Akuntabilitas dan pemolisian masyarakat polmas

1

AKUNTABILITAS POLITIK DAN OPERASIONAL POLRI.
Kekhasan Tugas dan wewenang Polisi.
Karakteristik tugas dan tanggung jawab organisasi kepolisian sangat berbeda
dengan organisasi pemerintahan lainnya. Kekhasan ini menyebabkan
pentingnya sistim akuntabilitas kepolisian agar tugas dan wewenang kepolisian
tidak disalah gunakan. Tugas dan wewenang tersebut meliputi antara lain:
Pertama, peraturan perundang-undangan memberikan berbagai kewenangan
khusus kepada polisi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kewenangan ini
termasuk untuk secara syah melanggar hak-hak asasi warga yang dijamin oleh
konstitusi, seperti melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang
dicurigai telah melakukan kejahatan. Polisi boleh menggunakan kekerasan fisik
baik untuk melindungi dirinya, mengatasi perlawanan dalam suatu
penangkapan, atau untuk mengatasi suatu situasi tertentu. Polisi dilengkapi
dengan senjata api dengan wewenang untuk menembak mati seseorang atas
pertimbangannya sendiri. Dengan kewenangan sedemikian, maka sangat perlu
adanya jaminan agar wewenang tersebut digunakan dengan benar dan tidak
disalahgunakan. Dalam praktek tidak jarang terjadi penggunaan kekerasan oleh
polisi dilakukan dengan tujuan yang salah, menghukum orang yang dianggap
tidak menghormati atau orang yang mempertanyakan kewenangan polisi.

Kedua, tugas-tugas polisi mengharuskan dipunyainya wewenang “diskresi
kepolisian”. Petugas polisi dilapangan seringkali harus menentukan sendiri
tentang saat dan cara yang tepat dalam melakukan tugasnya. Disamping itu
anggota polisi dilapangan dalam pelaksanaan tugasnya biasanya bekerja sendiri
dan jarang sekali didampingi oleh seorang atasan. Anggota polisi tersebut harus
mendasarkan pada penilaiannya sendiri dalam pengambilan berbagai
keputusan. Ketiadaan atasan ini berpotensi bagi terjadinya penyimpangan akibat
keterbatasan kemampuan anggota dalam menilai berbagai situasi yang
dihadapinya dilapangan.
Ketiga, kepolisian merupakan organisasi yang mandiri/independen dalam
pelaksanaan tugasnya. Polisi dalam pelaksanaan tugasnya tidak boleh
dipengaruhi oleh siapapun termasuk dari para politisi, berbagai pejabat
pemerintah dan unsur-unsur lain dalam masyarakat termasuk atasannya. Setiap
Penyidik mempunyai kebebasan dalam melakukan penyidikan, harus
mempertanggung jawabkan sendiri berbagai keputusannya dalam proses
penyidikan dan tidak boleh berdalih adanya ”perintah atasan”.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

2


Pentingnya Akuntabilitas Kepolisian.
Akuntabilitas institusi pemerintah merupakan suatu aspek yang sangat penting
dalam sistim pemerintahan berdasar demokrasi dan good governance. Untuk
melaksanakan tugas-tugasnya, kepolisian sebagaimana organisasi pemerintah
lainnya diberikan anggaran yang didapat dari masyarakat pembayar pajak.
Adalah merupakan hal yang wajar apabila
masyarakat menuntut
pertanggungan jawab penggunaan anggaran tersebut dilakukan secara efisien
dan efektif. Akuntabilitas kepolisian meliputi semua aspek kegiatan kepolisian,
meliputi segala aspek antara lain perilaku anggota, kebijakan dan strategi
kepolisian, prosedur pengangkatan dalam jabatan, hingga manajemen keuangan
terbuka untuk diawasi.
Sejalan dengan demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara maka
dilaksanakan Reformasi Kepolisian yang di mulai dengan pemisahan Polri dari
TNI sejak 1999. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Reformasi Polri
ditujukan untuk membangun Polri sesuai dengan prinsip demokrasi atau yang
dikenal sebagai konsep Pemolisian Demokrasi ( democratic policing ). Salah satu
perbedaan yang penting antara kepolisian di negara demokrasi dengan
kepolisian dinegara otokrasi adalah masalah akuntabilitas dan transparansi atas

