Siti Latifah Rudi Hartono Yunus Afifuddin

  Y Rudi Har Siti Latifah unus Afifud tono din Siti Latifah, kelahiran Lamongan tanggal 16 April 1971. Pendidikan S-1 di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor tahun 1995.

  Master diperoleh pada tahun 2000 di IPB pada program studi

  Ilmu pengetahuan Kehutanan. Gelar Doctor of Philosophy (PhD) pada tahun 2009 dari University of The Philippines Los Banos dalam bidang Forest Resources Management. Tahun 2011- 2016 penulis

PENGANT PENGANTAR

SERTIFIKASI KEHUTANAN

  sebagai Ketua Program Studi Kehutanan USU; tahun 2004-2006 penulis menjadi Sekretaris Prodi Manajemen Hutan USU. Tahun 2001 hingga sekarang penulis sebagai staf pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian , USU.

AR SER

  Rudi Hartono, lahir di Medan tanggal 9 April 1970. Lulus pendidikan S-1 dari Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1994. Gelar Master diperoleh pada tahun 2001 dari IPB dan menyelesaikan pendidikan Doktor dengan Mayor Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan dari IPB pada tahun 2012.

  Tahun 2003 hingga sekarang sebagai staf pengajar Program Studi

TIFIKASI KEHUT

  Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Tahun 2012-2016 menjabat sebagai Kepala Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, dan sejak 2014 sampai sekarang sebagai Anggota Senat Akademik non Guru Besar dari Fakultas Pertanian USU.

  Yunus Afifuddin, lahir di Bondowoso pada tanggal 25 Juli 1976.

  Lulus pendidikan S-1 dari Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2000. Gelar Master diperoleh pada tahun 2006 dari Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2009 hingga sekarang sebagai staf pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Bidang keahlian yang ditekuni adalah Manajemen Industri dan Tanaman Obat.

  AN Siti Latifah AN

  Rudi Hartono Yunus Afifuddin

ISBN 979-458-876-8

  Siti Latifah Siti L

Rudi Rudi Hartono

Yunus unus Afifuddin

  Ker Kerjasama Program Studi Kehutanan, Fakultas P kultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara – 3 (MFP3)

  PROGRAM STUDI KEHUTA HUTANAN,FAKULTAS PERTANIAN

  

UNIVERSITAS SU AS SUMATERA UTARA MEDAN ME

2016 Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia Telp. 061,8213737; Fax 061,8213737 usupress.usu.ac.id © USU Press 2016 Hak cipta dilindungi oleh undang,undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

  ISBN 979 4588768

  ! "

  Pengantar Sertifikasi Kehutanan / Siti Latifah, Rudi Hartono, Yunus Afifuddin ,, Medan: USU Press 2016. v, 217 p.; ilus.: 25 cm Bibliografi

  ISBN: 979,458,.876,8 Editor : Kansih Sri Hartini, Apri Heri Iswanto Desain dan Lay,out : Irawati Azhar Dicetak di Medan, Indonesia

KATA PENGANTAR

  Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita Rahmat dan Karunia,Nya, sehingga Buku “Pengantar Sertifikasi Kehutanan “ dapat diselesaikan. Buku ini dapat dipergunakan sebagai salah satu rujukan bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah Sertifikasi Kehutanan dan dapat juga digunakan oleh pihak,pihak lain yang membutuhkan informasi terkait sertifikasi kehutanan.

  Program Studi Kehutanan telah sedang menerapkan kurikulum yang mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sejak tahun 2015 dan mulai berlaku untuk mahasiswa tahun ajaran 2015/2016. Salah satu mata kuliah pilihan yang ditawarkan adalah Sertifikasi Kehutanan. Kurikulum yang mengacu pada KKNI menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.

  Buku ini merupakan salah satu luaran hibah dari #$%

  & ' (no. Hibah : GPO.6316.08.01.013) yang diperoleh

  tim Program Studi Kehutanan (Siti Latifah, Kansih Sri Hartini, Irawati Azhar, Rudi Hartono dan Apri Heri Iswanto) untuk mendukung pelaksanaan program 3 (MFP3).

  Secara umum, buku “Pengantar Sertifikasi Kehutanan” memberikan pemahaman tentang Sejarah, Pengertian, Ruang Lingkup, Manfaat, Tujuan, Kriteria dan Indikator pada Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), Sertifikat Standar FSC ( ( ) & ), Peraturan Perundang, undangan terkait Sertifikasi Kehutanan Kajian ISO

  • *& manajemen mutu, dan ISO lingkungan.

