Implementasi Metode Fuzzy – AHP Menggunakan Optimasi Particle Swarm Optimization (PSO) untuk Rekomendasi Pemilihan Tanaman Pomologi
Vol. 1, No. 10, Oktober 2017, hlm. 1130-1141 http://j-ptiik.ub.ac.id
Implementasi Metode Fuzzy – AHP Menggunakan Optimasi Particle
Swarm Optimization (PSO) untuk Rekomendasi Pemilihan Tanaman
Pomologi
1 2 3 Maulana Putra Pambudi , Imam Cholissodin , Candra DewiProgram Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: maulanaputra59@gmail.com, imamcs@ub.ac.id, dewi_candra@ub.ac.id
Abstrak
Tanaman pomologi (buah - buahan) adalah salah satu komoditas yang paling banyak diminati oleh penduduk Indonesia. Tetapi tingkat produksi buah di Indonesia jumlahnya masih tidak sebanding dengan tingkat konsumsi buah. Kurangnya produksi buah di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kegagalan produksi akibat kesalahan pemilihan tanaman. Hal
- – hal seperti ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan para petani terhadap tingkat kecocokan lahan untuk tanaman yang akan mereka tanam. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu program yang dapat digunakan untuk membantu petani untuk menentukan tingkat kecocokan lahan dengan tanaman buah. Metode FAHP
- – PSO merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan masalah yang memiliki banyak kriteria. Metode ini merupakan metode yang menggabungkan 2 metode yang ada sebelumnya yaitu Fuzzy-AHP dan Particle Swarm
Optimization . Metode Particle Swarm Optimization akan bekerja untuk mengoptimasi nilai bobot
kriteria yang seharusnya dihasilkan oleh metode FAHP. Dari hasil pengujian didapatkan koefisien Spearman untuk hasil perangkingan dari 3 lahan dan 10 tanaman sebesar 0.8598, dan didapatkan koefisien Spearman untuk klasifikasi tingkat kesesuaian lahan sebesar 0.9659
.
Kata kunci: tanaman pomologi, petani, kecocokan lahan, Fuzzy-AHP, Particle Swarm Optimization, bobot
kriteria, koefisien spearman
Abstract
Pomology (fruit) is one of the most popular commodities in Indonesia. But, in indonesia fruitproduction rate is not bigger than fruit consumption rate. Lack of fruit production in Indonesia can be
caused by various factor. One of the factor is production failure that caused by wrong fruit choice. That
factor can happen because lack of farmer knowledge about compatibility between land and fruit.
Therefore it takes a program that can used to help farmer check if their land is compatible with one kind
of fruit or not. FAHP-PSO is a one of the method that can solve a problem with many determining
factor inside it. This method is a combination of 2 previous method. That 2 previous method is Fuzzy-
AHP and Particle Swarm Optimization (PSO). Particle Swarm Optimization method will be working to
optimize criteria weight ratio that should be generated from AHP. From the test result, Spearman
coefficient for comparing rank result in 3 land and 10 fruit is 0.8598. beside that from the classification
result we can obtained Spearman coefficient is 0.9659.
Keywords: pomology, farmer, land suitability, Fuzzy-AHP, Particle Swarm Optimization, wight of criteria,
Spearman coeficcient37,770,165 jiwa, ini adalah jumlah pekerjaan 1. dengan tenaga kerja paling banyak (BPS, 2016).
PENDAHULUAN
Di Indonesia salah satu komoditas yang paling Indonesia merupakan salah satu negara banyak diminati oleh penduduk adalah agraris terbesar di dunia, hal ini disebabkan komoditas tanaman pomologi atau yang biasa karena Indonesia memiliki sumber daya alam dikenal dengan buah
- – buahan. yang melimpah terutama tanahnya yang
Tetapi perbandingan tingkat produksi dan sebagian besar merupakan tanah yang bersifat konsumsi buah di Indonesia tidak berbanding subur untuk ditanami tanaman. Menurut data lurus. Tingkat produksi buah di Indonesia dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk jumlahnya masih tidak sebanding dengan tingkat yang bekerja dalam bidang pertanian sejumlah
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
1130
- – kriteria yang ada dan proses pembobotanya lebih detail daripada metode
- – metode lainnya.
- – hal seperti ini slah satunya dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan para petani terhadap tingkat kecocokan lahan untuk tanaman yang akan mereka tanam.
- – beda dalam membandingkan kriteria) dan kekonsistenan pembuat bobot untuk kriteria sangat berpengaruh disini, oleh karena itulah dibutuhkan metode untuk memperbaiki kekurangan AHP tersebut.Kemudian untuk mengatasi kelemahan yang masih ada pada metode Fuzzy-AHP yang salah satunya cenderung menghilangkan pengaruh suatu kriteria yang dianggap kurang penting, digunakanlah metode optimalisasi Particle
- – buahan. Tanaman buah (pomologi) merupakan tanaman yang dapat menghasilkan buah yang dapat dimakan atau dikonsumsi dalam kondisi segar, baik dimakan sebagai buah itu sendiri maupun sebagai hasil olahan dari buah tersebut dan buah juga memiliki karakteristik yang tidak tahan lama (Syukri, 2008). Gambar tanaman buah dapat dilihat pada Gambar 1.