segala kegiatan kepolisian. Tingkat akuntabilitas ini pada gilirannya akan
berpengaruh pada legitimasi aparat kepolisian dimata publik. Berbeda dengan
kepolisian dalam negara otoriter, akuntabilitas kepolisian dalam demokrasi,
dilakukan terhadap berbagai lembaga. Akuntabilitas merupakan suatu elemen
penting dalam pemolisian demokrasi.
”….....in any democratic society based on the rule of law and responsible government, it
is fundamental that the police independence be balanced with accountability………….”
(Opal report 1994).
Pengertian Akuntabilitas menurut pedoman penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah :
“…..kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang
memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban
…….”.
Dalam demokrasi, akuntabilitas kepolisian dilakukan kepada berbagai lembaga
eksternal seperti lembaga politik, lembaga pemerintah, sistim peradilan, dan
berbagai lembaga sosial masyarakat, media, maupun warga masyarakat secara
langsung yaitu para stake-holders kepolisian.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.


3
Pentingnya akuntabilitas polisi dalam negara demokrasi telah disepakati para
pakar dalam berbagai tulisan mereka sebagaimana dinyatakan oleh Bent,A.E.
(1974) dalam tulisannya berjudul Police Accountability: Dilemmas of democratic
control dalam buku The Politics of Law Enforcement:
…….It has long been argued that, without proper and adequate accountability
mechanism in place, the police may be used as an arm of opression by the state, or may
behave antisocially and illegally for their own ends…..
( …tanpa adanya mekanisme akuntabilitas, polisi dapat digunakan sebagai alat
untuk melakukan penindasan, atau berperilaku anti sosial dan ilegal untuk
tujuan polisi sendiri…)
Akuntabilitas kepolisian meliputi dua aspek yaitu pertama, kegiatan operasional
dan pelayanan kepolisian. Masyarakat menuntut agar layanan kepolisian
diberikan secara efektif dan sumberdaya yang dialokasikan kepada kepolisian
digunakan secara efisien.
Kedua, perilaku anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas. Masyarakat
menuntut agar anggota kepolisian berperilaku baik dalam melaksanakan tugastugasnya. Perilaku anggota polisi sangat penting bagi warga yang berhubungan
dengan polisi terutama warga yang tergolong kelompok rentan seperti para
manula, warga miskin, dan perempuan. Akuntabilitas disini bukan saja

menuntut agar polisi bertindak sesuai hukum, tetapi juga agar polisi
memperlakukan warga secara manusiawi. (Newham dan Bruce, 2004, hal 6).
Akuntabilitas kepolisian pada umumnya didasarkan pada keinginan untuk
mencegah penyalah gunaan wewenang kepolisian, untuk melindungi hak-hak
dan kebebasan masyarakat, agar polisi bekerja sesuai ketentuan hukum, dan
bahwa terdapat pengawasan terhadap kegiatan kepolisian.
Transparansi dan akuntabilitas Polri dimasa lalu dapat dikatakan rendah yang
antara lain disebabkan ketiadaan keterbukaan, masyarakat umum kurang
mendapat informasi tentang penanganan berbagai kegiatan kepolisian dan
penanganan atas laporan/keluhan masyarakat. Hal ini terutama disebabkan
situasi politik pada waktu yang lalu.
Adanya transparansi dan akuntabilitas juga sangat penting dalam peningkatan
hubungan Polri dengan masyarakat dalam rangka peningkatan pelayanan Polri.
Hubungan polisi dengan masyarakat yang positif didasarkan pada kepercayaan
(trust) akan sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas
kepolisian. Oleh sebab itu dalam rangka Reformasi Polri maka pembangunan
sistim akuntabilitas dan pembentukan lembaga pengawasan eksternal ( civilian
oversight ) merupakan agenda yang penting.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.


4
Mengenai hal ini Walker (2001) mengomentari :
”The work environment of policing, in short, creates ample opportunities for abuse of
citizens, either as a result of an honest misjudgement or from evil motives”.
(.. lingkungan kerja polisi, menciptakan kesempatan yang luas untuk
meperlakukan warga secara kejam, baik sebagai kesalahan penilaian atau karena
motif yang jahat….).
Akuntabilitas Polri dalam diskusi ini akan dilihat dari dua sudut yaitu
akuntabilitas politik dan akuntabilitas operasional.

