bagi mereka yang bekerja, termasuk kaum wanitanya.
"Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang yang melakukan satu pekerjaan dengan
sungguh-sungguh dan profesional (al-itqan)." (HR al Baihaqi, Abu Ya'la, Ibn
Asakir)

2.4 Dampak Seorang Istri yang Menjadi Wanita Karir
Dalam setiap pilihan tentunya mengalami keuntungan dan kerugian, begitupun dengan
pilihan menjadi seorang wanita karir. Berikut adalah keuntungan menjadi seorang wanita
karir:
1. Bertambahnya sumber financial
2. Meluasnya jaringan hubungan
3. Tersedianya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif
4. Secara status sosial lebih dipandang
14

5. Peningkatan Sumber Daya Manusia
6. Lebih Percaya Diri dan Lebih Merawat Penampilan
Selain memberikan dampak positif menjadi wanita karir juga memiliki dampak
negatif yaitu:
1) Dampak terhadap wanita karir
Pekerjaan yang terus menerus dan bersifat resmi, akan menimbulkan kesulitan
bagi istri. Umumnya adalah letih atau lelah akibat terlalu banyak kerja, perasaan
terluka akibat benturan yang dialaminya di tempat kerja, jauh dari rumah yang
merupakan tempat dirinya berprofesi sebagai wanita sejati, semakin berkurangnya
sifat atau hubungan keibuan dengan sang anak, serta berpisah dengan anaknya yang
merupakan belahan jiwanya.
2) Dampak terhadap rumah tangga
Sebuah rumah yang tidak terdapat sosok ibu, bukanlah sebuah rumah.
Didalamnya, malapetaka dan kehancuran akan senantiasa mengintai. Kebahagiaan dan
kehangatan suasana dalam rumah tangga amat bergantung pada seorang ibu. Seorang
ibu yang sibuk bekerja di luar rumah akan menjadi orang yang gampang tersinggung
karena tubuh kecapean dan menyebabkan rumah tidak memiliki daya tarik, dan yang
paling mengkhawatirkan adalah terabaikannya urusan dalam rumah tangga,
terutama terhadap anak.
3) Dampak terhadap anak
Bagi sang anak, ketiadaan seorang ibu disampingnya karena sibuk bekerja akan
memicu terjadinya pendangkalan rasa cinta, kasih-sayang, dan belaian ibunya. Selain
itu, ketiadaan sang ibu di rumah atau disamping anak bisa menyebabkan anak manja
dan suka menuntut. Hal seperti itu disebabkan anak dititipkan pada orang lain,
keluarga atau pembantu, dibelikan berbagai mainan, makanan, dan pakaian
sebagai pengganti ibu yang tidak ada disisinya. Ada juga dampak lain yang
berbahaya bila seorang ibu tidak bisa mendamping anak, yaitu dapat menjadikan
sang anak berperilaku buruk, suka membantah, menentang, dan gampang marah.
4)

Dampak di Masyarakat

15

Hal negatif yang ditimbulkan oleh adanya wanita karir tidak hanya berdampak
terhadap keluarga dan rumah tangga, tetapi juga terhadap masyarakat sekitarnya,
seperti hal-hal berikut:
a. Dengan bertambahnya jumlah wanita yang mementingkan karirnya di
berbagai sektor lapangan pekerjaan, secara langsung maupun tidak langsung
telah mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran di kalangan pria,
karena lapangan pekerjaan yagn ada telah diisi oleh wanita. Sebagai contoh,
yang sering kita lihat di pabrik-pabrik. Perusahaan lebih memilih pekerja dari
kalangan wanita ketimbang pria, karena selain upah yang relatif minim dan
murah dari pria, juga karena wanita tidak terlalu banyak menuntut dan mudah
diatur.
b. Kepercayaan diri yang berlebihan dari seorang wanita karir seringkali
menyebabkan mereka terlalu memilih-milih dalam urusan perjodohan. Maka
seringkali kita lihat seorang wanita karir masih hidup melajang pada usia yang
seharusnya dia telah layak untuk berumah tangga bahkan memiliki keturunan.
Selain itu banyak pria yang minder atau enggan untuk menjadikan wanita karir
sebagai istri mereka karena beberapa faktor; Seperti pendidikan wanita karir
dan penghasilannya yang seringkali membuat pria berpikir dua kali untuk
menjadikannya sebagai pendamping hidup. Sementara itu dilain sisi pria-pria
yang menjadi dambaan para wanita karir ini -kemungkinan karena terlalu
tinggi kriterianya- telah lebih dulu berkeluarga dan membina rumah tangga
dengan wanita lain. Hal inilah mungkin yang menyebabkan timbulnya
anggapan dalam masyarakat bahwa “Semakin tinggi jenjang pendidikan yang
dapat diraih oleh wanita maka semakin sulit pula baginya untuk mendapatkan
pendamping hidup.”
5) Dampak Terhadap Suami
Di kalangan para suami wanita karir, tidaklah mustahil menjadi suatu
kebanggaan bila mereka memiliki istri yang pandai, aktif, kreatif, dan maju serta
dibutuhkan masyarakat, Namun dilain sisi mereka mempunyai problem yang
rumit dengan istrinya. Mereka juga akan merasa tersaingi dan tidak terpenuhi hakhaknya sebagai suami. Sebagai contoh, apabila suatu saat seorang suami memiliki
16

