1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peristiwa Tutur Sastra Lisan: Pantun Dan Peribahasa Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka Kajian Sosiolinguistik

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pantun dan peribahasa adalah dua dari sekian banyak wujud prosa lama.

  Penggunaan pantun dan peribahasa masih sering ditemukan dalam acara-acara tertentu dan masih bertahan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang semakin modern. Pantun dan peribahasa berisi berbagai hal, baik mengenai kehidupan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan maupun manusia dengan dirinya sendiri. Mereka yang gemar berpantun dan berperibahasa dapat dikatakan memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dalam berpikir dan mengolah kata. Minangkabau merupakan salah satu suku yang sangat lekat dengan pantun dan peribahasa. Zaman dahulu masyarakat Minangkabau khususnya mereka yang tinggal di Sumatera Barat terbiasa menggunakan pantun dan peribahasa dalam kehidupan sehari-hari. Pada zaman modern ini, pantun dan peribahasa masih digunakan dalam adat upacara perkawinan Minangkabau yaitu

  

manjapuik marapulai (menjemput mempelai laki-laki untuk dibawa ke rumah

  mempelai perempuan) yang membuktikan masih hidupnya budaya pantun dan peribahasa di tengah masyarakat Minangkabau. suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki serta menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal walaupun budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia yaitu Melayu-Polinesia yang sub kelompoknya termasuk bahasa Malagasi (Madagaskar), Melayu (Malaysia), Indonesia, Formosa dan Filipina (Ohoiwutun, 2007: 30). Ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat Minangkabau merupakan bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya. Suku Minangkabau menolak penggunaan bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah dan lebih memilih menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar karena dianggap lebih universal. Berlatar belakang budaya Minangkabau dan berbahasa Melayu, novel Tenggelamnya Kapal Van der

  Wijck mengandung banyak pantun dan peribahasa yang patut untuk dikaji.

  Pantun dan peribahasa merupakan bagian dari sastra lisan. Sastra lisan bukanlah sesuatu yang baru. Sebelum dikenal sebagai sastra lisan dahulu para sastrawan lebih suka menyebutnya sebagai sastra lama, sastra tradisional ataupun sastra klasik dan sastra rakyat. Sastra lisan disampaikan secara lisan oleh seniman lisan baik melalui mulut ke mulut, dalam pertemuan atau bisa juga didendangkan menggunakan instrumen-instrumen musik. Sastra lisan dapat berupa pantun, mantra, syair, gurindam, peribahasa dan hikayat. Lord (1976: 3) menuliskan hasil penelitiannya bersama Parry bahwa sastra lisan adalah sastra yang dipelajari, lisan identik dengan sastra yang dilisankan, ada juga sastra lisan yang sudah dituliskan tetapi tidak menghilangkan identitas sebagai sastra lisan itu sendiri, misalnya pada lariknya, rumus tulisannya dan lain sebagainya. Adriyetti (2013: 78) menyimpulkan ciri-ciri sastra lisan adalah sebagai berikut:

  1. Ia ada atau wujud dalam pertunjukkan, dalam banyak kasus, diiringi dengan instrumen bunyi-bunyian, bahkan tarian.

  2. Unsur hiburan dan pendidikan dominan di dalamnya.

  3. Menggunakan bahasa setempat, bahasa daerah, paling tidak dialek daerah.

  4. Menggunakan puitika masyarakat bahasa itu.

  Tiap-tiap sastra lisan baik berupa pantun maupun peribahasa selalu mengandung peristiwa tutur. Peristiwa tutur adalah sebuah aktivitas berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer, 2004: 47). Dapat dikatakan bahwa dalam setiap proses komunikasi pasti terjadi juga peristiwa tutur atau peristiwa bahasa.

  Dalam mengkaji peristiwa tutur pantun dan peribahasa yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck digunakanlah suatu pendekatan yang membahas bahasa dengan konteks sosialnya yaitu pendekatan sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah ilmu tata bahasa yang digunakan di dalam interaksi sosial; cabang linguistik tentang hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (KBBI, 2008: 1332). Kridalaksana mengatakan bahwa variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial (dalam Pateda, 1987: 2). Istilah sosiolinguistik ini muncul pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie yang merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang terjadi dalam masyarakat, sedangkan linguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang menjadikan bahasa sebagai objek kajian. Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa melainkan dilihat dan didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia (Chaer, 2004: 3). Fishman (dalam Chaer 2004: 5) mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif. Jadi sosiolinguistik berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola- pola pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, latar pembicaraan.