- – metode dalam pengembangan Fuzzy – AHP seperti linear Fuzzy Preference
memperbaiki tingkat konsistensi bobot, hal ini dilakukan karena bobot merupakan faktor terpenting dalam proses AHP karena bobot sangat mempengaruhi hasil akhir dari proses AHP.
konsumsi buah. Kurangnya produksi buah di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kegagalan produksi akibat kesalahan pemilihan lahan untuk proses penanaman tanaman tersebut. Hal
Oleh karena itulah dibutuhkan suatu program yang dapat membantu petani untuk menentukan tingkat kecocokan lahan dengan tanaman buah. Karena di dalam menentukan tingkat kecocokan tanah terdapat banyak parameter yang dapat mempengaruhi kecocokan lahan, maka dibutuhkan program yang dapat menyelesaikan permasalahan diatas. Salah satu model yang dapat menyelesaikan permasalahan dengan banyak faktor atau atribut yang terdapat di dalamnya adalah MADM (Multiple Atribute
Decision Making ). MADM merupakan metode
yang digunakan untuk memilih alternatif solusi terbaik dari beberapa solusi yang ada, pemilihan solusi terbaik ini dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria
- – kriteria yang ada dan bobot untuk setiap kriteria (Kusumadewi, 2006).
Salah satu penelitian yang membahas tentang metode penyelesaian masalah MADM adalah penelitian yang dilakukan oleh Javanberg, et. al. (2012) yang melakukan perbandingan algoritma Fuzzy-AHP dengan optimasi PSO (Particle Swarm Optimization) dengan berbagai metode optimasi lainya. Di dalam penelitian ini ketika dibandingkan dengan metode
Programming (linear FPP) dan nonlinear Fuzzy Preference Programming (nonlinear FPP),
metode Fuzzy -AHP dengan optimalisasi menggunakan Particle Swarm Optimization memiliki tingkat konsistensi yang paling baik yaitu sebesar 0.705 (Javenbarg et. al., 2012).
Berdasarkan penelitian tersebut peneliti memutuskan untuk menggunakan metode
Gambar 1. Tanaman Pomologi 3.
Secara pengertian dasar, pomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tanaman buah
2. TANAMAN POMOLOGI
Tetapi metode AHP memiliki kelemahan yaitu tingkat subjektifitas (kemampuan pakar yang berbeda
Swarm Optimization , hal ini membantu
KLASIFIKASI KESESUIAN LAHAN
merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah MADM. Metode AHP juga memiliki berbagai keunggulan yaitu dapat dibuat hirarki untuk kriteria
Particle Swarm Optimization . AHP sendiri
Fuzzy -AHP dengan optimalisasi menggunakan Particle Swarm Optimization sebagai solusi dari
Klasifikasi kesesuaian lahan adalah proses pengklasifikasian tingkat kecocokan tanaman terhadap suatu lahan. Dalam proses pengklasifikasian kesesuaian lahan terdapat beberapa cara seperti dengan perkalian parameter, penjumlahan parameter, atau menggunakan hukum minimum yaitu membandingkan antara kriteria kelas kesesuaian lahan untuk setiap parameternya, kemudian mencocokkannya dengan data tanah, kemudian
permasalahan penentuan tingkat kecocokan lahan untuk tanaman pomologi. Pada dasarnya metode ini menggabungkan 2 metode yang ada sebelumnya yaitu metode Fuzzy-AHP dan
3. Melakukan normalisasi terhadap matriks perbandingan.
dari kelas kesesuaian lahan yang didapat dari tiap parameter diambil kelas terkecilnya untuk dijadikan kesimpulan (Rachmawati, 2015).
Menurut Food Agricultural Organization (FAO) struktur klasifikasi tingkat kesesuaian lahan pada tingkat kelas dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu: a.
Kelas S1 (Sangat Sesuai) b.
Kelas S2 (Cukup Sesuai) c. Kelas S3 (Sesuai Marginal) d.
Kelas N (Tidak Sesuai) 4.
Setelah mendapatkan nilai CR maka langkah selanjutnya adalah menentukan apakah matriks perbandingan kriteria yang dihitung nilai CR-nya sudah cukup konsisten atau tidak. Jika nilai CR lebih besar dari 0.1 (10 %) maka matriks perbandingan kriteria ini harus diperbaiki agar nilai CR kurang dari 0.1. Dan jika nilai CR sudah kurang dari 0.1 maka matriks perbandingan kriteria ini sudah memenuhi standar untuk dilanjutkan ke proses perhitungan peringkat oleh AHP.
Ratio (CR)).
6. Menentukan nilai konsistensi (Consistency
(lamda maksimum).
eigen value
5. Menghitung
4. Menghitung nilai eigen vector (untuk dijadikan bobot kriteria).
2. Membuat matrik perbandingan berpasangan antara tiap kriteria.
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
Menganalisa permasalahan yang ada kedalam bentuk hirarki, dan menentukan kriteria
Tahapan - tahapan yang ada dalam metode AHP yaitu (Sholeh, 2014) : 1.
3 Suatu elemen sedikit lebih penting daripada elemen lainya 5 Suatu elemen lebih penting daripada elemen lainya 7 Suatu elemen sangat lebih penting daripada elemen lainya 9 Suatu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainya 2,4,6 dan 8 Nilai diantara 2 nilai skala kepentingan yang berdekatan. Inverse (Kebalikan) Jika suatu elemen a mendapatkan skala perbandingan dengan elemen b sebesar c. maka nilai pebandingan elemen b terhadap elemen a menjadi 1/c.
