Ethic and The Audit Proffesion
Nama
: Lina Susanti
NIM
: 2014017013
Prodi
: Akuntansi 3A1
Dosen
: M. Kuncara Budi Santosa, SE., MM., Akt., CA., CPA., BKP
RESUME PENGAUDITAN 1
Ethic and The Audit Proffesion
A. Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis Bagi Perorangan, Profesional, dan
Konteks Bisnis
Etika (ethics) secara garis besar didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai
moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita
memperhatikan atau tidak memperhatikannya secara eksplisit.
Enam nilai etis mengenai perilaku etis menurut Josephson Institute:
1.
Dapat dipercaya mencakup kejujuran, integritas, reliabilitas, dan loyalitas.
2.
Penghargaan mencakup gagasan seperti kepantasan, kesopansantunan,
kehormatan, toleransi, dan penerimaan.
3.
Pertanggungjawaban berarti bertanggung jawab atas tindakan seseorang serta
dapat menahan diri.
4.
Kelayakan dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap
tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan.
5.
Perhatian berarti sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain
dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan sesame.
6.
Kewarganegaraan termasuk kepatuhan pada undang-undang serta
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam
masyarakat berjalan dengan baik.
Kebutuhan akan etika
Perilaku etis sangat diperlukan oleh masyarakat agar dapat berfungsi secara
teratur. Kita dapat berargumentasi bahwa etika adalah perekat yang dapat mengikat
anggota masyarakat. Kebutuhan akan etika dalam masyarakat cukup penting,
sehingga banyak nilai etika yang umum dimasukkan ke dalam undang-undang.
Mengapa orang-orang bertindak tidak etis ?
Sebagian orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang
berbeda dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu.
Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis, yaitu :
1.
2.
Standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum;
Orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
B. Dilema Etika
Dilema etika (ethical dilemma) adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia
harus mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat.
Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika
dalam karir bisnis mereka.
Merasionalkan perilaku tidak etis :
1.
Setiap orang melakukannya. Argument bahwa perilaku yang tidak etis
merupakan perilaku yang dapat diterima umumya didasarkan pada
rasionalisasi bahwa setiap orang juga melakukan hal yang sama dan dapat
diterima.
2.
Jika sah menurut hukum, hal itu etis. Contoh, seseorang tidak memiliki
kewajiban untuk mengembalikan suatu barang yang hilang kecuali pihak lain
dapat membuktikan bahwa barang tersebut miliknya.
3.
Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya. Filosofi ini bergantung
pada evaluasi atas kemungkinan bahwa orang lain akan menemukan perilaku
tersebut dan menilai besarnya kerugian (konsekuensi) yang akan diterima.
Menyelesaikan dilema etika dengan menggunakan pendekatan enam langkah :
1.
Memperoleh fakta yang relevan;
2.
Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut;
3.
Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan
bagaimana setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
4.
Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus
menyelesaikan dilema tersebut.
5.
Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif.
6.
Memutuskan tindakan yang tepat.
C. Pentingnya Etika pada Profesi Akuntansi
Profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekadar
memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan
masyarakat.
Alasan utama mengharapkan tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh
setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang
diberikan oleh profesi, tanpa memandang individu yang menyediakan jasa tersebut.
Bagi akuntan publik, kepercayaan klien dan pemakai laporan keuangan eksternal atas
kualitas audit dan jasa lainnya sangatlah penting.
Bagi sebagian besar pemakai jasa tidaklah penting untuk mengevaluasi mutu
kinerja jasa profesional karena kompleksitas jasa itu. Kepercayaan masyarakat atas
kualitas jasa profesional akan semakin besar bila profesi mendorong standar kinerja
dan perilaku yang tinggi di pihak seluruh praktisi.
Perbedaan antara kantor akuntan publik dan profesional lainnya :
Kantor akuntan publik memiliki hubungan khusus dengan para pemakai laporan
keuangan yang berbeda dengan bentuk hubungan antara profesional lain dengan para
pemakai jasanya.
