STUDI METABOLISME OBAT PADA MANUSIA DENGAN ELIMINASI ANTIPIRIN SEBAGAI INDIKATOR Repository - UNAIR REPOSITORY

  / t f ET >f S K R I P S I

  

I W AYAN BU D H I AR TAW AN

S T U D I M E TA B O L I S M E O B A T P A O A M A N U S I A

D E N G A N E L I M I N A S I A N T I P I R I N S E B A G A I I N D I K A TO R

F A K U L T A S F A R M A S I

U N 1 V E R S I T A S A I R L A N G G A

S U R A B A Y A

  

1989

  S T U D I M E TA B O L I S M E O B A T P A D A M A N U S I A D E N G A N E L I M I N A S I A N T I P I R I N S E B A G A I I N D I K A TO R SKRIPSI DI BUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT- SYARAT MENCAPAI GELAR SARJ ANA FARMASI

  PADA FAKULTAS FARMASI UNI VERSI TAS AI RLANGGA

  1989

  Ol eh

  S U R A E A Y A

  I W A Y A N BUDHI A R T A W A K

  058410611

  K A T A P E N G A N T A R

  Segala puji bagi Tuhan Yang Naha Esa yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul : Studi Metabolisme Obat pada Manusia dengan Eliminasi Antipirin sebagai Indikator, se­ bagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakutas Farmasi Universitas Airlangga.

  Dalam menyelesaikan tugas akhir ini banyak bantuan yang telah saya peroleh dari berbagai pihak. Oleli karena itu pada kesempatan ini ijinkanlah saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan sedalam-dalamnya kepada pem- bimbing saya yang terhormat : 2

  • Bapak DR. H.A. A iz Hubeis dari Jurusan Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
  • Bapak Drs. Harjana, MSc . dari Jurusan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
  • Ibu Dra. Umi Athiyah, MS dari Jurusan Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

  yang telah banyak memberikan petunjuk/bimbingan dan saran serta dorongan semangat selama penelitian sampai dengan selesainya naskah skripsi ini.

  i i Rasa terima kasih yang sebesar— besarnya juga saya sampaikan kepada :

  • Kepala Jurusan Farmasetika Fakultas Farmasi Univer— sitas Airlangga.
  • Kepala Jurusan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi Uni­ versitas Airlangga.

  yang telah memberikan bantuan fasilitas laboratorium, per— alatan, serta kemudahan-kemudahan lain selama penelitian ini.

  Kepada Bapak dr. S.P. Ediyanto dari Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga saya sam­ paikan banyak terimakasih atas bantuannya yang tulus, di- mana dalam kesibukan-kesibukannya beliau masih dapat mem- bantu demi kelancaran penelitian ini.

  Kepada Gogot, Sudana, Armawan, Ary W, Yudi P, dan Made Edi saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga, karena disela kesibukan-kesibukan kuliah masih meluangkan waktu untuk menjadi sukarelawan dalam penelitian ini.

  Selanjutnya terima kasih saya sampaikan kepada :

  • Panitia skripsi F a k u 1tas Farmasi Universitas Air­ langga yang telah memeriksa naskah skripsi ini.
  • I putu Budhi Nanjaya yang telah banyak memberi ban­ tuan .fasilitas dalam pengetikan naskah skripsi ini.
  • Staf pengajar, rekan-rekan mahasiswa, serta karya- wan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

  ill

  • Bapak, lbu, serta saudara-saudara saya yang telah mendorong dengan semangat dalam menyelesaikan skripsi in i .

  Semoga Tuhan Yang Naha Esa melimpahkan rahmatNya atas semua kebaikan yang telah saya terima. Akhirnya dengan segala kerendahan hati saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan iimu kefarmasian di masa mendatang.

  Surabaya, Desember 1989

  D A F T A R

  1.2.2 Faktor Umur dan Jenis Ke- lamin .......................

  1.2.6 Faktor Nutrisi ..... .......

  1.2.5 Faktor - faktor yang dapat mempercepat atau menghambat aktifitas enzim mikrosom ha­ ti .......................... /<?

  1.2.4 Faktor Penyakit ............ //

  10

  1.2.3 Faktor Interaksi Obat ......

  9

  1.2.1 Faktor Genetik ............. &

  I S I

  1.2 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat .................. &

  4

  4 1.1 Tinjauan Umum ...................

   1. Metabolisme Obat ......................

  

  B A B :

   DAFTAR T A B E L ................................... . v i i i DAFTAR GAMBAR ................................... i x

  13 Halaman v

  1.3 Metode-metode yang dipakai untuk memperkirakan aktifitas metabol­ isme obat .........................

  25 4. Tahapan percobaan .................... .

  "UNIVL.^ T , ./.OCA"

  X: „ ^

  27 M I L I IC ‘

  4.5 Penentuan kembali kadar antipi­ rin dalam plasma .... .............

  27

  26 4.4 Pembuatan kurva baku antipirin ...

  4.3 Penentuan panjang gelombang mak­ simum .......................... .

  26

  4.2 Pembuatan larutan baku antipirin

  26

  26 4.1 Pembuatan larutan pereaksi ......

  3.3 Metode penentuan kadar antipirin dalam plasma ......................

  14 2. ANTIPIRIN ..............................

  24

  23 3.2 Protokol ..........................

  3. Metode penelitian ..................... 2 3 3.1 Ketentuan subyek ..................

  23

  23 2. Alat ............................... ....

   1. Bahan ..................................

  19

  2.4 Penentuan kadar dalam cairan bio­ logis ..............................

  15

  16 2.3 Farmakokinetik antipirin .........