masalah di kantor, tentunya ia mengharapkan seseorang yang dapat berbagi
masalah dengannya, atau setidaknya ia berharap istrinya akan menyambutnya
dengan wajah berseri sehingga berkuranglah beban yang ada. Hal ini tak akan
terwujud apabila sang istri pun mengalami hal yang sama. Jangankan untuk
mengatasi masalah suaminya, sedangkan masalahnya sendiripun belum tentu
dapat diselesaikannya. Apabila seorang istri tenggelam dalam karirnya, pulang
sangat letih, sementara suaminya di kantor tengah menghadapi masalah dan ingin
menemukan istri di dalam rumah dalam keadaan segar dan memancarkan
senyuman kemesraan, tetapi yang ia dapatkan hanyalah istri yang cemberut karena
kelelahan. Ini akan menjadi masalah yang runyam dalam keluarga.
Kebanyakan suami yang istrinya berkarir merasa sedih dan sakit hati
apabila istrinya yang berkarir tidak ada di tengah-tengah keluarganya pada saat
keluarganya membutuhkan kehadiran mereka. Juga ada keresahan pada diri
suami, khususnya pasangan-pasangan usia muda karena mereka selalu menunda
kehamilan dan menolak untuk memiliki anak dengan alasan takut mengganggu
karir yang tengah dirintis olehnya.

17

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia ( Depdiknas 2008 ) wanita adalah

seorang perempuan, namun perkataannya lebih halus dari perempuan atau kaum putri.
Dalam penelitian ini menggunakan kata wanita karir bukan perempuan karir karena
terkait dengan istilah umum yang berlaku dan mengikuti perkembangan Bahasa
Indonesia saat ini, bahwa kata wanita menduduki posisi dan konotasi terhormat. Kata
ini mengalami proses ameliorasi, yaitu suatu perubahan makna yang semakin positif,
arti sekarang lebih tinggi dari pada arti dahulu.
Tanggung jawab pria adalah mencari nafkah sedangkan wanita merawat dan
menjaga rumah dan anak. Jika para wanita ini tetap memutuskan bekerja walaupun
sudah menikah maka saat mereka sudah memiliki anak, mereka akan mengambil cuti
hingga anaknya dianggap sudah besar maka mereka akan kembali ke dunia kerjanya.
`

Dalam setiap pilihan tentunya mengalami keuntungan dan kerugian, begitu

pun dengan pilihan menjadi seorang wanita karir. Berikut adalah keuntungan menjadi
seorang wanita karir:
1. Bertambahnya sumber financial
2. Meluasnya jaringan hubungan
3. Tersedianya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif
4. Secara status sosial lebih dipandang
5. Peningkatan Sumber Daya Manusia
6. Lebih Percaya Diri dan Lebih Merawat Penampilan
Selain itu ada dampak negatif sebagai wanita karir yang berpengaruh dalam
bebeerapa bidang antara lain:
1.

Dampak terhadap wanita karir

2.

Dampak terhadap rumah tangga

3. Dampak terhadap anak
4.

Dampak di Masyarakat
18

5.

Dampak Terhadap Suami
Dalam bidang agama pun wanita yang bekerja memiliki kesetaraan yang sama.

Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an, bukan berarti harus sama antara lakilaki dan perempuan dalam segala hal.Untuk menjaga kesimbangan alam (sunnatu
tadafu’), harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing mempunyai fungsi dan
tugas tersendiri. Tanpa itu, dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan hancur. Oleh
karenanya, sebgai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang
berbeda, bukan hanya pada bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan
tetapi juga pada emosional dan komposisi kimia dalam tubuh.
Beberapa wanita memilih bekerja untuk menambah penghasilan, kreatifitas, lebih
maju, meningkatkan sumber daya, dan untuk meningkatkan kepercayaan yang tinggi.
3.2

Saran dan Kritik
Wanita bekerja ataupun berkarir itu diperbolehkan akan tetapi dalam batas

sewajarnya dan tetap melkasanakan kewajibannya. Jangan sampai menyalahi qodrat
sebagai wanita ataupun istri. Ada laki-laki yang harus dihormati dan ada suami yang
wajib ditaati, dan ada keluarga yang membutuhkan akan kasih sayang. Jangan
sampai melupakan tanggung jawab di keluarga, keluarga adalah utama.
Perkembangan zaman memperbolehkan wanita berkarir bebas tapi sebagai wanita
karir jangan sampai melepas tanggung jawab atas qodrat yang telah diterimanya
sebagai seorang wanita.

19

DAFTAR PUSTAKA
Mentari, Resti Yuni. 2011. “Penafsyiran Al-Sya’rawi Terhadap Al-Qur’an Tentang Wanita
Karir”. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. (Diakses tanggal 14 Maret 2015)
Paputungan, Faradhilla. 2012. “Kepuasan Pernikahan Suami Yang Memiliki Istri Berkarir”.
Jurnal Universitas Brawijaya, Malang. (Diakses tanggal 14 Maret 2015)
Ni’mah, Ziadatun. 2009. “Wanita Karir Dalam Prespektif Hukum Islam”. Jurnal UIN sunan
Kalijaga, Yogyakarta. (Diakses tanggal 14 maret 2015)

20