Pesan moral kisah Nabi Yunus menurut mufasir modern Indonesia

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh

Nur Laeli

NIM:1110034000121

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTASUSHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh

NURLAELI

NIM:1110034000121

Di bawah bimbingan

Ahmad

Rifqi Muchtar.

MA

NIP:

1960822 199703

|

002

PROGRAM

STUDI

TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.

3.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan urruk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini telah

saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahrl lah Jakarta

Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya ataru merupakan hasil jiplakan dari karya oranng lain, maka saya bersedia

menerima santsi yang berlaku di Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 Desember 2014

Penulis,


(4)

Skipsi

yang berjudul "Pesan

Moral

Kisah

Nabi

Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Ushuludin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 1 Desember 2014. Skripsi

ini

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program Studi Tafsir

Hadis.

Jakarta, 1 1 Desember 2014

Sidang Munaqasyah,

NIP. 19820821 200801 1012

Anggota

Penguji I

f/Lbv"-:

"

--'--Dr. Ahsin Sakho Muhammad" MA

19s60821 199603 1001

Penguji

II

fizzz-a---.u-KUSMANA"MA

t9650424199503

I 001A

Ahmad Rifqi Muchtar. MA

NrP. 1960822 199703

I

002

Sekretaris

tt2

9199403

I

002


(5)

i

NUR LAELI

Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia

Di dalam al-Qur’an terdapat kisah-kisah inspiratif. Salah satu sumber

inspirasi dari kisah-kisah al-Qur’an adalah akhlak para Nabi. Diantara kisah para

Nabi yang menjadi sumber inspirasi tersebut adalah kisah Nabi Yunus. Kisah Nabi Yunus memiliki pesan moral yang tinggi tentang kesabaran, optimis terhadap pertolongan Allah, perlunya taubat dari kesalahan yang telah dilakukan.

Nabi Yunus merupakan salah satu Nabi yang kisahnya diceritakan dalam al-Qur’an dan namanya pun diabadikan menjadi nama salah satu surat di dalam al-Qur’an. Kisah Nabi Yunus termaktub di dalam al-Qur’an melalui beberapa

ayat, yaitu sebagai berikut: QS. Yūnus ayat 98, QS. Al-Anbiyā’ ayat 87-88, QS.

As-Sâffât ayat 139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50.

Dari ayat-ayat tersebut dikisahkan bahwa Nabi Yunus diutus oleh Allah ke Negeri Ninawa, Negeri yang penduduknya penuh dengan kemewahan dan juga kesesatan menyembah berhala. Nabi Yunus mengajak kaumnya dalam waktu yang lama untuk menyembah dan beriman kepada Allah, tetapi kaumnya tidak ada yang mengikuti ajakan Nabi Yunus. Kemudian ia pergi dalam keadaan marah pada kaumnya. Selain itu Nabi Yunus dalam kisahnya mengalami peristiwa yaitu Nabi Yunus ditelan ikan paus. Dari peristiwa yang fenomenal itu menimbulkan banyak penafsiran dari semua kalangan mufasir.

Mufasir yang mejadi fokus kajian ini adalah Mufasir modern Indonesia,

yaitu Hamka dan Quraish Shihab. Kedua tafsir tersebut mempunyai corak adabi

ijtima’i yang penulis anggap relevan dengan kajian yang dibahas pada skripsi ini mengenai pesan moral. Namun penulis tidak mengelakkan dalam penulisan skripsi ini merujuk juga pada tafsir-tafsir lainnya yang penulis anggap berkaitan dan untuk memperkaya dalam penulisan skripsi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir maudhu’i atau metode tafsir tematik, dengan menggunakan pendekatan sosio historis yaitu menekankan pentingnya memahami kondisi aktual dan harfiyah, lalu memproyeksikan kepada situasi masa kini kemudian membawa

fenomena-fenomena sosial ke dalam naungan tujuan-tujuan al-Qur’an. Melalui pendekatan

ini diharapkan akan mengetahui pesan moral yang terkadung dari kisah Nabi

Yunus. Penulis berusaha mengungkap pesan moral al-Qur’an dalam kisah Nabi

Yunus, yang dikaji dan dianalisa dari mufasir modern Indonesia yaitu Hamka dan Quraish Shihab.


(6)

ii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Akademik UIN SyarifHidayatullah Jakarta. Program Strata 1, 2010/2011. Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan

b be

t te

ts te dan es

j Je

h h dengan garis bawa

kh ka dan ha

d De

dz de dan dz

r Er

z zet

s Es

sy es dan ye

s es dengan garis di bawah

d de dengan garis di bawah

t te dengan garis di bawah

z zet dengan garis di bawah

koma terbalik di atas hadap kanan


(7)

iii

f Ef

q Ki

k Ka

l El

m Em

n En

w We

h Ha

׳ apostrof

y Ye

Vokal

Vocal dalam bahasa Arab, seperti vocal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vocal tunggal, ketentuan alih aksara adalah sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

___

a fathah

i kasrah

u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan


(8)

iv

و au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dan topi di atas

ْي

î i dan topi di atas

ْو

û u dan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu لاdialih aksarakan menjadi huruf / l /, baik diikuti huruf syamsiyyah

maupun huruf qamariyyah, contoh:al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan

ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atauTasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (), dalam alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddahitu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tandasyaddahitu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya,kata ة وو رَّلاtidak ditulis

ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya. Ta Marbûta

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtaterdapat pada kata


(9)

v

contoh 1 dibawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbuta diikuti ole h kata

sifat (na’at) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtadiikuti kata benda

(ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf / t / (lihat contoh 3).

Contoh :

No . Kata Arab Alih Aksara

1 ةةقي ةط tarîqah

2 ةيماسإا ةعماجلا al-jâmi‟ah al-islâmiyyah 3 دوجولا دحو wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau ctak tebal (blod), jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan dicetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun asal katanya bersal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussalam Palimbani, tidak Abd al-Salam al-Palimbânî.


(10)

vi

Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas

kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan pedoman ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

د تسأا ه dzahaba al-ustâdu

رْجأا بث tsabata al-ajru

ها لإ هلإ ا أ هشا asyhadu an lâ ilâha illâ allah

يلْقعلا ره ظ لا al-madzâhir al-„aqliyyah

حل صلا كلم ن اوم Maulânâ Malik al-Sâlih


(11)

vii

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penelitian

yang dilakukan dalam rangka penulisan skripsi yang berjudu “Pesan Moral Kisah

Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia”, dalam memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam dapat diselesaikan.

Skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dengan demikian sudah sepantasnya jika penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Almarhum ayahnda tercinta Nur Yadi dan ibunda terkasih Mashrifah yang

tiada henti memberikan kasih dan sayang serta mendoakan penulis untuk dapat mencapai kesuksesan meraih gelar S1. Untuk kakak-kakak (A Yudi, A Maman, Mba Yan, Mba Nung, Bulal), kakak ipar (Mba Neng, Mba Isti, Mas Dewa, A Ojan), keponakan-keponakan (Byan, Zelda, Aqil, Bahran) dan semua keluargaku yang telah memberikan bantuan baik moril ataupun materil. Terimakasih untuk Muhammad Ridwan Haikal, yang setia menemani dan banyak memberikan bimbingan, dorongan, semangat kepada penulis.

2. Ahmad Rifqi Muchtar, MA selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan baik bimbingan intelektual maupun bimbingan motivasi dengan penuh kesabaran, dan banyak meluangkan waktunya dalam membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin


(12)

viii

Asyrofuddin, MA, Kusmana, MA selaku tim penguji dalam sidang skripsi penulis. Terima kasih juga untuk seluruh Staf Fakultas Ushuludin yang telah banyak membantu. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen yang telah mengajar di Jurusan Tafsir Hadis yang telah banyak memberikan ilmu sehingga penulis menjadi seperti sekarang.

5. Para pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, yaitu

KH. Ibnu Ubaidillah Syatori, Buya Husein Muhammad, Walid Ahsin Sakho, Almarhumah Umi Liya Aliyah beserta para ustadz yaitu pa mulyadi, pa bram, pa imam, pa wasmin, dan semuanya yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.

6. Teman-teman satu kosan ( Ka Tami, Ka Opi, Ka Ila, Ka Nurul, Aan, Novi,

Denis, Idoh, Iis, Yanti, Yuni) yang banyak memberikan kritik, saran, dan motivasi kepada penulis. Teman-teman seperjuangan anak Tafsir Hadis angkatan 2010 khususnya Grup PPD (Hani, Sari, Popon, Dede, Adah). Khusus buat Bang Lail dan Nurul yang telah membantu dalam memahami kitab tafsir.

7. teman Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD).

teman Himpunan Mahasiswa Cirebon Jakarta Raya (Hima- Cita). Teman-teman Persatuan Mahasiswa Alumni Dar al- Tauhid (PERMADA).


(13)

ix

dan pembacanya.

