Formulasi implementasi dan evaluasi perd

FORMULASI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13 Tentang
Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum
Tugas: Teori Analisis Kebijakan Pemerintahan

DIAH MUTIARA
1502025065
ILMU PEMERINTAHAN
PAGI (A)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018

A. FORMULASI
Perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13 Tentang
Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum
Islamy (1991, 77) membagi proses formulasi kebijakan kedalam tahap perumusan
masalah kebijakan, penyusunan agenda pemerintah, perumusan usulan kebijakan, pengesahan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian kebijakan:

a) Perumusan Masalah Kebijakan
Masalah ekonomi membuat manusia mencari jalan keluar yang mudah dan cepat
untuk memenuhi setiap kebutuhannya, ketersediaan lapangan pekerjaan tidak lagi sesuai
dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut yang
membuat banyak fenomena yang dihadapi Indonesia sekarang ini diantaranya fenomena
dibidang hukum, khususnya kejahatan pada anak anak.
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling
banyak diminati korban tindak pidana orang. Korban perdagangan orang tidak hanya untuk
tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan
paksa,perbudakan atau praktik sejenis itu.
Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28B ayat (2) disebutkan bahwa setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak merupakan suatu usaha yang
mengadakan kondisi di mana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Adapun
perlindungan anak ini juga merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat.
Dengan demikian perlindungan anak sedapat mungkin harus diusahakan dalam berbagai
bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Arif Gosita berpendapat bahwa perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi
anak agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Perlindungan hak-hak anak pada
hakikatnya menyangkut langsung pengaturan dalam peraturan perundang-undangan.

Kebijaksanaan, usaha dan kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak-hak anak,
pertama-tama didasarkan atas pertimbangan bahwa anak-anak merupakan golongan yang
rawan dan dependent, di samping karena adanya golongan anak-anak yang mengalami
hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik rohani, jasmani maupun sosial.
1 | Page

Kenakalan anak setiap tahun selalu meningkat, apabila dicermati perkembangan
tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi
yang dilakukan, kadang-kadang tindakan pelanggaran yang dilakukan anak dirasakan telah
meresahkan semua pihak khususnya para orang tua. Fenomena meningkatnya perilaku tindak
kekerasan yang dilakukan anak seolah-olah tidak berbanding lurus dengan usia pelaku. c.
Jumlah kasus ABH di Samarinda pada Tahun 2017 sebanyak 109 kasus anak yang
terjerat, dan berdasarkan data dari KPAI kota Samarinda menjadika kota Ke-2 yang tidak
aman Se-Indonesia. Sedangkan, jumlah Anak Berhadapan Hukum (ABH) sepanjang tahun
2011 hingga 2017 terdapat 9.266 kasus. Dari tahun ke tahun, jumlah paling banyak yaitu pada
tahun 2014. Di mana jumlah kasus ABH mencapai jumlah 2.208.Paling tinggi kedua pada
2013 yaitu sebanyak 1.428 kasus. Tertinggi ketiga pada 1.413 kasus pada 2012.
Dari kasus tersebut terdapat anak yang sebagai pelaku. Jumlahnya pun tak kalah
tinggi. Tercatat, pada tahun ini anak sebagai pelaku kekerasan seksual sebanyak 116 kasus.
Sedangkan anak sebanyak korban, terdapat 134 kasus merupakan anak korban kekerasan

seksual.
Kasus lainnya yang menjadi masalah utama di Indonesia dan menimpa para anakanak di negri ini adalah di antaranya, anak sebagai korban trafficking, anak korban prostitusi,
anak korban eksploitasi seks komersial dan anak sebagai korban eksploitasi pekerja. Pada
2016 terdapat 340 kasus anak yang ditangani oleh KPAI. Jumlah paling tinggi adalah anak
sebagai korban prostitusi, yaitu sebanyak 112 kasus. Selanjutnya, kasus anak sebagai korban
eksploitasi sebanyak 87 kasus. Sedangkan anak sebagai korban perdagangan sebanyak 72
kasus.
Terakhir adalah anak sebagai korban eksploitasi seks komersial sebanyak 69 kasus.
Pada tahun2017 anak sebagai korban prostitusi masih cukup tinggi, yaitu sebanyak 83 orang.
Selanjutnya adalah anak sebagai korban eksploitasi pekerja sebanyak 76 kasus.
Kenakalan anak setiap tahun selalu meningkat, apabila dicermati perkembangan
tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi
yang dilakukan, kadang-kadang tindakan pelanggaran yang dilakukan anak dirasakan telah
meresahkan semua pihak khususnya para orang tua. Fenomena meningkatnya perilaku tindak
kekerasan yang dilakukan anak seolah-olah tidak berbanding lurus dengan usia pelaku.