  Diharapkan dengan terbitnya buku ini para pembaca dapat memahami prinsip dasar sertifikasi kehutanan untuk pengelolaan hutan yang ramah lingkungan dengan memastikan bahwa produksi kayu, produk non,kayu dan jasa ekosistem mempertahankan keanekaragaman hayati, produktivitas, dan proses,proses ekologis dari hutan. Medan, Januari 2016 Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah, S.Hut, MSi, PhD

  

DAFTAR ISI

  KATA PENGANTAR.............................................................................. iii DAFTAR ISI ............................................................................................ iv

  BAB I. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SERTIFIKASI ................ 1

  1.1 SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU .............................. 1

  1.1.1 Sejarah SVLK ...................................................................... 1

  1.1.2 Pengertian Sertifikasi Legalitas Kayu ................................. 5

  1.1.3 Lingkup SVLK .................................................................... 6

  1.1.4 Manfaat dan Tujuan SVLK ................................................. 8

  1.2 SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) ......................................................................... 9

  1.2.1 Sejarah Sertifikasi PHPL ..................................................... 9

  1.2.2 Pengertian Sertifikasi PHPL .............................................. 11

  1.2.3 Lingkup Sertifikasi PHPL ................................................. 14

  1.2.4 Manfaat dan Tujuan Sertifikasi PHPL .............................. 15

  1.3 SERTIFIKASI STANDAR #+* *, + -.

  )#/ ).' (FSC) ......................................................................... 16

  1.3.1 Sejarah Sertifikasi Standar FSC ........................................ 16

  1.3.2 Pengertian Sertifikasi Standar FSC ................................... 17

  1.3.3 Lingkup Sertifikasi Standar FSC ....................................... 18

  1.3.4 Manfaat dan Tujuan Sertifikasi Standar FSC .................... 18

  BAB II. PRINSIP,PRINSIP SERTIFIKASI KEHUTANAN ................. 20

  2.1 SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU ............................ 20

  2.1.1 Prinsip,prinsip SVLK ........................................................ 20

  2.1.2 Kriteria, Indikator dan 0 SVLK ............................. 24

  %

  2.2 SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) ....................................................................... 40

  2.2.1 Prinsip,prinsip PHPL ........................................................ 40

  2.2.2 Kriteria, Indikator PHPL .................................................. 41

  2.3 SERTIFIKASI STANDAR #+* *, + -.

  )#/ ).' (FSC) ......................................................................... 44

  2.3.1 Prinsip,prinsip FSC ........................................................... 44

  2.3.2 Kriteria, Indikator FSC ..................................................... 45

  BAB III. PERATURAN,PERATURAN TERKAIT SVLK ................. 107

  3.1 PERATURAN,PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN SVLK ....................................................................... 107

  3.2 PERATURAN SVLK TERBARU ............................................ 110

  3.2.1 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.43/Menhut,II/2014 ......................................... 112

  3.2.2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.95/Menhut,II/2014 ....................... 127

  3.2.3 Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P. 14/VI,BPPHH/2014 ...................................... 140

  3.2.4 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 89/ M,DAG/PER/ 10/2015 ................................. 154

  BAB IV. MENGENAL *)#' 1*''. 2 ........................................... 180

  4.1 SEJARAH *)#' 1*''. 2 .................................................... 180

  4.2 PENGERTIAN *)#' 1*''. 2 ........................................... 180

  4.3 PRINSIP,PRINSIP DAN MANFAAT *)#' 1*''. 2 ........ 181 4.4 *)#' 1*''. 2 DI INDONESIA .......................................... 182

  4.5 DAMPAK *)#' 1*''. 2 DI INDONESIA ........................ 184

  4.6 ARAH KEBIJAKAN DEPARTEMEN KEHUTANAN .......... 186

  BAB V. -* . *+ .# ' #+2 .3 .# #+

  • + .3 .# ( ISO) ..................................................... 187

  5.1 PENGERTIAN ISO DAN MACAM,MACAM ISO ................ 187

  5.2 ISO 9001 TERKAIT DENGAN MANAJEMEN MUTU ......... 191

  5.3 ISO 9001,2015 .......................................................................... 195

  5.4 ADOPSI ISO 9001 DALAM STANDAR NASIONAL

  INDONESIA (SNI) ................................................................... 201

  5.5 ISO TERKAIT DENGAN LINGKUNGAN ............................. 202 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 216

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

BAB I SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SERTIFIKASI Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen memerangi

  pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal. Perwujudan 2

  

2 4 & menuju pengelolaan hutan lestari. Jaminan atas legalitas

  kayu dalam bentuk sertifikasi dari pasar Internasional khususnya Amerika, Uni Eropa, Jepang dan Australia. Selain itu, sebagai bentuk “National Insentive” untuk mengantisipasi semakin maraknya permintaan skema legalitas kayu dari negara asing sepert skema FSC, PEFC dan lain sebagainya. Pada tahun 2003, 2 & membuat publikasi yang mencengangkan pemerintah Indonesia maupun negara, negara importir kayu Indonesia yang menyatakan bahwa 80% produk ekspor kayu Indonesia berasal dari pembalakan liar. Tudingan tersebut telah menekan pemasaran dan harga produk kayu Indonesia, karena kredibilitas kayu Indonesia diragukan dari sisi legalitas apalagi kelestarian produksinya. Menyadari hal itu, maka pemerintah Indonesia bersama para pemangku kepentingan ( " di bidang kehutanan berinisiatif menyusun definisi legalitas kayu yang dimulai sejak tahun 2003. Untuk itu Menteri Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.38/Menhut,II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak, dan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.: P.6/VI,Set/2009 dan Peraturan Direktur

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.: P.02/IV,BPPHH/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Sistem.