Jakarta, 19 Desember 2014 Penulis


(14)

x

ABSTRAK... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ii

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian... 7

D.Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metodologi Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : LATAR BELAKANG PENAFSIRAN A. Hamka ... 12

1. Biografi Hamka …... 12

2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Azhar ... 14

3. Metode dan Corak Penafsiran ... 16

B.M. Quraish Shihab ... 18

1. Biografi Quraish Shihab ... 18

2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Mishbah ... 20

3. Metode dan Corak Penafsiran ... 21

BAB III : NABI YUNUS DALAM SEJARAH DAN TAFSIR A.Sejarah Nabi Yunus ... 25

1. Biografi Nabi Yunus ... 25

2. Silsilah Nabi Yunus ... 29

3. Kisah Nabi Yunus ... 30

B.Kisah Dalam al-Qur’an ... 35

1. Pengertian Kisah ... 35

2. Ruang Lingkup Kisah ... 38

3. Tujuan Kisah Dalam alQur’an... 42

4. Pesan Moral Dalam Kisah ... 44

C.Kisah Nabi Yunus Dalam Penafsiran ... 45

1. QS. Yûnus ayat 98 ... 45

2. QS. Al-Anbiyâ’ ayat 87-88 ... 46

3. QS. As-Sāffât ayat 139-148 ... 50


(15)

BAB IV: PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS

A.Penafsiran Menurut Hamka dan Quraish Shihab ... 55

1. QS. Yûnus ayat 98 ... 55

2. QS. Al-Anbiyâ’ ayat 87-88 ... 58

3. QS. As-Sāffât ayat 139-148 ... 60

4. QS. Al-Qalam ayat 48-50 ... 62

5. Pesan Moral Kisah Nabi Yunus ... 64

1. Sabar ... 65

2. Optimis Terhadap Pertolongan Allah ... 68

3. Taubat dari Kesalahan yang Telah Diperbuat ... 72

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam mempelajari Al-Qur‟an maka ada yang disebut dengan ayat Makkiyah

yaitu ayat-ayat yang turun di Mekkah sebelum Nabi hijrah yang sebagian berisi kisah para Nabi dan kaumnya yang menekankan tentang ketauhidan dan kebenaran atas Rasul yang diutus Allah. Kemudian ada yang disebut dengan ayat Madaniyah yaitu ayat-ayat yang turun sesudah hijrahnya Nabi. Pelajaran yang dikandung di dalamnya pun berbeda dengan ayat yang turun di Mekkah. Seperti

pelajaran yang meliputi hukum, syari‟at, ibadah, muammalat, sanksi, hubungan

sosial kemasyarakatan, toleransi beragama antar agama. Kisah senantiasa memberi kesan mendalam ke dalam hati pembaca. Rasa keingintahuan merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati. Dan nasehat dengan tutur kata kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak bisa dipahami.

Di dalam pendahuluan buku “Untaian Kisah Dalam al-Qur’an” terjemahan

dari kitab Qasas al-Qur’an karya Ali Muhammad al-Bajawi dkk dijelaskan

kisah-kisah dalam al-Qur‟an ini mencakup tentang akhlak yang dapat menyucikan jiwa,

memperindah tingkah laku, menyebarkan sifat bijak dan adab serta berbagai adab


(17)

contoh dan mengajak manusia untuk mengambil palajaran dan mengagungkan isi

dari al-Qur‟an itu sendiri.1

Bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan maka terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun akan merasa senang mendengarkannya, memperhatikannya dengan penuh kerinduan, rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang

terkandung di dalamnya.2

Menurut penelitian Ahmad Hanafi, dari keseluruhan ayat al-Qur‟an yang

berjumlah 6.342 ayat, kurang lebih terdapat 1600 ayat yang berbicara tentang kisah para nabi serta rasul terdahulu, dan juga kisah-kisah perumpamaan (tamsiliat). Jika di bandingkan dengan yang berbicara tentang hukum berjumlah

330 ayat. Maka jelas terlihat bahwa perhatian al-Qur‟an terhadap kisah-kisah egitu

besar. Bahkan menurut Jurji Zaidan seorang tokoh kesusastraan Arab modern bahwa kisah dipandang sebagai cara terbaik bagi orang banyak untuk mengambil

pesan moral yang terkandung di dalamnya.3

Allah SWT. berfirman dalam al-Qur‟an QS. Yusuf ayat 111:















Aritnya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi

orang-orang yang mempunyai akal, al-Qur‟an itu bukanlah cerita yang

dibuat-buat tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

1

Ali Muhammad al- Bajawi, dkk., Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Darul Haq, 2007), h. vii

2

Muhammad Sayyid Thanthawi, al-Qisas fî al-Qur’an al-Karîm, (Qahirah: Dar al-Nahdlah, 1996), Juz I, h. Muqaddimah

3

Ahmad Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1984), h. 22


(18)

Pengetahuan yang dibangun oleh al-Qur‟an bertujuan agar memiliki hikmah yang atas dasar itu dapat membentuk perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai

normatif al-Qur‟an, baik pada level moral maupun sosial. Untuk membentuk

perilaku yang sejalan dengan nilai normatif al-Qur‟an yaitu dengan kontemplasi

terhadap kejadin-kejadian atau peristiwa-peristiwa sejarah yang berisi hikmah tersembunyi dengan merenungkan dan mengambil pelajaran moral dari peristiwa-peristiwa empiris yang terjadi dalam sejarah bahwa peristiwa-peristiwa-peristiwa-peristiwa itu sesungguhnya bersifat universal dan abadi karena lebih mempelajari pesan-pesan

moral al-Qur‟an dan sangat pennting guna menciptakan penyempurnaan kepada

kepribadian islam.

Untuk memahami makna ayat-ayat tersebut dibutuhkan interpretasi yang sesuai atau yang mendekati pada apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Kitab-kitab tafsir dalam kepustakaan islam sudah banyak terkumpul. Kitab-Kitab-kitab tersebut ditulis pada masa dan tempat tertentu. Sementara masa dan tempat tersebut beda satu sama lain. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh produk tafsirnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad Syahrur

yang dikutip oleh Abdul Mustaqim bahwa al-Qur‟an harus selalu ditafsirkan

sesuai dengan tuntutan era kontemporer yang dihadapi umat manusia.4

Berkaitan dengan ayat tentang kisah Nabi Yunus banyak diceritakan dalam

tafsir al-Qur‟an dan dalam buku kisah-kisah Nabi. Bahwa di dalamnya juga

dijelaskan bahwa Nabi Yunus berputusasa dalam berdakwah. Ia berputus asa karena tidak satu pun dari kaumnya yang mau mengikuti ajakannya untuk menyembah Allah. Putus asa adalah salah satu sikap negatif yang muncul pada

4

Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsuddin, Studi al-Qur’an Kontemporer (Yogjakarta: Tiara Wacana, 2002), h. 7


(19)

manusia ketika mendapat cobaan yang berat dari Allah Swt. Namun bagaimana mungkin seorang Nabi mempunyai sifat negatif tersebut dan melakukan perbuatan dosa karena sudah meninggalkan kaumnya? kemudian bagaimana dengan pendapat yang menyatakan bahwa semua Nabi Allah itu terjaga dari sifat buruk

(ma’sûm)?

Selain permasalahan yang sudah dikemukakan di atas, alasan lainnya juga akan penulis jelaskan perihal mengambil penelitian tentang kisah Nabi Yunus yaitu: Nabi Yunus adalah salah satu Nabi yang kisahnya diceritakan dalam

al-Qur‟an dan namanya pun diabadikan menjadi nama salah satu surat di dalam

al-Qur‟an. Selain itu Nabi Yunus dalam kisahnya mengalami peristiwa yang sangat

fenomenal yaitu Nabi Yunus dimakan ikan paus.

Kisah Nabi Yunus dan kaumnya menyiratkan pesan-pesan berharga bagi kehidupan manusia selanjutnya meski kaum tersebut sekarang telah musnah, dan dari aspek sosial budaya dapat dibandingkan moral bangsa sebelum turun wahyu ketika masyarakat berada pada masa jahiliyyah dengan periode sesudah turun wahyu bahkan sampai akhir ini.

Peristiwa yang fenomenal itu menimbulkan banyak penafsiran dari semua kalangan mufasir, termasuk kalangan mufasir kontemporer. Penulis mendapatkan suatu kesan bahwa kisah Nabi Yunus kaya akan ajaran-ajaran yang berkaitan

pendidikan moral atau akhlak. Seperti tafsir karya M. Quraish Shihab tafsir

al-Misbah yang menyinggung tentang tentang kandungan moral dari ayat tersebut untuk lebih memperkaya makna ayat agar memiliki relevansi tersendiri dengan

konteks kekinian yang sesuai dengan misi al-Qur‟an sebagai petunjuk yang


(20)

al-Mishbah karya M. Quraish Shihab merupakan kitab tafsir yang sangat representatif dalam dunia tafsir kontemporer. Memiliki berbagai macam disiplin ilmu serta jangkauan pemahaman yang dinamis dan lebih komprehensif.

Tafsir al-Azhar merupakan salah satu tafsir yang mengambil corak budaya kemasyarakatan, yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk

ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta

usaha-usaha untuk menanggulangi problmetika masyarakat berdasarkan ayat-ayat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah

dimengerti.5

Selain tafsir kedua tafsir di atas, penulis juga mengambil rujukan dari

tafsir-tafsir kontemporer yang bercorak Adabi ‘Ijtima’i yang lainnya. Seperti tafsir

Zilâl al-Qur’an karya Sayyid Quthb, tafsir Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an karya al-Syinqiti, tafsir al-Manâr karya Rasyid Rida, dan kitab tafsir lainnya. Hal ini tentu yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas. Sehingga penelitian ini bisa lebih mendalam mengkaji ayat tentang kisah Nabi Yunus dari segi sosial dan hidayah atau akhlak.

Berdasarkan beberapa permasalah yang sudah diungkapkan diatas, penulis

dengan ini memberi judul untuk skripsi ini dengan, “Pesan Moral Kisah Nabi

Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia” Semoga karya ini bisa menjadi acuan dan motivasi dalam menyelesaikan permasalah.

5


(21)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan

Banyak ayat al-Qur‟an yang membicarakan tentang kisah Nabi Yunus.

Penulis sendiri sudah melakukan sebuah penelusuran mengenai kisah Nabi Yunus

dari beberapa indeks al-Qur‟an, diantaranya: indeks al-Qur‟an digital karya

Ahmad Lutfi, indeks al-Qur‟an karya Azha Ruddin Sahil,setelah mengambil

pertimbangan dari pemilihan ayat-ayat tersebut maka ayat yang akan menjadi

perhatian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:QS. Yûnus ayat 98, QS.

Al-Anbiyâ’ ayat 87-88, QS. As-Sāffāt ayat 139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50.