2 | Page

b) Penyusunan Agenda Pemerintah
Oleh karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak jumlahnya, maka

para pembuat keputusan akan memilih dan menentukan problem mana yang seharusnya
memperoleh prioritas utama untuk diperhatikan secara serius dan aktif, sehingga Kenakalan
anak setiap tahun selalu meningkat kadang-kadang tindakan pelanggaran yang dilakukan
anak dirasakan telah meresahkan semua pihak khususnya para orang tua.
Sadar akan pentingnya perlindungan hukum terhadap anak-anak terutama korban
tindak pidana pada anak. Masalah perilaku delinkuensi anak kini semakin menggejala di
masyarakat, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Perkembangan
masyarakat yang berawal dari kehidupan agraris menuju kehidupan industrial telah membawa
dampak signifikan terhadap kehidupan tata nilai sosio kultural pada sebagian besar
masyarakat. Nilai-nilai yang bersumber dari kehidupan industrial semakin menggeser nilainilai kehidupan agraris dan proses tersebut terjadi secara berkesinambungan sehingga pada
akhirnya membawa perubahan dalam tata nilai termasuk pola-pola perilaku dan hubungan
masyarakat. Sehinngga ini yang membuat kenakalan anak bertambah, banyak anak-anak yang
putus sekolah dan akhirnya dapat menambah jumlah penggaguran di Indonesia dan dapat
menurunkan nilai tingkat kesejahteraan di Indonesia.
Masalah ini dapat di angkat menjadi suatu hal prioritas yang harus diselesaikan oleh
pemerintah, karena masalah ini jika terus menerus terjadi dapat merusak generasi penerus
bangsa dimana banyak anak yang akan berstatus menjadi kriminal diusia muda dan
produktifnya status kriminal tersebut juga dapat merusak masa depannya sendiri dan
keluarganya. Dimana stigma di masyarakat secara tidak langsung dapat mengakibat
kekerasan psikis terhadap anak yang tidak kita sadari secara langsung. Jadi bagaimana

caranya pemerintah membuat suatu kebijakan untuk mengatasi masalah ini agar dapat
terselesaikan.
Diperlukan penanganan terbaik bagi anak, yaitu mementingkan kepentingan terbaik
bagi anak tanpa ada diskriminasi. Partisipasi terbaik dari semua stakeholder dibutuhkan. Hal
tersebut bertujuan guna menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Hal itu
sudah dipertegas dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 11/2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, dan berkembang. Serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
3 | Page

c) Perumusan Usulan Kebijakan
Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan
untuk memecahkan masalah, meliputi :
a. Lahirnya UU Pengadilan Anak menjadi acuan pertama peradilan terhadap anak nakal,
selain itu undang-undang ini ditujukan untuk memperbaiki hukum pidana anak di
Indonesia, agar putusan pengadilan anak menjadi lebih baik dan berkualitas, karena
putusan hakim akan mempengaruhi kehidupan anak di masa yang akan datang.
Apabila dikaji dasar pertimbangan sosiologis maupun filofofis dibentuknya UU
Pengadilan Anak, antara lain karena disadari bahwa anak merupakan generasi penerus