  15 2.2 Farmakologi .......................

  15 2.1 Sifat fisika-kimia ...............

  S U A E r t Y A

  5. Analisa data ........... ’................... 28 5.1 Penentuan waktu paruh bioJogis ...

  28

  5.2 Penentuan volume distribusi ..... .... 28

  5.3 Penentuan klirens total .......... .... 29

  

   VI. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN............. ....

  50 RINGKASAN ............................................ 5 2 DAFTAR PUSTAKA .................................. ....

  54 V L t

  B A B

  I P E N D A H U L U A N Metabolisme obat, dalam hal ini oksidasi enzimatik di hati adalah salah satu dari proses-proses penting dalam disposisi obat dan bahan-bahan kimia lain dalam tubuh manusia. Kecepatan proses ini sering merupakan tahap pe- nentu (rate LimXtirt# step) pada eliminasi obat • atau pada pembentukkan metabolit-metabolit yang aktif [1, 2, 3, 4].

  Ada beberapa faktor mempengaruhi metabolisme obat. Keadaan-keadaan seperti : jenis kelamin [5], umur C5, 6] kebiasaan merokok [7], polusi yang berasal dari industri [8], obat-obat tertentu, makanan [9, 10], atau penyakit- penyakit tertentu [2, 11] dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap aktivitas metabolisme obat. Selain faktor— faktor seperti di atas, aktivitas metabolisme obat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan gene- tik [12, 13].

  Branch [13] telah membuktikan adanya perbedaan yang bermakna pada waktu paruh eliminasi dan klirens anti­ pirin pada orang Inggris dan orang Sudan, serta pada orang

  Sudan yang tinggal di Inggris. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dalam aktivitas metabolisme obat yang dipenga­ ruhi oleh faktor— faktor lingkungan dan genetik, Adanya

  i pengaruh lingkungan dan genetik akan memberikan konse- kuensi perlunya diperhatikan hubungan antara dosis dan ke- mampuan metabolisme obat, terutama obat-obat dengan indeks terapi yang sempit yang membutuhkan dosis individual [4],

  Untuk mengetahui perbedaan interindividual dalam disposisi obat beberapa metode telah digunakan seperti : pengukuran parameter senyawa-senyawa endogen ( ^-glutamil transpeptidase, D-Glucaric acid, 6/?-hidroksi kortisol), pengukuran kecepatan metabolisme obat in. vitro dengan sam- pel biopsi hati, atau pengukuran parameter farmakokinetik dari suatu model obat seperti: antipirin, aminopirin, amo- barbital, hexobarbital, diazepam, atau debrisoquin [4],

  Secara umum pendekatan yang dilakukan harus dapat

  memperkirakan secara kuantitatif aktivitas dari en 2 im me- tabolik obat yang, akhirnya secara teoritis, dapat dipakai untuk memperkirakan aktivitas metabolisme obat lainnya.

  Sampai saat ini [14, 153, untuk memperkirakan aktivi­ tas metabolisme obat dilakukan dengan cara menentukan parameter farmakokinetik dari suatu model obat (drug mcu— fceiO. Untuk tujuan ini waktu paruh plasma antipirin sering dipakai sebab antipirin mempunyai sifat-sifat yang dapat mendukung kesahihan data yang diperoleh seperti : di- absorbsi cepat dan ha/npir sempurna pada saluran pencerna- an, terdistribusi ke seluruh cairan tubuh (volume distri­ busi 52 liter), ikatan dengan protein plasma atau jaringan kecil (kurang dari 10 7.), dimetabolisme hampir sempurna di

  3 hati dengan rasio ekstraksi hepatik yang rendah, dan eli­ minasi renal yang dapat diabaikan. Oleh sebab itu penen- tuan kecepatan eliminasi antipirin dapat dipakai untuk memperkirakan fungsi hati termasuk aktivitas metabolisme obat [6, 16, 173.

  Penelitian tentang pengaruh lingkungan dan genetik terhadap aktivitas metabolisme obat sebagian besar dila- kukan pada orang-orang ras Kaukasia, hanya beberapa saja yang dilakukan pada orang bukan ras Kaukasia [10, 13, 18].

  Untuk orang Indonesia , dimana faktor— faktor lingkungan, makanan, dan ras/etnisnya berbeda dengan keadaan-keadaan

  di

  Afrika atau Amerika Utara, diperkirakan juga mempunyai aktivitas metabolisme obat yang berbeda.

  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas metabolisme obat pada beberapa subyek Indonesia. Caranya adalah dengan menentukan waktu paruh eliminasi, klirens, dan volume distribusi antipirin. Dari hasil yang diperoleh diharapkan dapat membantu dalam menunjang sistem pengobatan di Indo­ nesia.

  B A B

  I I T I N J A U A N P U S T A K A

1. METABOLISME OBAT

1.1. Tinjauan Umum

  Metabolisme mempunyai tiga tujuan utama, yaitu memberikan energi kepada tubuh, untuk memecah suatu senyawa yang lebih sederhana atau biosintesa senyawa senyawa yang lebih kompleks, dan untuk biatransfor- masi senyawa-senyawa asing menjadi senyawa yang lebih polar, larut dalam air dan dalam struktur yang ter— ionisasi, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah.

  Aktivitas metabolisme, atau dalam beberapa pus- taka disebut dengan kemampuan metabolisme [13], ka- pasitas metabolisme [6], atau kecepatan metabolisme

  [233 semuanya merujuk pada proses oksidasi enzimatik di hati oleh enzim mikrosomal oksidase.

