Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB dan Pe

Pemantauan Kemajuan
Pengobatan TB dan
Pengobatan TB pada Keadaan
Khusus
Dr Irvan Medison SpP

Pemantauan kemajuan
pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali
( S & P) sewaktu & pagi
LED tidak digunakan karena tidak spesifik
untuk TB.

Tindak lanjut hasil pemeriksaan sputum

Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
1. Sembuh



Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP
dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.

2. Pengobatan Lengkap
• Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

3. Default (Putus berobat)
• Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.

4. Gagal
• Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan

Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
5. Meninggal

• Adalah pasien yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun
6. Pindah
• Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan
register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya
tidak diketahui..

Tatalaksana pasien TB putus berobat

PENGOBATAN TB PADA
KEADAAN KHUSUS

TB pada Kehamilan
• Sama dengan pengobatan TB pada
umumnya.
• (WHO) hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin.
• Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan
karena bersifat permanent ototoxic dan dapat
menembus barier placenta.  gangguan

pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi yang akan dilahirkan.
• Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan
bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.

TB pada Ibu menyusui dan bayinya
• Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu
menyusui tidak berbeda dengan pengobatan
pada umumnya. Semua jenis OAT aman
untuk ibu menyusui.
• Seorang ibu menyusui yang menderita TB
harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara
terbaik untuk mencegah penularan kuman TB
kepada bayinya.
• Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus disusui.

• Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi

Pasien TB pengguna kontrasepsi
• Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil
KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
• Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan
kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
• Tatalaksanan sama seperti pasien TB lainnya.
• Obat TB sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak
disertai HIV/AIDS.
• Prinsip pengobatan adalah mendahulukan pengobatan
TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO.
• Penggunaan Streptomisin harus memperhatikan Prinsipprinsip Universal Precaution
• Pengobatan sebaiknya secara terintegrasi untuk menjaga

kepatuhan pengobatan secara teratur.
• Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu
dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and
Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

Pasien TB dengan hepatitis akut
• Pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, pemberian OAT ditunda sampai hepatitis akutnya
mengalami penyembuhan.
• Pada keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan
dapat diberikan:
• Streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan
sampai hepatitisnya menyembuh dan
• Dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H)
selama 6 bulan.

Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan
pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB.


SGOT dan SGPT
meningkat > 3 kali normal

OAT tidak diberikan
atau hentikan

Peningkatan SGOT dan
SGPT < 3 kali normal

Pengobatan diteruskan
dengan pengawasan
ketat

Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan.
Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H),


Rifampisin ( R)
Pirasinamid (Z).

di ekskresi &
dicerna melalui
empedu menjadi
senyawa tidak
toksik

Dapat diberikan
pada gangguan
ginjal.

• Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal,
 hindari pada pasien gangguan ginjal.
• Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia,:
• Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan
dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
• Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan
gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.


Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Penggunaan Rifampisin
dapat mengurangi
efektifitas sulfonil urea.

sehingga dosis obat
anti diabetes perlu
ditingkatkan

Pada pasien Diabetes
Mellitus sering terjadi
komplikasi retinopathy
diabetika,

oleh karena itu hatihati dengan
pemberian etambutol,

• Diabetes harus dikontrol.
• Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah,

setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti
diabetes oral. .

Pengunaan kortikosteroid pada pasien TB
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus
yang membahayakan jiwa pasien seperti:

Meningitis TB
TB milier dengan atau tanpa meningitis
TB dengan Pleuritis eksudativa
TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison dosis 30-40 mg per
hari, kemudian diturunkan secara bertahap.
Lama pemberian disesuaikan dengan jenis
penyakit dan kemajuan pengobatan

Indikasi operasi TB

Untuk TB
paru


Pasien batuk darah berat yang
tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif.
Pasien dengan fistula
bronkopleura dan empiema
Pasien MDR TB dengan kelainan
paru yang terlokalisir

Untuk TB
ekstra paru

TB tulang yang disertai kelainan
neurologik.

EFEK SAMPING OAT
DAN PENATALAKSANAANNYA

EFEK SAMPING OAT DAN
PENATALAKSANAANNYA

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun
berat dengan pendekatan gejala.