cita-cita perjuangan bangsa, serta sebagai sumber daya insansi bagi pembangunan
nasional. Atas dasar hal itu, terhadap anak diperlukan pembinaan yang terus menerus
baik fisik, mental, maupun kondisi sosialnya, serta perlindungan dari segala
kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan.
Termasuk, munculnya fenomena penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan
perbuatan melanggar hukum yang dapat merugikan baik bagi dirinya sendiri, maupun
masyarakat.
b. Membentuk LSM, atau komisi dalam menjalankan UU pengadilan dan perlindungan
anak. Dimana dibentuknya badan-badan teresebut yang akan bertanggung jawab
dalam nmelaksanakan Undang-undang maupun perda yang akan disahkan nanti.
Tujuannya bisa membantu kinerja pemerintah bahkan justru ikut mengawasi jalannya
pemerintahan agar tidak menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan kewenangan.
c. Membangun lapas pembinaan khusus Anak (LPKA) dimana nanti disini akan
dilaksanakan
d) Pengesahan kebijkan
1. Dibentuknya UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak serta
perubahannya 2014
Menimbang :
a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan
tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak

yang merupakan hak asasi manusia;
b. bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
c.

dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya
bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan

4 | Page

sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara
pada masa depan;
d. bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab
tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun
sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta
untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan
terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa
diskriminasi;
e. bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak

diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan
yang dapat menjamin pelaksanaannya;w
f. bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu
mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek
yang berkaitan dengan perlindungan anak;
2. Membuat Turunan UU agar dapat dilaksanakan di setiap daerah dengan di
bentuknya perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13
Tentang Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal
1 angka (3) menyatakan “Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom”. Untuk
mengantisipasi adanya kekerasan dan diskriminasi terhadap anak serta untuk
memberikan perlindungan terhadap anak Pemerintah Kota Samarinda
mengeluarkan suatu kebijakan.Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Kota Samarinda dalam melindungi anak-anak yaitu Peraturan Daerah Kota
Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak.
3. Namun dalam pengimplementasian peraturan daerah tersebut belum
mencapai hasil yang maksimal. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir yaitu
dari tahun 2015 sampai 2016 empat tahun setelah peraturan daerah

mengenai perlindungan anak disahkan yaitu Peraturan Daerah Kota
Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak, telah terjadi
beberapa kasus anak seperti kasus kekerasan fisik dan psikis, kekerasan
seksual, penelantaran, eksploitasi anak dan anak yang berhadapan dengan
hukum dan lain-lain. Dari data P2TP2A dan KPAID Tahun 2015 terdapat
5 | Page

149 anak sebagai korban dari enam jenis kasus yang terjadi di Kota
Samarinda dan pada tahun 2016 data dari P2TPA2A “Citra Tepian” ada 91
anak sebagai korban dari tujuh kasus yang terjadi di Kota Samarinda.
Dengan kondisi seperti itu perlindungan terhadap anak masih perlu
penanganan yang terus-menerus dan masif serta dibutuhkan kerjasama dari
semua pihak agar jumlah anak yang menjadi korban kekerasan dapat
berkurang.
4. Membentuk komisi perlindungan anak di pusat dan tersebar di setiap daerah.
Seperti LSM non pemerintahan yang konsisten terhadap perlindungan anak
yang berhadapan hukum dan Komisi perlindungan anak Indonesia dan di
setiap daerah.
5. Membangun dan memisahkan lapas pembinaan khusus Anak (LPKA) yang
khusus di huni untuk anak yang berhadapan dengan hukum, dimana dlam

lapas ini berbeda dengan lapas pada umumnya dan di dalam lapas ini juga
anak-anak di berikan pelatihan dan pembinaan keterampilan sebaga bekl
untuk di bawa saat masa tahan selesai sehingga anak-anak juga tidak
melewatkan usia produktifnya dengan salah. Dalam lapas ini juga akan di
berikan pembibingan secara psikis dan mental serta pendampingan secara
hukum.

