Klasifikasi Penyakit Skizofrenia dan Episode Depresi Pada Gangguan Kejiwaan Dengan Menggunakan Metode Support Vector Machine (SVM)
Vol. 2, No. 11, November 2018, hlm. 5611-5618 http://j-ptiik.ub.ac.id
Klasifikasi Penyakit Skizofrenia dan Episode Depresi Pada Gangguan
Kejiwaan Dengan Menggunakan Metode Support Vector Machine (SVM)
1 2 3 Silvia Aprilla , Muhammad Tanzil Furqon , Mochammad Ali FauziProgram Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Gangguan kejiwaan adalah suatu gangguan pada otak manusia yang tidak normal atau berbeda dari orang pada umumnya. Pada gangguan kejiwaan terdapat berbagai macam jenis penyakit di dalamnya. Skizofrenia dan Depresi merupakan jenis gangguan kejiwaan yang banyak diderita oleh masyarakat. Terdapat juga jenis-jenis penyakit Skizofrenia dan Depresi, salah satu jenis pada masing-masing penyakit adalah Skizofrenia Hebefrenik dan Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik. Menurut data yang ada di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, kedua penyakit ini masuk dalam 10 besar diagnosis penyakit pasien rawat jalan dan pasien rawat jalan IGD periode tahun 2017 yang mencapai lebih dari 22.000 orang. Dikarenakan banyaknya pasien yang terserang penyakit tersebut, maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat mengklasifikasikan penyakit Skizofrenia Hebefrenik dan Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik. Klasifikasi merupakan pembuatan suatu model yang digunakan untuk mengelompokkan suatu objek yang memiliki ciri-ciri yang sama ke dalam suatu kelas yang telah ditentukan. Dalam klasifikasi penyakit ini, digunakan algoritme klasifikasi yaitu support
(SVM) dengan kernel polynomial of degree 2. Data yang digunakan sebanyak 200 data
vector machine
yang diambil dari RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, data ini terdiri dari 80% data latih dan 20% data uji. Metode pengujian yang digunakan adalah dengan K-Fold Cross ValidationI. Berdasarkan hasil pengujian parameter SVM didapat nilai rata-rata akurasi tertinggi sebesar 79% dengan nilai
- -10 γ =
0,00001, .
λ = 0,1, C = 0,01, itermax = 150, dan ɛ = 1.10
Kata kunci: Gangguan Kejiwaan, Skizofrenia Hebefrenik, Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik,
Klasifikasi, Support Vector Machine
Abstract
Psychiatric disorders are disorders of the human brain that is not normal or different from people in
general. There are many types of psychiatric disorders. Schizophrenia and Depression are a type of
psychiatric disorders suffered by many people. There are also types of Schizophrenia and Depression,
one type of disease in each is Schizophrenia Hebephrenic and Psychotic Depression. According to data
in the soul hospital of Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, both of these diseases are included in the
top 10 diagnoses of outpatient and outpatient illnesses in 2017 which reached over 22.000 people. Due
to a large number of patients affected by the disease, soul hospital needed a system that can classify
Schizophrenia Hebephrenic and Psychotic Depression Disease. Classification is the manufacture of a
model that used to make a group for an object with the same characteristics into a determined class. To
classify the disease used support vector machine (SVM) algorithm with the polynomial of degree 2
kernel. The data used are 200 data taken from soul hospital of Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
This data consists of 80% data training and 20% data testing. The test method used is K-fold cross-
validation. Based on the results of testing SVM parameters obtained the highest average accuracy is
- -10 .
79% with the value of γ = 0,00001, λ = 0,1, C = 0,01, max iteration = 150, and ɛ = 1.10 Keywords: Psychiatric Disorders, Schizophrenia Hebephrenic, Psychotic Depression, Classification, Support Vector Machine
penyakit psikologis yang terjadi dalam otak 1. manusia yang tidak normal. Orang dengan
PENDAHULUAN
penyakit psikologis terlihat sehat dari luar Gangguan kejiwaan merupakan suatu
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
5611 namun dalam dirinya tterdapat berbagai tekanan dan membuat dirinya tidak dapat menjalani kesehariannya seperti orang pada umumnya (Suhaimi, 2015). Gangguan jiwa berat dapat menghambat aktivitas orang yang mengidapnya. Gangguan jiwa berat seperti Skizofrenia dan Episode Depresi Berat merupakan penyakit kejiwaan yang banyak dialami oleh masyarakat.