  Metabolisme obat adalah satu-satunya proses bio- transformasi obat oleh lingkungan biologis. Meta­ bolisme aobat sering juga disebut sebagai proses de- toksikasi atau detoksifikasi. Tetapi istilah ini ti- dak dapat dipakai pada semua keadaan. Metabolit yang terbentuk kadang-kadang lebih toksik dari obat induk- nya [2, 33, contohnya: metabolisme dari fenasetin, piridin, asetaminofen, benzo(a )piren. Metabolit yang rgaktif ini berikatan dengan asam nukleat atau pro­ tein sehingga menyebabkan efek toksis pada sel dan nekrosis pada jaringan [1, 2],

  l Tempat yang utama terjadinya metabolisme obat adalah hati. Tempat-tempat lain terjadinya meta­ bolisme obat misalnya ginjal, salur'an pencernaan, paru-paru, kulit, adrenal, serta plasenta Cl, 2J.

  Pada pemberian per oral, beberapa obat (iso­

  proterenol , meperidint pentazosin, morphin) diab-

  sorpsi dari usus halus dan ditransportasi melalui sistem portal ke hati, dimana segera terjadi meta­ bolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik (first-pass effect).

  Beberapa obat bahkan lebih banyak dimetabolisme di usus dibanding di hati, seperti : clonazepam., chlorpromazin [2]. Terjadinya

  first-pass effect merupakan salah satu alasan tei—

  hadap adanya perbedaan waktu paruh biologis pada pemberian intravena dan per oral [33.

  Reaksi-reaksi dalam metabolisme obat yang ter— utama adalah oksidasi, reduksi, hidroksilasi, dan konyugasi serta dibagi menjadi dua fase yaitu : fase 1 (reaksi-reaksi non sintetik) dan fase 2 (reaksi- reaksi sintetik). Reaksi fase 1 biasanya membentuk metabolit yang polar yang dengan segera dapat dieks- kresi. Tetapi banyak metabolit pada fase 1 yang tidak segera dapat dieliminasi. Dalam hal ini metabolit dari fase 1 akan bereaksi lagi dengan senyawa-senyawa endogen seperti : as a m glxtkoronat , asam sulfate as am

  asotat, atau asam. amino untuk membentuk suatu

  6 konyugat yang lebih polar lagi.

  Kadang-kadang reaksi fase 2 dapat mendahului reaksi fase 1, seperti ditunjukan oleh pembentukan metabolit yang hepatotoksik dari isoniazid [2]. Pertama terjadi reaksi asetilasi, yang diikuti oleh hidrolisa dan membentuk aseti1hidrazin yang ber- sifat hepatotoksik.

  ABSORPSI

  ELIMINASI

  METABOLISME

  FASE 1 FASE 2 d e n g a n a k - m e t a b o l i t u b a h t i v i l a s b e r - • > k o n y u g a t --------- > Obat m e t a b o l i t t i d a k a k I i f -> konyugat >

  Lipofilik Hidrofilik

  Gambar 1

  . Reaksi fase 1 dan fase 2 dalam biodisposisi obat [2].

  Pada proses metabolisme obat, dua enzim ir.ikro- som memegang peranan penting. Yang pertama adalah suatu flavoprotein, yaitu NADPH-sitokrom P-450 (NADPH sitokrom c reduktase) . Yang kedua adalah suatu hemo-

  protein

  ( sitokrom P-450 ). Secara sederhana siklus

  7 oksidasi obat dapat dijelaskan sebagai berikut : sitokrom P-450 teroksidasi (Fe ) berikatan dengan obat membentuk suatu kompleks (tahap 1). NADPH mem­ ber! sebuah elektron kepada flavoprotein reduktase, yang selanjutnya mereduksi kompleks dari [Sitokrom

  P-450 — Obat] (tahap 2). Elektron kedua didapat dari NADPH melalui flavoprotein reduktase yang sama, yang selanjutnya mereduksi oksigen dan membentuk suatu kompleks [Oksigen teraktifasi — Sitokrom P 450 — Obat] (tahap 3). Kompleks ini memberi oksigen. aktif kepada obat dan membentuk suatu hasil (metabolit) yang teroksidasi (tahap 4).

  Gambar 2 Siklus Sitokrom P-450 daiam oksidasi obat.

  (RH = obat ; ROH = metabolit teroksidasi ; Fp * flavoprotein ; e = elektron) [2].

  e

  1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Metabolisme O b a t .

  1.2.1. Faktor Genetik.

  Adanya variasi genetik yang mempengaruhi tingkat aktivitas enzim akan memberikan pula va­ riasi dalam kecepatan metabolisme obat. Variasi ge­ netik ini bisa dalam bentuk variasi enzim yang ber- peranan langsung dalam biotransformasi obat, atau protein lain yang bukan enzim yang berperanan pen- ting dalam ika’tan atau transpor obat [12]. Succiniicholine sebagai contoh, hanya dimetabolisme setengah kali orang normal pada orang yang secara genetik kekurangan enzim pseudocholinesterase. Per- bedaan dalam kecepatan metabolisme juga tampak pada asetilasi dari isoniazid, dimana terjadi perbeda- an dalam proses asetilasi pada orang-orang Jepang, Eskimo, Amerika Latin dan Amerika negro [19],

  Penelitian yang dilakukan oleh Branch (13) membuktikan adanya pengaruh genetik dan lingkung­ an dalam disposisi obat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya perbedaan yang bermakna pada waktu paruh eliminasi dan klirens antipirin pada orang Inggris dan orang Sudan. Pada orang Sudan, harga waktu pa­ ruh eliminasi antipirin hampir dua kali orang Inggris.

