Finger Print Differences among Down Syndrome and Normal Children at Purwokerto City

106

Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010

Perbedaan Pola Sidik Jari Anak-Anak Sindrom Down dan AnakAnak Normal di Purwokerto
Finger Print Differences among Down Syndrome and Normal Children at
Purwokerto City
Rangga Bagus Irawan1, Lantip Rujito1*, Miko Ferine1, Zaenuri Syamsu Hidayat1,2
ABSTRACT
Background: Dermatoglyphics is not only used to learn criminal identification, but also to learn chromosome
abnormalities e.g Down syndrome (trisomy 21). The goal of this study was to understand the variation and
distribution and the difference in dermatoglyphics and Total Ridge Count (TRC) between Down syndrome
children and normal children at Purwokerto.
Design and Method: This was an observational analytic study with cross sectional study design. In this
study, 148 subjects were divided into 2 groups of 74 persons each. Chi-Square and Mann-Whitney test were
used for the data analysis
Result: The results showed that the highest mean percentage of dermatoglyphics in Down Syndrome children
and normal children were loop ulna (63.4%) and whorl (37.1%) respectively. There was a significant difference
in the distribution of loop ulna (p=0,000), whorl (p=0,001) and arch (p=0,000) between normal and down
syndrom children but not with the radial loop (p=0,691). The mean of total ridge count for Down Syndrome
children (144.1) was higher compared to the normal children (100.5). An alternative Mann-Whitney test on

the Total Ridge Count test showed a significance difference (p=0.000).
Conclusion: There was a significant difference in the distribution of loop ulna, whorl, arch and Total Ridge
Count between Down syndrome and Normal children at Purwokerto City (Sains Medika, 2(2):106-116).
Key words: dermatoglyphics, Down Syndrome, normal children.
ABSTRAK
Pendahuluan: Pola sidik jari tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi tindak kejahatan, tetapi dapat
juga digunakan untuk menidentifikasi kelainan kromosom seperti Sindrom Down (trisomi 21). Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui variasi, perbedaan distribusi pola sidik jari dan perbedaan jumlah
sulur ujung jari pada anak-anak Sindrom Down dan anak-anak normal di Purwokerto.
Metode Penelitian: Metode yang digunakan pada penelitian adalah observasi analitik dengan cross
sectional study sebagai desain penelitian. Sampel penelitian berjumlah 148 dengan 2 kelompok subjek
penelitian yang masing-masing berjumlah 74 orang. Analisis data menggunakan uji Chi-Square serta uji
alternatif Mann-Whitney test.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata presentase tertinggi pola sidik jari pada
penderita Sindrom Down adalah loop ulna (63,4%), sedangkan pada anak normal adalah whorl (37,1%).
Terdapat perbedaan rerata yang bermakna dari distribusi pola loop ulna (p=0,000), whorl (p=0,001) dan
arch (p=0,000), sedangkan untuk loop radial (p=0,691) tidak menunjukkan perbedaan rerata yang
bermakna kedua tangan antara penderita Sindrom Down dengan anak normal. Rata-rata jumlah sulur
ujung jari pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung (144,1) lebih tinggi dibandingkan anak
normal di SD KRANJI I Purwokerto (100,5) dengan uji alternatif Mann –Whitney test berbeda nyata pada

p = 0,000.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan pola sidik jari ulna, whorl, arch, dan jumlah sulur di antara anak dengan
Sindrom Down dan anak normal di Purwokerto (Sains Medika, 2(2):106-116).
Kata kunci : pola sidik jari, Sindrom Down, anak normal.