Rujukan tafsir utama dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir

al-Qur‟an yaitu tafsir al-Azhar karya Hamka dan tafsir al-Mishbah karya Quraish

Shihab. Keduanya menjadi fokus pembahsan karena, pertama, kedua mufassir dua

penafsiran Indonesia modern yang menggunakan di dalam karya mereka

prinsip-prinsip tafsir adabi ijtima‟i. Kedua, karya kedua mufasir tersebut merupakan

representasi kuat penafsiran modern di Indonesia, karena penerimaan masyarakat atas karya tersebut. Hal tersebut terlihat setidaknya dalam penerbitan ualng karya-karya mereka. Tafsir al-Azhar sampai saat ini diterbitkan lebih dari lima kali.

Sedangkan tafsir al-Mishbah diterbitkan lebih dari delapan kali. Ketiga, kedua

tafsir tersebut dianggap mudah di pahami oleh masyarakat.

2. Perumusan Masalah

Sedangkan perumusan masalah pada penelitian ini adalah Pesan moral

apa yang dapat diambil dari kisah Nabi Yunus menurut mufasir modern Indonesia?


(22)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Kisah Nabi Yunus secara mendalam

2. Untuk mengambil pelajaran baik dari kisah Nabi Yunus.

D. Tinjauan Pustaka

Berbagai macam sumber yang penulis kumpulkan, baik berupa buku-buku, skripsi, tesis, disertasi, makalah, artikel, dan beberapa sumber lainnya yang berkaitan dengan kisah Nabi Yunus.

Diantara buku-buku yang membahas tentang kisah nabi yunus adalah:

Pertama, Syekh Salim Ibn Ied al-Hilali dengan bukunya yang berjudul Sahīh Qisas al-Anbiyâ’, diterjemahkan oleh M. Abdul Ghoffar diterbitkan Pustaka

Imam asy-Syafi‟i tahun 2009. Di dalam memaparkan tentang Nabi Yunus, dia

hanya mengambil ayat-ayat yang bertema Nabi Yunus kemudian ditafsirkan dengan pemahamannya sendiri, juga merujuk kepada kitab tafsir serta kitab-kitab hadis.

Kedua, Ali Muhammad al-Bajawi, dkk, dengan bukunya Qasas al-Qur’an, diterjemahkan oleh Abdul Hamid, diterbitkan Darul Haq tahun 2007. Di dalam

bukunya dia hanya merujuk kepada ayat-ayat di dalam al-Qur‟an yang berkaitan

dengan kisah Nabi Yunus, tidak ditemukan dalam bukunya merujuk kepada buku-buku lain.

Sedangkan skripsi yang membahas kisah Nabi Yunus adalah pertama, skripsi

yang ditulis oleh Wihdan Dana Maulidi, mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2004,

yang berjudul “Kisah Dalam al-Qur‟an: Studi atas kisah Nabi Yunus dalam QS.


(23)

mengupas kisah nabi yunus dalam al-Qur‟an dengan mengambil QS. al-Anbiyâ’’ ayat 87-88 yang kemudian penafsirannya dibandingkan antara Ath-Thabari dengan Ar-Razi, dengan tidak menjelaskan secara detail mengenai keputusasaan Nabi Yunus.

Skripsi yang kedua yang berjudul “Kisah Nabi Yunus Dalam al-Qur‟an:

Kajian Komperatif Tafsir al-Mizân dan Tafsir Fī Zilâl al-Qur’an. Skripsi ini

ditulis oleh Fuatuttaqwiyah, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogjakarta Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2003. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah komperatif untuk menganalisa data yang berbeda agar dapat diketahui persamaan dan perbedaanya dari kedua tafsir

tersebut. Tabâtabâ‟î dalam menafsirkan kisah Nabi Yunus menggunakan metode

tafsir al-Qur‟an dengan al-Qur‟an dan merujuk riwayat dari para imam

sebagaimana metode yang dianut oleh kaum syi‟ah. Sementara Sayyid Quthb

tidak menggunakan riwayat namun lebih menggunakan penekanan pada dakwah dan keimanan.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Skripsi ini menggunakan al-Qur‟an sebagai objek kajian penelitian. Maka

mengambil metode penafsiran yang sudah ditetapkan dalam kajian ilmu tafsir

yaitu metode tahlilî, ijmalî, maudû’i, dan muqaran. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode tafsir tematik dengan menggunakan

pendekatan sosio historis, atau memahami al-Qur‟an dalam konteks sejarahnya


(24)

mengungkap pesan moral al-Qur‟an kisah Nabi Yunus dengan menganalisa kitab-tafsir modern Indonesia.

Dalam pengambilan ayat-ayat yang berkenaan dengan kisah Nabi Yunus

dengan penulis mengambil dari beberapa indeks al-Qur‟an. Diantaranya yaitu

al-Qur‟an al-Hadi karya Ahmad Lutfi Fathullah, menurutnya ayat-ayat yang

berkaitan dengan kisah nabi Yunus diantaranya QS. al-Anbiyâ’ ayat 87-88, QS.

As-Saffāt ayat 140-142, QS. Yunus ayat 98.Indeks al-Qur‟an karya Azha Ruddin

Sahil memilah ayat yang termasuk dalam kisah nabi Yunus yaitu QS. An-Nisâ’

ayat 163, QS. Al-An’âm ayat 86, QS. Yûnus ayat 98, QS. As-Saffāt ayat 139-148.

Kemudian indeks al-Qur‟an karya Sukma Djaja Asyarie mengelompokkan

ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan kisah nabi Yunus yaitu QS. al-Qalam

ayat 48, QS. al-Anbiyâ’ayat 87, QS. al-An’âm ayat 86, QS. As-Saffātayat 140-147,

QS. An-Nisâ’ ayat 163. Dari indeks al-Qur‟an tersebut kemudian dikombinasikan

dan tidak semua ayat-ayat al-Qur‟an tersebut dimasukkan pada tema ini, sebab

ada beberapa ayat yang penulis anggap tidak koheren dengan pembahasan ini. Dengan itu penulis memilih ayat yang dianggap lebih sesuai dengan tetap

mengacu pada indeks al-Qur‟an tersebut.

2. Metode Pengumpulan Data

Semua jenis data yang dikumpulkan penulis dari berbagai sumber yang berkaitan dengan pesan moral kisah Nabi Yunus menurut mufasir modern, yaitu

sumber pokok atau data primer adalah al-Qur‟an, dan sumber-sumber teks

pendukung (data sekunder) yaitu kitab-kitab tafsir al-Qur‟an tafsir al-Azhar karya

Buya Hamka dan tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab. data-data yang berkaitan dengan kisah Nabi Yunus.


(25)

Sedangkan teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010/2011, dengan pengecualian pada catatan kaki. Pada catatan kaki yang sama atau catatan kaki yang merujuk pada buku yang sama maka penulisan catatan kaki yang kedua dan seterusnya hanya menulis nama belakang penulis buku atau nama populernya, dan mengambil tiga kata dari judul buku.

F. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini, penulis membaginya dalam lima bab, dalam setiap babnya mempunyai spesifikmengenai topik tertentu. Skripsi yang terdiri atas lima bab ini yaitu: bab pertama pendahuluan, yang didalamnya meliputi: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

Kemudian, beranjak pada permasalahan mengenai latar belakang mufasir dan penafsiran, yang akan penulis kupas pada bab kedua. Bagian pertama, Biografi Hamka, riwayat penulisan tafsir al-Azhar, metode dan corak penafsiran. Bagian kedua, Biografi Quraish Shihab, riwayat penulisan tafsir al-Mishbah, metode dan corak penafsiran.

Pada bab ketiga ini akan dibahas mengenai Nabi Yunus dalam sejarah dan

tafsir. Yang kemudian memulai dari pertama, sejarah Nabi Yunus yaitu: biografi

singkat Nabi Yunus, silsilah Nabi Yunus, kemudian adalah kisah Nabi Yunus. Kedua, teori umum tentang kisah meliputi beberapa poin yang dibahasa yaitu:


(26)

dalam kisah al-Qur‟an. Ketiga, analisis penafsiran ayat tentang kisah nabi Yunus melalui mufasir modern. Diantara ayat-ayat yang akan dikaji adalah sebagai

berikut: QS. Yûnus ayat 98, QS. Al-al-Anbiyâ’’ ayat 87-88, QS. As-Sâffât ayat

139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50.

Pada bab keempat, menafsirkan ayat-ayat yang bertemakan Nabi Yunus, setelah mengkaji tafsir ayat tersebut kemudian di bandingkan dengan analisis ayat dengan merujuk pada tafsir al-Azhar dan tafsir al-Mishbah, kemudian mengambil pesan moral pada kisah Nabi Yunus menurut Hamka dan Quraish Shihab. Ulasan ayat-ayat tentang kisah Nabi Yunus, diantara ayat-ayat yang akan dikaji adalah

sebagai berikut: QS. Al-al-Anbiyâ’’ ayat 87-88, QS. As-Sâffât ayat 139-148, QS.

Al-Qalam ayat 48-50, QS. Yûnus ayat 98.dan sub bab yang terakhir yaitu pesan moral yang dapat diambil dari kisah Nabi Yunus. Yaitu meliputi sabar, optimis terhadap pertolongan Allah, taubat dari kesalahan yang diperbuat.

Sedangkan bab kelima ini, merupakan bab yang terakhir yang menjadi penutup dari skripsi. Dan menjadi jawaban pada rumusan masalah skripsi ini. Semua penelitian yang dilakukan dan saran yang diajukan pada penulis mengenai hasil penelitian ini. Bab ini terbagi dalam kesimpulan dan saran.