  9

  1.2.1. Faktor Umur dan Jenis Kelamin Beberapa penelitian membuktikan adanya per­ bedaan kecepatan metabolisme obat karena pengaruh umur dan jenis kelamin. Pada orang tua (rata-rata 77,6 tahun) waktu paruh antipirin dan phenil- butazon masing-masing 45 */. dan 29 X 2ebih besar dibanding kontrol (rata-rata 26 tahun) [5]. Oleh Alvares [6] ditunjukkan bahwa kecepatan metabo­ lisme obat pada anak-anak hampir dua kali lebih be- sar dibanding orang dewasa. Alasan yang dipakai un­ tuk menjelaskan keadaan ini adalah adanya perbedaan pada perbandingan (rasio) berat hati terhadap berat badan. Pada anak-anak umur 2 (dua) tahun, harga ra­ sio ini (40 - 50) 7. lebih besar, sedang pada anak umur 6 (enam) tahun 30 '/. lebih besar dibanding orang dewasa.

  Walaupun pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan metabolisme obat baru dilaporkan ter— jadi pada tikus C19], tetapi oleh O'Malley [5] ditunjukkan bahwa kecepatan metabolisme obat pada wanita lebih besar dibanding pria.

  Gambar 3 Pengaruh umur dan jenis kelamin terhadap kecepatan metabolisme obat [53.

  1.2.3. Faktor Interakgi Obat.

  Beberapa obat, disebabkan oleh sifat lipofi- liknya yang sangat tinggi, tidak saja diterima oleh enzim pada tempat aktifnya tetapi secara tidak spesifik berikatan dengan membran lipida pada Reti­ culum endoplasma. Pada keadaan ini mereka dapat menginduksi enzim mikrosom, atau secara kompetitif dapat menghambat metabolisme obat lain yang dibe- rikan bersama-sama [1, 23. Hal ini dapat menvebab- kan efek terapi suatu obat menjadi menurun, atau menyebabkan efek toksik pada obat-obat dengan in- deks terapi yang sempit. Sebagai cantah pada orang yang rutin diberi barbiturat, seda1 hipno1 k , atau 1 1

  • * tranquilizer akan mempercepat metabol is.ne dari war­ farin atau dikumarol, sehingga dosis yang dipe^lu-

  Kan menjadi lebih besar. Sebaliknya diKumaroi roeng- nambat metabolisme d a n f e m t o i n sehingga aapat

  t i

  menyebabkan efek toksik seperti

  ataxia

  dan drow s i n e s s .

  Penelitian oleh Carter [20] menunjukkan ada­ nya pengaruh obat oral kontraseptik golongan ste­ roid (SOC) terhadap aktivitas metabolisme obat. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya waktu paruh plasma antipirin pada subyek yang selama 3 bulan mendapat terapi SOC.

  1.2.4. Faktor penyakit.

  Penyakit-penyakit akut atau kronis yang mem- mengaruhi fungsi hati akan mempengaruhi juga me­ tabolisme obat. Penyakit-penyakit seperti : hepa­

  titis a l k o h o l i k 9 cirrhosis alkoholik aktif atau

  inaktif, hemochromatisf hepatitis kronis aktif,

  cirrhosis empedu atau hepatitis akut karena virus

  dapat merusak enzim metabolik di hati terutama mikrosomal oksidase, dan karena itu mempengaruhi juga eliminasi obat [2].

  Sakit jantung juga dilaporkan mengharnbat meta­ bolisme obat. Hal ini disebabkan karena aliran darah ke hati terganggu, sehingga untuk obat-obat yang aliran darah merupakan tahap penentu metabo- lismenya juga akan terhambat. Penvakit-penyakit se­ perti kanker hati, sakit paru-paru, hipotiroid. ma­ laria, skistosomiasis juga menghambat aktivitas metabolisme obat [1, 2]. Oleh Klotz [11] ditunjukan bahwa waktu paruh antipirin dan lorcainide pada penderita cirrhosis alkoholik jauh lebih panjang dibanding orang nor— mal, sedangkan Kawasaki [153 membuktikan terjadi- nya penurunan klirens antipirin sampai 61 '/. pada orang yang menderita sakit hati kronis.

  1.2.5. Faktor— faktor yang Dapat Mempercepat atau Meng- hambat aktivitas enzim mikrosom hati.

  Beberapa obat dan bahan kimia dapat mem­ pengaruhi aktivitas enzim mikrosom hati. Senyawa golongan barbiturat dan beberapa obat lain serta senyawa - senyawa kimia seperti chlordane ' dan DDT

  [2, 33, polychlorinated biphenyls [83» dan kebiasa- an merokok [73, dapat menginduksi enzim mikrosom hati sehingga kecepatan metabolisme meningkat. Wood

  [7] membuktikan bahwa meskipun umur mempengaruhi klirens hepatik, tetapi dipengaruhi juga oleh fak­ tor— faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok.

  Aktivitas enzim mikrosom dapat dihambat oleh pemakaian obat-obat tertentu seperti : proadi fen*

  cim&tidine, secobarbital * f u r o x e n

  , dll. [2, 33. Me- kanisme kerjanya dapat berupa hambatan kompetitif terhadap obat-obat lain, atau interaksi secara ko- valen dari metabolit intermediat yang dapat be- reaksi dengan protein lain dalam sitokrom sehingga aktifitas enzim terhambat.

  i3

  0.10 0 . 0 8

  0 . 0 6 0 .0 4 0.02 SMOMM *— • I'O.tTt M W - t M H t n o - 0 . 1 * 0 »• 0 *11 |V*HC'» I ' O H l V O O I O

  20 4 0 - 6 0 AGE, yi«(t 6 0

  

Gambar 4 Pengaruh umur terhadap klirens antipirin pada

subyek yang merokok dan tidak merokok [7].