1

Medical Faculty of Jendral Soedirman University, Purwokerto
Jl. dr Gumbreg No.1 Purwokerto Telp. 0281-641522

2

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekardjo Purwokerto

*

E-mail : l.rujito@unsoed.ac.id

Dermatoglypic Anak Sindrom Down dan Anak Normal


107

PENDAHULUAN
Dermatoglifi atau pola sidik jari adalah gambaran sulur-sulur dermal yang
pararel pada jari-jari tangan dan kaki, serta telapak tangan dan telapak kaki. Gambaran
sulur-sulur dermal ini ditentukan oleh banyak gen yang pengaruhnya saling menambah
dan mungkin beberapa diantaranya bersifat dominan dan tidak dipengaruhi oleh faktor
luar sesudah lahir (Graham dan Burns, 2005). Dermatoglifi telah lama digunakan di
kepolisian dan kedokteran kehakiman sebagai alat identifikasi. Pembentukan pola sangat
kuat ditentukan secara genetik, sehingga para ilmuwan mengembangkan dermatoglifi
sebagai alat dalam mendiagnosis penyakit genetik. Hal ini terkait dengan beberapa
bukti bahwa pada orang-orang yang mengalami kelainan genetik ternyata memiliki
dermatoglifi yang khas dan berbeda dengan orang normal (Soma, 2005).
Saat ini, pola guratan-guratan sidik jari tidak hanya digunakan untuk
mengidentifikasi pelaku-pelaku kejahatan, tetapi juga bermanfaat dalam bidang
kedokteran klinik (Emery, 1992). Sidik yang diperoleh dari ujung jari-jari, telapak tangan
serta telapak kaki sering menunjukkan pola abnormalitas yang khas pada kelainan
kromosom, sehingga dapat membantu penegakkan diagnosa.
Salah satu kelainan kromosom itu adalah Sindrom Down (trisomi 21) yang
disebabkan adanya tiga kromosom nomor 21 di dalam sel tubuh penderita yang terjadi

akibat peristiwa gagal berpisah (non disjunction) kromosom 21 pada saat terjadi
pembelahan sel atau pembentukan sel kelamin (Hartono et al., 2001). Diagnosa Sindrom
Down selain ditegakkan berdasarkan ciri-ciri klinis dan pemeriksaan sitogenetik, dapat
juga ditunjang dengan pemeriksaan dermatoglifi (Pai, 1992).
Penelitian mengenai pola sidik jari telah banyak dilakukan, antara lain oleh
Rosida dan Panghiyangani (2006). Penelitian tersebut melakukan pemeriksaan mengenai
dermatoglifi pada jari dan telapak tangan penderita Sindrom Down. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa terdapat keempat tipe pola utama (loop ulna, loop radial,
whorl dan arch) dengan frekuensi tertinggi tipe loop ulna (75,85%), dan jumlah sulur
rata-rata pada penderita Sindrom Down adalah 158.
Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Panghiyangani et al. (2006),
membuktikan bahwa pola sidik jari pada Suku Dayak mempunyai gambaran loop ulna
67.07%, whorl 25.54%, arch 4.62%, dan loop radial 2.77%.

108

Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010

Saat ini, informasi tentang penderita Sindrom Down di Kabupaten Banyumas
sangat kurang. Sindrom Down dianggap sebagai suatu penyakit sosial dalam masyarakat,

sehingga takut untuk dikucilkan bila salah satu anggota keluarganya menderita
keterbelakangan mental tersebut. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk melakukan
penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan variasi gambaran pola sidik
jari dan jumlah total sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down yang bersekolah di
SLB C YAKUT Tanjung dan anak normal di SD Kranji I Purwokerto dan juga diharapkan
dapat digunakan sebagai upaya pengenalan awal dan dapat dilakukan sebagai tindakan
skrining awal terhadap penyakit yang berhubungan dengan faktor genetik dalam hal ini
Sindrom Down.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik (non eksperimental).
Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah cross sectional study terhadap penderita
Sindrom Down yang didapat dari lokasi tertentu yaitu di SLB C YAKUT Tanjung (total
sampling) dan anak normal di SD Kranji I Purwokerto dengan penentuan sampel secara
acak (simple random sampling) melalui pengamatan pola sidik jari mereka.
Subjek penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yang masing-masing kelompok
jumlahnya sama, yaitu : 1. Penderita Sindrom Down dengan jumlah 74 siswa yang
bersekolah di SLB C YAKUT Golongan C1 Tanjung yang memenuhi kriteria klinis dari
penyakit Sindrom Down dengan kriteria inklusi meliputi, anak-anak penderita Sindrom
Down di SLB C YAKUT Tanjung dan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kriteria