Menurut Maslim (2013), Skizofrenia terdiri dari beberapa jenis seperti skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, tak terinci, pasca- skizofrenia, residual, simpleks, skizofrenia lainnya, dan skizofrenia YTT. Dan Episode Depresi terdiri dari episode depresif ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik, berat dengan gejala psikotik, episode depresif lainnya, dan episode depresif YTT. Menurut data yang didapat dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, menyatakan bahwa Skizofrenia Hebefrenik dan Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik merupakan penyakit yang masuk dalam 10 besar dengan diagnosis terbanyak sepanjang tahun 2017. Dikarenakan banyaknya data pasien yang masuk, maka dibutuhkan suatu sistem klasifikasi agar mempermudah tenaga medis dalam menggolongkan kedua penyakit ini.
2.1. Skizofrenia
Depresi merupakan gangguan mental yang membuat penderitanya tidak semangat, kehilangan kebahagiaan, kehilangan gairah hidup, dan selalu berpikir buruk. Terdapat berbagai penyebab terjadinya depresi pada seseorang seperti kecelakaan, faktor ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya. Depresi ini berdampak pada pola pikir, pola hidup, suasana hati, perasaan, dan cara menghadapi hidup.
2.2. Episode Depresif
Skizofrenia Hebefrenik 3. Skizofrenia Katatonik 4. Skizofrenia Tak Terinci 5. Depresi pasca-Skizofrenia 6. Skizofrenia Residual 7. Skizofrenia Simpleks 8. Skizofrenia Lainnya 9. Skizofrenia YTT
1. Skizofrenia Paranoid 2.
Gejala umum Skizofrenia adalah delusi, halusinasi, pikiran kacau, serta mengalami perubahan perilaku sehingga penderita tidak dapat membedakan kenyataan dan pikirannya sendiri. Menurut Maslim (2013), jenis-jenis penyakit Skizofrenia adalah:
Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak manusia yang mempengaruhi memori, perhatian dan fungsi ekslusif, dan melumpuhkan (Hiesh, et al., 2013). Orang dengan penyakit ini memiliki afek yang tidak wajar dan kemampuan kognitif yang menurun. Banyak penderita Skizofrenia yang terisolasi bahkan tidak dapat bekerja lagi atau pengangguran dan kesehatan fisik yang memburuk.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Support Vector Machine (SVM) adalah
penyakit Skizofrenia Hebefrenik dan Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik dengan menggunakan kernel polynomial of degree 2.
machine (SVM) dalam pengklasifikasian
menggunakan metode klasifikasi support vector
polynomial . Maka dari itu, pada penelitian ini
mengklasifikasikan suatu objek dengan parameter-parameter yang ada. Inti dari metode ini adalah mencari hyperplane yang optimal untuk memisahkan antara kedua kelas klasifikasi. SVM merupakan metode klasifikasi dengan waktu komputasi yang relatif cepat dan beberapa penelitian membuktikan bahwa SVM unggul dalam melakukan klasifikasi. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Rachman dan Purnami (2012) yang menunjukkan metode SVM lebih unggul dibanding metode Regresi Logistik Ordinal dalam melakukan klasifikasi keganasan breast cancer. Pada penelitian tersebut didapatkan tingkat akurasi dari masing- masing metode adalah metode Regresi Logistik Ordinal sebesar 56,60% dan metode SVM sebesar 98,11% dengan kernel RBF dan
learning ) yang digunakan untuk
salah satu metode klasifikasi (supervised
Gejala umum yang dialami pada penderita depresi ringan adalah afek depresi, pada depresi sedang adalah kehilangan minat dan kegembiraan, serta pada depresi berat adalah mudah lelah yang berpengaruh pada menurunnya aktifitas penderita. Gejala lain yang dialami oleh orang yang depresi adalah berkurangnya konsentrasi, perhatian, harga diri, kepercayaan, berpikiran tentang masa depan yang suram, merasa bersalah, rasa ingin bunuh diri, berperilaku membahayakan diri, nafsu makan yang kurang, serta sulit tidur (Maslim,
2013). Terdapat beberapa jenis depresi adalah: dikembangkan oleh Vijayakumar dalam menemukan hyperplane terbaik. Langkah-
1. Episode Depresif Ringan langkah pada Sequential Training SVM adalah
2. Episode Depresif Sedang sebagai berikut:
3. Episode Depresif Berat dengan Gejala 1. = 0. Kemudian
Inisialisasi nilai Psikotik menghitung matriks hessian dengan 4. Episode Depresif Berat tanpa Gejala persamaan:
Psikotik
2
(4)
= ( ( ) + ) 5.
