BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kajian Organologis Gonrang Sidua-Dua Buatan Bapak Rossul Damanikdi Desa Sarimatondang 1 Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Simalungun adalah salah satu dari lima kelompok etnis Batak. Di sisi lain Simalungun juga adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara.

  Masyarakat Simalungun memandang diri mereka sebagai suatu kelompok etnis yang kuat yang dipersatukan oleh bahasa, musik tradisional, tarian tradisional, serta adat-istiadat dan kekhasan yang unik yang ada pada budaya masyarakat Simalungun diantaranya adalah seni tari, seni musik, dan seni rupa. Pada tulisan ini penulis lebih terfokus untuk mengkaji aspek alat musiknya.

  Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku Bangsa yang ada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1980:395-387).

  Ansambel yang termasuk dalam gonrang sidua-dua, yaitu 2 (dua) buah

  momongan , 2 (dua) buah gong, 1 (satu) sarunei bolon. Dan pada musik

  Simalungun memiliki musik instrumen yang terbagi dalam beberapa klasifikasi, yaitu: idiofon (momongan, ogung, sitalasayak, garantung), membranofon (gonrang sidua-dua, gonrang sipitu-pitu/ gonrang bolon), kordofon (arbab,

  husapi, jatjaulul/ tengtung ), aerofon (sarunei bolon, sordam, sarunei buluh, tulila, sulim, saligung, ole-ole, hodong-hodong , dan ingon-ingon).

  Musik tentu tidak lepas dari alat pendukungnya, yaitu alat musik. Dalam tulisan ini, penulis lebih “terfokus” kepada alat musik gonrang sidua-dua.

  Gonrang sidua-dua merupakan perpaduan dua alat yang sering kita kenal dengan

  kata gendang tetapi dalam bahasa Simalungunnya yaitu gonrang. Adapun kegunaannya gonrang yaitu satu gonrang dimainkan sebagai manginduri dan yang satunya lagi dimainkan sebagai mangumbak.

  Permainan gonrang haruslah berdekatan agar mengantisipasi komunikasi dalam perminan tidak harmonis (tidak sependapat). Gonrang sidua-dua merupakan alat musik tradisional yang menggunakan bahan-bahan yang sulit untuk ditemukan. Dikarenakan pembuatan alat musik gonrang menggunakan kayu yang berkualitas (nangka, rambasang, ingul, juhar, mahoni, kelapa), kulit kambing jantan umur minimal 3 (tiga) tahun (yang secara akustik adalah untuk ketahanan kulit kuat), rotan sepanjang 20 meter.

  Gonrang sidua-dua dimainkan secara ansambel yang berfungsi untuk

  upacara ritual (memuja-muja) yaitu untuk upacara penyembuhan, upacara pemanggilan roh dan pada upacara-upacara adat Simalungun. Permainan gonrang

  

sidua-dua dilakukan dengan kedua tangan menggunakan pamalu. Adapun fungsi

  kedua tangan tersebut untuk memukul kedua sisi pada gonrang. Permainan ini dinamakan sakkiting, yang sering digunakan dalam tempo yang lebih cepat.

  Permainan gonrang sidua-dua juga dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu)

  pamalu , dan itu tergantung lagu yang akan diiringi. Permainan ini dinamakan

  dengan topap, yang sering digunakan dalam instrumen musik dalam tempo lambat. Gonrang sidua-dua berfungsi sebagai tempo dalam suatu lagu, dan tidaklah terlepas dalam tempo dari sarunei. Jika dalam suatu perminan tidak adanya sarunei, berarti gonrang sidua-dua pun tidak dapat untuk dimainkan.

  Warna bunyi yang dihasilkan oleh gonrang sidua-dua ada berupa dua jenis, yaitu

  topap (pap

  ‘kedua tangan’) dan sakkiting (ting ‘memakai pamalu’). Pada warna bunyi yang dihasilkan.