Cara-cara akuntan publik didorong untuk memperlakukan diri mereka secara
profesional : GAAS dan interprestasi; persyaratan pendidikan yang berkelanjutan;
kewajiban hukum; seksi praktik AICPA; kode perilaku profesional; PCAOB dan SEC;
peer review; pengendalian mutu; ujian CPA.
D. Tujuan dan Isi Kode Perilaku Profesional dari AICPA
Kode perilaku profesional AICPA menyediakan baik standar umum perilaku yang
ideal maupun perilaku khusus yang harus diberlakukan.
Kode perilaku profesional :
1. Prinsip ; standar perilaku etis yang ideal yang dinyatakan dalam istilah
filosofis. (Ini tidak dapat diberlakukan).
2. Peraturan perilaku; standar minimum dari perilaku etis yang dinyatakan
sebagai peraturan spesifik. (Ini dapat diberlakukan).
3. Interprestasi peraturan perilaku; interprestasi atas peraturan perilaku oleh
Divisi Etika Profesional dari AICPA. (Ini tidak dapat diberlakukan, tetapi para
praktisi harus memberikan alasan jika terjadi penyimpangan).
4. Kaidah etika; penjelasan yang diterbitkan dan jawaban atas pertanyaan
tentang peraturan perilaku yang diserahkan kepada AICPA oleh para praktisi
dan pihak lain yang berkepentingan dengan persyaratan etis. (Ini tidak
diberlakukan, tetapi para praktisi harus memberikan alasan jika terjadi
penyimpangan ).
Prinsip-prinsip etis :
1. Tanggung jawab; para anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional
dan moral yang sensitive dalam semua aktivitas mereka.
2. Kepentingan publik; para anggota harus menerima kewajiban untuk
bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik,
menghargai kepentingan publik, serta menunjukkan komitmennya pada
profesionalisme.
3. Integritas; para anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas tertinggi.
4. Objektivitas dan independensi; anggota harus mempertahankan objektivitas
dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya.
5. Keseksamaan; anggota harus memperhatikan standar teknis dan etis profesi.
6. Ruang lingkup dan sifat jasa; anggota harus memperhatikan prinsip-prinsip
Kode Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan
disediakannya.
E. Independen, Integritas, dan Objektivitas dalam Hubungannya dengan Kode
Etik
Independensi adalah peraturan perilaku yang pertama. Nilai auditing sangat
bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Auditor harus
independensi dalam fakta (auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang
tidak bias sepanjang audit) dan independensi dalam penampilan (hasil dari
interprestasi lain atas independensi ini).
Peraturan 101_Independensi Seorang angggota yang berpraktik untuk
perusahaan publik harus independen dalam pelaksanaan jasa profesionalnya
sebagaimana disyaratkan oleh standar yang dirumuskan lembaga yang dibentuk oleh
Dewan.
Peraturan 102_Integritas dan Objektivitas Dalam pelaksanaan setiap jasa
profesional, seorang anggota harus dapat mempertahankan objektivitas dan integritas,
harus bebas dari konflik kepentingan, dan tidak boleh dengan sengaja membuat
kesalahan penyajian atas fakta atau menyerahkan penilaiannya kepada orang lain.
F. Aturan-Aturan Kode Etik Perilaku
Peraturan 101_Independensi
Peraturan 102_Integritas dan Objektivitas
Peraturan 201_Standar Umum
Peraturan 202_Ketaatan pada Standar
Peraturan 203_Prinsip-Prinsip Akuntansi
Peraturan 301_Informasi Rahasia Klien
Peraturan 302_Fee Kontinjen
Peraturan 501_Tindakan yang dapat Didiskreditkan
Peraturan 502_Iklan dan Bentuk Permohonan Lainnya
Peraturan 503_Komisi dan Fee Referal
Peraturan 505_Bentuk dan Nama Organisasi
Sumber Resume (Daftar Pustaka) :
1.
Arens, Alvin A. ,dkk. 2006. Auditing dan Jasa Assurance, Edisi Kedua belas Jilid 1.