  SVLK mulai berlaku pada Juni 2009 sejak Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.38/Menhut,II/2009 untuk memastikan bahwa semua produk kayu yang diperdagangkan dan beredar di pasar memiliki status legalitas yang bisa dipertanggung jawabkan. Itu terjadi ketika Menteri Kehutanan pada saat itu, MS Kaban, menyetujui dan mengadopsi usulan para pihak menjadi Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). Dalam perjalanannya SVLK terus disempurnakan dengan revisi Permenhut No.: P.38/Menhut,II/2009 menjadi Permenhut No. P.68/Menhut,II/2011 dan ditambah revisi Permenhut No.: P.45/Menhut,II/2012 serta Permenhut No.: P.42/Menhut,II/2013. Tuntutan tentang legalitas produk dan bahan kayu sebenarnya bukan hal baru. SVLK hadir sebagai sebuah sistem yang bersifat wajib untuk memastikan dipenuhinya semua peraturan terkait dengan peredaran dan perdagangan kayu di Indonesia. Dan untuk perdagangan keluar/izin ekspor produk kayu salah satunya mensyaratkan penggunaan Dokumen V,Legal (0 % ' ), seperti disyaratkan pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M,DAG/PER/2012.

  Seiring dengan pelembagaan sistem jaminan legalitas kayu ini oleh pemerintah, pada awal bulan Mei 2011, Indonesia dan Uni Eropa telah berhasil mencapai kesepakatan untuk memberantas perdagangan kayu ilegal yang dinamai 0 (VPA) atau Kesepakatan Kemitraan Sukarela. Bila VPA mulai berlaku dan diterapkan, maka akses pasar ke Uni Eropa akan terjamin karena semua produk kayu bersertifikat asal Indonesia secara otomatis dianggap legal, tidak perlu menjalani proses verifikasi tambahan. Sebagai salah satu eksportir besar produk kayu ke Eropa, sudah selayaknya Indonesia melakukan percepatan terhadap Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan penerapan SVLK untuk memberi jaminan bahwa produk Indonesia bisa dilacak dari hutan hingga pelabuhan ekspor.

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  Pada perjalanannya peraturan tersebut mengalami beberapa perubahan dan pergantian, terakhir adalah Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.43/Menhut,II/2014 jo. P.95/Menhut,II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak, dan Peraturan Dirjen Bina Usaha Kehutanan No.: P.14/VI,BPPHH/2014 jo. P.1/VI, BPPHH/2015 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu).

  Capaian implementasi SVLK menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Sampai saat ini telah dilakukan penilaian kinerja PHPL dan VLK terhadap 170 unit IUPHHK,HA dan 112 unit IUPHHK, HT. VLK juga telah dilaksanakan di 57 KPH di Perhutani. VLK telah dilaksanakan pada 99 kelompok hutan hak dan 1.479 unit industri primer dan lanjutan.

  Dalam konteks perdagangan kayu internasional, SVLK menjawab negara konsumen yang dalam perdagangan kayunya memerlukan bukti legalitas, seperti Amerika Serikat dengan

  • +' & & ”, Uni Eropa dengan “*/ ”,

  Australia dengan “. & ” dan Jepang dengan “2 ”.

  Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut Kementerian Kehutanan telah melakukan berbagai pendekatan melalui promosi SVLK dan negosiasi kerjasama ke negara,negara penerima kayu, baik melalui

  

4 bilateral, regional maupun internasional, di antaranya ke Tiongkok,

Jepang, Korea dan Amerika Serikat, juga di acara WTO dll.

  Untuk pasar ke Uni Eropa, produk industri kehutanan dari Indonesia yang memiliki S,LK tidak akan dilakukan uji tuntas di negara tujuan karena telah disepakatinya FLEGT,VPA antara Indonesia dan Uni Eropa melalui penandatanganan FLEGT,VPA pada 30 September 2013 oleh Menteri Kehutanan dengan Mr. Janez Potocnik selaku Presiden Uni

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

Eropa, serta Mr. Valentinas Mazuronis, selaku ) Uni Eropa.

  Penandatangan FLEGT,VPA antara Indonesia dengan Uni Eropa ini merupakan perjanjian pertama di dunia yang telah dilengkapi dengan sistem penjaminan legalitas kayu. Diharapkan FLEGT,VPA RI – UE akan % implementasi pada tahun 2016.

  Pada tanggal 21 Oktober 2014 Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia menyepakati ) & % & 2 (CSG)

  

% . sebagai bentuk pengakuan SVLK oleh Pemerintah

  Australia. Dengan penandatanganan CSG tersebut produk kayu dari Indonesia yang masuk ke Australia bebas & (uji tuntas), sehingga memberikan insentif dan keuntungan komparatif bagi Indonesia di pasar Australia.

  Pada bulan Juni 2015 diharapkan Indonesia dan Korea Selatan dapat merumuskan (MRA) mengenai

  • + &

  pengakuan SVLK sebagai bukti legalitas kayu Indonesia. Untuk pasar utama lainnya, seperti Jepang, Tiongkok, dan Kanada saat ini dalam proses negosiasi untuk pengakuan SVLK.

  Sementara untuk pasar domestik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tengah bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Publik dan BAPPENAS yang sedang menyiapkan

  & & dimana pengadaan barang/jasa pemerintah harus menggunakan kayu/produk kayu yang telah memiliki S,LK.