Efek
samping
ringan

Efek
samping
Berat

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping
“gatal dan kemerahan kulit”:
1. singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain.
2. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT
dengan pengawasan ketat.
(Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang )
3. Bila keadaan pasien malahan terjadi suatu kemerahan
kulit, hentikan semua OAT tunggu sampai kemerahan
kulit tersebut hilang.
4. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien
perlu dirujuk

Bila jenis obat penyebab efek samping
itu belum diketahui, maka
• Pemberian kembali OAT harus dengan cara “drug
challenging” dengan menggunakan obat lepas.
• Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana
yang merupakan penyebab dari efek samping
tersebut

Reaksi hepersensitivitas OAT
• Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas
(kepekaan) terhadap Isoniasid atau Rifampisin.
• Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh
sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam
pengobatan jangka pendek.
• Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap
Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin
dapat dilakukan desensitisasi.
• Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB
dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi
keracunan yang berat

Efek samping Hepatotoksisitas
• Bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau
karena kelebihan dosis.
• Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan
dulu kemudian diberi kembali sesuai dengan
prinsip dechallenge-rechalenge.
• Bila dalam proses rechallenge yang dimulai
dengan dosis rendah sudah timbul reaksi,
berarti hepatotoksisitas karena reakasi
hipersensitivitas.

Efek samping Hepatotoksisitas
• Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu
telah diketahui, misalnya :
• pirasinamid atau etambutol atau streptomisin,
maka pengobatan TB dapat diberikan lagi dengan
tanpa obat tersebut.
• (Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain)
• Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi
hal ini akan menurunkan risiko terjadinya kambuh

TB paru dengan
DRUG INDUCE HEPATITIS

• Paduan OAT (RHZ) telah terbukti efektif
menyembuh pasien TB melalui aktiviti bakterisidal,
sterilisasi dan mencegah resisten
• Potential hepatotoxicity
derangement of hepatic
drug induce hepatitis (hepatitis imbas
function
obat = HIO)
• Dapat terjadi pada masing-2 pemberian R,H,Z.

26

EFEK TOKSIK OBAT PADA HATI
1. Teori toksik langsung (predictable hepatotoxicity)
melalui perantaraan hasil metabolisme obat yang terikat
secara kovalen dengan protein sel hati
2. Teori hipersensitiviti/idiosinkrasi (Unpredictable
hepatotoxicity)
reaksi imunologis terhadap obat

27

ISONIAZID (INH)
 INH tidak toksik untuk hati
 Kekerapan : 1 - 2% (4%
usia > 65 tahun)
produk metabolit asetilasi
 Dugaan
 75-95% INH dieksresi dlm bentuk metabolit (asetil isoniazid,
asam nikotinat, isonikotinil glisin, isonikotinil hidrazon dan Nmetil isoniazid)
 Faktor genetik  mempengaruhi kec. metabolisme
 Perbedaan kec.asetilasi tidak mempengaruhi efektiviti atau
toksisiti INH
 kadar transaminase terjadi 20% pasien yang mendapat
INH, tapi hanya 0,2 – 5 % yang disertai tanda HIO
 Asetilasi cepat
mono asetil hidrasin lebih cepat dirubah
eksressi
diasetilhidrazin
28

RIFAMPISIN (RIF)

• HIO jarang pada fungsi hati normal
• Pemberian R + H
HIO 8-10%
RIFAMPISIN
Merangsang
enzim isoniasid
hidrolase

isonicotinic acid &
hidrasin

Hepatotoksik
29

PIRAZINAMID (PZA)

• Paling sering dan paling toksik ~ dose
dependent hepatotoxicity
• Dosis 3 gr/hari (40-50 mg/kg) : 15%
• Sangat mungkin oleh efek langsung
• Mekanisme : ?

30

ETAMBUTOL

• Data etambutol : minimal
• Inggris (1969), dilaporkan dari
197.000 kasus pengobatan OAT
10 kasus gangguan fungsi hati

31

FAKTOR RISIKO





Usia > 50 tahun
Malnutrisi
Genetik
TB yang berat, klinis
hepatitis (+) tapi OAT
masih diberikan






Penyakit hati kronik
Perempuan > laki-laki
Alcoholism
IV drug use

32

MANIFESTASI KLINIS







Malaise
Fatique
Anoreksia
Mual
Muntah
Nyeri epigastrium

• Hepatomegali ringan
• Ikterus
• Urine spt air teh
• SGOT (AST)
• SGPT
• Bilirubin

33

KRITERIA DIAGNOSIS
• Gejala klinik hepatitis

SGOT dan SGPT :
• > 150 IU/L (3 x pemeriksaan berurutan)
atau
• > 250 IU/L ( 1x pemeriksaan)
• Ikterus nyata / bilirubin total > 3,4 mmol/L
• Petanda serologi virus hepatitis negatif

PENATALAKSANAAN (1)
Evaluasi fungsi hati semua pasien TB sebelum
pemberian OAT
2. Penjelasan efek samping OAT yang mungkin terjadi
(gejala hepatitis), kapan stop OAT dan kapan
konsultasikan ke dokter
3. Pasien TB Paru dgn penyakit hati menahun, evaluasi
fungsi hati dilakukan lebih sering dan teratur terutama
2 bulan pertama dgn cara uji fungsi hati/minggu pada
2 minggu pertama dan berikutnya setiap 2 minggu.
4. Pasien TB Paru tanpa penyakit hati sebelumnya,
pemeriksaan ulang jika timbul gejala yang jelas

1.