(27)

12

BAB II

LATAR BELAKANG PENAFSIRAN

A. Hamka

1. Biografi Hamka

Buya Hamka lahir di Ranah Minang pada penghujung abad 19.1 Nama

aslinya adalah H. Abdul Malik Karim Amrullah. Nama Hamka disebut ketika ia pulang setelah menunaikan iabadah haji. Beliau dilahirkan di sebuah desa yang bernama Tanah Sirah Sumatra Barat pada 17 Februari 1908 atau 14 Muharram 1326 H. Nama Ayahnya adalah H. Abdul Karim Amrullah, ia seorang ulama terkenal pembawa faham-faham islam di Minangkabau. Ibu Buya Hamka bernama Shofiyah. Ayah Shofiyah punya gelar adat Bagindo Nan Batuah, ketika

muda ia terkenal sebagai guru tari, guru nyanyi, dan pencak silat.2

Hamka mengawali pendidikan membaca al-Qur’an di rumah orang tuanya

ketika keluarganya memutuskan pindah dari Minanjau ke Padang Panjang pada tahun 1914 M. Ketika Hmaka berumur tujuh tahun ia dimasukkan ke sekolah Diniyah Putra pada tahun 1916 M. Dan pada tahun 1918 ia belajar juga di Thawalib School di pagi hari, sore hari di sekolah Diniyah dan malam hari berada

di surau bersama teman-teman sebayanya.3

Sekolah Thawalib School ini didirikan oleh kaum muda4. Mereka juga

menumbuhkan organisasi, baik bercorak sosial kemasyarakatan maupun yang bercorak politik. Sementara itu Haji Abdullah Ahmad mendirikan sekolah

1

M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 33

2

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Tangerang Selatan: Madzhab Ciputat, 2013), h. 171

3

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia,h. 172

4

Kaum muda adalah tiga serangkai: Syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), dan Haji Abdullah Ahmad.


(28)

Adabiah di Padang. Organisasi pertama yang didirikan kaum muda adalah organisasi yang mereka beri nama dengan Sumatera Thawalib. Pada mulanya

organisasi ini beranggotakan pelajar-pelajar Thawalib School, itulah sebabnya

aktivitas yang dilakukan oleh organisasi pada awalnya berbentuk pemenuhan

kebutuhan sehari-hari para pelajar Thawalib School, seperti sabun, pensil, tinta,

dan sebagainya.namun dalam perkembangan berikutnya bukan saja

beranggotakan pelajar-pelajar Thawalib School.5

Namun sistem yang berlaku di Thawalib School adalah sistem klasik,

kurikulum dan materi pelajaran masih menggunakan cara lama. Ini membuat Hamka cepat bosan. Keseriusan belajar tidak tumbuh dari dalam, tetapi dipaksakan dari luar. Keadaan inilah kemudian yang membawa Hamka berada di perpustakaan umum milik Zainuddin Labai El Yunus. Hamka asyik membaca-baca buku cerita dan sejarah di perpustakaan. Di perpustakaan imajinasinya sebagai seorang anak-anak dapat bertumbuh. Tapi sayangnya pertumbuhan

imajinasinya sesekali mendapat jegalan dari Ayahnya.6

Pada masa ini Hamka mengalami suatu peristiwa yang menggoncangkan jiwanya, Ayah dan ibunya bercerai. Akibatnya adalah kehidupan Hamka menjadi terlantar dan kenakalan Hamka berubah menjadi semacam pemberontakan. Kenyataan ini membuat Hamka ingin menjauhkan diri dari Ayahnya. Dan keinginannya untuk pergi ke tanah Jawa menjadi semakin kuat. Pengembaraan pencarian ilmu di tanah jawa ia mulai dari kota Yogjakarta. Dalam kesempatan ini

5

M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 37

6


(29)

Hamka bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo, yang dari dia Hamka mendapat

pelajaran tafsir al-Qur’an.7

Dengan modal inetelektual serta semangat pergerakan ia kembali ke Minangkabau pada usia yang ke tujuh belas. Ia tumbuh menjadi pimpinan di tengah-tengah masyarakat Minangkabau.

2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Azhar

Ada dua alasan Hamka memberi nama tafsir yang telah ditulisnya dengan

tafsir al-Azhar. Pertama, tafsir ini sebagai bahan untuk disampaikan di

kuliah-kuliah di masjid al-Azhar, yaitu nama masjid yang diberikan oleh Mahmud

Syaltut, Syekh Universitas al-Azhar Kaherah pada tahun 1960. Kedua, Hamka

mendapat penghargaan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar

Kaherah.8

Tafsir al-Azhar berasal dari kuliah subuh yang diberikan oleh Hamka di Masjid Agung al-Azhar sejak tahun 1959. Tidak lama setelah berfungsinya Masjid al-Azhar, suasana politik yang digambarkan terdahulu mulai muncul. Agitasi pihak PKI dalam mendiskreditkan orang-orang yang tidak sejalan dengan kebijaksanaan mereka bertambah meningkat. Masjid al-Azhar dituduh menjadi

sarang “Neo Masyumi” dan “Hamkaisme”.9

Keadaan itu bertambah memburuk ketika pada penerbitan No. 22 tahun

1960, Panji Masyarakat memuat artikel Mohammad Hatta, “Demokrasi Kita”.

Hamka sadar betul akibat apa yang akan diterima oleh Panji Masyarakat bila

memuat artikel tersebut. Namun hal itu dianggap Hamka sebagai perjuangan yang

7

M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 43

8

Abdul Rauf, Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka, (Kuala Selanggor: Piagam Intan SDN. BHD, 2013), h. 63

9


(30)

telah diamanatkan oleh Mohammad Hatta. Ceramah-ceramah Hamka setelah solat

subuh di Masjid al-Azhar yang mengupas tafsir al-Qur’an dimuat secara teratur

dalam majalah, yang berjalan sampai Januari 1964.

Pada hari senin 12 Ramadhan 1383 atau bertepatan dengan 27 Januari 1964 sesaat setelah Hamka memberikan pengajian di Masjid al-Azhar, ia ditangkap oleh penguasa Orde Lama. Kemudian ia dijebloskan ke dalam tahanan sebagai tahanan politik. Hamka ditempatkan di beberapa rumah peristirahatan di kawasan puncak, yakni Bungalow Herlina, Harjuna, Bungalow Brimob Megamendung, dan kamar tahanan Polisi Cimacan. Di rumah tahanan inilah Hamka mempunyai kesempatan untuk menulis tafsir al-Azhar.

Disebabkan kesehatannya menurun, Hamka kemudian dipinddahkan ke Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun Jakarta. Selama di Rumah Sakit ia meneruskan penulisan tafsir al-Azhar. Ketika Orde Baru bangkit di bawah pimpinan Soeharto, lantas kekuatan PKI telah ditumpas, kemudian Hamka dibebaskan dari tahanannya. Pada tanggal 21 Januari 1966 Hamka kembali menemukan kebebasannya. Kesempatan ini digunakan oleh Hamka untuk

menyempurnakan Tafsir al-Azhar.10

Penerbitanpertama tafsir ini dilakukan oleh Penerbit Pembimbing Masa, pimpinan Haji Mahmud. Cetakan pertama oleh Pembimbing Masa, menyelesaikan penerbitan dari jux pertama sampai juz keempat. Kemudian diterbitkan pula juz lima belas sampai juz tuga puluh oleh Pustaka Islam Surabaya. Dan juz lima

sampai empat belas diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta.11

10

M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 56

11


(31)

3. Metode dan Corak Penulisan

Dalam sumber penafsiran, ada dua sumber yang digunakan yaitu bi

al-matsûr dan bi al-ra’yi. Hamka dalam penafsirannya menggunakan sumber bi

al-ra’yi karena dalam hal menafsirkan, beliau mengumakakan pendapat-pendapat beliau tentang ayat-ayat tersebut. Jika dilihat dari urutan suratnya tafsir al-Azhar

menggunakan tartib mushafi. Karena itu, metodenya disebut dengan metode

tahlili.12

Dalam hal memilih sumber referensi untuk tafsirnya, hamka tidak fanatik terhadap satu karya tafsir dan tidak terpaku pada satu madzhab pemikiran. Hamka bukan hanya mengutip kitab tafsir melainkan kitab hadis dan sebagainya yang menurutnya penting untuk dikutip. Akan tetapi ada beberapa tafsir yang berpengaruh bukan hanya dari segi pemikiran tetapi juga dalam hal corak

penafsiran. Yaitu Tafsir al-Manâr karya Rasyid Ridha, Tafsir al-Maraghi karya

Mustafa al-Maraghi, Tafsir fi Zilâl al-Qur’an karya Sayyid Qutb, dan kitab tafsir

lainnya.13

Ada persamaan antara tafsir al-Azhar dan tafsir al-Manar dalam proses penyusunannya. Kedua tafsir ini bermula dalam bentuk ceramah masjid yang kemudian disusun dalam bentuk tulisan. Hal ini menyebabkan tafsir ini dapat berkomunikasi dengan pembacanya serta hampir dengan suasana dan permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat. Hanya yang berbeda adalah latar

tempatnya, tafsir al-Manar dihasilkan dengan berlatarbelakang masyarakat Mesir.

12

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 186

13


(32)

Sedangkan tafsir al-Azhar dihasilkan dengan berlatarbelakang masyrakat

indonesia.14

Hamka dalam menafsirkan menggunakan contoh-contoh yang ada di tengah masyarakat, baik masyarakat kelas atas maupun rakyat biasa. Berdasarkan

hal tersebut, Tafsir al-Azhar dalam menjelaskan suatu ayat menggunakan corak

sastra budaya kemasyarakatan atau disebut dengan corak adabi ijtima’i.Adabi

ijtima’i adalah suatu corak tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang mengungkapkan dari segi bahasa dan kemukjizatannya, menjelaskan

makna-makna dan susunan yang dituju oleh al-Qur’an mengungkapkan hukum-hukum

alam dan tatanan masyarakat yang dikandung di dalamnya.15

Dalam langkah penafsiran dalam tafsir ini, hal pertama yang dilakukan adalah mengemukakan pendahuluan pada setiap juz yang akan dibahas. Kemudian

ia akan mencari munasabah atau korelasi antara juz sebelumnya dengan juz yang

akan dibahas. Selanjutnya Hamka menyajikan beberapa ayat di awal pembahasan secara tematik. Kemudian ia menafsirkan kelompok ayat yang dianggap memiliki satu tema untuk memudahkan penafsiran juga untuk memahami kandungannya.