  1.2.6. Faktor Nutrisi Diantara faktoi— faktor lingkungan yang mem­ pengaruhi aktivitas metabolisme obat adalah fak­ tor makanan. Oleh Anderson [9] dan Mucklow [10] di­ tunjukkan bahwa pada subyek yang mengkonsumsi pro­ tein setiap harinya, waktu paruh antipirinnya lebih pendek dibanding subyek vegetarian. Kecepatan meta­ bolisme obat juga dihambat pada keadaan defisiensi vitamin A, riboflavin, asam askorbat, vitamin E, atau unsur— unsur seperti kalsium, magnesium, seng serta tembaga [1, 19].

  t4

  1.3. Metoda-metoda yang Dipakai untuk Memperkirakan Ak­ tivitas Metabolisme Obat

  Beberapa metoda telah dipakai untuk memper- kirakan aktivitas metabolisme obat pada manusia seperti :

  1. Dengan mengukur parameter— parameter senyawa senyawa endogen, yaitu :

  • aktivitas ^-glutamil transpeptidase (^-GT) dalam plasma.
  • ekskresi D-glucaric acid dalam urin.
  • ekskresi <sf?-hidroksi kortisol dalam urin.

  2. Dengan mengukur metabolisme obat in vitro pada sampel hati (atau sampel yang dipero- leh dari jaringan lain) dengan operasi obat yang cukup banyak.

  3. Dengan mengukur parameter farmakokinetik dari suatu model obat setelah pemberian dosis tungga1. Model obat yang dipakai antara l a m : anti-

  p i r i n , aminopirin, amobarbital, hexobarbi- tal, diazepam, debrisoquin, spartein.

  Pengukuran parameter senyawa-senyawa endogen hanya menunjukkan harga-harga yang disebabkan oleh induksi enzim. Tidak ada hubungan yang berarti de­ ngan kecepatan eliminasi obat. Sedangkan, peng-

  t 5

  ukuran aktivitas metabolisme obat in vitro dengan sampel biopsi hati hanya menunjukkan korelasi yang lemah dengan kecepatan eliminasi antipirin in vivo.

  2 ANTIPIRIK 2.1., Sifat Fisika - Kimia

  Sifat fasika-kiroia antipirin menurut Farmakope Indonesia edisi 11 [20] adalah sebagai berikut :

  Pemerian : hablur atau serbuk hablur, warna putih, tidak berbau, rasa agak pa- hi t

  Kelarutan : larut dalam lebih kurang 1 (satu) bagian air dan dalam lebih kurang 1 (satu) bagian etanol (90 V.)P, mudah larut dalam kloroform P, sukar larut dalam eter P. Jarak lebur : (110 - 113) °C Rumus bangun

  C H

  \

  CH 9 (1-feni1-2, 3-dimetil-3-pirazolin-5-on)

  C H N D 1 2 1 2 Z BM = 188,23

  i 6

2.2. Farmakologi [1, 22]

  Antipirin mempunyai sifat non narkotik-analgesik dan antipiretik serta tergolong pada turunan pira- zolin. Antipirin juga mempunyai sifat anti inflamasi yang baik. Secara topikal antipirin mempunyai sifat anestesi lokal dan aksi stiptik (mencegah perdarahan)

  Larutan mengandung 5 7. antipirin biasanya digunakan sebagai obat tetes telinga.

  Dalam aksinya sebagai analgesik - antipiretik, antipirin bersifat seperti salisilat yaitu merang- sang saraf pusat pada hipotalamus dan saraf perifer. lieskipun efek agranulositosis dari antipirin sudah jarang dilaporkan, senyawa ini sudah jarang dipakai atau tidak banyak lagi dipakai dalam pengobatan. Sekarang, antipirin dipakai untuk mengukur cairan tubuh total dan aktivitas enzim mikrosom hati. Dosis yang biasa dipakai (300 - 600) mg.

2.3. Farmakokinetik Antipirin

  Antipirin cepat dan sempurna dimetabolisme sete- lah pemberian secara oral. Pada pemberian 18 mg/kg berat badan, konsentrasi puncak dalam plasma sekitar 15 yg/ ml, dan dicapai dalam (1 - 3) jam. Antipirin terdistribusi merata ke seluruh cairan tubuh dengan volume distribusi sekitar 52 liter. Juga disekresi di saliva dengan konsentrasi yang sama seperti dalam plasma. Ikatan dengan protein plasma kecil sekali {<10 Antipirin dimetabolisme di hati, dan kece­ patan biotransformasi ini bervariasi serta dipenga- ruhi oleh faktor - faktor lingkungan dan genetik. Sekitar (30 - 40) 7. dimetabol isme menjadi 4-hidroksi- antipirin dan diekskresi dalam urin sebagai gluku- ronida. Sekitar 5 */. diekskresi tidak berubah dan sekitar 6 V. sebagai norantipirin dalam urin [17, 221.

  Metabolisme antipirin dapat dilihat pada gambar 5.