  Pada masa kini alat musik modern sudah menjalar dalam kebudayaan tradisional masyarakat Simalungun. Melihat peranan peralatan musik modern yang semakin berkembang juga seperti keyboard, drum, dan saxophone membuat peranan alat musik tradisional semakin terdesak terutama alat musik yang dimainkan secara ansambel yaitu gonrang sidua-dua.

  Pada saat ini sudah sedikit ditemukan masyarakat Simalungun yang bisa memainkan serta membuat alat musik gonrang sidua-dua. Menurut penulis, hal itu terjadi dikarenakan pengaruh globalisasi dan kurangnya minat atau kemauan masyarakat Simalungun untuk memainkan alat musik gonrang sidua-dua Simalungun dan juga sudah jarang ditemukan seniman yang bisa membuat alat musik gonrang sidua-dua Simalungun ini. Jadi, keberadaan gonrang sidua-dua Simalungun ini di kalangan masyarakat Simalungun sudah sedikit, seperti penulis ketahui seniman yang bisa membuat alat musik gonrang sidua-dua Simalungun ini ialah Bapak Rosul Damanik.

  Bapak Rosul Damanik adalah salah satu seniman yang ada di daerah Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun dan mempunyai

  sanggar mulai tahun 1984. Bapak Rosul termasuk pelatih dan pemain alat musik gonrang sidua-dua dan sudah sering tampil pada upacara ritual, pada acara besar

  Simalungun pada pesta penikahan. Bapak Rosul pada saat ini sudah kurang untuk menampilkan peranannya pada saat ini, karena pengaruh globalisasi dan dikarenakan sudah banyaknya para pengurus-pengurus Gereja yang sudah menginjili para masyarakat Simalungun dan berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak J. Badu Purba Siboro mengenai gonrang sidua-dua, beliau mengatakan bahwa penggunaan gonrang sidua-dua pada saat sekarang mengalami pergeseran menjadi seni pertunjukkan dimana alat musik yang sudah hampir punah tersebut dilestarikan kembali ke dalam suatu pertunjukkan kesenian masyarakat Simalungun.

  Menurut Bapak Rosul Damanik, pembuatan alat musik gonrang sidua-dua Simalungun tidak dapat menggunakan bahan baku, yang terbuat dari bahan-bahan sederhana dan alami. Alat musik gonrang sidua-dua mempunyai dua sisi yang dalam bentuk bulat yang terdapat pada sisi kanan dan kiri dan mempunyai ukuran yang berbeda. Ukuran tersebut diukur sesuai permintaan pemesan ataupun disebut dengan pembeli. Alat musik gonrang sidua-dua juga dimainkan dengan 2 (dua) pamalu yang berguna sebagai alat pukul yang terdapat pada dua sisi tersebut.

  Pembuatan alat musik gonrang sidua-dua juga dibutuhkan waktu minimal 1 (satu) bulan dalam pembuatanya. Dikarenakan melakukan penjemuran secara berkala, yaitu penjemuran pertama pada kulit kambing jantan yang berumur minimal 3 (tiga) tahun, setelah itu juga dibasahi dengan air yang bersih dan dijemur kembali yang berguna untuk membersihkan segala kuman (kotoran) yang terdapat pada kulit kambing tersebut dan berguna untuk menjaga ketahanan pada alat musik

  gonrang sidua-dua . Penjemuran dilakukan bukan langsung dibawah terik

  matahari, melainkan pada ruangan yang berdindingkan kayu agar bisa di tembus matahari, yang dalam arti uapan panas yang dikeluarkan terik matahari yang sangatlah dibutuhkan.