  Seiring dengan implementasi SVLK, keberadaan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) yang memantau secara perkembangan ekspor produk industri kehutanan dari Indonesia ke berbagai pasar ekspor di dunia dan memberikan informasi perkembangan implementasi SVLK sangat membantu para pihak untuk melihat kinerja pemerintah Indonesia. Berdasarkan data pada SILK # , sejak 1 Januari 2013 sampai dengan saat ini telah diterbitkan 251.299 Dokumen untuk ekspor ke 194 negara tujuan, dari 89 pelabuhan muat di

  0 '

  Indonesia ke 2.175 pelabuhan bongkar di seluruh dunia. Jumlah ekspor mencapai berat 23,45 juta ton dengan nilai US$ 16,94 milyar.

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  Untuk kinerja ekspor, nilai ekspor produk industri kehutanan periode Januari,Desember 2012 berdasarkan data BPS tercatat sebesar 5,17 milyar USD. Berdasarkan SILK # , untuk periode yang sama, tahun 2013 nilai ekspor tercatat sebesar 5,74 milyar USD dan tahun 2014 sebesar 5,96 milyar USD. Dari perbandingan data tersebut dapat kita ketahui bersama nilai ekspor meningkat 14,85% dari tahun 2012 ke tahun 2014. Kemajuan yang dicapai dalam aktivitas ini merupakan keberhasilan Indonesia dalam mewujudkan komitmennya untuk mempromosikan industri kehutanan yang menggunakan bahan baku legal sekaligus bukti bahwa SVLK dapat menjadi mesin pembuka akses pasar produk kayu Indonesia ( Sudharto, 2015).

  ! "#

  Sertifikasi Legalitas Kayu (SLK) adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu atau produk kayu dengan melakukan verifikasi keabsahan dan ketelusuran kayu serta pemenuhan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku. SLK bersifat wajib ( ) kepada seluruh pemegang IUPHHK,HA/HT/RE dan pemegang Hak Pengelolaan,

  IUPHHK,HKm, IUPHHK,HTR, IUPHHK,HD, IUPHHK,HTHR, IPK, IUIPHHK, IUI, TDI, dan EPTIK Non,Produsen.

  Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang izin atau pemilik hutan hak yang menyatakan bahwa pemegang izin atau pemilik hutan hak telah mengikuti standard legalitas kayu ! & & ) dalam memperoleh hasil hutan kayu (Permenhut No.: P.38/Menhut,II/2009 Pasal 1 Ayat 12). Definisi lain mengatakan bahwa Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) atau TLAS merupakan sistem verifikasi untuk memastikan pelacakan yang disusun secara untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sistem verifikasi legalitas kayu dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia seperti yang di atur dalam

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.38/Menhut –II/2009 Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak, Standard dan Pedoman Penilaian Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu.

  Peraturan menteri kehutanan ini juga dilakukan perubahan dengan terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.68/Menhut,II/2011 Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.38/Menhut –

  II/2009 Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak, Standard dan Pedoman Penilaian Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu.

  Sedangkan Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang izin atau pemilik hutan hak yang menyatakan bahwa pemegang izin atau pemilik hutan hak telah mengikuti standard legalitas kayu !

  & & ) dalam memperoleh

  hasil hutan kayu (Permenhut No.: P.38/Menhut,II/2009 Pasal 1 Ayat 12) Jadi SLK akan diperoleh oleh pemegang izin atau pemilik hutan hak, jika telah memenuhi SVLK yang dinilai melalui proses verifikasi.

  Prinsip dari VLK adalah menguji keterlacakan sejak dari produk kayu mundur ke sumber/asal,usul kayu dan sekaligus menguji pemenuhan kewajiban dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku yang mengalur secara konsisten. Karena sertifikat legalitas kayu bersifat , maka semua perusahaan kehutanan di Indonesia ( 5 mengikuti SVLK.6

  $ #%

  Semua kayu dari hutan negara atau hutan hak wajib menjalani verifikasi legalitas. Kewajiban ini menjamin asal usul sumber bahan baku. Begitu pula di industri (primer maupun sekunder), kayu bahan bakunya harus menjalani verifikasi legalitas sampai pada saat menjadi produk kayu. Produk kayu untuk ekspor memerlukan Dokumen V,Legal. Dokumen V bertujuan untuk menjamin bahwa bahan baku kayu yang

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  digunakan untuk membuat produk kayu tersebut berasal dari sumber legal. Eksportir, bekerjasama dengan lembaga verifikasi yang menerbitkan sertifikasi legalitas kayu, mengurus penerbitan Dokumen V, Legal. Caranya, dengan mengisi permohonan yang formulirnya bisa diunduh melalui internet di situs web Unit Pengelola Sistem Informasi Legalitas Kayu di Kementerian Kehutanan.

  Proses pemeriksaan SVLK meliputi pemeriksaan keabsahan asal, usul kayu dari awal hingga akhir. Itu mulai dari pemeriksaan izin usaha pemanfaatan, tanda,tanda identitas pada kayu dan dokumen yang menyertai kayu dari proses penebangan, pengangkutan dari hutan ke tempat produksi kayu, proses pengolahan hingga proses pengepakan dan pengapalan. SVLK efektif diterapkan di seluruh tipe pengelolaan hutan di Indonesia: hutan alam produksi, hutan tanaman, hutan rakyat (hutan milik) maupun hutan adat, baik yang berbasis unit manajemen maupun yang tak berbasis unit manajemen (pemegang izin pemanfaatan kayu).

  Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.: P.6/VI,Set/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu maka ruang lingkup standar sebagai berikut:

  1. Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari pada Hutan Negara (IUPHHK,HA/HT/HTI)

  2. Standar dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Negara (IUPHHK,HA/HPH, IUPHHK,HTI/HPHTI, IUPHHK, RE)

  3. Standar dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Negara yang Dikelola oleh Masyarakat (IUPHHK,HTR,

  IUPHHK,HKm)

  4. Standar dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu Pada IUIPHHK dan IUI Lanjutan

  5. Standar dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Hak

  6. Standar dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  Dasar Hukum SVLK Dasar 2015 yang berlaku, antara lain:

  1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.: P.95/Menhut,II/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.43/Menhut,II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Ditetapkan pada tanggal

  22 Desember 2014

  2 Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.43/Menhut,II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

  Ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2014.

  3 Peraturan Menteri Perdagangan No.: 97/M,DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Ditetapkan pada tanggal 24 Desember 2014.

  4 Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan No.: P.14/VI, BPPHH/2014 Tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). Ditetapkan pada tanggal 29 Desember 2014.

  & ' # # " ' % ' % (! ' ' ! ) ) # *

  a) SVLK memberi kepastian bagi pasar di Eropa, Amerika, Jepang, dan negara,negara tetangga bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi oleh Indonesia merupakan produk yang legal dan berasal dari sumber yang legal.

  b) Memperbaiki administrasi tata usaha kayu hutan secara efektif.

  c) Menghilangkan ekonomi biaya tinggi.

  d) Pembinaan secara intensif oleh pemerintah.

  e) Peluang untuk terbebas dari pemeriksaan,pemeriksaan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  • * ' # # ' ' " ' !

  a) Membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien

  dan adil sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan pembalakan liar.

  b) Memperbaiki tata kepemerintahan ( 4 & ) kehutanan

  Indonesia dan untuk meningkatkan daya saing produk kehutanan Indonesia.

  c)

  Menjadi satu,satunya sistem legalitas untuk kayu yang berlaku di Indonesia.

  d)

  Menghilangkan wilayah abu,abu yang terbukti telah memunculkan ekonomi biaya tinggi dan mendorong munculnya pembalakan liar

  e) Mereduksi praktek pembalakan liar.

  Jadi nilai penting SVLK ini adalah:

  a) Indonesia membaik .

  b) Produk kayu Indonesia diakui dan diterima di pasar

  (internasional)

  c) Perbaikan (di pemerintah, swasta, %

4 &

  masyarakat)

  d) Tercapainya kelestarian hutan Indonesia

  • + , + - ,. + / - -

  Sertifikasi pengelolaan hutan secara lestari saat ini merupakan suatu keniscayaan dan pada 2 dekade terakhir ini telah menjadi isu yang hangat baik di tingkat nasional maupun internasional. Degradasi sumber daya hutan, , keanekaragaman hayati, konflik kepentingan dalam penguasaan lahan, isu ketenagakerjaan, sampai dengan isu hak

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  asasi manusia merupakan masalah,masalah yang banyak dihadapi oleh sebagian besar pengelola hutan di hampir seluruh belahan penjuru dunia.

  Sertifikasi PHPL dan SVLK dapat membuka pasar, terutama di Eropa dan Amerika Serikat, yang membatasi impor kayu yang tidak jelas asal usulnya. Praktik kehutanan yang tidak berkelanjutan atau tidak lestari mengancam untuk memotong pasar. Direktur Kehutanan, Spesies dan Air Tawar WWF,Indonesia, Anwar Purwoto mengatakan, “PHPL dan SVLK mampu menaikkan kredibilitas produk kayu Indonesia sekaligus menambah posisi tawar kita di mata konsumen dunia.

  Sertifikasi PHPL telah dicanangkan oleh Kementerian Kehutanan sejak tahun 2002. Ini berarti Indonesia telah masuk tahun ke,10 dalam mengubah paradigma bisnis sektor kehutanan ke arah 1

  & & (BMP)”. WWF,Indonesia selaku organisasi yang bergerak di

  bidang lingkungan mendukung Pengelolaan Hutan Lestari serta memandang SVLK sebagai elemen strategis penjamin PHPL dijalankan dengan baik.

  Program sertifikasi berdasarkan sistem LEI ini bersifat sukarela (4 ), yang dilatarbelakangi oleh tuntutan dari para penggiat lingkungan dan pasar (konsumen) internasional untuk menginternalisasikan masalah lingkungan (pengelolaan hutan lestari) ke dalam mekanisme pasar melalui instrumen sertifikasi. Sebagai bagian dari tugas dan fungsi pemerintah (regulasi, fasilitasi dan supervisi) untuk mendorong percepatan pencapaian pengelolaan hutan lestari, Departemen Kehutanan akan memberlakukan Program Sertifikasi PHPL secara wajib bagi seluruh HPH atau Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di Indonesia. Program Sertifikasi PHPL tersebut merupakan sarana penilaian kinerja HPH dan IUPHHK yang akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk menetapkan status ijin HPH atau IUPHHK.