  Pada orang normal, waktu paruh plasma sekitar 11-15 jam. Waktu paruh antipirin dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti : genetik, lingkungan, umur, jenis kelamin, pemakaian obat-obat lain, atau pada penyakit-penyakit tertentu. Waktu paruh antipirin bisa bervariasi setiap waktu, dengan kata lain ter— jadi variasi intraindividual dalam disposisi anti­ pirin [23, 24], Pemberian antipirin secara oral atau intravena memberikan harga yang sama pada waktu paruh plasma, volume distribusi, atau klirens [25].

  

Antipirin Norantipirin

  4*-hidroksi antipirin

  3-karboksi antipirin 4, 4' -dihidroksi antipirin

  CH

  / \

  CH N COOH OH

  / \

  C H <5 5 C H OH 4 4 CH N

  3-hidroksimetil antipirin

4-hidroksi

antipirin

  C H <3 3 C H <5 5 C H OH <5 4 CH N

  CH

  \

  3 0 CH N CH

  /

  a CH N

  / 9

  Oambar 5 : Skema Metabolisme antipirin

  5 0 1 9

  50 20 4 0 3 0 u. M . G . 20 3 0 4 0

  10

  10 o i . v .

  1 • p .o . ok %

  Ui J

  • II

  15 12 15

  12 £ 0 5 0 4 0 D M .

  3 0

  20

  10 H O U R S A F T E R A N T I P Y R I N t

  12 IS

  3

  6 Gambar 6 Kadar antipirin dalam plasma dari 4 sukarelawan setelah pemberian peroral dan intra vena.

  2.4. Penentuan Kadar dalam Cairan Biologis Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk menentukan kadar antipirin dalam cairan biologis.

  Beberapa penelitian yang dilakukan menggunakan me­ tode Spektrofotometri [5, 6, 8, 9, 13, 23, 25, 20], metode Kromatografi Gas [10, 15, 18, 24], metode HPLC

  [7, 11, 14], atau dengan metode Radioimmunoassay [26],

  Dari metode-metode tersebut yang paling banyak dipakai adalah metode Spektrofotometri. Prinsip me-

  2 0

  tode ini adalah mengkonversi antipirin ke bentuk 4-nitrosoantipirin. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu pembacaan absorbsi harus tepat pada waktunya, sebab absorbsi meningkat sampai maksimum sekitar 20 menit setelah penambahan nitrit dan kemudian menurun

  [27], Pemakaian metode Kromatografi Gas memberikan hasil yang lebih teliti dan lebih cepat. Prinsip me­ tode ini adalah antipirin ditentukan kadarnya secara langsung (tartpa mengkonversi menjadi derivatnya) se­ telah diekstraksi dulu dengan kloroform. Untuk mem- bandingkan hasil penentuan kadar antipirin secara spektrofotometri dengan cara GLC, oleh Prescott dkk

  [27] dilakukan penentuan kadar dari 67 sampel plasma dari 12 pasien dengan kedua cara tersebut. Dari hasil penelitian tersebut ternyata metode spektrofotometri memberikan harga waktu paruh yang lebih besar (11,4 ±

  3,1 jam) dibanding metode GLC (10,6 ± 3,9 jam). Perbedaan rata-rata kedua cara tersebut adalah 13,2 ± 5,8 */..

  Meskipun didapatkan harga waktu paruh yang berbeda, tetapi secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna. i ■ a u

  r

  Spectrophotometry fig mt_l

  Gambar 7 : Perbandingan penentuan kadar antipirin

  dalam plasma dengan cara spektrofoto­ metri dan GLC [27], Penelitian sejenis dilakukan oleh Chang dkk. [26], untuk membandingkan penentuan kadar antipirin dalam plasma dan dalam saliva dengan metode R1A dan spektrofotometri. Untuk masing-masing 30 sampel plas­ ma dan saliva, kedua metode tersebut ternyata mem- berikan harga koefisien korelasi yang baik (r = 0,90 untuk plasma dan r = 0,97 untuk saliva).

  (gambar 8)

  Gambar 8

  : Perbandingan penentuan kadar antipirin dalam plasma dan dalam saliva dengan cara RIA dan spektrofotometri.[26]

  Dari data di atas dapat dikatakan bahwa pe­ nentuan kadar antipirin dalam plasma dengan metode spektrofotometri masih dapat dijamin kesahihannya.

  B A B

  I I I B A H A M A L A T , D A N M E TO D E P E N E L I T I A N

  1 . BAHAN

  • Serbuk antipirin dari PT.CENDO PHARMACEUTICAL INDUS­

  TRIES , No. Batch 40063 dengan sertifikat analisa seperti pada lampiran 3

  • Serbuk Seng Sulfat p.a (Merck)
  • Natrium Hidroksida p.a (Merck)
  • Natrium Nitrit p.a (Merck)
  • Asam Hidroklorida p.a (Me
  • Larutan Heparin 5000 Ul/ml

  2. ALAT

  • Double Beam - Double Wavelength Spectrophotometer Hitachi 557
  • Electric Centrifuge Model Piccolo - Vortex Genie Model K - 550 - GE
  • Venous canule “Venflon"

  3. METODE PENELITIAN

  3.1. Ketentuan Subyek Subyek adalah orang Indonesia asli, sehat dan berumur 20 - 30 tahun, berat badan 50 - 60 kg, tidak merokok, dan telah menyetujui untuk menjadi sukarelawan. Pemilihan subyek sehat didasarkan atas

  

23

  2 4

  basil pemeriksaan k l i m s meliputi taal hati dan faa] ginjal.