Dalam tafsir ini Hamka juga menjauhkan diri dari uraian dalam pembahsan arti kata yang berlarut-larut. Karena dianggap tidak cocok dengan masyarakat indonesia yang banyak tidak memahami bahasa Arab. Walaupun demikian bukan berarti Hamka tidak pernah menjelaskan artian sebuah kata dalam al-Qur’an. Sesekali penafsiran atas sebuah kata akan disajikan dalam tafsirnya.

Setelah menerjemahkan ayat, Hamka memulai penafsirannya terhadap ayat tersebut dengan luas dan terkadang dikaitkan dengan kejadian pada zaman

14

Abdul Rauf, Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka, h. 67

15


(33)

sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman

sepanjang masa.16 Dengan demikian dapat disimpulakn bahwa Tafsir al-Azhar

tergolong kepada jenis tafsir bi al-ra’yi dengan menggunakan metode tahlili yang

bercorak adabi ijtimai’i.

B. M. Quraish Shihab

1. Biografi Quraish Shihab

Nama lengkapnya ialah Muhammad Quraish Shihab, ia lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari 1944 M. atau 21 Safar 1363 H. Ayahnya adalah Prof. Dr. Abdurrahman Shihab, seorang penggagas sekaligus

pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.17 Di samping itu ayahnya

seorang wiraswastawan, dan seorang mubaligh yang sejak muda seringkali

berdakwah dan mengajar ilmu-ilmu keagamaan.18

Sejak kecil ia tumbuh dan berkembang dalam keluarga dan suasana yang

dilingkupi dengan al-Qur’an. Ayahnya selalu membacakan al-Qur’an dan

mengajarkan kitab-kitab tafsir kepada anak-anaknya. Dengan demikian benih

kecintaan kepada studi al-Qur’an mulai mulai tumbuh di jiwa Quraish Shihab.

Kemudian diikutinya dengan pendidikan formal pada bidang tafsir di Universitas al-Azhar.19

Quraish Shihab menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah di Malang Jawa Timur dan tinggal di Pesantren Darul-Hadis al- Faqihiyyah. Pada awal tahun 1958 ia berangkat ke Kairo Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar.

16

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 189

17

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 269

18

Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya Quraish Shihab.

Dalam Mimbar Agama dan Budaya, vol XIX, No.2, 2002, h. 162

19


(34)

Kemudian pada tahun 1967 ia meraih gelar Lc pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin Universitas al-Azhar Kairo Mesir.Kemudian ia melanjutkan

pendidikan S2 di fakutas yang sama selama dua tahun. Dan meraih gelar Master

of Arts (MA) untuk spesialisasi bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis ya g berjudul al-I’jaz al-Tasyri’i li al-Qur’an al-Karim.20

Ketika ia kembali ke kota kelahirannya di Ujung Pandang, ia dipercaya untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin Ujung Pandang. Pada pertengahan 1980 Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikan untuk mengambil program S3 di al-Azhar

Kairo. Tahun 1982 ia meraih gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an

dengan disertasi yang berjudul Nazhm al-Durar li al-Biqa’iy: Tahqiq wa Dirasah

dan lulus dengan predikat Cum Laude. Pada tahun 1984 Quraish Shihab ia ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan program pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia juga menduduki berbagai jabatan di luar kampus. Yaitu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak 1984. Anggota Lajnah Pentashih

al-Qur’an Departemen Agama sejak 1989, dan lain lain.

Quraish Shihab juga sangat aktif sebagai penulis. Setiap hari Rabu dia

menulis dalam rubrik Pelita Hati. Selain itu, ia juga tercatat sebagai anggota

Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama. Selain kontribusinya untuk berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah, ia juga menulis buku-buku, diantaranya: Tafsir al-Manar: Kesitimewaan dan Kelemahannya, Filsafat

Hukum Islam, Mahkota Tuntunan Ilahi, Membumikan al-Qur’an, Tafsir al

20


(35)

Mishbah, Pengantin al-Qur’an, Wawasan al-Qur’an dan masih banyak lagi buku

lainnya.21

2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Mishbah

Tafsir karya Quraish Shihab diberi nama al-Mishbah yang berarti lampu, pelita, lentera. Dengan nama ini diharapkan berbagai persoalan umat dapat

diterangi oleh cahaya al-Qur’an. Quraish Shihab menginginkan agar al-Qur’an

dengan mudah dapat dipahami pembacanya.Tafsir ini merupakan karya besar seorang mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas al-Azhar Kairo

Mesir. Ia mulai menulis tafsirnya pada 18 juni 1999 atau 4 Rabi’ul awal 1420 H.

Tafsir al-Mishbah pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 dan disambut antusias oleh kaum muslimin Indonesia, khususnya para peminat kajian tafsir

al-Qur’an. Tafsir ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga mendapat

tempat khusus di hati khalayak. Al-Mishbah menghimpun lebih dari 10.000

halaman yang memuat kajian tafsir al-Qur’an. Tafsir ini terdiri dari 15 volume,

yang menafsirkan al-Qur’an secara tahlili yaitu ayat per ayat berdasarkan tata

urutan al-Qur’an. Metode ini yang membedakan tafsir al-Mishbah dengan karya

Quraish Shihab lainnya yang menggunakan metode maudhu’i, yakni menafsirkan

ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan topik tertentu, bukan berdasarkan tata urutannya

dalam mushaf. Seperti buku karya Quraish Shihab yang berjudul Lentera hati,

Membumikan al-Qur’an, Mukjizat al-Qur’an, Pengantin al-Qur’an, dan lain

-lain.22

Di Indonesia kejumudan kajian islam hampir merata di semua cabang ilmu. Cabang-cabang ilmu seperti kajian Fiqih, Ushul Fiqih atau Tafsir juga tidak

21

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 272

22


(36)

mempunyai perkembangan yang segnifikan. Baik di pesantren atau diperguruan tinggi.Keadaan kian diperburuk oleh kecenderungan menghakimi pendapat yang berbeda, terkadang sampai menghakimi kafir kepada segolongan orang.

Di dalam kajian tafsir ada geliat yang cukup menarik. Dalam lima dekade terkhir ini ada dua tafsir yang ditulis oleh sarjana Indonesia, yakni tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, dan tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab. Kedua tafsir ini patut mendapat apresiasi karena tafsir ini mencerminkan perkembangan mutakhir

dalam pendekatan terhadap al-Qur’an. Dalam rangka memahami aspek-aspek

Aqidah, Syari’ah, dan akhlak yang terkandung dalam al-Qur’an, Quraish Shihab

menggunakan pendekatan melalui ketelitian dan keindahan redaksi al-Qur’an,

isyarat ilmiah, dan pemberitaan hal gaib masa lalu dan masa mendatang. Ketiga pendekatan ini sangat dominan mewarnai penafsiran yang dilakukan. Tema yang

diusung oleh tafsir ini adalah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.23

3. Metode dan Corak Penulisan

Tafsir al-Mishbah merupakan tafsir yang didasarkan pada karya-karya ulama modern dan kontemporer. Seperti Sayyid Muhammad Thanthawi

(pemimpin tertinggi al-Azhar), Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi, Sayyid Qutb,

Muhammad Thahir ibn Asyur, Sayyid Muhammad Hussein at

penafsih-Thabathaba’i, dan beberapa mufasir lainnya. Selain itu penafsiran yang dilakukan oleh Quraish Shihab berdasarkan pada pemikirannya sendiri. Maka bisa disebut

bahwa tafsir al-Mishbah merupakan tafsir bi al-ra’yi.24

Kata al-ra’yu berarti kebebasan pemikiran, cenderung berkonotasi pada

rasionalitas ijtihad terhadap bayan al-Qur’an. Al-Qur’an dianggap sebagai teks

23

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 276

24


(37)

yang fleksibel yang memberi ruang gerak secara bebas bagi mufassir untuk menentukan dan memberi bayan sesuai dengan kepentingannya. Kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi, dan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufasir. Dengan demikian latar belakang pendidikan mufasir sangat mempengaruhi.

Tafsir bi al-ra’yi mempunyai ranah yang cukup luas jika dibandingkan

dengan tafsir bi al ma’tsur. Hal ini disebabkan landasan dan pijakan jenis tafsir ini

adalah ijtihad, tafakkur, dan istinbath yang ada pada masing-masing mufasir.