  Sementara itu, APHI juga sedang merencanakan untuk membangun Sistem/Mekanisme sertifikasi “Self Declare” yang akan diberlakukan terhadap anggotanya untuk mengetahui intensitas kinerja

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  PHPL yang telah dicapai. Mekanisme sertifikasi ini diarahkan untuk membina dan membantu para anggotanya dalam upaya mempercepat pencapaian pengelolaan hutan lestari.

  LEI, Departemen Kehutanan dan APHI sesuai dengan ruang lingkup tugas dan fungsi masing,masing, berusaha mengembangkan sistem sertifikasi yang meskipun mempunyai latar belakang, meknisme dan tujuan yang berbeda, dipercaya akan memberikan sinergi yang dapat mendorong percepatan pencapaian pengelolaan hutan produksi lestari.

  • - Sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari adalah kegiatan

  yang dilakukan oleh pihak ketiga yang independen untuk mengeluarkan pernyataan bahwa pengelolaan hutan produksi oleh unit manajemen sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dalam konteks Indonesia, standar sertifikasi hutan tersebut dirumuskan dalam Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), termasuk di dalamnya adalah sistem sertifikasi Lacak Balak () % ) /CoC).

  Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah organisasi nirlaba yang bersama para pihak terkait mengembangkan sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. Lembaga Ekolabel Indonesia juga mengembangkan sistem akreditasi dan berperan sebagai Lembaga Akreditasi yang mengakreditasi lembaga sertifikasi sesuai persyaratan akreditasi yang ditetapkan. Proses akreditasi dilaksanakan secara terus menerus hingga calon lembaga sertifikasi memenuhi persyaratan akreditasi yang ditetapkan.

  1 / - (

  Diawali dengan keprihatinan akan besarnya laju kerusakan hutan tropis dunia, beberapa kelompok penggiat lingkungan dan konsumen kayu tropis di negara,negara maju (Amerika dan Eropa) menuntut agar diberlakukan program sertifikasi (sebagai instrumen pasar) terhadap produk hutan untuk dapat menahan laju kerusakan hutan tersebut.

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  Sebagaimana tuntutan pasar ( ), Sertifikasi PHPL harus

  4

  memenuhi prinsip independensi, non,diskriminiatif, obyektif dan transparan, yang implementasinya bersifat sukarela (4 ). Untuk memenuhi prinsip,prinsip sertifikasi tersebut, maka pengembangannya dilakukan oleh LEI sebagai lembaga independen dengan melibatkan para pihak (pemerintah, asosiasi, LSM, perguruan tinggi, pelaku usaha, dan sebagainya). Karena sertifikasi yang dikembangkan oleh LEI merupakan

  4 yang sifatnya sukarela, maka produsen perlu

  mempertimbangkan untuk memenuhi atau tidak tuntutan sertifikasi tersebut sesuai dengan kemampuan dan segmen (pangsa) pasar yang akan dimasuki.

  Di Indonesia, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) disiapkan oleh suatu kelompok kerja yang terdiri atas unsur,unsur non,pemerintah, dan kemudian berdiri sebagai yayasan pada tahun 1998. Sejak tahun 2004 LEI berubah menjadi organisasi berbasis konstituen yang independen . LEI telah menyelesaikan pengembangan Sistem Sertifikasi PHPL untuk hutan alam dan telah diimplementasikan. Dalam upaya membangun kredibilitas sistem di forum/pasar internasional, LEI telah mengadakan MoU dengan ( ) & /FSC (badan pengembang sistem dan badan akreditasi internasional) yang diimplementasikan melalui Program Sertifikasi Bersama (7 ) % & /JCP). Dalam hal penerapan Sertifikasi sebagai instrumen pasar yang bersifat sukarela, maka kredibilitas sistem menjadi sangat penting agar program sertifikasi tersebut dapat berjalan sebagaimana tujuan awal pengembangannya.

  Di dalam implementasinya, LEI akan bertindak sebagai pengembang sistem dan sebagai Badan Akreditasi yang akan memberikan akreditasi kepada Lembaga Sertifikasi yang akan melaksanakan sertifikasi terhadap Unit Manajemen/HPH. Di dalam mekanisme sertifikasi tersebut dilibatkan peran serta para pihak dan pendapat publik.

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

1 /. % - ( 1 #

  Berbeda dengan Sertifikasi PHPL yang merupakan tuntutan pasar (

  4 ) yang bersifat sukarela, maka prinsip,prinsip kelestarian

  yang menjadi dasar pengelolaan hutan adalah wajib ( ) dilaksanakan sesuai dengan aturan main berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Untuk mengetahui/mengevaluasi secara obyektif tingkat kepatuhan terhadap aturan main dan tingkat kinerja yang dicapai oleh para pemegang ijin HPH dan IUPHHK, maka Departemen Kehutanan akan memberlakukan Program Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari pada Unit Pengelolaan (yang juga dikenal sebagai Sertifikasi PHPL wajib) bagi seluruh pemegang HPH dan

  IUPHHK di Indonesia. Di dalam implementasi Program Penilaian Kinerja PHPL wajib ini, Dephut akan melibatkan/memanfaatkan jasa Lembaga Penilai Independen (LPI) sebagai pelaksana penilaian untuk memperoleh hasil yang lebih optimal.