  Penelitian ini menggunakan teori Hymes yang membedakan antara peristiwa tutur dan tindak tutur. Hymes berpendapat bahwa peristiwa tutur

  

(speech event) terjadi dalam sebuah konteks non-verbal. Hymes lebih lanjut

  membahas peristiwa tutur dan menunjukkan bahwa berbagai komponen harus disertakan dalam deskripsi etnografis komprehensif tindak tutur. Klasifikasi yang ia usulkan dikenal sebagai SPEAKING, setiap huruf dalam akronim tersebut adalah singkatan untuk komponen komunikasi yang berbeda yaitu,

1. Setting (waktu dan tempat)

   Participant (pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan) 3.

  Ends (tujuan) 4. Act (bentuk dan isi ujaran) 5. Key (nada dan cara penyampaian pesan) 6. Instrumentalities (jalur yang digunakan)

7. Norms of Interaction and Interpretation (norma/aturan dalam berinteraksi) 8.

  Genre (bentuk penyampaian).

  Berikut contoh peribahasa yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal

  Van der Wijck : Pantang pisang berbuah dua kali, pantang pemuda makan sisa!

  Peribahasa tersebut berdasarkan konteks sosial budaya menggambarkan bahwa kaum lelaki Minangkabau sangat tinggi marwah dan martabatnya sehingga pantang bagi mereka menikahi janda atau bekas suami orang.

  Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah novel bergenre roman karya

  Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal sebagai Hamka pertama kali dicetak pada tahun 1939 dan sudah dicetak ulang 27 kali hingga tahun 2003 yang diterbitkan oleh PT Bulan Bintang. Novel ini bercerita mengenai peliknya kehidupan Zainuddin dalam menggapai cinta sejatinya. Kesucian cinta mereka terhalang oleh adat istiadat masyarakat Minangkabau yang tidak mengizinkan pernikahan dengan yang tidak jelas sukunya, tidak beradat dan tidak jelas asal usulnya begitupun penghasilannya. Novel ini menjadi buku bacaan wajib pada era 60-an di Indonesia juga Malaysia dan kini telah difilmkan oleh RAM SORAYA dengan judul yang sama Tenggelamnya Kapal Van der Wijck.

  Kesuksesan film ini tidak terlepas dengan konten novelnya yang juga punya daya pikat tersendiri.

  Adat istiadat Minangkabau dengan segala pantun dan peribahasanya dalam menganjurkan, melarang, dan mengumpamakan suatu peristiwa pada novel

  

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menjadi topik menarik untuk ditelusuri dan

  dikaji lebih dalam lagi. Begitu juga dengan makna-makna yang terkandung dalam pantun dan peribahasa tersebut sebagai bukti kayanya khazanah sastra lisan Indonesia.

  1.2 Ru mus an Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini: 1.

  Apakah fungsi peristiwa tutur sastra lisan: pantun dan peribahasa yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka?

  2. Bagaimanakah makna sastra lisan: pantun dan peribahasa yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka?

  1.3 Batasan Masalah

  Penelitian ini menganalisis fungsi serta makna peristiwa tutur pantun dan peribahasa yang terdapat dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka.

  1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah: 1.

  Mendeskripsikan fungsi peristiwa tutur sastra lisan: pantun dan peribahasa yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka.

2. Menganalisis makna sastra lisan: pantun dan peribahasa yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka.

1.4.2 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini:

  1.4.2.1 Manfaat Teoretis:

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kajian sosiolinguistik yang pernah diteliti dan memperluas khazanah pengetahuan mengenai peristiwa tutur pantun dan peribahasa dari segi sosiolinguistik.

  1.4.2.2 Manfaat Praktis: 1.

  Menambah pengetahuan mengenai fungsi dan makna pantun atau peribahasa sebagai sastra lisan.

  2. Dapat dimanfaatkan oleh lawan tutur dalam memahami makna yang terkandung pada pantun dan peribahasa yang diucapkan penutur.

  3. Sebagai referensi mahasiswa dan masyarakat umum mengenai kajian sosiolinguistik terhadap pantun dan peribahasa.