B. IMPLEMENTASI

6 | Page

Keberadaan KPAID sejalan dengan era otonomi daerah dimana pembangunan
perlindungan anak menjadi kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah.Komisi
Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kota Samarinda, disingkat KPAID Kota Samarinda
adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan anak terhadap perkara
yang terjadi serta menegakan Peraturan Daerah khususnya Peraturan Daerah Tentang
Perlindungan Anak di Kota Samarinda. Organisasi dan tata kerja Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Daerah Kota Samarinda ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Walikota Samarinda Nomor : 415/180/HK-KS/III/2015.Komisi
Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kota Samarinda dapat berkedudukan di Daerah

Provinsi dan Daerah Kabupaten atau Kota.
Visi dan Misi
1. Visi
Meningkatnya efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
2. Misi
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundangan-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan anak
b. Melakukan pengumpulan data dan informasi tentang anak
c. Menerima pengaduan masyarakat
d. Melakukan penelaahan, pemantauan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak
e. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak
f. Mendukung terwujudnya Kalimantan Timur menuju Kota Layak Anak(KLA)
Telah diketahui bahwa KPAID Kota Samarinda merupakan suatu lembaga
kesejahteraan sosial Kota Samarinda yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan
pelayanan sosial kepada anak bermasalah guna penumbuhan dan penge.terampilanketerampilan sosial dan kerja, sehingga mereka dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat
yang tampil dan aktif berpartisipasi secara produktif dan mandiri dalam pembangunan.
Selanjutnya penulis akan membahas mengenai kegiatan kegiatan pembinaan yang dilakukan
oleh KPAID Kota Samarinda yang merupakan fokus dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Program Rehabilitasi Sosial
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dalam melaksanakan kegiatan
pembinaan rehabilitasi sosial sudah berjalan dengan baik, karena dengan adanya pembinaan
7 | Page

ini anak yang bermasalah dapat tersalurkan aspirasi minat bakat anak secara terarah, sehingga
anak menajdi mandiri di lingkungan sekitarnya.
b. Pelatihan Keterampilan Pekerjaan
1) Keterampilan Otomotif
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan keterampilan sudah berjalan dengan
baik, karena dengan adanya pembinaan ini anak memiliki banyak pengetahuan
tentang jurusan yang mereka ikuti, sehingga apa yang menjadi harapan dari semua
jajaran yang ada di KPAID dan harapan anak itu sendiri bisa tercapai.
2) Keterampilan Tatarias/Salon Kecantikan
Berdasarkan informasi dan hasil wawancara yang peneliti peroleh bahan yang
digunakan sering habis sebelum waktunya sehingga proses belajar atau praktek disini
terhambat, sehingga berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu siswi
menyatakan bahwa penghambat dalam pelaksanaan praktek yaitu bahan praktek yang
sering habis sebelum waktunya.
c. Penyediaan Lapangan Pekerjaan
Pihak KPAID Kota Samarinda berkerjasama dengan Deler Yamaha untuk
menyediakan lapangan pekerjaan bagi anak yang dalam pengawasan KPAID Kota
Samarinda.
d. Pendampingan/Advokasi
Program pendampingan dan advokasi diberikan oleh pihak KPAID Kota Samarinda
dilakukan untuk mengembalikan pola pikir anak yang awalnya negatif menjadi
positif.Pelaksanaan pendampingan advokasi ini dilakukan ketika anak bermasalah dan
KPAID melakukan advokasi sesuai SOP serta Perda Kota Samarinda dengan cara
mengadakan kajian lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain anak serta melihat
cara pengasuhan anak.
Faktor penghambat program pembinaan bagi anak yang masih dalam pengawasan
KPAID Kota Samarinda Dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan yang dilakukan di
KPAID Kota Samarinda terdapat beberapa faktor penghambat dalam memberikan pelayanan
program pembinaan kepada anak bermasalah, yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Biaya
Fasilitas dan alat praktek
Sumber Daya Manusia
Belum tersedianya fasilitas Rumah Aman bagi anak korban kekerasan;
Kurangnya dukungan dari orang terdekat dalam pelaksanaan perlindungan