Jakarta. Erlangga.
: Lina Susanti
NIM
: 2014017013
Prodi
: Akuntansi 3A1
Dosen
: M. Kuncara Budi Santosa, SE., MM., Akt., CA., CPA., BKP
RESUME PENGAUDITAN 1
Ethic and The Audit Proffesion
A. Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis Bagi Perorangan, Profesional, dan
Konteks Bisnis
Etika (ethics) secara garis besar didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai
moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita
memperhatikan atau tidak memperhatikannya secara eksplisit.
Enam nilai etis mengenai perilaku etis menurut Josephson Institute:
1.
Dapat dipercaya mencakup kejujuran, integritas, reliabilitas, dan loyalitas.
2.
Penghargaan mencakup gagasan seperti kepantasan, kesopansantunan,
kehormatan, toleransi, dan penerimaan.
3.
Pertanggungjawaban berarti bertanggung jawab atas tindakan seseorang serta
dapat menahan diri.
4.
Kelayakan dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap
tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan.
5.
Perhatian berarti sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain
dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan sesame.
6.
Kewarganegaraan termasuk kepatuhan pada undang-undang serta
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam
masyarakat berjalan dengan baik.
Kebutuhan akan etika
Perilaku etis sangat diperlukan oleh masyarakat agar dapat berfungsi secara
teratur. Kita dapat berargumentasi bahwa etika adalah perekat yang dapat mengikat
anggota masyarakat. Kebutuhan akan etika dalam masyarakat cukup penting,
sehingga banyak nilai etika yang umum dimasukkan ke dalam undang-undang.
Mengapa orang-orang bertindak tidak etis ?
Sebagian orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang
berbeda dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu.
Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis, yaitu :
1.
2.
Standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum;
Orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
B. Dilema Etika
Dilema etika (ethical dilemma) adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia
harus mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat.
Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika
dalam karir bisnis mereka.
Merasionalkan perilaku tidak etis :
1.
Setiap orang melakukannya. Argument bahwa perilaku yang tidak etis
merupakan perilaku yang dapat diterima umumya didasarkan pada
rasionalisasi bahwa setiap orang juga melakukan hal yang sama dan dapat
diterima.
2.
Jika sah menurut hukum, hal itu etis. Contoh, seseorang tidak memiliki
kewajiban untuk mengembalikan suatu barang yang hilang kecuali pihak lain
dapat membuktikan bahwa barang tersebut miliknya.
3.
Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya. Filosofi ini bergantung
pada evaluasi atas kemungkinan bahwa orang lain akan menemukan perilaku
tersebut dan menilai besarnya kerugian (konsekuensi) yang akan diterima.
Menyelesaikan dilema etika dengan menggunakan pendekatan enam langkah :
1.
Memperoleh fakta yang relevan;
2.
Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut;
3.
Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan
bagaimana setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
4.
Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus
menyelesaikan dilema tersebut.
5.
Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif.
6.
Memutuskan tindakan yang tepat.
C. Pentingnya Etika pada Profesi Akuntansi
Profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekadar
memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan
masyarakat.
Alasan utama mengharapkan tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh
setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang
diberikan oleh profesi, tanpa memandang individu yang menyediakan jasa tersebut.
Bagi akuntan publik, kepercayaan klien dan pemakai laporan keuangan eksternal atas
kualitas audit dan jasa lainnya sangatlah penting.
Bagi sebagian besar pemakai jasa tidaklah penting untuk mengevaluasi mutu
kinerja jasa profesional karena kompleksitas jasa itu. Kepercayaan masyarakat atas
kualitas jasa profesional akan semakin besar bila profesi mendorong standar kinerja
dan perilaku yang tinggi di pihak seluruh praktisi.
Perbedaan antara kantor akuntan publik dan profesional lainnya :
Kantor akuntan publik memiliki hubungan khusus dengan para pemakai laporan
keuangan yang berbeda dengan bentuk hubungan antara profesional lain dengan para
pemakai jasanya.