eksklusi meliputi, terdapat cacat pada salah satu jari atau lebih yang dapat merusak
pola sidik jari dan menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian. 2. Anak normal :
sebanyak 74 orang yang diperoleh secara acak dari siswa yang bersekolah di SD Kranji
I Porwokerto. Kriteria inklusi meliputi, anak-anak normal di SD Kranji I Purwokerto,
bersekolah tingkat SD, dan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kriteria eksklusi
meliputi, terdapat cacat pada salah satu jari atau lebih yang dapat merusak pola sidik
jari dan menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Variabel penelitian meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas
meliputi anak-anak penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Kranji dan anak-anak normal

Dermatoglypic Anak Sindrom Down dan Anak Normal

109

di SD Kranji I Purwokerto. Variabel terikat meliputi pola sidik jari (pola loop, pola arch,
pola whorl) dan jumlah sulur ujung jari.
Alat dan bahan yang digunakan adalah tinta sampel berwarna ungu, kertas buffalo
tipis berwarna putih, bak stempel, kaca pembesar, lap kering, dan sabun.
Data berupa gambaran pola sidik jari dari subjek penelitian didapatkan dengan
menempelkan kedua tangan yang telah dibubuhi tinta ungu (melalui bak stempel) pada

kertas yang disediakan, kemudian gambar yang telah didapat, diamati langsung terhadap
pola sidik jari (pola loop, arch dan whorl) dan penghitungan jumlah total sulur ujung jari
pada penderita Sindrom Down dan anak normal dengan bantuan kaca pembesar dibawah
bimbingan dan bantuan dari pihak yang berkompeten dalam hal ini Kepolisian dari
POLRES Banyumas Sektor Kriminalitas.
Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis
univariat digunakan untuk melihat distribusi dan presentase dari tiap variabel. Analisis
bivariat untuk mengetahui ada tidaknya persamaan dan perbedaan pola sidik jari pada
anak-anak sindrom down di SLB C YAKUT Tanjung dan anak-anak normal di SD Kranji I
Purwokerto. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar variabel tersebut.
Analisis dilakukan dengan analisis uji statistik non parametrik chi-square untuk
menganalisis perbedaan distribusi pola sidik jari masing-masing tangan pada penderita
Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung dan masing-masing tangan pada anak normal di
SD Kranji I Purwokerto, dengan analisis T tidak berpasangan (independent T-test) untuk
menganalisis perbedaan rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down
di SLB C YAKUT Tanjung dengan anak normal di SD Kranji I Purwokerto. Analisis uji Fisher
sebagai uji alternatif apabila terdapat data yang tidak memenuhi persyaratan
digunakannya uji chi-square dan analisis Mann-Whitney test sebagai uji alternatif apabila
terdapat data yang tidak memenuhi persyaratan digunakannya uji T tidak berpasangan
(independent T-test).


HASIL PENELITIAN
Subjek penelitian ini terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok penderita Sindrom
Down di SLB C YAKUT dan kelompok anak normal di SD Kranji I Purwokerto yang masingmasing berjumlah 74 orang. Kelompok penderita Sindrom Down terdiri dari 24 orang

110

Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010

perempuan dan 50 orang laki-laki, yang terdiri atas 8 orang sekolah luar biasa tingkat
menengah, 9 orang tingkat lanjut, 55 orang tingkat dasar dan 2 orang tingkat TK. Kelompok
anak normal terdiri dari 41 orang perempuan dan 33 orang laki-laki. Subjek penelitian
yang diambil yaitu 40 orang siswa kelas 1 dan 34 orang siswa kelas 2. Diagram distribusi
frekuensi pola sidik jari dan jumlah sulur ke sepuluh jari pada penderita Sindrom Down
dan kelompok anak normal berdasarkan hasil pengambilan data penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.
70

66.6%
60%


Presentase

60
50
40
Kanan

27.6%
21.8%

30

Kiri

20
10

8.2%10%


4.2%
1.6%

0

Pola Sidik Jari

Loop Ulna

Gambar 1.