Episode Depresif Lainnya Dengan i,j = 1,2,3,....,n.
6. Episode Depresif YTT Keterangan :
2.3. Support Vector Machine (SVM)
= matriks hessian Algoritme SVM merupakan suatu metode
( , )= fungsi kernel yang digunakan klasifikasi yang mencari hyperplane terbaik = data ke-i pada ruang vektor untuk memisahkan kedua = data ke-j kelas. Dalam mencari hyperplane terbaik, dapat = kelas data ke-i dilakukan dengan mengukur margin dan mencari = kelas data ke-j titik maksimal hyperplane tersebut (Nugroho,
2. Perhitungan a,b, dan c hingga i = n. Witarto, & Handoko, 2003). Margin merupakan a. jarak antara hyperplane dengan pattern terdekat Perhitungan nilai Ei dengan persamaan: pada setiap kelas dan pattern terdekat tersebut
1
(11) = ∑
=1 merupakan support vector.
b. i Perhitungan nilai ẟα
Pada dasarnya, algoritme SVM digunakan untuk menyelesaikan permasalahan linear. Oleh (12)
= min{max[ (1 − ), − ] , − }
karena itu, untuk dapat menyelesaikan
c. i Perhitungan nilai α permasalahan non-linear digunakan kernel trick.
Fungsi kernel yang umum digunakan pada SVM
(13)
= + seperti: Keterangan : 1. Kernel Polynomial
=
(1)
( ⃗ , ⃗ ) = ( ⃗ . ⃗ + 1) = nilaialphake − i
= nilai delta alpha 2. Kernel Gaussian RBF
C = konstanta C
2
= konstanta gamma
‖ ⃗ − ⃗ ‖
(2)
( ⃗ , ⃗ ) = exp(− ) 2 2 3.
Perulangan a, b, dan c hingga mencapai saat 3. konvergen dengan syarat max
Kernel Sigmoid (|δα_i |)< ε
(epsilon) atau mencapai iterasi maksimum (3)
( ⃗ , ⃗ ) = tanh(α ⃗ . ⃗ + ) (itermax).
Keterangan:
2.5. K-Fold Cross Validation = kernel
( ⃗ , ⃗ ) = data ke-i
⃗ K-Fold Cross Validation merupakan
= data ke-j ⃗
metode pengujian yang dilakukan untuk beta mengetahui rata-rata tingkat keberhasilan suatu
β =
sistem. Cara kerja K-Fold Cross Validation alpha
α =
adalah dengan membagi data yang telah ada = sigmod
σ
menjadi K bagian dengan jumlah yang sama pada setiap bagiannya. Pada percobaan yang
2.4. Sequential Training SVM
akan dilakukan akan diambil satu bagian data Pada dasarnya, untuk menemukan untuk menjadi data ujinya dan bagian lainnya
hyperplane terbaik adalah dengan menggunakan
menjadi data latih. Pada setiap percobaan
Quadratic Programming (QP) problem dan
digunakan data uji dan data latih yang berbeda diselesaikan menggunakan library yang pula. Hasil dari setiap percobaan yang dilakukan tersedia. Sequential training SVM ini merupakan akurasi sistem. Untuk mendapatkan merupakan suatu proses sederhana yang rata-rata akurasi sistem, maka akurasi pada setiap percobaan akan dijumlahkan kemudian dibagi dengan banyaknya K yang digunakan. Hasil akir untuk mengetahui rata-rata keberhasilan sistem adalah rata-rata akurasi yang didapatkan. Akurasi dapat dihitung dengan membandingkan antara jumlah data uji yang benar dengan jumlah keseluruhan data uji.