Cara-cara akuntan publik didorong untuk memperlakukan diri mereka secara
profesional : GAAS dan interprestasi; persyaratan pendidikan yang berkelanjutan;
kewajiban hukum; seksi praktik AICPA; kode perilaku profesional; PCAOB dan SEC;
peer review; pengendalian mutu; ujian CPA.
D. Tujuan dan Isi Kode Perilaku Profesional dari AICPA
Kode perilaku profesional AICPA menyediakan baik standar umum perilaku yang
ideal maupun perilaku khusus yang harus diberlakukan.
Kode perilaku profesional :
1. Prinsip ; standar perilaku etis yang ideal yang dinyatakan dalam istilah
filosofis. (Ini tidak dapat diberlakukan).
2. Peraturan perilaku; standar minimum dari perilaku etis yang dinyatakan
sebagai peraturan spesifik. (Ini dapat diberlakukan).
3. Interprestasi peraturan perilaku; interprestasi atas peraturan perilaku oleh
Divisi Etika Profesional dari AICPA. (Ini tidak dapat diberlakukan, tetapi para
praktisi harus memberikan alasan jika terjadi penyimpangan).
4. Kaidah etika; penjelasan yang diterbitkan dan jawaban atas pertanyaan
tentang peraturan perilaku yang diserahkan kepada AICPA oleh para praktisi
dan pihak lain yang berkepentingan dengan persyaratan etis. (Ini tidak
diberlakukan, tetapi para praktisi harus memberikan alasan jika terjadi
penyimpangan ).
Prinsip-prinsip etis :
1. Tanggung jawab; para anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional
dan moral yang sensitive dalam semua aktivitas mereka.
2. Kepentingan publik; para anggota harus menerima kewajiban untuk
bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik,
menghargai kepentingan publik, serta menunjukkan komitmennya pada
profesionalisme.
3. Integritas; para anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas tertinggi.
4. Objektivitas dan independensi; anggota harus mempertahankan objektivitas
dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya.
5. Keseksamaan; anggota harus memperhatikan standar teknis dan etis profesi.
6. Ruang lingkup dan sifat jasa; anggota harus memperhatikan prinsip-prinsip
Kode Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan
disediakannya.
E. Independen, Integritas, dan Objektivitas dalam Hubungannya dengan Kode
Etik
Independensi adalah peraturan perilaku yang pertama. Nilai auditing sangat
bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Auditor harus
independensi dalam fakta (auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang
tidak bias sepanjang audit) dan independensi dalam penampilan (hasil dari
interprestasi lain atas independensi ini).
Peraturan 101_Independensi Seorang angggota yang berpraktik untuk
perusahaan publik harus independen dalam pelaksanaan jasa profesionalnya
sebagaimana disyaratkan oleh standar yang dirumuskan lembaga yang dibentuk oleh
Dewan.
Peraturan 102_Integritas dan Objektivitas Dalam pelaksanaan setiap jasa
profesional, seorang anggota harus dapat mempertahankan objektivitas dan integritas,
harus bebas dari konflik kepentingan, dan tidak boleh dengan sengaja membuat
kesalahan penyajian atas fakta atau menyerahkan penilaiannya kepada orang lain.
F. Aturan-Aturan Kode Etik Perilaku
Peraturan 101_Independensi
Peraturan 102_Integritas dan Objektivitas
Peraturan 201_Standar Umum
Peraturan 202_Ketaatan pada Standar
Peraturan 203_Prinsip-Prinsip Akuntansi
Peraturan 301_Informasi Rahasia Klien
Peraturan 302_Fee Kontinjen
Peraturan 501_Tindakan yang dapat Didiskreditkan
Peraturan 502_Iklan dan Bentuk Permohonan Lainnya
Peraturan 503_Komisi dan Fee Referal
Peraturan 505_Bentuk dan Nama Organisasi
Sumber Resume (Daftar Pustaka) :
1.
Arens, Alvin A. ,dkk. 2006. Auditing dan Jasa Assurance, Edisi Kedua belas Jilid 1.
Jakarta. Erlangga.