Loop Radial

Whorl

Arch

Diagram batang distribusi pola sidik jari pada penderita sindrom down

Hasil penelitian berupa distribusi pola sidik jari pada penderita Sindrom Down

di SLB C YAKUT Tanjung, distribusi pola loop ulna lebih banyak pada tangan kiri (66,6%)
daripada tangan kanan (60%), sedangkan untuk loop radial lebih banyak berdistribusi
pada tangan kanan (4,2%) daripada tangan kiri (1,6%). Whorl juga lebih banyak pada
tangan kanan (27,6%) daripada tangan kiri (21,8%). Distribusi pola arch lebih banyak
terdapat pada tangan kiri (10%) daripada tangan kanan (8,2%). Presentase rata-rata
distribusi pola sidik jari yang paling tinggi adalah loop ulna 63,4%, whorl sebesar 24,7%,
lalu arch sebesar 9,1%, dan presentase rata-rata yang paling rendah adalah loop radial
sebesar 2,8%.
Pola sidik jari pada anak normal di SD Kranji I Purwokerto distribusi whorl lebih
banyak pada tangan kiri (38,4%) daripada tangan kanan (35,7%), sedangkan untuk pola
loop ulna lebih banyak pada tangan kanan (37,6%) daripada tangan kiri (34,3%) dan arch

Dermatoglypic Anak Sindrom Down dan Anak Normal

111

memiliki presentase distribusi paling banyak pada tangan kiri (25,9%) daripada tangan
kanan (24,3%). Pola loop radial lebih banyak terdistribusi pada tangan kanan (2,4%)
daripada tangan kiri (1,4%) (Gambar 2). Urutan distribusi frekuensi rata-rata yang terlihat
pada adalah whorl sebesar 37,1%, loop ulna 35,9%, lalu arch sebesar 25,1%, dan presentase

Presentase

rata-rata yang paling rendah adalah loop radial sebesar 1,9%.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

37,6%

38,4%

24,3%

25,9%
Kanan
Kiri

2,4% 1,4%
Loop Ulna

Gambar 2.

35,7%

34,3%

Loop Radial

Whorl

Arch

Pola Sidik Jari

Diagram batang distribusi pola sidik jari pada kelompok anak normal

Hasil perhitungan jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down dan
anak normal dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah sulur pada penderita Sindrom Down
200

adalah 144,1
144.1 (Gambar 3), sedangkan rata-rata jumlah sulur pada anak normal sebesar

150

100,5. Data ini memperlihatkan bahwa
rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita
100.5

100

Sindrom Down lebih tinggi dibandingkan anak normal.

50
0
Sindrom Down

Gambar 3.

Normal

Anak

Diagram Batang Rata-Rata Jumlah Sulur Ujung Jari Pada Penderita Sindrom
Down dan Anak Normal

Hasil analisis data penelitian didapatkan hasil 0,000 untuk loop ulna dan arch,
dan 0,001 untuk whorl, serta untuk loop radial sebesar 0,691. Tabel 1 menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan rerata yang bermakna (p0,05) kedua tangan antara penderita Sindrom Down dengan anak
normal.
Tabel 1.

Hasil analisis statistik dari perbedaan distribusi pola loop ulna, loop radial,
whorl dan arch kedua tangan antara penderita Sindrom Down dengan anak
normal

Analisis perbedaan rata-rata jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom
Down di SLB C YAKUT Tanjung dengan anak normal di SD KRANJI I Purwokerto, menggunakan
uji T tidak berpasangan (Independent sample T-test). Hasilnya menunjukkan sebaran
data tidak normal sehingga digunakan uji alternatif yaitu menggunakan uji Mann-Whitney
test. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah 0,000 sehingga perbedaan rerata
antara dua kelompok dikatakan bermakna (p