Tabel 1. Skala Perbandingan Berpasangan Nilai Skala Kepentingan Keterangan Skala 1 Kedua elemen mempunyai tingkat kepentingan yang sama
Di dalam proses perhitungan AHP, untuk menentukan tingkat kepentingan antar kriteria dibutuhkan proses pembuatan matriks skala perbandingan untuk setiap pasangan kriteria. Untuk mengisi nilai matriks tersebut maka dibutuhkan nilai skala perbandingan kriteria berpasangan seperti yang ditunjukan pada Tabel 1.
untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam proses pengambilan keputusan dengan atribut yang banyak. Metode ini memberikan bobot berdasarkan perbandingan antara tiap kriteria dengan menggunakan skala Saaty. AHP dikembangkan oleh Saaty pada tahun 1970-an sebagai salah satu metode dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada banyak atribut pada sistem hirarki (Sholeh, 2013).
Analytical Hierarchy Process (AHP) dibuat
7. Perhitungan bobot untuk sub kriteria (langkah 2 - 6). Proses ini dilakukan jika hirarki yang dibuat dari hasil analisis masalah mempunyai lebih dari 1 tingkatan kriteria.
8. Perhitungan nilai bobot alternatif.
9. Pembuatan peringkat hasil perhitungan nilai bobot alternatif.
5. PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO) Particle Swarm Optimization (PSO)
diperkenalkan pertama kali oleh Kneedy dan Elbehart pada tahun 1995. Metode ini merupakan model social learning yang terinspirasi oleh prilaku kelompok buruk yang bergerak secara berkelompok yang akhirnya dikembangkan menjadi algoritma untuk optimasi yang bergantung pada perulangan (iterasi) yang ada. Metode ini memiliki popularitas dalam menyelesaikan masalah masalah optimasi yang sulit (Cholissodin, 2017).
PSO dapat memberikan solusi terhadap permasalahan optimasi di dalam partikel yang bergerak pada gbest-nya. Setiap partikel yang ada di dalam PSO menghitung kecepatan (v) dan meng-update posisinya di setiap iterasi yang dilakukan. Parameter P i,d merepresentasikan posisi terbaik sebelumnya yang ditemukan pada partikel ke-i. kemudian parameter P g,d
- – kriteria yang terkait dengan permasalahan.
(3)
menunjukkan posisi terbaik dari partikel pada Dimana: saat ini dan parameter t menunjukkan jumlah i
w = Bobot kriteria atau sub-kriteria ke - i iterasi. w n = Bobot kriteria atau sub-kriteria ke - i
Untuk menghitung kecepatan pada dimensi
n = Jumlah kriteria
ke - d dan partikel ke-I dapat dihitung dengan ij
u = Fungsi keanggotaan bobot kriteria i
Persamaan 1: dan j Berikut ini merupakan cara kerja metode FAHP
( ) = ∗ ( − 1) + , , 1 ∗ ( )
- – PSO menurut Javanberg :
, , ( − 1)) +
2 ∗ ( − ∗ ( ) 1.
Membuat struktur hirarki masalah dan
, , ( − 1)) (1) ∗ ( −
menentukan perbandingan matriks berpasangan dengan skala Saaty. Dalam Persamaan 1 rnd() merupakan fungsi 2.
Menentukan nilai konsistensi CR untuk yang men-generate bilangan acak dalam range memastikan bahwa matriks perbandingan
[0,1], sedangkan dan adalah personal dan
1
2
- – yang dibuat sudah konsisten (Langkah 3
social learning faktor , dan
merupakan bobot 6 AHP). inersia. Kemudian posisi baru partikel dapat 3.
Mengkonversi perbandingan matriks dihitung menggunakan Persamaan 2: berpasangan dari skala Saaty menjadi skala TFN (Triangular Fuzzy Number).
(2) , ( + 1) = , ( ) + , ( + 1)
Pada metode AHP matriks Setelah mendapatkan posisi baru untuk perbandingan berpasangan skala yang semua partikel maka selanjutnya dihitung nilai digunakan adalah skala nilai 1-9 dan
fitness untuk partikel tersebut. Kemudian setelah
lawannya 1/1
- – 1/9, dalam fuzzy – AHP selesai lakukan update pada parameter P i,d nilai ini harus di transformasikan menjadi dengan membandingkan nilai fitness posisi baru bentuk TFN dengan cara melihat tabel dengan yang ada pada parameter P i,d . Setelaah perbandingan pada Tabel 2.
itu lakukan pembaharuan pada parameter P g,d i,d dengan memilih nilai paramterer P terbaik Tabel 2. Skala TFN pada iterasi yang sama. Skala AHP Skala TFN Invers Skala TFN 6.
FUZZY AHP – PARTICLE SWARM 1 (1,1,1) atau (1,1,3) (1,1,1) atau (1/3,1,1) OPTIMIZATION (FAHP
- – PSO) 3 (1,3,5) (1/5,1/3,1) Fuzzy AHP - Particle Swarm Optimization
- –AHP dengan PSO. Algoritma ini dikembangkan untuk 7 (5,7,9) (1/9,1/7,1/5) memperbaiki tingkat konsistensi yang ada dalam
- –AHP. Metode ini menghasilkan bobot yang pasti dari matriks perbandingan kriteria (1/9,1/9,1/7) 9 (7,9,9) yang menggunakan skala TFN yang konsisten maupun yang tidak konsisten. 2 (1,2,4) (1/4,1/2,1)
- – AHP seperti mencari 4 (2,4,6) (1/6,1/4,1/2) matriks sintetis fuzzy hingga mencari bobot. Algoritma ini nantinya mengganti proses di Skala AHP Skala TFN Invers Skala TFN dalam Fuzzy –AHP dengan proses optimasi (1/8,1/6,1/4) utntuk meminimalisasi fungsi optimal yang 6 (4,6,8) langsung mendapatkan bobot dari hasil optimasi (1/9,1/8,1/6) tersebut (Javanberg, 2012). 8 (6,8,9)
- – kriteria dengan jumlah sampel data kurang dari 30. Dari dalam AHP berjumlah 1.