8 | Page

6. anak.
Keberadaan lapas pembinaan khusus Anak (LPKA) kelas IIA Samarinda baru saja
terbangun 5 bulan yang lalu yang memanfaatkan gedung eks Dewan Pendidikan Kukar
(Kompleks RSUD AM Parikesit lama) di Jl. Imam Bonjol Tenggarong hanya dapat
menampung 12 anak,hal ini dikarenakan kurangnya jumlah personel dan ruangan menjadi
alasan. LPKA memiliki satu ruangan tempat tidur dengan kapasitas 12 orang, walaupun lapas
anak ini sangat auh berbeda dengan penjara pada uumnya, karena disediakan pendidikan dan
pembinaan bagi anak, disediakan juga ruang bermain anak agar hak-hak mereka sebgai anak
tetap terpenuhi. Pegawai yang bekerja di lapas sebnayak 12 pegawai struktural ang berasal
dari samarinda dan tenggarong.
Data terbaru Kanwil Kemenkumham, diketahui saat ini terdapat 98 anak di Benua
Etam menjadi tahanan dan narapidana. Paling banyak berada di Lapas Klas IIA Samarinda,
yaitu sebanyak 34 anak. Penghuni anak didominasi kasus pelecehan seksual dan narkoba
Mengingat semua masih usia sekolah, para anak pidana diikutkan program khusus,
dimana tujuannya mendisiplinkan anak dan membuat mereka sadar agar kelak tidak kembali
ke jalan salah, Program para anak pidana sudah terjadwal mulai dari bangun pagi hari, hingga
tidur malam. Selain itu, wajib mengikuti program kejar paket,” jelas Kasi Pembinaan dan
Pendidikan Lapas Klas IIA Samarinda. Seperti bangun tidur, salat subuh bagi yang beragama
Islam, olahraga, sarapan kemudian mengikuti serangkaian kegiatan yang sudah dijadwalkan,
selain wajib mengikuti pembinaan rohani dan belajar paket, penghuni anak tersebut harus
melaksanakan kegiatan pramuka. Seperti latihan baris-berbaris untuk melatih kedisiplinan.
Hasil dari latihan baris-berbaris juga kerap ditampilkan dalam berbagai acara dan menjadi
salah satu terapi agar anak-anak tidak bosan. Tidak hanya itu, mereka bertanggung jawab
terhadap kebersihan blok mereka.

Implementasi Perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13 Tentang
Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum:
1) Komunikasi
Komunikasi dalam implementasi kebijakan publik merupakan salah faktor yang
mempengaruhi keberhasilan suatu pelaksanaan program/kebijakan, tanpa adanya komunikasi
9 | Page

yang baik tentu akan bisa menghambat suatu pelaksanaan suatu program/kebijakan. Hasil
penelitian Komunikasi yang dilaksanakan dalam implementasi Peraturan Daerah Kota
Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak oleh Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Samarinda sudah berjalan dengan baik, dengan hal
ini maka pengetahuan masyarakat mengenai Perda Perlindungan Anak ini akan semakin baik
pula.
2) Sumberdaya
Dikatakan oleh Edward III bahwa faktor lainnya yang bisa mempengaruhi
implementasi kebijakan adalah sumberdaya. Menurut Edward III (dalamI ndiahono 2009:31)
setiap kebijakan harus didukung oleh sumberdaya yang memadai, baik sumberdaya manusia
maupun sumberdaya finansial. Hasil penelitian, Sumberdaya dalam implementasi Peraturan
Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak belum bisa
dikatakan berjalan dengan baik. Ini dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang belum
tersedia dengan baik seperti Rumah Aman yang belum tersedia selain itu sarana dan
prasarana dalam pendampingan anak oleh psikolog yang belum tersedia dengan baik. Selain
itu ketersediaan anggaran yang belum memadai khususnya dalam anggaran penyampaian
informasi mengenai perlindungan hak anak.
3) Disposisi (Komitmen Pelaksana)
Disposisi menurut Edward III (dalam Indiahono 2009:31) yaitu menunjuk
karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan atau program. Karakter
yang dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis. Hasil
penelitian, komitmen dari para pelaksana dalam implementasi Peraturan Daerah Kota
Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak dapat dikatakan sudah berjalan
dengan baik sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki oleh masing-masing
pelaksana kebijakan/program yang berdasarkan pada Undang-undang Perlindungan Anak
termasuk Perda Perlindungan Anak Nomor 10 Tahun 2013.
4) Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi juga merupakan salah faktor dalam implementasi kebijakan yang
mengatur cara kerja para implementor dalam melaksanakan suatu kebijakan/program. Hasil
Penelitian, pelaksanaan penanganan. Perlindungan Anak dilakukan sesuai dengan Standard
Operating Procedure (SOP) yang dimiliki oleh para implementor kebijakan/program yang
10 | P a g e