  3.2. Protokol Satu minggu sebelum percobaan dilakukan, sub­ yek tidak diperbolehkan meminum obat-obatan, ter— utama antipirin atau obat-obat lain yang dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme obat seperti fenobarbital dan senyawa barbiturat lainnya, feni- toin, teofilin, atau senyawa-senyawa golongan ste­ roid. Menjelang hari percobaan subyek diminta ber— puasa mulai malam hari sampai pagi harinya pada waktu percobaan. Antipirin diberikan dalam bentuk kapsul dengan dosis tunggal 1000 mg, diikuti dengan minum satu gelas air. Subyek diberi makan 2 jam se- telah pemberian obat. Sampel darah diambil dari ve­ na cubiti sebanyak 7 ml dengan menggunakan venflon pada waktu-waktu : 0, 2, 4, 6, 8, 10, 24, 27, 30, 33 jam setelah pemberian obat. Pemilihan waktu in­ terval sampling didasarkan atas waktu paruh anti­ pirin yang lama (11 - 15 jam) [17], karena yang di- utamakan adalah penentuan kecepatan eliminasi, maka pengambi1 an sampel darah hanya dilakukan pada fase eliminasi. Untuk mencegah pembekuan darah pada vena maka pada setiap pengambilan sampel darah diikuti dengan penyuntikkan heparin 5000 Ul/ml sebanyak

  25

  0,1 ml ke dalam kanula. Sampel darah ditampung pada tabung sentrifuse yang telah diberi heparin se- banyak 0,1 ml lalu disentrifuse. Plasma darah di- pisahkan pada tabung lain. Plasma yang tidak lang- sung digunakan disimpan pada freezer sampai dilaku- kan analisa selanjutnya.

3.3. Metode Penentuan Kadar Antipirin dalam Plasma

  Penentuan kadar antipirin dalam plasma dila- kukan menurut metode dari Cury [26] dengan sedikit modifikasi disesuaikan dengan alat yang dipakai : Sampel plasma 2,0 ml dalam tabung sentrifuse di- tambah 2,0 ml air kemudian ditambah 2,0 ml pereaksi

  Seng Sulfat dan 2,0 ml Natrium Hidroksida 0,75 N, kemudian dikocok kuat selama setengah menit. Diam- kan selama 10 menit dan sentrifuse pada 2000 rpm selama 15 menit. Dipipet 4,0 ml supernatan, tambah- kan 0,2 ml asam hidroklorida 4N. Selanjutnya ditam­ bah 0,4 ml Natrium Nitrit 0,05 ‘/. pada selang waktu 30 detik dan dibaca absorbsinya 12 menit - 15 menit setelah penambahan Natrium Nitrit pada panjang ge- lombang maksimumnya. Sebagai blanko digunakan sam­ pel yang diambil pada t * 0 menit.

  26

4. TAHAPAN PERCOBAAN

4.1. Pembuatan Larutan Pereaksi

  • Pereaksi ZnSO : 10,0 g ZnSO ditambah asam
  • 4 4 sulfat 6 N selanjutnya di­ tambah air sampai 100,
  • Larutan NaNO 0,05 7. : 50 mg NaNO dilarutkan da-
  • 2 2 lam air sampai 100,0
  • Larutan NaOH 0,75 7. : 3,0 g NaOH dilarutkan da­ lam air sampai 100,0 ml.

4.2. Pembuatan Larutan Baku 4.2.1. Larutan baku antipirin 500 ^jg/ml.

  Larutan baku antipirin 500 pfg/ml dibuat dengan cara : ditimbang ± 125 mg serbuk antipi­ rin kemudian dilarutkan dengan air dalam labu ukur 250 ml sampai tepat garis tanda.

  4.2.2. Larutan baku kerja antipirin.

  Larutan baku kerja dibuat dengan cara : larutan baku induk diencerkan dengan air sampai volume tertentu sehingga didapat kadar 1,6 ; 5 ; 10 ; 20 ; 40 ; 60 ; BO /ig/ml.

4.3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

  Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan baku kerja antipirin 20, 40, 60, dan 80 ^g/ml dengan cara sebagai berikut s masing- masing larutan tersebut dipipet 2,0 ml, masukkan

  2 7

  tabung sentrifuse lalu ditambah 2,0 ml air kemudian dikerjakan seperti pada 3.3 dan diamati absorbsinya pada panjang gelombang antara 320 - 360 nm. Hasil pengamatan digambarkan dalam kurva absorbsi ter­ hadap panjang gelombang, kemudian ditentukan pan­ jang gelombang maksimum.

  4.4. Pembuatan Kurva Baku Antipirin.

  Dari masing-masing larutan baku kerja dipipet 2.0 ml, masukkan tabung sentrifuse, lalu ditambah 2.0 ml air, kemudian dikerjakan seperti pada 3.3. dan diamati absorbsinya pada panjang gelombang mak- simumnya. Hasil pengamatan digambarkan pada kurva absorbsi terhadap kadar.

4.5. Penentuan Kembali Kadar Antipirin dalam Plasma

  Untuk menentukan kembali kadar antipirin dalam plasma dibuat larutan antipirin dalam plasma dengan kadar 1,6 ; 5 ; 10 ; 20 ; 40 ; 60 ; BO ^g/ml. Se­ lanjutnya dikerjakan seperti pada 3.4. pada panjang gelombang maksimumnya. Hasil pengamatan digambarkan pada kurva absorbsi terhadap kadar, yang untuk se­ lanjutnya dipakai untuk menentukan kadar antipirin dalam plasma setiap waktu.