3. METODOLOGI
Sistem yang akan dibangun adalah sistem untuk klasifikasi penyakit Skizofrenia Hebefrenik dan Depresi Berat dengan gejala psikotik. Terdapat dua kelas yang digunakan pada penelitian ini yaitu kelas Skizofrenia Hebefrenik (F20.1) dan kelas Depresi Berat dengan gejala psikotik (F32.3). Data yang digunakan adalah data rekam medik pasien dengan penyakit Skizofrenia Hebefrenik dan Depresi Berat dengan gejala psikotik yang masing-masing sebanyak 100 data. Data tersebut terbagi menjadi data latih dan data uji pada sistem klasifikasi ini. Parameter yang digunakan pada sistem ini adalah gejala-gejala penyakit Skizofrenia Hebefrenik dan Depresi Berat dengan gejala psikotik dengan jumlah 70 gejala.
Gambar 1. Diagram Alir SVM
3.1. Proses Support Vector Machine
3.2. Sequential Training SVM
Langkah awal yang akan dilakukan pada Proses Sequential Training SVM proses ini adalah memasukkan dataset yang merupakan proses untuk mencari hyperplane digunakan. Kemudian melakukan perhitungan terbaik untuk memisahkan kedua kelas untuk fungsi kernel Polynomial of degree 2, klasifikasi. Langkah awal yang dilakukan adalah yang hasilnya digunakan pada perhitungan dengan menginisialisasikan parameter α, γ, λ, C,
sequential training . Setelah itu, menghitung
dan itermax. Kemudian langkah selanjutnya
testing SVM dengan data uji yang telah
adalah menghitung matriks hessian dengan ditentukan dan akan menghasilkan hasil menggunakan hasil nilai kernel. Perhitungan klasifikasi sistem. Diagram alir SVM ini dapat nilai Ei, i, i akan terus dilakukan hingga
ẟα dan α ditunjukkan seperti pada Gambar 1. mencapai nilai konvergen dengan sayarat max (|δα_i |)< ε (epsilon) atau sudah mencapai iterasi maksimum (itermax). Hasil yang akan didapat adalah nilai α baru. Diagram alir proses
sequential training SVM dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Sequential Training SVM
3.3. Proses Testing SVM
Gambar 3. Diagram Alir Proses Testing SVM
Proses testing SVM digunakan untuk melakukan klasifikasi pada data uji. Di
4. PENGUJIAN DAN ANALISIS
dalamnya terdapat proses perhitungan kernel test Pengujian sistem sangatlah dibutuhkan dan f(x). Kemudian melakukan klasifikasi untuk dapat mengetahui kualitas suatu sistem. dengan nilai f(x) yang telah didapat. Jika nilai
Pada penelitian ini, pengujian yang dilakukan
f(x) positif maka data uji tersebut masuk dalam
adalah pengujian terhadap beberapa parameter kelas positif yaitu kelas Skizofrenia Hebefrenik. SVM seperti nilai
Jika hasilnya negatif maka data uji tersebut λ (lambda), nilai γ (gamma), nilai C (complexity), dan iterasi maksimal termasuk dalam kelas negatif yaitu kelas Depresi
(itermax) . Proses pengujian ini menggunakan
Berat dengan gejala psikotik. Hasil klasifikasi jenis pengujian K-Fold Cross Validation dengan inilah yang merupakan hasil akhir dari sistem banyaknya fold yang digunakan adalah 5. klasifikasi penyakit ini. Diagram alir proses
testing SVM dapat ditunjukkan seperti pada
4.1. Pengujian Variabel λ (Lambda) Gambar 3.
Pengujian variabel
λ dilakukan untuk
mengetahui pengaruh nilai λ terhadap sistem. Pada pengujian ini digunakan 10 nilai
λ yaitu 0,1,
Gambar 5. Hasil Pengujian Variabel γ
Pengujian variabel C dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai C terhadap sistem. Terdapat 10 nilai C yang digunakan pada pengujian ini yaitu 0,000001, 0,00001, 0,0001, 0,01, 0,1, 1, 10, 50, 100, dan 200. Parameter SVM yang digunakan adalah nilai gamma = 0,00001, lambda = 0,1, itermax = 30,
4.3. Pengujian Variabel C (Complexity)
γ sebesar 0,00001.