Akuntabilitas Politik kepolisian
Akuntabilitas politik kepolisian adalah bahwa organisasi kepolisian
mempertanggungjawabkan (akuntabel) segala kegiatan kepolisian kepada
seorang Menteri atau pejabat politik (elected official) yang membidangi
keamanan umum (public security). Disamping itu Polisi masih harus akuntabel
kepada berbagai lembaga politik (political authority) lainnya misalnya DPR,
sesuai sistim pemerintah masing-masing negara.
Akuntabilitas politik kepolisian merupakan hubungan timbal balik kepolisian
dengan berbagai lembaga politik. Kepolisian harus mempertanggungjawabkan

kegiatan-kegiatannya kepada lembaga politik dan sebaliknya lembaga tersebut
berkewajiban untuk menerapkan suatu bentuk pengawasan yang tepat terhadap
kepolisian.
Organisasi kepolisian dalam demokrasi merupakan bagian dari pemerintahan
/eksekutif. Akuntabilitas polisi dilakukan secara berjenjang dilingkungan
organisasi kepolisian dan akhirnya Kepala Polisi kepada Kepala Pemerintahan,
Menteri, atau Badan/Komisi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
masing-masing negara. Sebagai bagian dari eksekutif kepolisian biasanya
ditempatkan dibawah kendali seorang Menteri/Kementerian. Dalam
penyusunan kebijakan kepolisian Menteri yang membawahi kepolisian akan
menyusun kebijakan kepolisian, mengajukan anggaran kepada DPR, dan secara
berkala mempertanggungjawabkan kegiatan kepolisian kepada DPR. Dalam
sistim demokrasi, Menteri yang membawahi kepolisian biasanya merupakan
tokoh dari salah satu Partai Politik.
Disamping kepada pemerintah, akuntabilitas kepolisian ditujukan kepada
Parlemen/ DPR. DPR mempunyai hak menentukan besarnya anggaran belanja
yang akan dialokasikan setiap tahun kepada polisi. Untuk itu secara berkala
DPR meminta pertanggungan jawab pemerintah atas penyelenggaraan tugas
dan fungsi kepolisian. Pejabat eksekutif yang bertanggung jawab atas kepolisian
secara berkala diminta untuk mempertanggung jawabkan penyelenggaraan

fungsi kepolisian. Sewaktu-waktu DPR dapat meminta pejabat eksekutif untuk
Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

5
menjawab berbagai pertanyaan atas berbagai kejadian yang berkembang di
masyarakat. Walaupun DPR mengendalikan penyelenggaraan kepolisian
melalui penetapan anggaran namun berbagai kebijakan kepolisian tetap menjadi
wilayah tanggung jawab pemerintah.
Dalam sistim demokrasi pemerintah dikuasai oleh suatu Partai atau koalisi
beberapa Partai dan demikian juga dalam DPR terdapat kelompok- kelompok
perwakilan partai. Dengan demikian selalu terdapat nuansa pengaruh politik
baik DPR maupun pemerintah terhadap penyelenggaraan tugas kepolisian
melalui penentuan anggaran dan berbagai peraturan perundang-undangan.
Kondisi tersebut diatas berpotensi mempengaruhi netralitas dan kemandirian
polisi dari intervensi politik baik dari DPR maupun pemerintah. Hal ini dapat
menimbulkan masalah dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian.

Akuntabilitas Politik Polri.
Walaupun masih terus dikembangkan pada saat ini akuntabilitas politik Polri
dapat dikatakan telah berfungsi.