  Program Penilaian Kinerja PHPL yang diberlakukan secara wajib tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi Dephut (regulasi, fasilitasi dan supervisi) di dalam pengusahaan hutan. Melalui program Penilaian Kinerja PHPL wajib ini, diharapkan akan dapat diperoleh data dan informasi tentang tingkat kepatuhan dan kinerja dari masing,masing unit HPH dan IUPHHK sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan status ijin HPH atau ijin IUPHHK. Dengan demikian program Penilaian Kinerja PHPL ini adalah merupakan instrumen internal pemerintah (Departemen Kehutanan) dalam upaya penegakan peraturan perundangan, khususnya di dalam menerapkan prinsip,prinsip kelestarian di dalam pengusahaan hutan. Karena sifat kepentingan internal tersebut, maka program sertifikasi wajib ini tidak terkait dengan masalah teknis perdagangan hasil hutan dan tidak diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar (sebagaimana program sertifikasi sukarela). Program Sertifikasi PHPL wajib tersebut akan dilaksanakan berdasarkan sistem/ mekanisme, kriteria dan indikator yang akan ditetapkan oleh

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  Menteri Kehutanan sebagai ketentuan wajib bagi seluruh pemegang ijin HPH atau IUPHHK.

  (

  1 2 ! . 3! 4 / - 0

  APHI sebagai asosiasi bertanggungjawab atas kepentingan para anggotanya, yang antara lain akan diimplementasikan melalui program Sertifikasi Pernyataan Diri ( % & ) % & ) terhadap anggotanya untuk mengetahui intensitas kinerja PHPL yang telah dicapai. Melalui evaluasi intensitas kinerja PHPL terhadap masing, masing anggotanya tersebut, APHI akan menginformasikan posisi masing,masing anggotanya terhadap pencapaian PHPL dan memberikan rekomendasi yang diperlukan (melalui tim pakar yang dibentuk). Melalui program ini diharapkan APHI akan dapat mendorong kesiapan para anggotanya untuk menghadapi sertifikasi wajib (Penilaian Kinerja PHPL) dari Dephut maupun sertifikasi sukarela yang merupakan tuntutan pasar.

  • - $ #%

  Sertifkasi PHPL sebagai pemberian jaminan tertulis dari pihak pemerintah/ pihak ketiga independen atau pernyataan diri bahwa suatu proses pengelolaan sumberdaya hutan telah mendukung tercapainya kelestarian pengelolaan dari aspek prasyarat, produksi, ekologi dan sosial serta memenuhi ketentuan dan prosedur legalitas kayu. Sertifikasi ini bertujuan mendukung dan memastikan penerapan azas pengelolaan hutan produksi lestari ( & % ) dan pemenuhan prosedur legalitas kayu di lapangan.

  Pemberi sertifikat akan melakukan audit lapangan untuk memastikan pemenuhan standar ketercapaian kinerja indikator PHPL di wilayah areal kerja Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu,Hutan Alam/Tanaman sebelum menerbitkan Sertifikat Kinerja PHPL.

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

& ' # # - # #

  Terdapat 3 skema ( & ) sertifikasi PHPL yang mempunyai pendekatan dan tujuan berbeda, yaitu : a. Sertifikasi oleh Pemerintah () % & 2 4 ) atau program Penilaian Kinerja PHPAL yang akan diberlakukan secara wajib ( 8 & ) oleh Departemen Kehutanan.

  b. Sertifikasi oleh Pihak Ketiga () % & ) yang diberlakukan secara sukarela (4 ) oleh Lembaga Sertifikasi, yang merupakan tuntutan pasar.

  c. Sertifikasi Pernyataan Diri ( % & ) % & ), oleh masing masing HPH berdasarkan intensitas kinerja PHPL yang dicapainya. Pengembangan dan implementasi ketiga sistem tersebut mempunyai latar belakang, mekanisme dan tujuan yang berbeda, namun demikian memiliki kesamaan, yaitu dalam pengembangan kriteria dan indikator untuk masing,masing skema sertifikasi tersebut tetap berpegang pada prinsip,prinsip kelestarian di dalam pengelolaan hutan produksi (kelestarian fungsi produksi, ekologi dan sosial). Sehubungan dengan hal tersebut, pengembangan dan implementasi ketiga sistem dimaksud diharapkan akan memberikan sinergi bagi percepatan pencapaian pengelolaan hutan produksi lestari di Indonesia.

  ) :

  a. Sebagai pernyataan obyektif dari Pihak Ketiga Independen bahwa wilayah areal kerja Unit Manajemen Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) – Hutan Alam/Hutan Tanaman telah dikelola secara profesional, berorientasi jangka panjang dan sejalan dengan azas Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu (PHPL dan VLK).

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  b. Meningkatkan kredibilitas dan posisi tawar Pemegang Ijin UPHHK – HA/HT dalam perdagangan produk kayu bulat yang dihasilkan.

  c. Meningkatkan efisiensi perusahaan melalui penerapan sistem mutu yang efektif dan bersifat &

  4 .

  d. Sebagai bentuk dan bukti ketaatan Pemegang Ijin UPHHK – HA/HT terhadap Pemerintah atas Peraturan dan Perundangan pengelolaan hutan yang berlaku.