berdasarkan pada Undang-undang Perlindungan Anak termasuk Peraturan Daerah tentang
Perlindungan Anak. Selain itu dalam penanganan perlindungan masing-masing pihak saling
berkoordinasi dan bekerjasama satu sama lain untuk menangani setiap kasus anak yang
terjadi di Kota Samarinda.
C. EVALUASI
Berdasarkan implementasi Perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya
Pasal 13 Tentang Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum, ada beberapa
hal yang harus dibenahi agar perda tersebut dapat berjalan secara maksimal, sebagai berikut:
1. Fasilitas dan alat praktek, disarankan agar jumlah fasilitas praktek anak otomotif
dapat disesuaikan dengan berapa jumlah anak asuh yang mengikuti pembinaan
tersebut dan Untuk fasilitas dan alat praktek pembinaan keterampilan tatarias yang
lebih banyak menggunakan bahan habis pakai. Oleh karena itu diharapkan untuk stok
bahan yang digunakan ditambah, dan untuk instrukturnya juga agar bisa lebih
memperhatikan ketersedian bahan yang digunakan untuk praktek, dengan cara setiap
habis praktek dilihat ketersedian bahan yang ada agar sekiranya bahan yang mau
habis bisa ditambah stoknya. Dan diharapkan bahan-bahan yang disediakan
merupakan alat dengan standard teknologi yang ada sekarang sehingga anak-anak
yang berada dalam lapas tidak ketinggalan dengan zaman yang sudah ada.
2. Menambah sumber daya manusia di KPAID Kota Samarinda sekitar 10 sampai
dengan 25 tenaga yang ahli dalam bidangnya terutama di bidang psikologi, bidang
keagamaan, bidang kesehatan, dan di bidang hukum untuk lebih memaksimalkan
tugas dan fungsi dari KPAID Kota Samarinda itu sendiri.
3. Biaya ,untuk kedepannya anggaran untuk pelaksanaan pembinaan ditambah, agar
penanganan perkara anak dan untuk pembinaan bisa berjalan dengan baik sesuai hasil
yang ingin dicapai, serta mengkoordinasikan kepada pelindung/penasehat dari
KPAID Kota Samarinda.
4. Menambah jumlah kamar pada lapas pembinaan khusus Anak (LPKA) kelas IIA
Samarinda, karena jika dilihat jumlah ABH dengan kondisi LPKA yang ada tidak
sesuai bahkan tidak bisa menampung keseluruhan jumlah ABH yang ada di kota
Samarinda Khususnya. Bila perlu membangun LPKA lagi di wilayah samarinda
karena merupakan ibukota kaltim dengan bangunan yang lebih besar sehingga dapat
menampung semua ABH yang ada sehingga mereka tidak merasakan penjara yang
sama dengan orang dewasa.LPKA yang nantinya jika dibangun juga harus
11 | P a g e

terlengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat
mengakomodasi segala aktivitas.
5. Selain masalah kekerasan anak, hal lain yang terjadi terkait perlindungan anak di
Kota Samarinda yaitu mengenai kurangnya ruang terbuka yang ramah anak seperti
taman bermain.Idealnya untuk ruang terbuka yang ramah anak seperti taman untuk
wilayah Kota Samarinda minimal satu kecamatan memiliki satu ruang terbuka atau
lebih banyak. Taman akan lebih baik tentu dengan fasilitas yang lengkap dan
memadai.
6. Pihak dari pemkot juga diharapkan dapat bekerjasama dengan Dinas pendidikan yang
ada di wilayah kota untuk menyediakan guru pembimbing buat ABH yang ada di
lapas sehingga mereka juga dapat melanjutkan sekolahnya walaupun dalam lapas dan
mendapatkan ilmu yang akan berguna untuk masa depannya.
7. Membangun rumah aman bagi anak korban kekerasan yang digunakan sebagai
tindakan pertama dalam memberikan rasa aman bagi anak korban kekerasan.
8. Untuk orangtua atau masyarakat yang kurang peduli dengan pelaksanaan penanganan
perlindungan anak, sebaiknya pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kota Samarinda, dan P2TP2A Kota samarinda, serta Dinas Sosial
Kota Samarinda bersama organisasi sosial dalam masyarakat memberikan
pemahaman atau himbauan kepada orangtua atau masyarakat melalui sosialisasi,
kampanye di media sosial ataupun melalui pemasangan poster-poster bahwa betapa
penting peran dari orangtua atau masyarakat untuk ikut mendukung perlindungan
anak dari tindak kekerasan dan diskriminasi, mengingat anak sebagai generasi masa
depan keluarga, agama, bangsa dan negara.
9.
D. KESIMPULAN