DPR menerapkan pengawasan yang ketat terhadap Polri melalui perundangundangan, penentuan anggaran tahunan Polri, pengangkatan Kapolri, dan
melalui berbagai rapat kerja Kapolri dengan DPR khususnya Komisi III. Rapat
kerja DPR dengan DPR pada era Reformasi jauh lebih entensif daripada masamasa sebelumnya. Sementara pihak berpendapat bahwa seringnya rapat kerja
DPR cenderung akan berpengaruh negatif terhadap kinerja dan netralitas Polri.
Pada tingkat Polda dan Polres DPR setempat maupun Kepala Daerah
mempunyai mekanisme hubungan akuntabilitas dengan Kepala Polri setempat
walaupun masih belum melembaga dengan mantap.
Yang menjadi issue selama ini adalah masalah status Kapolri yang berada
langsung dibawah Presiden. Ada persepsi bahwa status Kapolri yang demikian
tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Bahkan yang mengemuka adalah
sementara pihak membandingkan dengan TNI bahwa dengan adanya
Departemen Pertahanan seharusnya diimbangi dengan menempatkan Polri
dibawah suatu Departemen tertentu.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Ketiadaan Departemen yang membawahi Polri sebagaimana yang menjadi issue
selama ini sebenarnya telah diimbangi oleh hadirnya Komisi Kepolisian
Nasional. Dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 Undang-undang No 2 tahun
2002 tentang Kepolisian Negara RI, diatur tentang pembentukan Komisi
Kepolisian Nasional (Kompolnas). Pasal-pasal ini kemudian dijabarkan dalam

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

6
Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2005 tanggal 7 Februari 2005 tentang Komisi
Kepolisian Nasional (Kompolnas). Tugas Komisi sesuai peraturan perundangundangan tersebut adalah pertama, membantu Presiden dalam menetapkan arah
kebijakan Kepolisian Negara RI dan kedua, memberikan pertimbangan kepada
Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Untuk melaksanakan tugas tersebut Kompolnas berwewenang untuk:
Pertama, mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran
kepada Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian Negara,
pengembangan sumber daya manusia Kepolisian Negara, dan pengembangan
sarana prasarana Kepolisian Negara.
Kedua, memberi saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya
mewujudkan Kepolisian Negara yang profesional dan mandiri.
Ketiga, menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja
kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden.
Keanggotaan Kompolnas terdiri dari Menko Polhukam sebagai Ketua, Mendagri
sebagai Wakil Ketua, Menhukham sebagai anggota dan adanya 6 (enam)
anggota independen.
Tuntutan untuk menempatkan Polri dibawah seorang Menteri/otoritas politik

sebenarnya telah dapat dipenuhi dengan keberadaan Kompolnas yang dipimpin
seorang Menteri yang merupakan pembantu Presiden. Persoalannya adalah
menjawab pertanyaan apakah dengan keberadaan Kompolnas masih perlu
menempatkan Polri dibawah seorang Menteri. Apabila tugas wewenang
Kompolnas sekarang ini dianggap ada yang kurang maka perlu dilakukan
penyesuaian seperlunya.
Pentingnya Polri ditempatkan dibawah Kompolnas dari pada dibawah seorang
Menteri adalah adanya anggota independen dalam Kompolnas. Keberadaan
anggota independen dalam Kompolnas akan menjamin netralitas dan
kemandirian Polri dari berbagai intervensi politik dan pemerintah terhadap
tugas kepolisian. Berbagai kebijakan Polri dengan demikian akan
mengakomodasi kebutuhan dan harapan warga dan tidak semata-mata
memperhatikan kepentingan pemerintah.

Akuntabilitas Operasional Polri.
Akuntabilitas operasional Polri adalah akuntabilitas atas pelaksanaan tugas
operasional kepolisian dilapangan secara langsung.
Akuntabilitas Operasional Kepolisian dilakukan secara berjenjang secara internal
organisasi Polri mulai dari anggota terdepan, pimpinan unit/tim, Kapolsek,
Kapolres, Kapolda, dan seterusnya hingga Kapolri. Disamping itu terdapat
akuntabilitas Polri yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

7
Sistim Peradilan Pidana, KUHAP, dan berbagai peraturan lainnya mengatur
akuntabilitas operasional Polri kepada Sistim Peradilan Pidana, Kejaksaan, dan
Pengadilan. Pada tingkat Polda dan Polres, DPRD setempat maupun Kepala
Daerah setempat dapat meminta Kapolda dan Kapolres setempat untuk
menjelaskan berbagai hal dibidang pemolisian. Untuk lebih memperkuat
akuntabilitas Polri di daerah Pemda perlu memberi kontribusi dukungan
operasional kepolisian terutama terhadap berbagai prioritas daerah setempat.