PENATALAKSANAAN
Peningkatan SGOT/SGPT biasanya jarang dijumpai segera
setelah pengobatan dimulai
- SGOT/SGPT 2 x N
ulang fungsi hati
- SGOT/SGPT < 2 x N
ulang /2 minggu
ulang sesuai gejala yang ada
- SGOT/SGPT mendekati N
6. Stop OAT jika :
Klinik (+) atau
Laboratorium (+) klinik (-)
5.



Bilirubin > 2 mg%



SGOT, SGPT

5 kali normal



SGOT, SGPT

3 kali normal, gejala (+)



SGOT, SGPT 3 kali normal, gejala (-) lanjutkan terapi
dgn pengawasan sampai klinik dan laboratorium
normal

PENATALAKSANAAN


Setelah penghentian OAT, terdapat beberapa pilihan.
• Jika kondisi pasien baik dan BTA (-)
tunda OAT sampai uji
fungsi hati normal.
• Bila terjadi reaksi, segera kembali ke dosis sebelumnya dan
besoknya dosis dinaikkan lagi
• Bila tercapai dosis penuh dari satu obat, pemberiannya diteruskan
sambil dicoba diberikan obat lain
• Bila OAT (R,H,Z) ternyata tidak memberikan efek samping pada
hati, lanjutkan pemberian
• Bila OAT (R,H,Z) ternyata tetap memberikan efek samping pada
hati, maka berikan OAT alternatif dengan supervisi dokter ahli
(Terkadang OAT pilihan alternatif sangat terbatas, dianjurkan
mengulang prosedur introduksi OAT (seperti protokol) jika uji fungsi
hati telah kembali normal
• Pasien hepatitis akut (ikterik)
tunda pemberian OAT sampai
hepatitis sembuh
37

Paduan obat yang
direkomendasikan (1)
1) Pengobatan tanpa PZA
2RHE(S)/ 6RH.
altermnatif.
9 RE / 3 HE atau 2 SHE/10 HE
2. Pengobatan tanpa INH
fase awal
: 2RZE
fase lanjutan:(4 bulan) RZE
38

Paduan obat yang
rekomendasikan (2)
• rejiem yang mengandung hanya
satu obat yang berpotensi
hepatotoksik ;
• Rifampisin tetap diberikan
lama
pengobatan 12-18 bulan.
• Rejimen yang tidak mengandung
obat hepatotoksik
lama
pengobatan 18-24 bulan
39

Regimen OAT yang Direkomendasikan
Untuk Hepatitis Akut

• Tunda OAT sampai hepatitis akut
mereda
• OAT sangat dibutuhkan
3 SE
6 RH
• Hepatitis akut mereda
• Hepatitis tidak mereda
9 SE
40

Diagnosis dan
Pengobatan TB/HIV

Epidemiologi TB HIV daerah Asia Pasifik
2004
18

2005
2006
27

2007
29

0.3%
Proportion of TB patients
tested for HIV
Key

1.9%

No reported activity
< 15%

3.7%

15 to 50%
51 to 75%

6.0%

More than 75%

0.2 of 3.1 million notified TB patients
were tested in ASIA PACIFIC REGION in 2007

Proporsi pasien TB denganHIV di wilayah Asia
Pasifik thun 2007
Country
Thailand
Japan
Malaysia
Australia
Cambodia
Viet Nam
Lao PDR
Sri Lanka
India
China
Myanmar
Papua New Guinea
Indonesia
Philippines

Proportion TB
patients with HIV
status know 2007
69%
64%
60%
41%
39%
15%
11%
6%
5%
3%
2%
1%
0.10%
0.03%

Mortalitas TB dan HIV
• HIV/AIDS : penyakit menular yang paling mematikan di
dunia
• TB urutan kedua
• TB merupakan penyebab kematian utama bagi
penderita HIV di seluruh dunia