67,1% yang dimiliki oleh nilai
0,3, 0,5, 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5, dan 4. Parameter- parameter SVM yang digunakan adalah nilai
recall sebesar 66%, dan f-measure sebesar
rata-rata accuracy tertinggi sistem sebesar 66% dengan rata-rata precision sebesar 70,71%,
Berdasarkan hasil pengujian variabel
0,1 0,3 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
γ yang
dilakukan, terlihat bahwa nilai
γ memiliki
pengaruh terhadap sistem. Gambar
5 menunjukkan bahwa semakin besar nilai
γ yang
digunakan, maka semakin rendah tingkat akurasi yang didapatkan. Hal tersebut terlihat pada grafik yang cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh semakin besar nilai
γ
60,00% 65,00% 70,00% 75,00%
4 Accuracy Precision Recall F-Measure 30% 45% 60% 75%
γ menunjukan
dilakukan menunjukkan bahwa nilai
gamma = 0,00001, C = 0,01, itermax
= 30, ɛ =
1.10 -10 , dan fungsi kernel polynomial of degree. Perbandingan rasio data yang digunakan adalah 80%:20%. Hasil pengujian variabel
λ dapat dilihat seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil Pengujian Variabel λ
Berdasarkan hasil pengujian variabel
λ yang
λ tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap sistem.
Accuracy Precision Recall F-Measure
Terlihat bahwa hasil rata-rata accuracy yang didapatkan sebesar 66% pada setiap nilai
λ yang
diuji. Dan rata-rata precision, recall, serta f-
measure yang didapatkan masing-masing
sebesar 70,71%, 66%, serta 67,1%. Variabel
λ
hanya digunakan pada saat perhitungan matriks hessian saja, sehingga menyebabkan nilai
λ tidak memiliki pengaruh besar terhadap sistem.
yang digunakan, maka laju pembelajaran pun semakin cepat sehingga menyebabkan ketelitian sistem berkurang dan tingkat akurasi sistem menurun (Kurniawaty, Cholissodin, & Adikara, 2018). Pada pengujian variabel
4.2. Pengujian Variabel
γ yang dilakukan dapat dilihat seperti pada Gambar 5.
data sebesar 80%:20%. Hasil pengujian variabel
ɛ = 1.10 -10 , fungsi kernel
itermax = 30,
pengujian ini yaitu 0,00001, 0,0001, 0,001, 0,1, 0,5, 1, 1,5, 2,5, 5, dan 10. Parameter SVM yang digunakan adalah nilai lambda = 0,1, C = 0,01,
γ yang digunakan pada
ɛ = 1.10 -10 , fungsi kernel polynomial of degree, serta menggunakan perbandingan rasio data sebesar 80%:20%. Hasil pengujian variabel C yang dilakukan dapat dilihat seperti pada Gambar 6.
mengetahui pengaruh nilai γ terhadap sistem. Terdapat 10 nilai
γ dilakukan untuk
Pengujian variabel
γ (Gamma)
polynomial of degree , serta perbandingan rasio
Gambar 6. Hasil Pengujian Variabel C
itermax pada sistem akan membuat akurasi
Accuracy Precision Recall F-Measure
Accuracy Precision Recall F-Measure 20,00% 40,00% 60,00% 80,00%
20% 40% 60% 80%
digunakan adalah 5. Hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan rata-rata accuracy tertinggi yang didapatkan sistem adalah sebesar 79% dengan rata-rata precision sebesar 84,46%,
Cross Validation dengan banyaknya fold yang
Algoritme Support Vector Machine (SVM) dengan kernel polynomial of degree 2 dapat diimplementasikan pada klasifikasi penyakit Skizofrenia Hebefrenik dan Depresi Berat dengan gejala psikotik. Hasil klasifikasi yang didapatkan adalan 2 kelas klasifikasi yaitu kelas Skizofrenia Hebefrenik dan kelas Depresi Berat dengan gejala psikotik. Data yang digunakan adalah data rekam medik pasien dengan penyakit Skizofrenia Hebefrenik dan Depresi Berat dengan gejala psikotik di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Pengujian sistem menggunakan jenis pengujian K-Fold
5. KESIMPULAN
81,63% yang dimilki oleh jumlah itermax sebesar 150.