- – 0.199
- – 0.399
- – 0.599
- – 0.799
- – 1.000
- – FAHP. Perhitungan Spearman dapat dihitung dengan menggunakan manual yang dilakukan dalam bagian ini rumus pada Persamaan 7.
- – Rata Kelembapa n Curah Hujan (C1) 1 2 7 Suhu Rata<
- – Rata (C2) 1/2 1 (C3) 7 Kelembapan 1/7 1/7 1 Sebelum merubah bentuk matriks
- – kriteria iklim menjadi bentuk TFN maka terlebih dahulu dilakukan proses pengecekan nilai Consistency
- – turut maka didapatkan nilai cost sebesar 2199.287 dan nilai fitness sebesar 0.0454. Nilai fitness untuk setiap partikel dapat dilihat pada Tabel 8:
- – 2500
- – 3000
- – 3200
- – kriteria Iklim w1 0.51212 w2 0.33657 w3 0.15132 Tanah w1 0.34479 w2 0.21496 w3 0.29876 w4 0.06865 w5 0.07284
- – rata fitness dalam 10 percobaan sebesar 63.3629914322187. Dari hasil ini dapat terlihat bahwa semakin besar jumlah iterasi maka kemungkinan semakin baik nilai fitness-nya akan lebih tinggi. Ini dapat terlihat dari hasil pengujian dengan iterasi 4 sampai dengan terakhir polanya kebanyakan selalu meningkat.
- – partikel lebih banyak menjelajah tempat – tempat pada ruang solusi yang diperlukan. Tetapi jika jumlah iterasi yang dimasukkan terlalu besar, hal ini berakibat pada lamanya waktu komputasi program. Jika waktu komputasi terlalu lama maka berakibat pada menurunya performa dari program itu sendiri, dan kemungkinan besar program juga tidak
- – putar di dalam local best (tidak bergerak menuju global best). Jika hal tersebut terjadi maka partikel dengan nilai fitness yang rendah membutuhkan lebih banyak perulangan untuk dapat meningkatkan nilai fitness-nya secara signifikan.
- – rata fitness paling rendah.
- – rata hasil fitness yang didapatkan dari 5 kali percobaan dengan kombinasi nilai yang sama adalah 68.10089328.
- – rata fitness dalam 5 percobaan sebesar 68.17290121. Dari hasil pengujian ini dapat terlihat bahwa semakin besar jumlah partikel semakin baik nilai fitness-nya. Dari hasil ini dapat terlihat bahwa semakin besar jumlah partikel maka kemungkinan semakin baik nilai fitness-nya akan lebih tinggi. Ini dapat terlihat dari hasil pengujian dengan jumlah partikel 1 sampai dengan terakhir polanya rata - rata selalu meningkat, meskipun tidak semuanya meningkat dikarenakan nilai awal PSO adalah random sehingga hasil pengujian akan sedikit berbeda antara satu dengan yang lainya.
- – rata fitness dalam 5 kali percobaan sebesar 68.1729021. Dari hasil ini dapat terlihat bahwa jika nilai W yang digunakan terlalu kecil maka pada saat update kecepatan peran dari nilai kecepatan dalam iterasi sebelumnya tidak terlalu berpengaruh, hal ini akan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya konvergensi dini. Selain itu kondisi ini juga dapat menyebabkan perpindahan posisi yang dilakukan oleh partikel bergerak terlalu lambat. Hal ini ini menyebabkan partikel yang memiliki nilai fitness yang berbeda jauh dengan
- – posisi dalam ruang solusi yang dijelajahi menjadi lebih banyak. Tetapi jika jumlah partikel yang dimasukkan terlalu besar, hal ini berakibat pada lamanya waktu komputasi program. Jika waktu komputasi terlalu lama maka berakibat pada menurunya performa dari program itu sendiri, dan kemungkinan besar program juga tidak banyak diminati pengguna.
- – 0.8, pernyataan tersebut sesuai dengan hasil pengujian yang menyatakan bahwa nilai W terbaik adalah 0.8.
(FAHP - PSO) merupakan algoritma yang 5 (3,5,7) (1/7,1/5,1/3) menggabungkan antara metode Fuzzy
Fuzzy
Metode ini juga menghilangkan beberapa proses di dalam Fuzzy
Fungsi optimal yang akan di optimasi oleh PSO dalam algortitma FAHP - PSO ditunjukkan dalam Persamaan 3:
4. Melakukan inisialisasi partikel PSO.
2 Proses ini hampir sama seperti proses
min ( 1 , 2 , … , ) = min ∑ ∑ [( ) ] =1 =1 inisialisasi partikel pada proses PSO.