  Gonrang sidua-dua dapat dimainkan dengan menggunakan 1 (satu)

  dan 2 (dua) pamalu. Alat musik gonrang sidua-dua yang dimainkan

  pamalu

  dengan 1 (satu) pamalu sering digunakan untuk permainan dalam tempo lambat (haro-haro). Permainan dengan menggunakan 1 (satu) pamalu bukan hanya dimainkan dengan pamalu saja, melainkan dapat dilakukan dengan pemukulan pada membran alat musik tersebut pada kedua sisinya. Dalam permainan dengan menggunakan 2 (dua) pamalu sering digunakan untuk lagu dalam tempo yang lebih cepat (parawat bolon). Alat musik gonrang sidua-dua merupakan perpaduan 2 (dua) alat musik gonrang (gonrang sidua-dua).

  Adapun kegunaan kedua gonrang yaitu sebagai panganak dan

  pangindungi. Dalam permainan gonrang sidua-dua mengikuti permainan sarunei

  yang dimainkan untuk tempo ataupun pengiring untuk sarunei pada lagu yang dimainkan. Alat musik gonrang sidua-dua dibedakan atas dua warna pukulan yaitu sitopapon sakkiting. Sitopapon yaitu gual (lagu) yang menggunakan dua buah gendang dan pola ritmenya adalah sama. Pada pukulan sitopapon juga menggunakan 1 (satu) pamalu dan selebihnya menggunakan 1 (satu) tangan atau 2 (dua) tangan. Pada 1 (satu) tangan juga dilakukan dengan tangan kiri yang berbunyi ‘tak’ dan tangan kanan berbunyi ‘ting pada pamalu dan pap’ menggunakan telapak tangan. Sedangkan sakkiting yaitu gual atau lagu yang menggunakan dua buah gendang dan masing-masing mempunyai ritme yang berbeda. Pada permainan sakkiting ini juga lebih terfokus dengan permainan menggunakan kedua pamalu, yang menjadi tempo dalam alat musik sarunei.

  Masyarakat Simalungun memiliki kebudayaan yang diturunkan secara turun-menurun dari nenek moyangnya, baik dari lisan maupun tulisan. Dalam tulisan ini penulis lebih memfokuskan dalam mengkaji aspek organologis dari etnis Simalungun saja.

  Proses belajar gonrang sidua-dua dilakukan dengan cara lisan yaitu dengan melihat dan mendengarkan, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah orang yang bisa memainkan alat musik gonrang sidua-dua dikalangan masyarakat Simalungun akan sulit untuk berkembang. Jika dikalangan masyarakat Simalungun sudah jarang ditemukan orang yang memainkan gonrang sidua-dua Simalungun.

  Globalisasi merupakan perkembangan kontomporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung. Pengaruh globalisasi dapat menghilangkan berbagai halangan dan rintangan yang menjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lain.

  Selain globalisasi penyebab goyahnya ketahan budaya adalah modrenisasi. Menurut Wilbert E. Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial kearah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri Negara- negara barat yang stabil. Karateristik umum modrenisasi yang menyangkut aspek - aspek sosiodemografis masyarakat dan aspek-aspek sosiodemografis digambarkan dengan sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang kearah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.

  Proses perjalanan kesenian tradisonal saat sekarang sudah mengarah keposisi krisis, akibat derasnya arus perubahan berupa globalisasi, modrenisasi, dan westernisasi. Proses perubahan ini bisa saja bermanfaat apabila masyarakat pendukung suatu kebudayaan dapat menjadikan budaya sebagai modal menghadapi kehidupan modis yang semakin kompleks.

  Pada saat sekarang kesenian tradisional sudah semakin jarang digunakan karena dianggap kurang praktis dan banyak aturannya. Masyarakat lebih memilih menggunakan alat musik yang ringkas, instan dan murah dalam hal dana dan penggunaannya, sehingga semakin kuat kecendrungannya memadukan alat musik modern dan alat musik tradisional. Pertunjukan kesenian tradisional tidak lagi menggunakan alat musik tradisional, melainkan menggunakan alat musik modern yang kini semakin populer.