  ) %#)! *

  a. Membangun kepercayaan publik bahwa sumberdaya hutan yang dikelola oleh Unit Manajemen IUPHHK , Hutan Alam dan Hutan Tanaman tetap terjamin kuantitas, kualitas dan kelestariannya.

  b. Mempersempit ruang peredaran produk kayu ilegal.

  c. Melindungi konsumen dari produk,produk berbahan baku kayu ilegal.

  d. Meningkatkan kepercayaan dan kredibilitas Pemerintah di mata international

  $ +. /

  50 $ '

  

5

( ) & A.C. (FSC) didirikan tahun

  1993, sebagai tindak lanjut dari Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (KTT Bumi di Rio de Janeiro, 1992) dengan misi untuk mempromosikan pengelolaan hutan,hutan dunia yang layak secara lingkungan, bermanfaat secara sosial, dan berkesinambungan secara ekonomi. Anggotanya terdiri dari organisasi lingkungan dan asosiasi

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  pembangunan, serikat perdagangan dan perwakilan dari pekerja kehutanan dan industri kayu.

  Pengelolaan hutan yang ramah lingkungan memastikan bahwa produksi kayu, produk non,kayu dan jasa ekosistem mempertahankan keanekaragaman hayati, produktivitas, dan proses,proses ekologis dari hutan.

  Pengelolaan hutan yang menguntungkan secara sosial membantu baik penduduk lokal dan masyarakat pada umumnya untuk menikmati manfaat jangka panjang dan juga memberikan insentif yang kuat bagi penduduk lokal untuk mempertahankan sumberdaya hutan dan mematuhi rencana pengelolaan jangka panjang

  $ '

  5 ( ) & (FSC) adalah organisasi

  internasional non,profit, independen, yang menggabungkan pandangan dari semua kelompok kepentingan secara demokratis, menetapkan prinsip,prinsip global dan kriteria kehutanan yang bertanggung jawab, dan menggunakan prinsip dan kriteria untuk mengembangkan standar untuk pengelolaan hutan yang baik. Kriteria utama untuk hal ini adalah budidaya spesies hutan yang sesuai dengan lokasi, melindungi habitat yang berharga, melarang tanaman rekayasa genetik dan mengurangi penggunaan pestisida.

  FSC sebagai sebuah organisasi internasional yang menyediakan sistem untuk akreditasi dan sertifikasi oleh pihak ketiga yang independen secara sukarela. Sistem ini memungkinkan pemegang sertifikat untuk memasarkan produk dan layanan mereka, sebagai hasil dari pengelolaan hutan yang layak secara lingkungan, menguntungkan secara sosial dan berkesinambungan secara ekonomi. FSC juga menetapkan standar, standar untuk pengembangan dan pengesahan Standar ( FSC yang didasarkan pada Prinsip dan Kriteria FSC. Selain itu, FSC menetapkan standar untuk akreditasi kesesuaian lembaga penilai (juga

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  dikenal sebagai lembaga sertifikasi) yang menyatakan pemenuhan dengan standar,standar FSC.

  Berdasarkan standar ini, FSC menyediakan sistem untuk sertifikasi bagi organisasi yang berusaha untuk memasarkan produk mereka produk yang bersertifikat FSC

  $ $ #% '

5 Sertifikasi FSC menyediakan hubungan yang kredibel antara

  produksi yang bertanggung jawab dan konsumsi hasil hutan, memungkinkan konsumen dan pebisnis untuk membuat keputusan pembelian yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan serta memberikan nilai bisnis yang sedang berlangsung. FSC secara nasional diwakili di lebih dari 50 negara di seluruh dunia.

  Standar ini berlaku untuk semua operasional hutan dalam rangka sertifikasi FSC di wilayah Republik Indonesia. Standar berlaku untuk semua tipe hutan, baik hutan tanaman, pengelolaan hutan dalam skala kecil, pengelolaan hutan oleh masyarakat maupun hutan alam. Standar ini merupakan hasil harmonisasi % ( standar dari lembaga,lembaga sertifikasi berikut, yang telah diadaptasi dengan standar konteks kehutanan di Indonesia: , + % & (RA) , & % & ) % & (SCS) , )

  / ) % & 10 (CU)

  ,

  & 9 9 29 9 4 & (SGS)

  , (SA)

  & , $ & ' # # '

  5 Tujuan Program FSC adalah sebagai alat pemasaran untuk menjadikan produk Indonesia lebih bersaing di pasar mancanegara.

  

Pengantar Sertifikasi Kehutanan

  Sedangkan manfaat program FSC antara lain adalah :

  a. Membantu kalangan industri dalam peningkatan ekspor produk % yang ramah lingkungan sesuai tuntutan pasar internasional saat ini

  b. Membantu para pengusaha Indonesia yang memanfaatkan produk hasil hutan (terutama kayu) seperti industri

  % /mebel, ( , dan ( ( dalam memberi

  jalan keluar dari permasalahan persyaratan yang diminta para asing dalam hal ekolabel (seperti 0 % % '

  # , COC, dan produk ramah lingkungan) &6 Sebagai alat untuk peningkatan harga jual produk %