Panjang partikel untuk PSO pada algoritma = Selisih rangking data ke-i dari kedua himpunan ini sesuai dengan jumlah kriteria pada level
= Jumlah sampel data hirarki PSO. Sedangkan untuk posisi partikel untuk kasus ini semuanya harus
Persamaan 7 diatas hanya dapat digunakan berjumlah 1. Hal ini dikarenakan bobot untuk menghitung koefisien korelasi Spearman untuk setiap level kriteria atau sub
hasil koefisien diatas dapat dilakukan 5. Menghitung Fitness tiap partikel. interpretasi nilai koefisien tersebut apakah
Untuk menghitung fitness sebuah termasuk kategori korelasi yang kuat atau tidak. partikel maka harus terlebih dahulu
Tabel interpretasi nilai korelasi dapat dilihat menghitung cost untuk tiap partikel. Cost pada Tabel 3: untuk sebuah partikel dapat dihitung menggunakan Persamaan 4:
Tabel 3. Interpretasi Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi Deskripsi
2 (4) (
1 , 2 , … , ) = ∑ =1 ∑ =1 [ ( )]
0.00 Sangat Rendah
Sedangkan Persamaan 5 digunakan
0.20 Rendah
untuk menghitung nilai adalah :
0.40 Sedang
−( )
0.60 Kuat
,0< ≤ −
0.80 Sangat Kuat
(5) ( , ) = ( )− , ≥ −
8. DATA PENELITIAN {
Setelah mendapatkan nilai cost, maka Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini untuk menghitung nilai fitness dapat adalah data tentang kualitas lahan yang cocok menggunakan Persamaan 6: ataupun tidak cocok dengan tanaman buah yang
1
ada di penelitian ini, data ini penulis peroleh dari
(6) =
membaca literatur dari web Balai Besar 6. Lanjutkan perhitungan diatas dengan
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya menggunakan PSO seperti yang dijabarkan Lahan Pertanian, data tentang kualitas lahan dari pada bagian 5. berbagai sampel lahan yang diperoleh dari 7. Perhitungan bobot untuk sub kriteria penelitian sebelumnya, dan data pembobotan
(langkah 1-6 pada proses FAHP-PSO) jika untuk setiap kriteria lahan. Data ini di dapatkan ada. dari hasil wawancara dengan pakar.
8. Perhitungan nilai bobot alternatif.
Tanaman yang digunakan dalam penelitian 9. Pembuatan peringkat hasil perhitungan ini adalah tanaman buah - buahan (pomologi) nilai bobot alternatif. yang berjumlah 10 jenis yaitu : Apel, Blewah, Durian, Jeruk, Klengkeng, Mangga, Melon, 7.
KORELASI SPEARMAN Nanas, Pepaya, Sawo.
Menurut Zar (2005) korelasi Rangking 9.
PERANCANGAN
Spearman adalah salah satu jenis korelasi yang dapat mengukur tingkat kedekatan pada 2 Tahapan perancangan yang akan dibahas himpunan yang berisi rangking (urutan). pada bagian ini adalah bagian perhitungan
Perhitungan untuk mendapatkan nilai korelasi manual dari metode PSO
menggunakan data lahan sebanyak 1 lahan, data tanaman sebanyak 5 tanaman. Selain itu
2 6 ∑
klasifikasi tingkat kecocokan lahan terhadap
(7)
= 1 −
2 ( −1)
setiap tanaman dibagi menjadi 4 kategori yaitu S1 (Sangat Sesuai), S2 (Cukup Sesuai), S3
Dimana: (Sesuai Marginal), dan N (Tidak Sesuai).
= Koefisien korelasi Spearman Data matriks perbandingan kriteria pada
2
dengan menggunakan Persamaan 5. Hasil perhitungan matriks
2
pada partikel no 1 dapat dilihat pada Tabel 7:
Tabel 7. Matriks
2 pada Partikel 1 i/j
1
3 1 3.087646 69.49015 2 52.36271 2046.856 3 10.0446 17.44625
menghitung nilai cost maka terlebih dahulu harus membuat matriks
Kemudian dengan menggunakan persamaan 4 dan 6 secara berturut
Tabel 8. Hasil Inisialisasi Beserta Nilai Fitness No Partikel
Fitness w1 w2 w3 1 0.193785 0.798028 0.008186 0.045469 2 0.210368 0.622251 0.167381 0.577211 3 0.774076 0.041121 0.184802 0.016982
Langkah berikutnya adalah melakukan inisialisasi untuk setiap variabel yang ada dalam PSO dan melakukan proses update. Nilai PBest yang dihasilkan pada iterasi ke-2 dapat dilihat pada Tabel 9:
Tabel 9. Nilai PBest Iterasi 2 No Partikel
Fitness w1 w2 w3 1 0.19876 0.74530 0.05594 1.457 2 0.20771 0.65038 0.14191 0.765 3 0.51212 0.33657 0.15132 2.210
2
cost dan fitness untuk setiap partikel. Untuk
Dari proses perhitungan CR didapatkan nilai CR untuk perbandingan kriteria pada Tabel 6 sebesar 0.0465. Karena nilai CR yang didapatkan kurang dari 0.1 maka matriks perbandingan kriteria utuk sub kriteria iklim sudah dapat dinyatakan konsisten dan dapat melanjutkan ke proses perhitungan selanjutnya.
sub-kriteria lahan dapat dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4. Matriks Perbandingan Kriteria Kriteria Curah Hujan Suhu Rata
perbandingan antar kriteria pada sub
Ratio (CR) apakah sudah memenuhi standar
sebesar 0.01 atau belum. Untuk menghitung nilai CR, langkah pertama yang dilakukan adalah mencari nilai bobot dengan cara pada metode AHP.