  Alasan ini jugalah yang mendorong penulis untuk membahas tentang kajian organologis alat musik gonrang sidua-dua etnis Simalungun. Selain itu secara etnis penulis juga adalah suku Batak, dan sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai salah satu masyarakat didalamnya untuk tetap menjaga nilai-nilai budayanya.

  Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat apa yang menjadi kajian organologis alat musik gonrang sidua-dua yaitu bagaimana cara pembuatan serta fungsinya dalam masyarakat Simalungun untuk memenuhi kebutuhan dalam masyarakat. Latar belakang seperti ini sangat relevan untuk dikaji secara Etnomusikologi, sebagai ilmu yang penulis pelajari di Departemen Etnomusikologi pada empat tahun belakangan ini.

  Yang dimaksud dengan Etnomusikologi dalam skripsi ini adalah seperti yang dikemukakan oleh situs resmi Society for Ethnomusicology (SEM) dalam laman webnya sebagai berikut.

  Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music. European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban son, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary

  —many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history. Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music. Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Programs in Ethnomusicology. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Etnomusikologi adalah studi mengenai terbentuknya musik di seluruh dunia ini, dari masa lampau sampai masa sekarang. Para Etnomusikolog melakukan kajian terhadap gagasan, kegiatan, alat- alat musik dan suara dalam konteks masyarakat penghasil musik tersebut.

  Berbagai musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, musik son di Kuba, hip

  hop, juju di Nigeria, gamelan Jawa, ritus penyembuhan pada masyarakat Navaho

  Indian, nyanyian chanting masyarakat Hawaii, adalah beberapa contoh dari kajian budaya musik oleh para Etnomusikolog. Etnomusikologi secara keilmuan bersifat interdisiplin, beberapa Etnomusikolog berlatar belakang bukan hanya ilmuwan musik, tetapi juga berlatar belakang disiplin antropologi, folklor, tari, bahasa, psikologi, dan sejarah. Para Etnomusikolog biasanya melibatkan metode etnografi di dalam penelitiannya. Mereka mendatangi informan dan masyarakat yang diteliti dalam waktu yang relatif panjang, mengamati dan mendokumentasikan apa yang terjadi, melakukan pertanyaan-pertanyaan, dan adakalanya ikut terlibat dalam memainkan musik yang sedang ditelitinya. Selanjutnya pekerjaan etnomusikolog bisa saja di arkaif, perpustakaan, dan museum terutama yang berkaitan dengan sejarah musik tradisi. Ada kalanya Etnomusikolog membantu orang-orang atau masyarakat untuk mendokumentasikan dan mempromosikan praktik musik mereka. Sebahagian besar Etnomusikolog bekerja sebagai profesor di berbagai universitas, mereka mengajar dan juga penelitian.

  Dari uraian mengenai Etnomusikologi di atas, maka dalam penelitian ini penulis bertindak sebagai mahasiswa Etnomusikologi, yang mengkaji aspek organologis gonrang sidua-dua dalam kebudayaan etnik Simalungun. Alat musik ini adalah produk budaya dalam tradisi lisan yang diwariskan dari satu generasi ke genrasi berikutnya. Alat musik fungsional dalam masyarakat pendukungnya yaitu etnik Simalungun. Melalui studi organologis ini, penulis akan mencari sejauh apa artifak instrumen mengekspresikan kebudayaan secara luas.

  Dari beberapa latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul:

  “KAJIAN ORGANOLOGIS GONRANG SIDUA-DUA BUATAN BAPAK ROSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDNAG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN.

  

1.2 Pokok Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini, yaitu:

  1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan gonrang sidua-dua Simalungun yang dilakukan Bapak Rosul Damanik?

2. Bagaimana teknik memainkan gonrang sidua-dua?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian terhadap gonrang sidua-dua Simalungun yaitu: 1.

  Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan gonrang sidua-dua oleh Bapak Rosul Damanik.