Efek TB terhadap progresifitas
Infeksi HIV

TB meningkatkan progresifitas HIV
• Penderita TB dengan HIV sering mempunyai viral loads HIV
yang tinggi

• Penurunan imunitas lebih cepat, dan pertahanan hidup bisa
lebih singkat walaupun pengobatan TB berhasil
• Penderita TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup lebih
singkat dibanding penderita HIV yg tidak pernah kena TB
• ART menurunkan tingkat kematian pada pasien TB/HIV

Kapankah harus menduga seseorang
menderita HIV dan melakukan uji HIV?
Yang per lu diperhatikan adalah :
• Dimana
• Di daerah dg prevalensi HIV tinggi atau
rendah
• Siapa
• Kelompok orang dg risiko tinggi
• Bgmn
• Keluhan tanda/ gejala yg
menimbulkan dugaan HIV

Kapan menduga HIV
 Pada daerah dengan prevalensi tinggi:
 Sub-Sahara Afrika
 Indonesia ; beberapa daerah tertentu di:
Papua, Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat, Bali,
Kepri, Kalimantan Barat, Jawa Tengah dan Sumatra
Utara

Kapan menduga HIV
Kelompok orang dengan risiko tinggi:
 Pengguna narkoba suntik
 Pekerja seks komersial
 Biseksual
 Homoseksual
 Narapidana

Gambaran Klinis suspek HIV
• Riwayat





Sexually transmitted infections
Herpes zoster (shingles)
Pneumonia baru atau kambuh
Infeksi bakteri yang berat

• Gejala
• Penurunan berat badan >10kg (atau >20% dari berat
badan),
• Diare >1 bulan
• Nyeri saat menelan (odynophagia)
• Perasaan terbakar di kaki (neuropathy)

Gambaran Klinis suspek HIV
Tanda

• Bekas herpes zoster
• Skin rash yg gatal
• Lesi kulit atau
membran mukosa yg
berwarna gelap atau
kemerahan (Kaposi’s
sarcoma)
• Limfadenopati
generalisata

Tanda2 suspek HIV
Tanda (lanjutan)





Oral Candidiasis
Oral hairy leukoplakia
Necrotizing gingivitis
Aphthous ulcers (severe
or recurrent)
• Angular chelitis
• Persistent painful genital
ulceration

Uji HIV
• Uji HIV dilakukan jika tersedia fasiliti
• Jika uji HIV tidak tersedia, gunakan indikator
kecurigaan klinis untuk membantu manajemen
penatalaksanaan penyakit dan menetapkan fasilitas
rujukan uji setempat (hubungi fasilitas kesehatan
setempat)

Diagnosis TB pada Penderita HIV
Tidak sama dengan gejala umum TB
• Demam dan penurunan berat badan merupakan gejala
yang penting
• Batuk bukan gejala yang umum

• Banyak variasi pada gambaran foto toraks
• Lebih banyak TB ekstra paru dan TB disseminata
• Diagnosis diferensial lebih luas

Gambar Foto Toraks: Tidak Khas
• Lokasi kelainan dapat
terjadi dimana saja
(lebih sering bagian
bawah)
• Konsolidasi
• Pada umumnya tidak
ditemukan kavitas
(< 10%)
• Pada umumnya
ditemukan adenopati
(terutama pada anak
dan HIV)



Alur Diagnosis TB: Prevalensi HIV Tinggi
Pasien suspek TB dengan KU buruk

Rujukan secepatnya
memungkinkan

Rujukan secepatnya
tidak memungkinkan

Pengobatan antibiotik , BTA dahak
dan Biakan, Uji HIV, Foto toraks

Pengobatan antibiotik, ?
Pengobatan PCP, BTA dahak ,
Biakan, Uji HIV, Foto toraks ?
PCP=P. jiroveci pneumonia

Diagnosis
lain,
bukan TB

TB

BTA Positif

Obati utk TB
pelayanan HIV jika
positif

Perbaikan 3-5 h

Tanpa perbaikan 3-5 h

Ulang penilaian utk TB,
pelayanan HIV jika +

Obati TB,
pelayanan HIV jika +

Ulangi penilaian utk
penyakit lain terkait
HIV

Bukan
TB

BTA Negatif

Alur Diagnosis TB: Prevalensi HIV Tinggi
Pasien dugaan TB , rawat jalan
Sputum BTA, Uji HIV