Menafsirkan al-Qur’an dengan metode ini dikenal juga dengan tafsir al-Qur’an bi

al-Lughah. Sebab al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, sehingga pemahaman yang kuat terhadap bahasa arab menjadi mutlak dibutuhkan. Tetapi tidak cukup dengan hal itu. Para ulama tafsir telah menyimpulkan berbagai kaidah untuk model penafsiran ini agar tidak menyimpang dari semestinya. Salah satunya

adalah menjadikan asbab al-Nuzul sebagai panduan dalam memahami teks

al-Qur’an.25

Metodologi tafsir yang digunakan tafsir ini adalah metode tahlili, yaitu

menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam setiap surat. Penekanan dalam uraian tafsir itu adalah pada pengertian kosa kata dalam

ungkapan al-Qur’an dengan merujuk kepada pandangan pakar bahasa dan ulama

tafsir, kemudian memperhatikan bagaimana kosa kata atau ungkapan itu digunakan. Metode ini sengaja dipilih oleh Quraish Shihab karena ia ingin

25


(38)

mengungkapkan isi al-Qur’an secara rinci agar petunjuk-ptunjuk yang tergantung

di dalamnya dapat dijelaskan dan dipahami pembacanya.26

Dengan demikian yang dimaksud dengan metode tahlili atau analisis

adalah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Qur’an dari sekian banyak

seginya yang ditempuh oleh mufasir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf melalui penafsiran kosa kata. Penjelasan asbab

al-nuzul, munasabah, serta kandungan ayat tersebut sesuai dengan keahlian dan

kecenderungan mufasir.Tafsir al-Mishbah tidak menitikberatkan kepada sebuah madzhab penafsiran saja. Dalam arti bahwa Quraish Shihab sepertinya ingin

tampil dengan gaya penafsiran baru, tafsir madzhab Indonesia.27

Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish Shihab memberikan tambahan lain dalam metode tafsrinya, yaitu dengan metode

maudhu’i. Menurutnya metode ini memiliki keistimewaan yaitu menghindarkan yang terdapat pada metode lain. Dengan dasar tersebut Qurasih Shihab berusaha

menghidangkan bahasan tiap surat dengan menjelaskan tujuan dan tema surat.28

Secara umum dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak terpengaruh oleh

corak tafsir dari Mesir, yaitu banyak memakai corak tafsir adabi ijtima’i

(sastra-kemasyarakatan). Corak ini pertama kali dipandang sebagai corak tafsir

kontemporer. Tafsir dengan corak ini digunakan agar al-Qur’an lebih dekat

dengan masyarakat dan juga dapat menjawab problematika yang umat rasakan.

26

Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Quraish Shihab dalam Mimbar Agama dan Budaya, h. 182

27

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 286

28


(39)

Paham progresif dan modernis inilah yang kemudian muncul di Indonesia yang

ketika itu Indonesia sedang mengalami penjajahan oleh Belanda dan Jepang.29

Begitu juga dengan kitab tafsir al-Mishbah yang mempunyai lima belas

jilid ini mempunyai corak adabi ijtima’i. Dikatakan juga bahwa tafsir ini memiliki

kecenderungan lughawi. Hal ini didasarkan pada banyaknya pembahasan tentang

kata. Contohnya seperti ketika dalam menjelaskan kara ilah (Tuhan). Kata yang

darinya terbentuk kata Allah ini berakar dari kata al-Ilahah, al-Uluhah, dan

al-Uluhuyyah yang semuanya bermakna ibadah atau penyembahan. Sehingga Allah secara harfiyah bermakna yang disembah.

Sementara ada seorang peneliti yang menulis dalam artikelnya bahwa corak yang diikuti oleh Muhammad Quraish Shihab dalam corak tafsirnya adalah

tafsir adabi ijtima’i yaitu corak penafsiran al-Qur’an yang tekanannya bukan

hanya tafsir lughawi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi, dan tafsir isyari, akan tetapi arah penafsirannya ditekankan pada kebutuhan sosial masyarakat, yang kemudian

disebut corak tafsir adabi ijtima’i.30

29

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 282

30


(40)

25

NABI YUNUS DALAM SEJARAH DAN TAFSIR

A. Sejarah Nabi Yunus

1. Biografi Nabi Yunus

Tidak ditemukan banyak riwayat hidup tentang Nabi Yunus dan nasabnya. Hanya disebutkan namanya adalah Yunus bin Matta, Beliau mempunyai kunyah

yaitu Dzû al-Nûn.1Julukan ini diberikan karena ia ditelan oleh Nun. Al-Nûn adalah

al-hût (ikan paus).2Seperti yang disebutkan dalam firman Allah QS. al-Anbiyâ’ ayat 87:





Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah

Nabi Yunus juga disebut oleh Allah dengan lafazh Sâhib al- Hût yaitu

orang yang berada dalam perut ikan. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah QS. Al-Qalam ayat 48:









Artinya: Maka Bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).

Yunus disebut dalam al-Qur‟an enam kali, empat kali menggunakan lafazh

yunus, dan dua kali menggunakan sifat, yaitu dzu al-Nûn dan Sâhib al- Hût.3 Nabi

1Hilmi Ali Sya‟bani,

Silsilah Qasas al-Anbiyâ’: Yūnus ‘Alaih al-Salâm, (Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyah, t.t.), jilid XI, h. 3

2

Al- Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, penerjemah Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jilid 11, h. 875

3

Muhammad Ali Ash Shabuniy, dkk, Kenabian Dan Para Nabi, alih bahasa: Arifin Jamian Maun, (Yogjakarta: PT Bina Ilmu, 1993), h. 520


(41)

Yunus berumur 70 tahun, ia hidup pada tahun 820 - 750 SM. Ia diutus ke Negeri Ninawa dan meninggal disana. Nama atau sebutan untuk kaumnya adalah bangsa Asyiria di utara Irak. Nabi Yunus sudah menjadi yatim sejak dalam kandungan ibunya. Ayahnya meninggal ketika Nabi Yunus berumur empat bulan dalam kandungan.Nabi Yunus disebut dalam Taurat dengan nama Yunan bin Amitai. Nabi Yunus sejak kecil mempunyai semangat yang tinggi dan pekerja keras tetapi tingkat kesabarannya sedikit. Beliau dari umur sepuluh sampai dua puluh lima

sudah terkenal ahli ibadah, zuhud, menjauhi maksiat dan kemungkaran.4

Nabi Yunus mempunyai paman yang bernama Zakariya bin Abdan, setelah pamannya meninggal kemudian Ia dibawa oleh istri pamannya ke Baitul Maqdis. Disitulah Beliau diutus jadi Nabi pada usia 28 tahun. Beliau diutus oleh

Allah ke Negeri Ninawa atau sekarang dikenal dengan Negara Irak.5

Nabi Yunus hidup dan bertugas sebagai Nabi pada masa pemerintahan raja

Yerobeam II (787-744) di kerajaan utara.6 Ninawa terletak di sebelah timur sungai

Tigris di Mesopotamia utara, yang berhadapan dengan kota Mossul.Dan kota Niniwa berada dekat dengan dua bukit yaitu bukit Kuyun dyik dan Tell Nebi Yunus. Menurut tradisi setempat, kuburan nabi yunus terletak di atas bukit tell nebi Yunus. Tetapi ada juga yang mengatakan letak kuburan Nabi Yunus berada di kampung halamannya, yaitu di Gat-Hefer, beberapa kilometer dari sebelah

utama Nazaret.7

Niniwa merupakan kota yang penting dalam kerajaan Asyur. Pada abad kesembilan sebelum masehi, Raja Asyurnasipal (884-859 SM) dan Salmanassar

4

Sya‟bani, Silsilah Qasas al-Anbiyâ’, h. 5

5

Sya‟bani,Silsilah Qasas al-Anbiyâ’, h. 9

6

Wolfgang Bock, Nabi Yunus, (Yogjakarta: Kanisius, 2011), h. 7

7


(42)

III (859-823 SM) bertahta di Niniwe. Kota Niniwa mengalami zaman keemasannya pada masa kerajaan Asyur Baru. Selama periode itu, Niniwe menjadi ibu kota kerajaan Asyur. Raja Sanherib (705-681 SM), Asarhaddon (681-669 SM), dan Asyurbanipal ((681-669-625 SM) memperkaya kota Niniwa dengan membangun kuil dan istana. Ahli ilmu purbakala (arkheologi) sudah berhasil menggali kembali istana raja Asyurbanipal pada tahun 1853. Dalam istana tersebut ditemukan perpustakaan atau arsip, yang di dalamnya tersimpan loh batu 100.000 lebih.

Yaqut al-Hamawi berpendapat, Irak adalah nama Negeri, sedangkan

al-Irâqâni berarti kota Kufah dan Bashrah. Negeri ini dinamakan Irak karena daerah ini merupakan dataran terendah di Jazirah Arab. Abu Qasim al-Zujaji mengutip pandapat Ibnu al-Arabi, Irak adalah Negeri terletak di bawah wilayah Najed dan

lokasinya berdekatan dengan laut. Al-Khalil berpendapat, al-Irâq adalah tepi

pantai, dinamakan irak karena Negeri tersebut berada di tepi sungai Tigris dan

sungai Eufrat yang memanjang hingga bermuara di laut.8

Ninawa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah selatan Irak. Kota tersebut termasuk kota yang paling kaya, makmur dan besar dimasa itu. Namun kelapangan rezeki dan kekayaannya yang luar biasa itu justru menyebabkan penduduknya berdusta dan tidak mengimani Allah sebagai Tuhannya. Mereka melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT, mereka juga

senantiasa berbuat kemaksiatan.9

8

Muchtar Adam, Ma’rifat al-Rusul Jejak Cahaya Para Rusul,(Bandung: Makrifat Media Utama, t.t.), h. 38

9


(43)

Di Ninawa mereka menyembah berhala dan tidak mau beriman kepada Allah SWT. Ditengah bayang-bayang berhala dan ditengah gelap gulita kebodohan dan kemusyrikan. Disitulah Nabi Yunus diutus untuk membawa cahaya keimanan dan bendera tauhid. Dan menyeru kaumnya, agar menghargai akal dan memulaikan kepala dengan tidak menggunakan kepala mereka untuk bersujud kepada patung. Nabi Yunus menyeru mereka untuk melihat dan merenungkan bahwa dibalik kebesaran alam yang indah ini ada Tuhan yang maha besar, Tuhan yang maha Esa, dan tempat bergantung segala urusan. Dialah yang lebih berhak disembah dan disucikan. Allah mengutus Nabi Yunus untuk memberi petunjuk dan rahmat bagi kaumnya, dan membimbing untuk senantiasa ada pada jalan-Nya yang benar. Kebodohan dan kesesatan telah menutupi hati dan

pandangan kaumnya sehingga tidak bisa merenung dan berpikir dengan benar.10

Kisah Nabi Yunus ketika ditelan ikan ini diperkirakan terjadi di mesopotamia, di sungai ini terdapat sungai tigris yang cukup besar. Banyak ikan berukuran besar yang tercatat hidup di sungai ini. Akan tetapi kalau pun ada ikan air tawar berukuran besar di kawasan itu, ikan itu tidak akan cukup besar untuk dapat menelan manusia dewasa. Ikan air tawar terbesar yang tercatat adalah ikan arapaima gigas yang hidup di sungai amazon Amerika selatan. Berukuran 2,5 sampai 3 meter.