2. Untuk mengetahui teknik memainkan gonrang sidua-dua.

1.3.2 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang kebudayaan Simalungun. Selain hal tersebut, manfaat lain yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

  1. Sebagai dokumentasi untuk menambah referensi mengenai musik Simalungun di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

  2. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

  Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005). Konsep juga dapat diartikan suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan (Mardalis 2003:46).

  Berikut penulis akan membuat pengertian dari kata-kata yang terdapat pada judul. Kajian adalah penyelidikan atau pelajaran yang mendalam atau menelaah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Dalam perhatian Etnomusikologi, bahwa kajian Etnomusikologi tidak hanya berhubungan dengan musikal, aspek sosial, konteks budaya, psikologis dan estetika, melainkan juga paling sedikit ada 6 (enam) aspek yang menjadi perhatiannya. Salah satu diantaranya adalah materi kebudayaan musikal (musical materials culture), (Merriam, 1964:45).

  Sementara organologi merupakan bagian dari Etnomusikologi yang meliputi semua aspek, diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk pada pola biasanya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.

  Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif, dan variasi sosial budaya.

  Kajian Organologis adalah suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari tentang instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri tanpa mengenyampingkan aspek- aspek budaya dari alat musik itu sendiri.

  Dari uraian konsep yang penulis tulis, maka penulis tertarik mengambil kesimpulan untuk melakukan penelitian tentang kajian organologis gonrang

  sidua-dua . Juga karena gonrang sidua-dua juga merupakan suatu alat musik membranofon yang pembuatannya menggunakan bahan baku alami dengan proses

  yang cukup lama menggunakan alat-alat yang sederhana (tidak menggunakan alat elektronika) dan teknik memainkannya dengan memukul menggunakan pamalu dan menghasilkan pukulan sebagai tempo pengiring dalam alat musik sarunei.

1.4.2 Teori

  Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Sebagai landasan berfikir dalam melihat suatu permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk permasalahan tersebut.

  Dalam tulisan ini untuk membahas pendeskripsian alat musik, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Kashima Susumu, 1978:174 terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan APTA (Asia Performing Traditional

  

Art ), bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua kelompok sudut pandangyang

  mendasar, yaitu studi struktural dan studi fungsional. Studi strukrural berkaitan dengan observasi (pengamatan), pengukuran, perekaman, atau bentuk pencatatan, ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat- alat atau komponen yang memproduksi (menghasilkan) suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara (loudness) bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut.

  Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menggolongkan proses dan teknik pembuatan gonrang sidua-dua Simalungun yang dilakukan oleh Bapak Rossul Damanik kedalam studi struktural dan studi fungsional.

  Penulis juga memakai teori Curt Sarch dan Hornbonstel (1961), yaitu

Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi.

  

Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: Idiofon

(alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), Membranofon (kulit sebagai sumber penggetar utama bunyi), Kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan Aerofon (udara sebagai penggetar utama bunyi)”.

  Di dalam musik tradisional, tradisi lisan (oral tradition) lebih menekankan pewarisan secara oral. Mengacu teori diatasm tradisi lisan disini maksudnya adalah salah satu proses belajar dengan cara melihat, mendengar, meniru, dan menghafal dalam proses mempelajari kebudayaan musik ini. Begitu juga teknik permainan gonrang sidua-dua pada lagu

  “sayur matua” oleh Bapak Rossul Damanik yang juga merupakan proses belajar secara lisan.

  Mantle Hood juga memberikan sebuah pemahaman untuk mempermudah penulis dalam meneliti melalui pendapatnya, “the concept of bimusicality as a

  way of scoholary presentation of the music of other cultures, and active performance and even composition idion of another culture as a way of leraning the essentials of its musical style and behavior ”.

  Dengan pendapat yang dikemukakan Hood akan menekankan pada pengajaran dalam hal praktik bagi jenis pertunjukan yang diteliti oleh penulis.