recall sebesar 79%, dan f-measure sebesar
dengan rata-rata precision sebesar 84,46%,
accuracy tertinggi pada sistem sebesar 79%
sistem semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh terjadinya overfitting pada sistem, dimana sistem terlalu bergantung pada data latih. Terjadinya overfitting ini dapat diatasi dengan menambahkan data pada sistem. Pada hasil pengujian jumlah itermax, didapatkan rata-rata
grafik cenderung mengalami penurunan. Namun, terlihat grafik mengalami kenaikan pada jumlah itermax 150 dan kemudian mengalami penurunan hingga jumlah itermax 1500. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar jumlah
Berdasarkan hasil pengujian variabel C yang dilakukan, terlihat bahwa nilai C berpengaruh pada sistem. Hal ini dapat dilihat pada grafik yang cenderung menurun. Terlihat penaikan pada nilai C sebesar 10, namun kemudian terjadi penurunan yang drastis sampai pada nilai C sebesar 200. Variabel C bertujuan untuk meminimalisasikan error pada perhitungan bobot dan bias pada proses
itermax yang dilakukan, terlihat bahwa jumlah itermax berpengaruh pada sistem. Terlihat pada
Berdasarkan hasil pengujian jumlah
Gambar 7. Hasil Pengujian Itermax
perbandingan rasio data sebesar 80%:20%. Hasil pengujian jumlah itermax yang dilakukan dapat dilihat seperti pada Gambar 7.
polynomial of degree , serta menggunakan
ɛ = 1.10 -10 , fungsi kernel
lambda = 0,1, C = 0,01,
Pengujian itemax dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah itermax terhadap sistem. Terdapat 10 itermax yang digunakan pada pengujian ini yaitu 30, 50, 100, 150, 200, 300, 500, 700, 1000, dan 1500. Parameter SVM yang digunakan adalah nilai gamma = 0,00001,
akurasi sistem yang semankin tinggi (Puspitasari, Ratnawati, & Widodo, 2018). Pada hasil pengujian variabel C, terlihat bahwa rata- rata accuracy tertinggi yang dimiliki sistem sebesar 79% dengan rata-rata precision sebesar 84,5%, rata-rata recall 79%, dan f-measure sebesar 81,43% yang dimiliki oleh nilai C sebesar 10.
hyperplane akan maksimal dan menyababkan
mendapatkan nilai error yang kecil, digunakan nilai C yang kecil pula. Karena saat nilai C semakin mendekati 0, makan lebar margin pada
sequential training . Sehingga untuk
4.4. Pengujian Itermax
recall sebesar 79%, dan f-measure sebesar
81,63%. Parameter yang digunakan adalah nilai γ = 0,00001, λ = 0,1, C = 0,01, itermax = 150, -10 dan . Perbandingan rasio data yang
ɛ = 1.10 digunakan sistem adalah sebesar 80% data latih dan 20% data uji.
DAFTAR PUSTAKA
Hasanah, U., Resita M., L., Pratama, A., & Cholissodin, I. (2016). Perbandingan Metode SVM, Fuzzy K-NN, Dan BDT- SVM Untuk Klasifikasi Detak Jantung Hasil Elektrokardiografi. Jurnal Teknologi
Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK), 3 (3), 201-207.
Hiesh, M.-H., Andy, Y.-Y. L., Shen, C.-P., Member, S., IEEE, Chen, W., . . . Senior Member, I. (2013). Classification of Schizophrenia using Genetic Algorithm- Support Vector Machine (GA-SVM).
IEEE , 6047-6050.
Kurniawaty, D., Cholissodin, I., & Adikara, P. P.
(2018). Klasifikasi Gangguan Jiwa Skizofrenia Menggunakan Algoritme Support Vector Machine (SVM). Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2 , 1866-1873.
Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK- Unika Atmajaya. Nugroho, A. S., Witarto, A. B., & Handoko, D.
(2003). Support Vector Machine. Puspitasari, A. M., Ratnawati, D. E., & Widodo,
A. W. (2018). Klasifikasi Penyakit Gigi Dan Mulut Menggunakan Metode Support Vector Machine. Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2 , 802-810.
Rachman, F., & Purnami, S. W. (2012).
Perbandingan Klasifikasi Tingkat Keganasan Breast Cancer Dengan Menggunakan Regresi Logistik Ordinal Dan Support Vector Machine (SVM) .
Jurnal Sains dan Seni ITS , 130-135.
Suhaimi. (2015). Gangguan Jiwa dalam Perspektif Kesehatan Mental Islam .
Risalah, 26 (4), 197-205.