Kesimpulan mengenai implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10
Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut
1. Implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang
Perlindungan Anak secara umum sudah berjalan dengan cukup baik sebab segi
komunikasi dan struktur birokrasi sudah berjalan dengan baik. Namun dari segi
sumberdaya dan komitemen masih mengalami hambatan.
2. Dari segi komunikasi, implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10
Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak sudah dilaksanakan dengan baik yang

12 | P a g e

dibuktikan dengan diadakannya sosialisasi ke masyarakat melalui Kecamatan, dan
Kelurahan serta dilakukan ke sekolah-sekolah mengenai perlindungan anak.
3. Dari segi sumberdaya, implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor
tentang Perlindungan Anak sudah dilaksanakan dengan cukup baik karena
ketersediaan sumberdaya manusia secara kuantitas sudah cukup memadai namun dari
segi kualitas masih kurang dalam hal penyampaian informasi mengenai perlindungan
anak. Sedangkan untuk sarana dan prasarana atau fasilitas juga belum tersedia dengan
baik dalam mendukung penanganan perlindungan anak, termasuk ketersediaan
anggaran yang minim dalam melaksanakan penyampaian informasi mengenai
penanganan perlindungan anak.
4. Dari segi disposisi (komitmen pelaksana), implementasi Peraturan Daerah Kota
Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak dapat dikatakan cukup
berjalan dengan baik karena para pelaksana bekerja sesuai dengan visi dan misi yang
terbagi ke dalam tugas pokok dan fungsi yang dimiliki oleh masing-masing para
pelaksana yang berdasarkan pada Undang-undang perlindungan anak. Para
implementor kebijakan atau program juga memiliki komitmen yang baik kepada
Walikota sebagai pimpinan untuk membantu dalam mewujudkan Samarinda sebagai
5.

Kota Layak Anak walau masih terhambat dari kurangnya dukungan dari masyarakat.
Dari segi struktur birokrasi, implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor
10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak dapat dikatakan sudah berjalan dengan
baik karena implementor kebijakan/program perlindungan anak bekerja sesuai dengan
Standard Operating Procedure (SOP) dan tetap saling koordinasi dalam penanganan
perlindungan anak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki oleh para
pelaksana. Selain itu proses yang dilakukan cepat tanggap dan tidak berbelit-belit

dalam memberikan perlindungan anak.
6. Faktor penghambat implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun
2013 tentang Perlindungan Anak oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kota Samarinda antara lain belum tersedianya fasilitas Rumah
Aman bagi anak korban kekerasan yang digunakan sebagai tindakan pertama dalam
memberikan rasa aman bagi anak korban kekerasan, belum memadainya anggaran
untuk pelaksanaan perlindungan anak karena ketersediaan anggaran tidak sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan, serta kurangnya dukungan dari orang terdekat
dalam pelaksanaan perlindungan anak.

13 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Gultom, Maidin. 2014, Perlindungan Hukum terhadap Anak, dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama.
Mulyadi, Deddy. 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Konsep dan Aplikasi
Proses Kebijakan dan Pelayanan Publik. Bandung:Alfabeta.
Suprihatini, Amin. 2009. Perlindungan terhadap Anak. Klaten: Cempaka Putih.
Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
14 | P a g e

Kebijakan Publik. Malang: Bayumedis publishing
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus,Jakarta: PT. Buku Seu
Wibawa, Samodra. 2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta:Graha Ilmu
Dokumen:
Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Daerah Kota
Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak

15 | P a g e