  Dalam hal ini bimusicality adalah agar peneliti mempelajari dan memainkan musik dari kebudayaan yang sedang diteliti. Begitu juga yang sedang penulis terapkan untuk mempelajari gonrang sidua-dua kepada Bapak Rossul Damanik (kebudayaan yang diteliti) dengan cara oral tradition. Ini adalah sebuah metode yang cukup bermanfaat bagi penulis untuk membantu dalam membahas permasalahan. Dengan pemahaman ini memudahkan saya untuk melihat teknik permainan dan struktur musik yang terdapat pada lagu tersebut.

  Khusus untuk menganalisis teknik permainan gonrang sidua-dua yang dilakukan Bapak Rosul Damanik, penulis menggunakan teori etnosains. Menurut Ihromi (1987) teori etnosains adalah teori yang lazim digunakan didalam disiplin

  antropologi . Pada dasarnya teori ini menitik beratkan kepada pandangan dan aktivitas yang dilakukan oleh informan yang di latar belakangi budaya tertentu.

  Jadi peneliti hanya menginterpretasi data berdasarkan latar belakang budaya itu hidup. Dalam kaitan dengan penelitian ini, teori etnosains yang penulis pergunakan adalah untuk mengungkap aspek teknik permainan gonrang sidua-

  dua , dengan peristilahan atau terminologi khas Simalungun yang digunakan oleh Bapak Rosul Damanik, seperti Sitopapon dan Sakkiting.

  Gonrang sidua-dua merupakan alat musik yang berperan sebagai rhytem,

  jadi dalam tulisan ini penulis menggunakan teori yang sesuai dengan Disiplin Etnomusikologi. Dalam Disiplin Etnomusikologi, pendekatan yang sering dipakai untuk transkripsi adalah transkripsi deskriptif. Transkripsi deskriptif adalah transkripsi yang dilakukan degan cara menuliskan, mencatat ciri-ciri dan detail- detail yang terdapat pada musik yang diteliti (Nettl, 1964). Dalam hal ini penulis akan menggunakan transkripsi yang bernotasi deskriptif.

  Penulis juga menggunakan teori oleh Bruno Nettl dalam bukunya “Theory

  And Method In Ethnomusicology

  tahun 1964”, bahwa untuk menganalisis seluruh bentuk musikal dilakukan analisis terhadap tangga nada, melodi, sitem, warna suara, dinamik, dan tempo.

  Selain itu, penulis juga mengkaji secara umum fungsi gonrang sidua-dua ini di dalam konteks kebudayaan Simalungun. Untuk mengkaji hal tersebut, penulis menggunakan teori penggunaan dan fungsi seperti yang ditawarkan oleh Merriam. Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar Etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian daripada pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi musik sebagai berikut.

  Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á- vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).

  Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sesebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bahagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam.

  Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia, yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, berkawin dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan kegiatan- kegiatan upacara. “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan

  “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, mengikut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

  Dalam kaitannya dengan fungsi musik di dalam kebudayaan, sampai tahun 1964, Merriam merekam fungsi yang dikaji oleh para pakar musik itui mencakup sepuluh fungsi, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetis, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi dan jasmani, (7) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (8) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (9) fungsi kesinambungan budaya, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

  Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan gunamencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis danobjektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar

  Bahasa Indonesia, Balai Pustaka , 2005).

  Metode yang dapat digunakan penulis adalah metode penelitian Kualitatif (Nawawi dan Martini, 1995:209) yaitu: Penelitian Kualitatif adalah rangkaian kegiatan suatu proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya.

  Untuk mendukung metode pnelitian tersebut, penulis menggunakan metode ilmu Etnomusikologi yang terdiri dari dua disiplin, yaitu: disiplin lapangan (field) dan disiplin laboratorium (laboratory dicipline). Hasil dari kedua metode ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study), (Merriam, 1964 : 37). Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam tulisan ini, penulis menggunakan Metode Pengumpulan Data, yaitu : wawancara dan dokumentasi.