Setelah itu matriks perbandingan kriteria harus dikonversikan menjadi bentuk TFN, proses pengkonversian ini dilakukan berdasarkan cara konversi yang ada pada Tabel 4. Hasil konversi matriks perbandingan kriteria dapat dilihat pada Tabel 5:
maka langkah selanjutnya adalah menghitung
Tabel 5. Matriks TFN Sub-Kriteria Iklim Criteri a C1 C2 C3 L m u l m u l m u C1 1 1 1 1 2 4 5 7 9 C2 0.2 0.5 1 1 1 1 5 7 9 C3 0.1 1 0.1 4 0.2 0.1 1 0.1 4 0.2 1 1 1 Setelah mendapatkan matriks TFN maka
dilakukan peerhitungan bobot dengan menggunakan algortima PSO. Dalam proses perhitungan manual ini digunakan popSize sejumlah 3, dan panjang partikel PSO sebanyak jumlah kriteria dalam sub kriteria ini yaitu sejumlah 3. Selain itu jumlah semua posisi dalam satu partikel PSO harus berjumlah 1. Dengan berdasarkan batasan di atas maka proses inisialisasi partikel PSO dapat diasusmsikan seperti pada Tabel 6:
Tabel 6. Hasil Inisialisasi Partikel No Partikel total w w1 w2 w3
1 0.193785 0.798028 0.008186
1 2 0.210368 0.622251 0.167381 1 3 0.774076 0.041121 0.184802
1 Setelah mendapatkan posisi awal partikel
Setelah itu nilai GBest didapatkan dari partikel dengan nilai fitness terbaik. Setelah itu hal yang sama akan dilakukan terhadap level sub-kriteria iklim dan level kriteria. Hasil bobot sub-kriteria yang didapatkan oleh PSO pada semua level sub-kriteria dapat dilihat pada Tabel 10:
Setelah proses perangkingan tanaman maka dapat disimpulkan bahwa tanaman mangga lebih cocok untuk ditanam pada lahan tersebut. Setelah itu untuk mengetahui tingkat kecocokan tanaman terhadap lahan dapat dilakukan konversi ke dalam tingkat kecocokan yaitu: S1, S2, S3 dan N. Nantinya hasil angka
Pohon Klengkeng 3.512504
Tabel 15. Hasil Perangkingan Tanaman Nama Pohon Hasil Pohon Apel 2.719664 Pohon Durian 2.980195 Pohon Mangga 3.773034 Pohon Melon 3.097328
dilakukan proses perangkingan dengan cara mengalikan matriks data kriteria kesesuaian lahan untuk 5 tanaman dengan matriks bobot terhadap goal. Setelah dilakukan perkalian hasilnya dapat dilihat pada Tabel 15:
Tabel 14. Hasil Konversi Data Lahan C 1 C 2 C 3 C 4 C 5 C 6 C 7 C 8 Pohon Apel 2 3 3 3 4 4 3 3 Pohon Durian 2 4 3 3 4 4 3 3 Pohon Mangga 4 4 3 3 4 4 3 3 Pohon Melon 2 4 4 3 4 4 3 Klengkeng 3 Pohon 4 3 3 3 4 4 3 3 Setelah proses konversi selesai maka dapat
Proses konversi diatas dilakukan berdasarkan data kriteria kesesuaian lahan pada web BALITBANGTAN [2]. Bila suatu data lahan termasuk kategori “S1” dalam data kriteria kesesuaian lahan tanaman tertentu maka data lahan ini dikonversikan menjadi angka 4, menjadi angka 3 bila data lahan termasuk kategori “S2”, menjadi angka 2 bila data lahan termasuk k ategori “S3” dan menjadi angka 0 apabila d ata lahan termasuk kategori “N”. Setelah dilakukan pengkonversian data lahan menjadi data kesesuaian lahan untuk 5 tanaman, maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel 14:
2 <1600 / >= 3200
3 1600 - 1800 / 3000
4 1800 - 2200 / 2500
Tabel 13. Contoh Aturan Konversi Data Lahan Curah Hujan Hasil Konversi 2200
langkah selnjutnya adalah mengkonversi data lahan tersebut menjadi tingkat kecocokan lahan terhadap setiap tanaman. Contoh proses konversi data curah hujan ke dalam kecocokan lahan untuk tanaman apel pada Tabel 13:
6
1 ph H20 Drainase Salinitas Alkalinitas 6 baik
36
27
1700
Tabel 12. Bobot Sub-Kriteria Terhadap Goal curah temp kelembapan c - organik Lahan 1
Setelah mendapatkan bobot sub-kriteria terhadap goal maka langkah selanjutnya adalah mencari urutan tanaman terbaik. Sebelum melakukan pencarian urutan tanaman terbaik maka diperlukan data lahan seperti pada Tabel 12:
Tanah 0.2259 c4 0.07789 c5 0.04856 c6 0.06749 c7 0.01551 c8 0.01645
Sub - kriteria Iklim 0.7740 c1 0.39642 c2 0.26053 c3 0.11713
Tabel 11. Bobot Sub-Kriteria Terhadap Goal Level bobot kriteria bobot terhadap goal
langkah yang dilakukan adalah mengalikan bobot pada setiap sub-kriteria dengan bobot kriterianya (iklim/tanah). Hasil perhitungan bobot terhadap goal dan bobot level kriteria dapat dilihat pada Tabel 11:
goal . Untuk menghitung bobot terhadap goal
Setelah mendapatkan bobot pada level sub- kriteria, maka akan dihitung bobot terhadap
Tabel 10. Bobot Sub-Kriteria Terhadap Kriteria Level bobot terhadap kriteria Sub
20 Setelah mendapatkan data lahan, maka
4 S2
Jumlah Iterasi Hasil Pengujian Jumlah Iterasi
40
55
Dari Gambar 2 dan Gambar 3 dapat dilihat bahwa jumlah iterasi dengan nilai fitness terbesar adalah percobaan dengan jumlah iterasi 124, 144, 164 dan 184. Percobaan dengan jumlah iterasi ini menghasilkan rata
10.1. Pengujian Pengaruh Jumlah Iterasi PSO Gambar 2. Grafik Hasil Pengujian Jumlah Iterasi
60
65
70
4
24
44
64 84 104 124 144 164 184 N il ai Fi t n es s
Rata - Rata Fitness Nilai Fitness Max
50
Tabel 17. Hasil Klasifikasi Kesesuaian Lahan Nama Pohon Hasil Kategori Pohon Apel 2.583436 S2
Setelah dilakukan konversi hasil AHP ke dalam tingkat kecocokan maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel 17:
1.75 Batasan - batasan diatas diperoleh dari hasil konsultasi dengan pakar pada bidang tanaman.
1
2.5 N
1.75
3.25 S3
2.5
3.25
Tabel 16. Aturan Konversi Hasil AHP Batas Bawah Batas Atas S1
perangkingan tanaman dikonversi ke dalam tingkat kecocokan dengan batasan seperti di dalam Tabel 16 :
45
Dari Gambar 2 dapat disimpulkan bahwa jika jumlah iterasi semakin besar maka partikel
Jumlah iterasi = 5 iterasi 2. Jumlah partikel = 10 partikel 3. Nilai C1 = 1 dan C2 = 1 4. Nilai W = 0.5
5. Pengujian Akurasi dan Korelasi Berikut adalah nilai dari setiap parameter yang digunakan ketika parameter tersebut belum dilakukan pengujian terhadap nilai parameternya : 1.
update kecepatan pada PSO 4.
Pengujian terhadap jumlah partikel PSO 3. Pengujian terhadap nilai C1 dan C2 pada
1. Pengujian terhadap jumlah iterasi PSO 2.
Dalam tahap penelitian ini penulis melakukan pengujian terhadap program yang sudah dibuat. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
10. PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pohon Durian 2.750219 S2 Pohon Mangga 3.686795 S1 Pohon Melon 2.889224 S2 Pohon Klengkeng 3.520012 S1
Pengujian terhadap nilai bobot inersia (W) pada update kecepatan pada PSO
50
30
20
10
Gambar 3. Grafik Detail Hasil Pengujian Iterasi
60
70
80
1
2
4
8 1 2 1 6 2 0 2 6 3 2 3 8 4 4 6 4 8 4 1 0 4 1 2 4 1 4 4
F10.2. Pengujian Pengaruh Nilai C1 dan C2 dalam PSO
posisi, ini memungkinkan kondisi dimana partikel tersebut melewati bagian dari ruang solusi yang memiliki fitness paling baik. Hal tersebut memiliki kemungkinan lebih besar terjadi jika nilai GBest yang ada masih belum terlalu baik (Juneja, 2016).
IT NE S S JUMLAH ITERASI P E N G U J I A N KO N V E R G E N S I P - 1 P - 2 P - 3 P - 4 P - 5 P - 6 P - 7 P - 8 P - 9 P - 10
fitness rendah terlalu cepat dalam berpindah
Jika hal ini terjadi maka partikel dengan nilai
GBest (global best) sangat berpengaruh terhadap penentuan nilai kecepatan dari suatu partikel.
Selain itu jika nilai C2 jauh lebih besar daripada nilai C1 maka dikhawatirkan nilai
(local best) menjadi lebih dominan, hal ini menyebabkan partikel dengan fitness rendah hanya berputar
0.5. Dengan kombinasi ini rata
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa kombinasi nilai C1 dan C2 yang paling baik adalah nilai C1 sebesar 0.5 dan nilai C2 sebesar
relatif lebih rendah hal ini dikarenakan karena hasil PSO sangat dipengaruhi oleh proses inisialisasi partikel, hal ini dapat dilihat pada jumlah iterasi 4 yang memiliki rata
fitness dari partikel terbaik dari PSO masih
banyak diminati pengguna. Selain itu jika jumlah iterasi terlalu sedikit maka kemungkinan nilai
40
Nilai W Hasil Pengujian Pengaruh Nilai W
4
Selain itu dari hasil pengujian dan hasil kajian pustaka dapat disimpulkan bahwa jika nilai C1 jauh lebih besar daripada nilai C2, maka nanti dalam penentuan kecepatan nilai PBest
Gambar 4. Grafik Hasil Pengujian Nilai C1 dan C2
No Pengujian Hasil Pengujian Nilai C1 dan C2
il ai Fi t n es s
10
9
8
7
6
5
3
1 N il ai Fi t n es s
2
1
80
60
40
20
10.3. Pengujian Pengaruh Nilai W dalam PSO Gambar 5. Grafik Hasil Pengujian Nilai W
20
40
60
80 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
11 N
10.4. Pengujian Pengaruh Jumlah Partikel dalam PSO
7
4
1
7
17
15
13
11
9
3
5
9
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa hasil pengujian nilai W yang memiliki nilai fitness terbesar adalah percobaan dengan nilai W sebesar 0.8. Percobaan dengan nilai W tersebut menghasilkan rata
1
80
70
60
50
40
30
4
8
10
Tabel 18. Hasil Perangkingan Menurut Pakar No Tanaman Hasil Rangking Pakar
fitness terbaik dari seluruh partikel
membutuhkan iterasi yang lebih banyak untuk dapat mendekat ke posisi partikel terbaik tersebut (Clerc, 2011).