Perpolisian Masyarakat (Community Policing).
Salah satu filosofi dan strategi perpolisian yang sedang diterapkan diberbagai
negara demokrasi adalah Community Policing. Di Amerika Serikat pemerintah
Federal menyiapkan dana yang cukup besar untuk membantu berbagai
organisasi kepolisian lokal dalam membantu implementasi Community Policing.
Di negara-negara yang baru saja mengalami proses demokratisasi berbagai
negara donor ikut membantu implementasi Polmas. Polri mendapat bantuan
yang cukup besar dari berbagai negara donor dalam implementasi Polmas
antara lain Belanda dan Uni Eropah melalui IOM, Kepolisian Jepang/JICA,
Partnership, dan lain-lain negara.
Setelah cukup lama melaksanakani uji coba implementasi Polmas di berbagai
Polda maka sejak tanggal 13 Oktober 2005 Polmas secara resmi menjadi
kebijakan yang harus diterapkan oleh seluruh jajaran Polri. Hal ini dinyatakan
dalam Surat Keputusan Kapolri No.Pol. SKEP/737/X/2005 tanggal 13 Oktober
2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat
dalam penyelenggaraan tugas Polri.
Puncak implementasi Polmas adalah pembentukan Forum Kemitraan Polisi
Masyarakat (FKPM) pada tingkat satuan operasional kewilayahan Polri sebagai
wadah komunikasi, konsultasi, transparansi, dan akuntabilitas Polri dengan
masyarakat yang dilayaninya. Dalam rapat-rapat FKPM akan dibahas bersama
berbagai masalah yang dihadapi warga, harapan dan keluhan warga, sebaliknya
Polri akan menyampaikan rencana-rencana kegiatan Polri untuk mendapat
dukungan warga. Dengan proses ini maka Perpolisian akan berorientasi pada
kepentingan dan harapan warga dan diharapkan akan mendapat dukungan
warga. Oleh sebab itu di Amerika Community Policing dinamakan juga sebagai
Democracy in action.
Karakteristik FKPM adalah sebagai berikut:
• FKPM
setidaknya
dibentuk
pada
tingkat
Kelurahan/Desa.
• Struktur organisasi berdasar AD dan ART yang jelas.
Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Kecamatan

dan

8




Keanggotaannya terdiri dari anggota Polri dan perwakilan masyarakat
setempat yang dipilih secara demokratis.
FKPM bersidang secara berkala setiap bulan atau sewaktu-waktu untuk
membahas masalah yang dihadapi warga dan
berbagai kegiatan
Perpolisian setempat.
Hasil pembahasan dan kesepakatan akan diserahkan kepada Polri untuk
ditindak lanjuti.

Hal- hal ini membuktikan bahwa fungsi dan peran FKPM adalah merupakan
bentuk akuntabilitas operasional Polri pada masyarakat tingkat Kecamatan/
Polsek dan Kelurahan/Desa. Peranan ini mirip dengan fungsi Police Authority
di Inggris:
”To make sure that the local police are accountable for what they do to you – the people
who live or work in the area - and that you have a say in how you are policed.”

Mekanisme akuntabilitas Polri lain.
Berbagai lembaga yang ikut berperan dalam akuntabilitas kepolisian adalah
adanya media yang bebas dalam memberikan informasi dan komentar yang
tentang pelaksanaan tugas kepolisian, berbagai organisasi masyarakat (LSM),
para pakar peneliti dibidang kepolisian, dan masyarakat umum.
Bagaimanapun berbagai struktur dan mekanisme akuntabilitas tersebut diatas
masih dianggap tidak cukup dalam rangka akuntabilitas kepolisian mengingat
kekhasan tugas-tugas kepolisian. Untuk menjamin good governance dan
kemandirian polisi tetap diperlukan adanya akuntabilitas eksternal kepolisian
yang melibatkan berbagai lembaga masyarakat. Pelibatan berbagai lembaga
masyarakat akan menjamin proses penanganan keluhan masyarakat dilakukan
secara obyektif dan transparan.
Pengawasan eksternal penting untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan
legitimasi kepolisian. Masyarakat perlu mendapat jaminan dari lembaga
eksternal polisi bahwa kegiatan polisi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, harapan-harapan dan norma masyarakat yang berlaku.