  2 8

5. P E N G O L A H A N D A T A

  Setelah pemberian per oral antipirin diabsorbsi seca- ra sepat dan sempurna pada saluran pencernaan. Andreasen dkk [25] membuktikan bahwa harga waktu paruh, klirens, dan volume distribusi antipirin ternyata sama setelah pem­ berian per oral ataupun intravena (gambar 6). Karena ab­ sorbsinya yang sempurna (diasumsikan bioavai1ibi1itasnya

  100 */.), dan metabolismenya yang lambat oleh enzim mikrosom hepar, maka secara keseluruhan kinetika eliminasi anti­ pirin mengikuti sistem kompartemen satu terbuka [9, 10, 13, 15, 18]. Eliminasinya mengikuti persamaan :

  ~

  dimana : kadar dalam plasma yang didapat dengan ekstrapolasi pada t = 0.

5.1. Penentuan Waktu Paruh Biologis

  Dari kurva log kadar antipirin dalam plasma terhadap waktu ditentukan titik-titik pada fase eliminasi. Titik-titik ini diregresi secara least- squares sehingga didapatkan suatu persamaan garis. 2 K

  Koefisien arah (slope) yang didapat = - ""303 ’ Harga t^ dapat dihitung berdasarkan persamaan : 1 _ 0,693 K

  

2 “

  2 9

5.2. Penentuan Volume Distribusi

  Dengan asumsi bahwa antipirin diabsorbsi sem- parna (fraksi obat terabsorbsi, F = 1), tidak me- ngalami first-pass effect, dan mengikuti sistem kompartemem satu terbuka [9, 10, 13, 15, IB], maka volume distribusi dapat ditentukan dengan persamaan V = D o s e . F d r o

  Cp Untuk F = 1, maka :

  Dose

  Cp dimana :

  V. = volume distribusi d Dose

  = dosis yang diberikan Cp° = konsentrasi plasma pada t * 0, yang didapat dengan ekstrapolasi kurva ke arah t - 0

5.3. Penentuan Klirens Total

  Klirens total dapat ditentukan dengan cara mengalikan volume distribusi dengan ( 4/ ) dengan tetapan laju eliminasi (AT) .

  Cl

  = x K

  t d B A B

  I V

  H A S I L P E N E L

  I T I A N 1. Penentuan panjang gelombang maksimum (X ) antipirin. m a k e

  Panjang gelombang maksimum antipirin yang diker— jakan menurut metode Cury dkk. didapat pada 342 nm.

  (tabel I, gambar 9).

  2. Pembuatan kurva baku antipirin.

  Kurva baku dibuat dengan rentang kadar seperti tercantum pada tabel II, gambar 10.

  3. Penentuan kembali kadar antipirin dalam plasma (reco­ very ) .

  Hasil penentuan kenbali kadar antipirin dalam plasma dapat dilihat pada tabel III, gambar 10.

  4. Penentuan kadar antipirin dalam plasma dari subyek sampai S .

  Kadar antipirin dalam plasma dari subyek sampai S dapat dilihat pada tabel IV, gambar 11 - 15.

  5

  5. Waktu paruh eliminasi, klirens total, dan volume distribusi antipirin, dari subyek S sampai S . A 5 Waktu paruh eliminasi , klirens total, dan volume distribusi antipirin diditentukan dengan cara seperti

  3 0

  3t

  pada Bab III ad 5, dan contoh perhitungannya seperti tercantum pada lampiran 1.

  Waktu paruh eliminasi, klirens total, dan volume distribusi antipirin untuk semua subyek tercantum pada tabel V.

  31

  3 2 N1LAI ABSORBSI L A R U T A N ANTIPIRIN DARI EMPAT M A C A M K A D A R U N T U K P E N E N T U A N P A N J A N G G E L O M B A N G MAK S I M U M

  0,608 341 0,152 0,296 0,458 0,611 342 0,154 0,299 0,464 0,614

  Panjang g e l o m g a n g m a k s i m u m (X. ) = 342 nm maka

  0,529

  0,131 0,254 0,395

  360 ..................... ......

  356 0,140 0,273 0,425 0,562

  C r-s D in o

  0,455 0,601 352 0,146 0,283 0,443

  0,152 0,294 0,458 0,612 348 0,148 0,288

  0,613 344

  343 0,153 0,298 0,460

  0,594 340 0,150 0,294 0,456

  TABEL I

  0,147 0,289 0,442

  320 0,113 0,231 0,344 0,473 328 0,132 0,259 0,396 0,539 336

  60 pg/ml 80 jjg/ml

  

fJ g/ml

  40

  fjg/ml

  20

  ABSORBSI

  Gelombang (nm)

  Panjang

  (gambar 9)

  33 I S B R O S B A PANJANG GELOMBANG (run)

  Gambar 9 :

  Kurva nilai absorbsi larutan antipirin terha­ dap panjang gelombang untuk penentuan panjang gelombang maksimum.

  34 NILAI ABSORBSI LARUTAN ANTIPIRIN DARI BEBERAPA MACAM KADAR PADA \ « 342 nm m a k e UNTUK PEMBUATAN KURVA BAKU

  TABEL II KADAR (pg/ml)

  ABSORBSI RATA-RATA 1,6 0,019 5,0 0,039

  10,2 0,088

  20,4 0,153 40,8

  0,299 61,1

  0,460 81,5 0,614

  Dengan persamaan regresi didapatkan koefisien korelasi r =

  0,9997

  (r - 0,B74 , p =

  0,01 ; d, * 5). l a b e l T

  Persamaan garis kurva baku : V = 7,4345 . 10-S x + 4,3956 . 10'9

  (gambar 10)

  3 5

  TABEL III

  PENENTUAN KEMBALI KADAR ANTIPIRIN DALAM PLASMA CRECOVERY)

  X , -

  

PADA 342 nm