Ikan yang diduga menelan nabi yunus adalah ikan paus. Ikan paus adalah mamalia, hewan menyusui yang hidup dilaut yang bernafas dengan paru-paru

seperti manusia. Ikan paus terbesar adalah paus biru. (blue whale) yang memiliki

10

Muhammad Ahmad Jadul Mawla, dkk, Qasas al-Qur’an. Penerjemah: Abdurrahmah Assegaf, ( Jakarta: Zaman, 2009), h. 372


(44)

nama latin balaenoptera musculus. Panjang tubuhnya tercatat dapat mencapai 33

meter, dengan berat 180 ton.11

2. Silsilah Nabi Yunus

Garis keturunan Nabi Yunus dimulai dari Benyamin bin Ya‟qub.

Benyamin adalah saudara kandung Yusuf seibu dan sebapak. Benyamin menurunkan Abumatta, kemudian Matta dan menurunkan Yunus as, rasul yang ke-21 untuk bangsa Ninawa Irak.

Jika garis keturunan Nabi Yunus dilihat dimulai dari Nabi Adam maka

sebagai berikut:12

11

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hewan Dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 300

12

Herdi Ansyah, Nama Nabi dan Rasul yang Wajib Kita Ketahui di Dalam Islam, artikel ini diakses pada 14 Agustus 2014 dari: ilmuidirimu.blogspot.com/2013/09/25-nama-nabi-rasul-yang-wajib-kita.html?m=0


(45)

3. Kisah Nabi Yunus

Yunus ibn Matta lahir di Gats Aifar, Palestina. Masyarakat menolak ajakannya, sehingga beliau menuju ke Yafa, suatu pelabuhan di Palestina, dan melaut menuju tempat yang dinamai Yarsyisy, suatu kota disebelah barat Palestina. Beliau diutus sekitar awal abad kedelapan SM, dan di kuburkan di Jaljun, suatu desa yang terletak diantara Quds di Palestina dan al- Khalil yang


(46)

terletak di tepi barat laut mati. Kaum nabi Yunus as. Hidup di kota Ninawa, salah satu kerajaan Asyûr yang terletak di tepi sebelah kiri dari sungai trigis di irak dan

dibangun pada tahun 2229 SM.13

Nabi Yunus diutus oleh Allah ke negeri Ninawa, tetapi tidak dijelaskan secara

pasti letak negeri tersebut di dalam al-Qur‟an. Namun Sami ibn Abdullah al

-Maghluts yang dikutip dari buku Situs-situs Dalam al-Qur’an mengatakan,

Ninawa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah selatan Irak.

Kota tersebut termasuk kota yang paling kaya dan besar di masa itu.14

Kelapangan rezeki dan kekayaan yang dimiliki penduduk Ninawa justru menyebabkan sesat dan tidak beriman kepada Allah SWT. Mereka melakukan

kemaksiatan dengan menyembah berhala yang mereka buat sendiri.15Di dalam

setiap rumah penduduk Ninawa terdapat berhala-berhala yang mereka jadikan sesembahan. Oleh sebab itu Allah mengutus Nabi Yunus AS untuk menyadarkan

mereka dan beriman kepada Allah SWT.16

Nabi Yunus dalam dakwahnya memberikan pengertian bahwa tidak ada gunanya menyembah berhala, yang patut disembah hanya Allah SWT, karena Ia yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Ajakan Nabi Yunus tidak dihiraukan oleh mereka, sebab menyembah berhala sudah menjadi tradisi turun menurun. Ditambah lagi Nabi Yunus adalah orang biasa, bukan dari golongan

bangsawan dan tidak mempunyai kekayaan dan kekuasaan.17

13

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 80

14

Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2010), h. 62

15

Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 62

16

Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, (Jakarta: Penebar Salam, 1999), h. 64

17


(47)

Penduduk Ninawa menyembah berhala-berhala sejak zaman nenek moyang mereka, dan tidak ada tanda alam yang muncul untuk menjadikan mereka meninggalkan agama yang telah mereka anut kemudian menganut agama yang

didakwahkan oleh Nabi Yunus.18Yunus menjelaskan bahwa berhala yang

disembah di pagi dan sore hari tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka dan juga tidak dapat mendatangkan kemanfaatan untuk manusia atau menghilangkan keburukan manusia. Berhala-berhala itu tidak dapat menciptakan sesuatu, menghidupkan yang mati, menyembuhkan yang sakit, mengembalikan yang sesat. Berhala tersebut juga tidak mampu menolak keburukan dari dirinya sendiri, dia

tidak mampu membela dirinya jika ada yang akan menghancurkannya19

Yunus menjelaskan bahwa agama yang ia dakwahkan ini memerintahkan kepada hal-hal yang baik, meluruskan kepada hal yang benar, agama ini menyeru kepada hal yang makruf dan melarang dari hal yang mungkar, membenci kepada kezhaliman, mewajibkan untuk berlaku adil dan damai, menyebarkan keamanan dan ketentraman. Agama Allah ini memotivasi untuk berlaku lembut terhadap orang-orang miskin, berlaku santun terhadap orang fakir, memberikan makan kepada orang-orang yang lapar, melepaskan tawanan. Semua itu merupakan

hal-hal yang mengandung kebaikan.20

Yunus adalah salah seorang bagian dari kaumnya, penduduk Ninawa mengira bahwa tidak ada gunanya mengikuti seseorang yang martabatnya sama dengan mereka. Nabi Yunus sungguh telah menyeru dengan lemah lembut, mendebat dengan cara yang baik. Maka jika tidak mengikuti ajakannya maka ia peringatkan

18

Ali Muhammad al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, penerjemah: Abdul Hamid, (Jakarta: Darul Haq, 2007), h. 292

19

Ali Muhammad al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, h. 292

20


(48)

akan datangnya siksaan, bencana dan kahancuran. Menurut Ali ibn Abi Talib, Yunus diutus sebagai rasul ketika berumur 30 tahun. Dan menurut riwayat dari

Ibnu Abbas bahwa Nabi Yunus telah berdakwah selama 30 tahun.21

Ketika penduduk Ninawa mendengar ancaman akan datangnya siksa, mereka tidak merasa takut. Kemudian Nabi Yunus tidak sanggup untuk bersabar lagi. Ia

kemudian pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah.22 Yunus pergi

meninggalkan kaumnya, ia berjalan sampai ke tepi sungai. Ia melihat ada sekelompok orang yang siap berlayar menyeberangi lautan. Nabi Yunus minta

agar diperkenankan ikut berlayar bersama mereka.23

Dalam pelayaran itu, cuaca sangat tidak mendukung. Angin bertiup kencang, gelombang ombak yang besar sehingga menghantam kapal. Khawatir akan keselamatan seluruh penumpangnya, nahkoda kapal mengintruksikan untuk mengurangi mauatan kapal. Barang-barang yanng dianggap tidak begitu penting dibuang ke laut. Upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Kemudian nahkoda kapal melakukan pengundian agar salah seorang penumpang ada yang kelur dari kapal.

Ketika pengundian dilakukan, nama yang muncul adalah Nabi Yunus. Beberapa penumpang keberatan dengan nama tersebut, mengingat Nabi Yunus adalah orang yang disegani. Kemudian dilakukan pengundian lagi, dan selalu saja nama Nabi Yunus yang keluar. Setelah dilakukan pengundian sebanyak tiga kali,

21

Ensiklopedi al-Qur‟an : Kajian Kosakata, editor: Sahabuddin, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), jilid 3, h. 1114

22

Al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, h. 293

23


(49)

akhirnya Yunus menyadari, semua itu adalah takdir Allah. Maka Nabi Yunus

akhirnya merelakan dibuang di tengah laut.24

Nabi Yunus terombang-ambing oleh gelombang laut. Sesaat kemudian beliau ditelan ikan besar yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyelamatkannya. Nabi Yunus berada dalam kegelapan perut ikan tersebut selama tiga hari tiga malam. Nabi Yunus tidak berkeluh kesah, ia benar-benar sabar dan senantiasa berdoa memohon ampunan kepada Allah. Di dalam perut ikan, Yunus menyadari

kesalahannya, yakni tak sabar dalam berdakwah dan meninggalkan kaumnya.25

Menurut Ibnu Hatim, Yunus berada dalam perut ikan itu selama empat puluh

hari, tetapi menurut Ja‟far Ash-Shadiq selama tujuh hari, dan tiga hari menurut

pendapat Qatadah.Sedangkan Asy-Sya‟bi mengatakan bahwa ia masuk kedalam

perut ikan pada pagi hari dan keluar dari mulut ikan pada sore hari.26

Nabi Yunus di dalam perut ikan senantiasa bertasbih dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahannya, Nabi Yunus As. juga berdoa berdoa:

Artinya: Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.