BTA Positif

BTA Negatif

Obati utk TB, CPT
pelayanan HIV jika +

Mungkin TB

Sputum BTA/biakan, foto
toraks, evaluasi klinis

Mungkin bukanTB
Ulangi
penilaian utk
TB

Tidak atau
kurang
respons

Obati utk infeksi bakteri dan/atau PCP
pelayanan HIV jika +, CPT

CPT = pengobatan pencegahan kotrimoksasol

Respons

Kolaborasi TB/HIV
Koordinasi program TB - HIV diperlukan utk :
• Mencegah HIV pada pasien TB
• Mencegah TB pada pasien HIV
• Pemeriksaan pasien dan kontak ( untuk TB dan HIV )
• Koordinasi pengobatan dan penyediaan obat

TB/HIV: Pengobatan
Pada pengobatan TB/HIV perlu dipertimbangkan:






Interaksi antar obat-obat yang digunakan
Peran antiretroviral therapy (ART)
Overlap efek samping obat
Immune-reconstitution inflammatory syndrome
(IRIS)
• Masalah kepatuhan pengobatan

Pengobatan TB dan ARV (ART)
• Indikasi pemberian ART pada pasien
TB/HIV berdasarkan:
• Status penyakit HIV (kadar CD4)
• Keberhasilan pengobatan dan paduan OAT
yang sedang dilakukan
• Kepatuhan pengobatan dan efek samping
• Jika belum diobati dengan ART pada saat
diagnosis TB, keputusan untuk memulai ART
didasarkan faktor2 berikut.

Kapan Memulai Antiretroviral
Jika pemeriksaan CD4 tersedia :

Nilai CD4

< 200

ART
Mulai ART begitu pengobatan
TB tidak disertai efek
samping
( 2 – 8 minggu OAT)

200 - 350

Mulai ART setelah OAT fase
intensif selesai

> 350

Tunda ART sampai
pengobatan TB selesai

Kapan Memulai Antiretroviral
Jika pemeriksaan CD4 tidak tersedia :

Gambaran klinis
Adanya TB paru dan tanda HIV
advanced , atau tidak ada
perbaikan secara klinis; adanya
TB ekstra paru

ART
Mulai ART begitu
pengobatan TB tidak
disertai efek samping
( 2 – 8 minggu OAT)

TB paru BTA negatif, berat badan
bertambah dengan pengobatan,
tanpa tanda/gejala HIV advanced

Mulai ART setelah
OAT fase intensif
selesai

TB paru BTA positif, berat badan
bertambah dgn pengobatan, tanpa
tanda/gejala HIV advanced

Tunda ART sampai
pengobatan TB
selesai

Obat ARV di Indonesia
Nama Generic

Grup

Nama Merek

Zidovudine/AZT

NRTI

Zidovex, Antivir

Lamivudine/3TC

NRTI

Hiviral

Stavudine

NRTI

Stavir, Zerit

Didanosine

NRTI

Videx

Nevirapine

NNRTI

Neviral

Nelfinavir

PI

Nelvex

NNRTI

Stocrin

Efavirenz/EFZ
Zidovudine + Lamivudine

Duviral

Stavudine + Lamivudine

Coviro-LS3*

Stavudine + Lamivudine + Nevirapine

Triomune, GPOVir

CPT pada TB/HIV
• Pasien TB dan infeksi HIV seharusnya diberi
kotrimoksasol sebagai pencegahan infeksi lainnya.

Semua pasien TB yang positif HIV seharusnya
menerima Terapi Pencegahan Kotrimoksasol
(CPT) tanpa peduli jumlah CD4, paling tidak
selama dalam pengobatan TB.
CPT dianjurkan untuk semua pasien dengan
jumlah sel CD4 kurang dari 200 sel/mm3
[Anjuran WHO]

Efek Samping OAT/ARV
Efek Samping

OAT

ARV

PZA, RIF, INH

 Nevirapine
 Efavirenz
 Abacavir

PZA, RIF, INH






Hepatitis

PZA, RIF, INH

 Nevirapine
 Protease
inhibitors

Leukopenia,
anemia

RIF

 Zidovudine

Skin rash

Mual,
muntah

Zidovudine
Ritonavir
Amprenavir
Indinavir

Burman et al, Am J Respir Crit Care Med 2001

IRIS
Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS)

 Perburukan klinis pada saat respons yang baik
terhadap ART
 Reaksi paradoksal dimana kondisi menjadi lebih
parah saat respon ART baik
• Waktu timbulnya IRIS
• Umumnya dalam 6 minggu pertama pemberian ART (sering
dalam waktu 2–3 minggu, tapi dapat juga beberapa bulan
setelah memulai ART)

•Rujuk ke spesialis jika menduga IRIS