Akuntabilitas dalam Penanganan keluhan masyarakat.
Sebagian besar lembaga pengawasan dibentuk dalam rangka menangani
keluhan masyarakat. Dilihat dari tugas dan wewenangnya terdapat beberapa
bentuk Lembaga pengawasan kepolisian (oversight body ) yang menangani
keluhan masyarakat terhadap perilaku anggota kepolisian.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

9
Pertama, lembaga oversight dengan wewenang investigasi penuh yaitu dimana
semua keluhan masyarakat terhadap perilaku anggota akan diterima dan
diinvestigasi oleh lembaga oversight. Lembaga akan mempekerjakan
investigator sendiri yang bukan merupakan anggota kepolisian. Dalam bentuk
ini ketiadaan pelibatan anggota polisi diharapkan akan lebih efektif dan
meningkatkan kepercayaan publik atas hasil-hasil investigasi.
Kedua, lembaga oversight dengan wewenang terbatas yaitu yang berwenang
melakukan investigasi atas kasus-kasus tertentu. Kriteria kasus yang
diinvestigasi langsung oleh lembaga oversight ini biasanya kasus-kasus berat
seperti matinya seseorang dalam tahanan atau kegiatan kepolisian lainnya.
Investigasi juga dilakukan dalam hal nyata-nyata investigasi ole polisi ternyata
bermasalah.
Ketiga, lembaga oversight yang hanya menerima keluhan masyarakat,
sedangkan investigasi atas keluhan masyarakat tersebut dilaksanakan oleh unitunit internal kepolisian sendiri untuk kemudian dilaporkan kepada lembaga
oversight. Sesuai peraturan perundang-undangan Kompolnas menerapkan
bentuk yang ketiga. Dilingkungan Polri fungsi pengawasan atas penanganan
keluhan masyarakat dilaksanakan oleh Polri dan Kompolnas sebagai lembaga
eksternal Polri.

Penutup.
Akuntabilitas politik Polri terutama mengenai tuntutan agar Polri ditempatkan
dibawah otoritas politik (Menteri) pada dasarnya telah dapat terjawab dengan
adanya Komisi Kepolisian Nasional. Kompolnas dibentuk dalam rangka
akuntabilitas Polri, baik untuk penyusunan kebijakan Polri maupun dalam
penanganan keluhan masyarakat. Mekanisme rapat kerja Polri dengan DPR
Pusat maupun Daerah.
Adanya Kompolnas dan adanya warga independen sebagai anggota Kompolnas
merupakan hal yang positif, namun masih perlu dilakukan penyempurnaanpenyempurnaan dalam tugas dan werwenang Kompolnas. Kehadiran
Kompolnas diharapkan akan meningkatkan legitimasi dan kepercayaan
masyarakat kepada Polri.
Akuntabilitas operasional Polri telah diatur dengan mekanisme peraturan
perundang-undangan dalam rangka sistim peradilan pidana (antara lain
KUHAP). Kebijakan Kapolri dengan Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005
untuk menerapkan Polmas sebagai filosofi dan strategi Polri terutama dengan
membentuk FKPM pada tingkat Polsek/Kecamatan dan Desa/Kelurahan
merupakan lembaga akuntabilitas Polri yang langsung pada warga masyarakat
yang dilayani oleh berbagai operasional kepolisian. Berbagai mekanisme

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

10
akuntabilitas lain terhadap berbagai stake-holders, media yang bebas, peranan
LSM, telah lebih memperkuat akuntabilitas Polri.
Daftar bacaan:
About Police Authority, www.apa.gov.uk
About the Independent Complaint Directorate/ICD, http://www.icd.gov.za
Bruce, David and Neild, Rachel (2005), The Police that we Want: A handbook
for oversight of police in South Africa.
International Organization for Migration/IOM, (2006). Perpolisian Masyarakat,
Manual Polmas untuk petugas lapangan Polri.
Independent Police Complaint Commission/ IPCC, www.ipcc.gov.uk
Jurnal Polisi Indonesia, Edisi VIII/Mei 2006.
Lihawa, Ronny (2005). Memahami Perpolisian Masyarakat.
Maroga,M. (2005). Community Policing and Accountability at station level, research
report.
Mabes Polri, (2005). Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/737/X/2005
National Police Agency, (2006). Police of Japan.
Peraturan Presiden No 17 tahun 2005 tentang Komisi Kepolisian Nasional. tentang
Kebijakan dan strategi penerapan model Perpolisian Masyarakat.
Undang-undang Republik Indonesia No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Trojanowicz, R., & B. Bucqueroux (1998). Community Policing: How to get started.
Walker, S. (2001). Police Accountability: The Role of Citizen Oversight.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.