  1.5.1 Wawancara

  Wawancara merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpulan data maupun peneliti terhadap narasumber atau sumber data. Peneliti melakukan wawancara terhadap narasumber (informan) dengan menemui secara langsung ke rumahnya.

  Wawancara yang dilakukan dengan komunikasi berdua dengan berbagai pertanyaan yang sudah disiapkan peneliti untuk apa yang akan di tulisnya.

  1.5.2 Dokumentasi

  Menurut Purwono (2009) Buku Materi Pokok “Dasar-dasar

  Dokumentasi

  ”, Jakarta : Universitas Terbuka, bahwa pengertian dokumentasi merupakan pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan keterangan (seperti

  kutipan-kutipan dari surat kabar dan gambar-gambar ).

  Penulis melakukan dokumentasi dengan menggunakan alat dokumentasi yang berupa kamera. Proses pendokumentasian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengambil beberapa gambar pada saat wawancara, proses pembuatan dan proses permainan alat musik Simalungun yang dimainkan narasumber (informan).

1.6 Lokasi Penelitian

  Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih di Desa Sarimatondang I Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Karena berdasarkan dari segi wilayah, lokasi penelitian mayoritas penduduknya adalah suku Simalungun.

  Adapun lokasi penelitian dalam mengumpulkan data untuk tulisan ini adalah di rumah Bapak Rosul Damanik yang berlokasi di Desa Sarimatondang Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun.

  Sebagai Informan tambahan dengan Bapak J. Badu Purba Siboro yang berdomisili di Jln. Nangka 1 no.18, Desa Lestari Indah, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.

  Kemudian sebagai Informan yang ketiga dengan Bapak Sahat Damanik yang berdomisili di kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Adapun lokasi penelitian berada di Kabupaten Simalungun.

  Ketiga informan adalah Seniman, Pembuat alat Musik, dan Pemain Musik Simalungun, Walaupun itu bukan Pekerjaan yang menetap.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Spiritualitas Pada Kepuasan Hidup Pensiunan

0 0 11

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Analisis Paparan Kebisingan dan Penanggulangannya Secara Ergonomis di PT.Permata Hijau Palm Oleo Medan

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Paparan Kebisingan dan Penanggulangannya Secara Ergonomis di PT.Permata Hijau Palm Oleo Medan

0 1 7

2. Petunjuk mengisi kuesioner Silahkan SaudaraI mengisi kuesioner dibawah ini dengan memberikan tanda - Pengaruh Motivasi, Persepsi, Pembelajaran, Kepercayaan Dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Produk Laptop Merek Asus Pada Pengunjung Plaza M

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Teori Tentang Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi - Pengaruh Motivasi, Persepsi, Pembelajaran, Kepercayaan Dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Produk Laptop Merek Asus Pada Pengunjung Plaza Medan Fair

0 0 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Motivasi, Persepsi, Pembelajaran, Kepercayaan Dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Produk Laptop Merek Asus Pada Pengunjung Plaza Medan Fair

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Morfologi Bahasa Pakpak Dialek Simsim

0 0 12

BAB II BIOGRAFI BAPAK ZULKARNAEN LUBIS 2.1 Biografi Bapak Zulkarnaen Lubis - Organologi Akustika Gitar Bass Solid Elektrik Fretless oleh Bapak Zulkarnaen Lubis di Jalan Bridgen Katamso No.89 Kelurahan Kampung Baru Kota Medan

0 0 7

Organologi Akustika Gitar Bass Solid Elektrik Fretless oleh Bapak Zulkarnaen Lubis di Jalan Bridgen Katamso No.89 Kelurahan Kampung Baru Kota Medan

0 0 12

Organologi Akustika Gitar Bass Solid Elektrik Fretless oleh Bapak Zulkarnaen Lubis di Jalan Bridgen Katamso No.89 Kelurahan Kampung Baru Kota Medan

0 0 20