Dengan kemurahan Allah Yunus berada dalam perut ikan itu masih hidup, karena dalam logika sangat tidak masuk akal seorang yang berada dalam ikan paus tetapi masih hidup. Ia bertaubat, ia mengakui kesalahannya, ia hanya ingin mengingat Tuhannya. Maka permohonannya dikabulkan oleh Tuhan. Dia pun

dilepaskan dan dikeluarkan dari dalam perut ikan.27

24

Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 64

25

Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, h. 66

26

Ensiklopedi al-Qur‟an : Kajian Kosakata, editor: Sahabuddin, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), jilid 3, h. 1114

27


(50)

Berkat taubatnya dan insafnya akan kesalahan yang diperbuat, maka termasuklah dia orang pilihan Tuhan, orang yang dinaikkan tingkat martabatnya, Dan dijadikan Nyalah dia termasuk orang-orang yang saleh. Cobaan yang begitu pahit yang dialaminya itu menyebabkan ia berputusasa, dan insaf kesalahan dirinya telah ditingkatkan pula derajatnya termasuk orang-orang saleh. Menurut Nabi Yunus, kesalahan ini sangat berfaedah bagi dirinya, karena dengan itu beliau

mendapat kepribadiannya kembali.28

Allah SWT mendengar doa Nabi Yunus dan mengampuninya. Nabi Yunus dapat keluar dari perut ikan atas izin Allah, kemudian oleh ikan itu Nabi Yunus dilemparkan ke daratan. Kondisi Nabi Yunus sangat lemah, kemudian Allah memulihkan kondisinya dengan memulihkan sebatang pohon dari jenis labu untuk dimakan. Setelah beberapa saat akhirnya Nabi Yunus kembali ke Ninawa dan kaumnya yang telah beriman. Ia kembali dan disambut umatnya yang jumlahnya

mencapai seratus ribu orang.29

B. Kisah Dalam al-Qur’an

1. Definisi Kisah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau disingkat KBBI, kisah berarti

cerita tentang kajadian atau riwayat dalam kehidupan seseorang.30Dalam Bahasa

Arab kata kisah biasa disebut dengan

ةصقلا

yang diambil dari

اصق صقي صق

اصصقو

yang berarti cerita atau peristiwa yang terjadi.

ةصقلا

adalah bentuk

28

Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 72

29

Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 64

30

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 443


(1)

rangka melawan hawa nafsu. Sedangkan pada tingkatan ketiga disebut aubah, yang berarti kembali yang terbaik menuju Allah. Atau disebut juga taubat al-Rasul karena biasa dilakukan oleh para rasul. Pada tingkat ketiga ini seseorang dimotivasi bukan karena apa pun (tidak karena takut neraka atau mengharap surga), tetapi karena kecintaan dan kepatuhan kepada Allah semata.47


(2)

77

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada bab-bab sebelumnya maka penulis menyimpulkan bahwa kisah Nabi Yunus mempunyai pesan moral yang tinggi, khususnya mengenai kesabaran, optimis terhadap pertolongan Allah dan perlunya bertaubat atas perbuatan yang telah dilakukan.

Pesan moral tentang kesabaran ini dilihat dalam QS. al-Qalam ayat 48. Pesan sabar itu ditunjukkan untuk Nabi Muhammad yang diperintahkan untuk bersabar terhadap ketetapan Tuhan antara lain menyangkut beban melaksanakan dakwah. Artinya jangan cepat marah, dan bersedih terhadap tindakan kaum Nabi Muhammad, karena apa yang ia alami juga dialami oleh Nabi-nabi sebelumnya termasuk juga Nabi Yunus.

Sedangkan pesan optimisme terhadap pertolongan Allah ini tergambar pada QS. as-Sâffât ayat 143. Nabi Yunus banyak bertasbih, mengingat Allah dan berdoa kepada Allah. Hal itu terlihat bahwa Nabi Yunus berharap akan pertolongan Allah. Karena sikap optimisnya itu Allah mengabulkan doanya, dan ia dikeluarkan dari perut ikan.

Al-Qur’an telah memberikan gambaran melalui kisah Nabi Yunus bahwa untuk dapat berhasil dalam berdakwah diperlukan sikap sabar dan optimis terhadap pertolongan Allah. Sikap tersebut bukan hanya harus dilakukan dalam menjalankan dakwah, tetapi juga dalam hal lainya. Seperti halnya ketika dalam proses menggapai cita-cita atau sesuatu yang diinginkan.


(3)

Pesan perlunya taubat dari kesalahan yang telah diperbuat ini tergambar dalam QS. al-Anbiyâ’ ayat 87. Nabi Yunus menyeru dan memohon ampun serta berdoa, bahwa tidak ada Tuhan yang Maha Kuasa mengendalikan alam raya lagi berhak disembah selain Allah. Ia menyesal dan menganggap dirinya adalah orang yang zalim karena telah meninggalkan kaumnya tanpa seizin Allah. Kemudian Allah mengampuni Yunus karena ia sudah bertaubat.

Manusia wajib taubat dari kesalahan yang telah diperbuat, karena manusia tidak terlepas dari dosa, dan ketika manusia berada di jalan yang salah maka diwajibkan untuk segera bertaubat, meskipun dosa yang telah diperbuat adalah dosa besar. Sebab Allah SWT maha pengampun atas dosa-dosa hamba-Nya. Dan Allah menyeru kepada manusia agar memiliki harapan, asa, dan keyakinan terhadap ampunan Allah. Nabi Yunus mengakui atas kesalahan yang telah ia lakukan. Kesalahan tersebut disertai dengan pengakuan dan penyesalan, tetapi tidak membuat tingkat kemuliaannya menurun, akan tetapi menjadikan ia lebih mulia di hadapan Allah SWT.

B. Saran

1. Saran yang penting adalah aktualisasi dan aplikasi pesan-pesan moral dari kisah Nabi Yunus pada kehidupan sehari-hari.

2. Perlu mengembangkan kajian keilmuan untuk meneliti lebih jauh agar pemahaman tentang kisah Nabi Yunus dapat lebih baik dan mendalam. Sebab, penelitian ini merupakan pendahuluan. Banyak aspek yang belum


(4)

79

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Muchtar. Ma’rifat al-Rusul Jejak Cahaya Para Rusul. Bandung: Makrifat Media Utama, t.t.

Ali, Atabik. dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogjakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996 Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Tangerang Selatan: Madzhab Ciputat,

2013

Anwar, Hamdani. Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya Quraish Shihab. Dalam Mimbar Agama dan Budaya, vol XIX, No.2, 2002

Ansyah, Herdi. Nama Nabi dan Rasul yang Wajib Kita Ketahui di Dalam Islam. artikel ini diakses pada 14 Agustus 2014 dari:

ilmuidirimu.blogspot.com/2013/09/25-nama-nabi-rasul-yang-wajib-kita.html?m=0

al- Bajawi, Ali Muhammad. dkk., Untaian Kisah Dalam al-Qur’an. Jakarta: Darul Haq, 2007

Bisri, Adib dan Fatah, Munawwir A. Kamus al-Bisri. Surabaya: Pustaka Progressif, 1999

Bock, Wolfgang. Nabi Yunus. Yogjakarta: Kanisius, 2011

Buchori, Didin Saefuddin. Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an. Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998

El-Fikri, Syahruddin. Situs-situs Dalam al-Qur’an.Jakarta: Republika, 2010

Al-ghazali, Imam.Muakâsyafah al-Qulub. Penerjemah Achmad Sunarto. Bandung: Husaini, 1996

Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984

Hamid, Syamsul Rijal. Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul. Jakarta: Penebar Salam, 1999

Hanafi, A. Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna,1984

Hijazi, Muhammad Mahmud. Al-Wahdah al-Maudû’iyyah fî al-Qur’an al-Karîm. Penerjemah. Abdul Hayyie al-Kattani & Sutrisno Hadi. Jakarta: Gema Insani, 2010

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hewan Dalam


(5)

Perspektif al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf

al-Qur’an, 2012

Khalafullah, Muhammad A. al-Fann al-Qashashî fî al-Qur’an al-Karîm. Penerjemah Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin. Jakarta: Paramadina, 2002

al-Khomeini, Imam. Insan Ilahiah. Penerjemah M. Ilyas. Jakarta: Pustaka Zahra, 2004

Kramer, A.Th. Tafsiran Alkitab: Kitab Yunus. PT. BPK Gunung Mulia

Mawla, Muhammad Ahmad Jadul. dkk Qasas al-Qur’an. Penerjemah Abdurrahmah Assegaf, Jakarta: Zaman, 2009

al-mishri, Mahmud. Lâ Tahzan For Trouble Solutions. Penerjemah Denis Arifandi Solo: Pustaka Arafah, 2009

al-Munajjid, Muhammad Shalih. Salsah A’mâl al-Qulûb. Penerjemah. Saat Mubarak dan Nur Kosim. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006

Nasr, Seyyed Hossein. Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam. Bandung: Mizan Media Utama, 2003

Pritchett, Price.Hard Optimis. New York: Library of Congress Catalogging in Publication Data, 2007

Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahis fî Ulum al-Qur’an. Penerjemah. Muzakir As. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1998

Al- Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an. penerjemah Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008

Al- Qutb,Sayyid. Fî Zilâl al-Qur’an.Bairut: Dar al-Syuruq,1971, jilid 13

Rauf,Abdul.Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka.Kuala Selanggor: Piagam Intan SDN. BHD, 2013

Ridâ, Rasyid. Tafsir al-Manâr. Bairut: Dar al-Ma’rifah, t.t jilid. 11

Sahabuddin, ed. Ensiklopedi al-Qur’an : Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati, 2007

Ash Shabuniy, Muhammad Ali. Dkk. al-Nubuwwah wa al- Anbiyâ’. Penerjemah Arifin Jamian Maun. Yogjakarta: PT Bina Ilmu, 1993

ash-Shabuny,Muhammad Ali.Safwat al-Tafâsîr, Penerjemah: Yasin, (Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2001), jilid. 5, h. 435


(6)

________. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992

Sudarsono. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1993

Sya’bani, Hilmi Ali. Silsilah Qasasal-Anbiyâ’: Yûnus ‘Alaih al-Salâm. Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyah, t.t.

Syibromalisi, Faizah Ali. dan Azizy, Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modren. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011

Al-Syinqiti, Muhammad al-Amin.Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an. Qahrah: Maktabah Ibnu Taimiyah, 1988

al-Tharawanah, Sulaiman. Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an. Jakarta: Qisthi Press, 2004

al-Udhaidan, Salwa. Jangan Putus Asa. Bekasi: Daun Publishing, 2012 Yatim, Wildan. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003