Selain itu hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Clerc (2011) yang menyatakan bahwa nilai W sebaiknya tidak terlalu kecil dan tidak melebihi angka 1. Pada penelitian tersebut juga disebutkan bahwa nilai
W terbaik untuk PSO berada pada kisaran 0.7
il ai Fi t n es s
Pola yang meningkat ini dikarenakan jika jumlah partikel semakin banyak maka posisi
10.5. Pengujian Hasil Perangkingan AHP dan Hasil Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Pengujian hasil perangkingan dilakukan dengan cara menguji kemampuan perangkingan program dengan 3 macam lahan dengan 10 macam tanaman. Nantinya program akan membandingkan hasil perangkingan yang dilakukan oleh program dan yang dilakukan oleh pakar. Hasil perangkingan menurut pakar dapat dilihat pada Tabel 18, sedangkan hasil perangkingan menurut program dapat dilihat pada Tabel 19:
Lahan 1 Lahan 2 Lahan 3
10
1
1
9
10
2
6
4
3
3
20
19 N
5
7
Gambar 6. Grafik Hasil Pengujian Jumlah Partikel
Jumlah Partikel Hasil Pengujian Jumlah Partikel
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa jumlah partikel dengan nilai fitness terbesar adalah percobaan dengan jumlah partikel 13 dan jumlah prcobaan dengan jumlah iterasi melebihi 13. Percobaan dengan jumlah iterasi tersebut menghasilkan rata
5
2
2
4
6
5
7
8
3
1
2
8
9
10
6
9
8
5
6
3
10
7
9
Tabel 19. Hasil Perangkingan Menurut Program No Tanaman Hasil Rangking Program
7
5
4
3
8
10
10
8
9
2
6
1
10
4
7
5 S1 S1 S2
4 S1 S1 S2
3 S1 S3 S3
2 S2 S2 S1
1 S1 S2 S3
No Tanaman Hasil Klasifikasi Program Lahan 1 Lahan 2 Lahan 3
7
8
9 S2 S2 S1
3
Lahan 1 Lahan 2 Lahan 3
1
2
8
10
2
6
5
2
7
6
9
9
4
1
1
4
5
3
3
5
10 S1 S1 S2 Tabel 21. Hasil Klasifikasi Menurut Program
6 Kemudian untuk menentukan seberapa baik
4 S1 S1 S1
hasil perangkingan yang dilakukan oleh sistem jika dibandingkan dengan pakar maka akan dihitung dengan menggunakan metode koefisien korelasi Spearman. Metode ini akan menghitung kualitas perangkingan dengan cara menghitung kuadrat selisih antara hasil rangking pakar dengan hasil rangking program kemudian membaginya dengan jumlah kemungkinan selisih rangking antara kedua hasil.
Selain itu pada penelitian ini metode Fuzzy- AHP PSO memiliki tingkat korelasi Spearman untuk hasil perangkingan sebesar 0.8598 dan untuk hasil klasifikasi sebesar 0.9659. Angka ini didapatkan dari menghitung tingkat kedekatan hasil perangkingan atau klasifikasi yang
Dari hasil pengujian dan pembahasan diatas maka dapat disimpukan bahwa algoritma PSO
11. KESIMPULAN DAN SARAN
Selanjutnya untuk menghitung tingkat akurasi dari hasil klasifikasi program maka dilakukan konversi untuk merubah hasil klasifikasi S1 menjadi angka 4, S2 menjadi angka 3, S3 menjadi angka 1 dan N menjadi angka 1. Setelah dilakukan konversi maka dapat dihitung nilai korelasi Spearmanya. Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai korelasi Spearman untuk klasifikasi sebesar 0.9659. Nilai korelasi tersebut dapat diartikan bahwa hasil perangkingan menurut program masuk dalam kategori sangat kuat (sangat sesuai dengan hasil perangkingan dari pakar).
10 S1 S1 S2
9 S2 S2 S1
8 S2 S2 S2
7 S1 S2 S1
6 S2 S1 S2
Dari metode ini didapatkan nilai koefisien korelasi Spearman dari hasil perangkingan program sebesar 0.8598. Nilai korelasi tersebut dapat diartikan bahwa hasil perangkingan menurut program masuk dalam kategori sangat kuat (sangat sesuai dengan hasil perangkingan dari pakar).
5 S1 S1 S2
Setelah mendapatkan kelas kesesuaian lahan. Nantinya program akan membandingkan hasil klasifikasi kesesuuaian lahan yang dilakukan oleh program dan yang dilakukan oleh pakar. Hasil klasifikasi menurut pakar dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan hasil klasifikasi menurut program dapat dilihat pada Tabel 21: