EVALUASI PEMBANGUNAN DESA Oleh Imam Radi
EVALUASI PEMBANGUNAN DESA
Oleh
Imam Radianto Anwar Setia Putra1
Abstrak
Kajian pembangunan wilayah selalu menarik untuk ditulis, kebijakan
pembangunan desa di indoensia sudah terjadi perubahan yang cukup
baik, tetapi masih saja terdapat tantangan dalam pelaksanaan
pembangunan, mulai dari pelaku/aktor pelaksana kebijakan sampai
capian program yang dilaksankan di desa. Tulisan ini, menggunakan
metode Goal Free Evaluation Model dengan didukung evaluasi sumatif
dengan pertimbangaan kebijakan pembangunan masih berjalan sampai
saat ini dengan teknik analisi isi. Politisasi pengelolaan dana desa pada
tingkat kabupaten/kota yang terbentuk akibat dari transfer tidak
langsung Rekenig Kas Desa, melainkan terlebih dulu singgah di Rekening
kas umum daerah RKUD dari Rekening Kas Umum Negara. Pengawasan
yang masih rendah dalam pengelolaan dana desa ditingkat daerah
ditambah dengan praktek pemanfaatan dana desa yang masih berpihak
penuh dalam pemberdayaan masyarakat.
Kata kunci: Dana desa, kebijakan pembangunan desa, Evaluasi
Pendahuluan
Pemerataan pembangunan masih menjadi isu seksi dalam target
pemerintahan. Dengan membandingan pembangunan antara Kawasan
Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), persebaran
daerah tertinggi sebesar 84,42 persen dari 122 jumlah daerah
tertinggal dan 49,76 persen dari jumlah seluruh kabupaten di
Indonesia. Sebanyak 103 kabupaten dikategorikan sebagai daerah
tertinggal yang terdapat di KTI. (Rencana Strategis (Renstra) Direktorat
Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019).
Isu pembangunan menjadi penitng mengingat pembangunan
menghasilkan
suatu
pertubuhan
dan
perubahan
terencana,
Pembangunan menurut Sondang P. Siagian (2008: 4) adalah suatu
usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana yag dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Hal
ini, menjelaskan bahwa pembangunan didesa yang menjadi salah satu
punggung pembangunan daerah, dimana desa menjadi bagian bagi
geografis ataupun kefungsian dari wilayah kabupaten itu sendiri.
Sesuai dengan pendapat Saeful hakim, dkk (2002) wilayah adalah satu
kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan
secara fungsiona, dengan demikian mempertegas desa turut berperan
dan menjadi penyokong keberhasilan pembangunan pada wilayahnya.
Pembangunan desa menjadi pengungkit pembangunan dengan
target capaian yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
1
Peneliti Muda pada BPP Kemendagri & Kepala Subbagian Kerjasama Litbang Hukum, dan PUU
Korespondensi [email protected]
Menengah Nasional (RPJMN) yang memiliki dua sasaran yaitu 1)
Penurunan desa tertinggal -- s.d. 5.000 desa tertinggal 2). Peningkatan
desa -- Paling sedikit 2.000 desa mandiri (Buku I Agenda Pembangunan
Nasional. hal 5 -11, 2014). Target tersebut menjadi ukuran dalam
pencapaian nawacita membangun indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan. Target tersebut didukung dengan pengalokasian anggaran
dana desa dalam tabel Roadmap Alokasi Dana Desa 2015-2019
sebagai berikut:
Sumber: Paparan Kebijakan dana desa dan Alokasi Dana Desa (Kemenkeu), 2016
Selain itu, tergambar dari capaian target pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN tahun 2015-2019
yang menitikberatkan pembangunan desa dengan pengelontoran dana
desa dari APBN langsung dengan Besaran dana desa diatur setiap
tahunya dengam melihat londisi kemampuan keuangan Negara pada
setiap tahun anggaram yang disiapkan dari tahun 2015 -2019 dimana
Besaran dana desa yang dialkoasikan cendrung meningkat disetiap
tahunnya, dimana pada tahun 2017 mencapai pembiayaan sebesar Rp.
1.095.700.000,- rata-rata per desa,
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan
Transmigrasi nomor 2 tahun tentang Indeks Desa Membangunan
secara nasional diperoleh dari indeks rata rata nasional adalah 0,5662.
Indeks sebagai alat ukur dalam melihat keberhasilan pembangunan
desa dengan berujuan untuk menlihat tingkat kemandirian Desa
secara nasional. Dari hasil yang didapat tatus Desa Tertinggal bila
dibandingkan dengan batas ambang batas status tertinggal (≤
0,5989). Sehingga menghasilkan penilaian yaitu:
1
a. mayoritas Desa di Indonesia didominasi oleh Desa Tertinggal (Desa
Pra-Madya). Untuk Desa Tertinggal (Desa Pra-Madya) berjumlah
33.592 Desa (46%) dan
b. Desa Sangat Tertinggal (Desa Pratama) berjumlah 13.453 Desa
(18%).
c. Sedangkan jumlah Desa memiliki status Desa Mandiri (Desa
Sembada) terdapat 174 Desa (0,24%), sementara
d. Desa Maju (Desa Pra-Sembada) adalah 3.608 Desa (5%) dan
e. Desa Berkembang (Desa Madya) 31% atau 22.882 desa.
Terget peningkatan status desa tersebut terus diupayakan oleh
pemerintah, dengan menyiapkan berbagai bentuk program yang
disesuaikan dan diatur oleh pemerintah pusat dalam kerangka
kebijakan. Prioritas penggunaan Dana Desa difokuskan pada
pembangunan fisik di bidang pendidikan, kesehatan, sarana,
prasarana, dan energi. (Permendes No. 22 Tahun 2016 tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017). Pembangunan fisik
berimplikasi
kepada
penyusunan
rencana
proyek
beserta
anggarannya.
Pada pelaksanaanya, pengelolaan dana desa masih terus selalu
disempurnakan guna menghasilkan kinerja pembangunan desa yang
efektif. Tantangan dan kendala dalam pengimplementasian kebijakan
tersebut juga ditemui, semenjak bergulirnya kebijakan tersebut.
Terdapat beberapa isu strategis pengelolaan (transfer) dana desa yang
berhasil dirangkum yaitu:
1
.
BERTAHAP VS
SEKALIGUS
2
.
MELALUI
LEBIH BAIK MELALUI RKUD
RKUD
VS •
Sesuai UU No 6/2014 Dana Desa adalah dana yang
LANGSUNG
bersumber dari APBN, yang ditransfer melalui APBD
KE RKD
kab/kota
•
Desa
mempunyai
hak
untuk
mengelola
kewenangannya diikuti pendanaannya, namun tetap
perlu mendapat supervisi dari level pemerintah di
atasnya
•
Ke depan, jumlah dana yang mengalir ke desa akan
semakin besar, kapasitas SDM dalam pengelolaan
keuangan desa belum cukup memadai.
PROPORSI
LEBIH BAIK PROPORSI 90:10
90:10
VS •
Prinsip pengalokasian Dana Desa secara merata
3
.
LEBIH BAIK BERTAHAP
•
Mengurangi
Dana
Idle, pada Tw I proses
pembangunan masih dalam proses persiapan dan
kebutuhan pembayaran terbesar (80%) diperkirakan pada
bulan April-Agustus
•
Cash
Management,
penyaluran
berdasarkan
kebutuhan kas di desa dan mengurangi beban Kas Negara,
karena diawal tahun pemerintah juga harus menyalurkan
transfer ke daerah lainnya.
•
Prinsip Hati-Hati, Selain Dana Desa, Desa juga
mengelola sumber-sumber pendapatan lain (ADD, BH PDRD
dll). Agar sumber pendanaan yang besar tersebut tdk
kontrapruduktif, perlu diberikan secara bertahap
2
FORMULA
MURNI
dan adil sesuai UU 6/2014
•
Stabilitas, berdasarkan simulasi proporsi 90: 10
menunjukkan rasio perbedaan antara desa penerima
terkecil dan terbesar, paling kecil.
•
Berdasarkan
simulasi,
proporsi
90:10
msh
mengindikasikan kebutuhan dana APBN terendah jika
dikaitkan dengan Dana Desa minimal Rp1-1,4
miliar/desa.
Sumber: Data dioleh, Kementerian Keuangan, 2016
Terdapat tiga racangan pola peroses pengelolaan transfer dana
desa dengan memperhatikan kemampuan dan kapasitas dana desa,
dengan ketiga pola tersebut masih terdapat tantangan yang dihadapi
pemerintah desa untuk dapat siap tepat waktu dalam pemerosesan
dan penyerapan dana desa tersebut dengan juga memperhatikan
kebutuhan pendanaan ayng diterima oleh desa-desa yang memiliki
proporsi serapan dana tersebut.
Selain itu juga ditemukan permasalahan pada kerangka proses
penyaluran dan penggunaan dana desa yang dirasa kurang tepat dan
pada akhirnya membawa dampak pada pembanugunan desa. Evaluasi
penyaluran dan penggunaan dana desa dilakukan dengan
menghasilakan beberapa permasalah yaitu (Kemenkeu, 2016):
1. Evaluasi
Penyaluran Dana desa, terdapat keterlambatan dan
rendahnya penyaluran Dana desa dari Kabupaten/kota ke desa:
a. Sebagian Daerah belum memasukkan Dana Desa dalam APBD
induk.
b. Sebagian Dearah
terlambat menetapkan
Perbup/perwali tentang pengalokasian Dana Desa per Desa.
c. Sebagian daerah harus merubah penetapan alokasi Dana Desa
per desa karena jumlah desanya berbeda dengan yang
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.
d. Sebagian Daerah terlambat menetapkan Perbup/Perwali
tentang Pedoman pengalolaan Keuangan Desa dan
tentang pengadaan barang/jasa di Desa.
e. Sebagian Daerah menambahkan persyaratan penyaluran
Dana Desa dari RKUD ke Rekening Kas Desa, berupa
dokumen RPJMDes dan RKPDes, yang semakin menyulitkan
bagi desa untuk segera menerima Dana Desa.
f. Sebagian daerah memeriksa dokumen pertanggungjawaban
Dana Desa sebagai syarat penyaluran tahapan.
g. Terdapat daerah belum berani menyalurkan Dana Desa ke
Desa dan sebagian desa belum berani menggunakan dana desa
karena belum ada pendamping desa.
h. Sebagian Desa belum menyetapkan APBDesa.
i. Kekhawatiran perangkat desa terjerat kasus hukum.
2. Evaluasi Penggunaan Dana Desa, yaitu:
a. Masih terdapat penggunaan Dana Desa di luar prioritas
penggunaan.
3
b. Pekerjaan konstruksi dilakukan seluruhnya oleh Pihak Ketiga.
c. Hasil pengadaan tidak dapat digunakan/dimanfaatkan.
d. Pengeluaran Dana Desa tidak didukung dengan bukti yang
memadai.
e. Kelebihan perhitungan volume RAB.
Kebijakan dan penganggaran menjadi instrument dalam
mendukung pembangunan desa saat ini. Melalui kebijakan yang
dikeluarkan untuk penggelolaan dana desa, pemerintahan desa dan
pemberdayaan masyarakat menjadi satu kesatuan yang saling
bersinergi dan saling mendukung guna keerhasilan Pembangunan desa
tersebut
Instrument pendukungnya berupa kebijakan dan penganggaran
guna mendukung keberhasilan dan pencapaian target-target
pembangunan itu sendiri. Dipahami Kebijakan publik/pemerintah
merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan
(termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat
oleh badan atau pejabat pemerintah (Dunn, 2003). Pemerintahan
memiliki pernan utama menentukan arah dalam pelaksanaan
pembangunan dengan merumuskannya dalam sebuah norma
peraturan yang dibuat dan ditetapkan sendiri guna dilaksanakan oleh
para pemangku kepentingan, sehingga hal ini sangat dibutuhkan guna
pelaksanaan pembangunan.
Selanjunya guna memepertegas kebijakan sebagai sebuah
tiidakan yang ditepakan baik dalam aturan yang mengikat atau
peraturan perundan-undangan seperti disampaikan oleh (Nugroho R,
2003) kebijakan public adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan
bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya.
Guna kelancaran pembangunan tersebut peran-peran para pemangku
kepentingan sangat diperlukan menciptakan kebersamaan dan
kesinambungan dalam pembangunan tersebut.
Tidak berhenti pada kebijakan saja, pengganggaran menjadi hal
yang sangat penting dan dibutuhkan sebagai instrument dalam
terwujudnya pembangunan serta menjamin keberlangsungan suatu
program yang ditetapkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Seperti yang disampaikan, Mardiasmo (2004: 63) mengungkapkan
pentingnya Anggaran sektor publik karena beberapa alasan berikut:
a. Anggaran merupakan alat pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan, dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan
masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan
sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena
adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources),
pilihan (choice), dan trade offs.
c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadap rakyat. Pembangunan social dan
ekomomi diharapkan menghasilkan penignkatan kualitas hidup dan
mendorong terciptanya kesinambungan didalamnya.
4
Kebijakan dan penaggaran menjadi hal yang penting dalam
mendukung pelaksanaan berbagai kegiatan guna mewujudkan
capaian-capian yang ditetapkan dalam pembangunan desa khusunya.
Berbagai regulasi sudah ditetapkan baik itu berupa Undang-undang
sampai dengan peraturan menteri sebagai pedoman teknis bagi para
pelaksana dilapangan. Dana desa merupakan kebijakan pemerintah
pusat dalam mendorong perubahan dan pertumbuhan di desa.
Kebijakan penggunaan Dana desa setiap tahunya diarahkan oleh
pemerintah pusat dengan mengunakan peraturan menteri guna
mengarahkan pelaksanaan pertumbuhan desa.
Permasalahan
penggaran
terutama
terkait
dengan
bentuk/mekanisme pengelolaan dana desa serta penetapan kerangka
pembangunan yang ditetapakan oleh pemerintah pusat menjadi
simpul bahasan dalam evaluasi pembangunan desa ini, dimana
kebijakan pembangunan dan penmanfaatan dana desa sudah berjalan
beberapa tahun terakhir ini. Untuk selanjutnya, guna mendapatkan
gambaran deskriptif dalam pelaksanaan pembangunan desa.
MELAKUKAN EVALUASI PROGRAM
Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan
Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 5), evaluasi program adalah upaya
menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan. Evaluasi yang dilakukan harus memberikan manfaat guna
pengambilan keputusan yang dapat mendukung pelaksanaan suatu
program. Selanjutnya Anderson (dalam Arikunto, 2004: 1) memandang
evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai
beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya
tujuan. Mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanan proses yang
dilakukan guna pencapian tujuan program tersebut. Dengan demikian,
Tujuan utama penelitian evaluasi adalah mengukur efek melalui
perbandingan dengan tujuan, dan dipersiapkan untuk berkontribusi
terhadap
pengambilan
keputusan
tentang
program
serta
menyempurnakan program di masa akan datang. (Shadish, Jr dkk,
1991)
Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutib oleh Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 40), membedakan
model evaluasi menjadi delapan, yaitu:
a. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.
b. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
c. Formatif-Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael
Scriven.
d. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
e. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
f. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi
dilakukan.
g. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam. h.
Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.
Menarik untuk dijadikan kerangka analisis dalam evaluasi
pembangunan desa ini yang menekankan pada dua komponen yaitu
kebijakan dan pengaggaran dana desa sebagai alat untuk mewujudkan
5
keberhasilan model Goal Free Evaluation, Scriven mengemukakan
bahwa dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu
memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu
diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya
(kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilanpenampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal
yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak
diharapkan). Scriven menekankan bahwa evaluasi itu adalah
interpretasi Judgement ataupun explanation dan evaluator adalah
pengambil keputusan dan sekaligus penyedia informasi. Dengan
demikian ia membedakan antara “Goal of evaluation dan role of
evaluation” .
Penerapan model goal free Evaluation nantinya dapat
mendeskripsikan kinerja program yang terjadi hingga saat ini dengan
evaluasi formatif dari Scriven, Evaluasi formatif digunakan untuk
memperbaiki program selama program tersebut sedang berjalan.
Caranya dengan menyediakan bahan tentang seberapa baik program
tersebut telah berlangsung. Melalui evaluasi formatif ini dapat
dideteksi adanya ketidakefisienan sehingga segera dilakukan revisi.
(Yusuf Farida T, 2008).
Penggunaan
model
evaluasi
tersebut
menjadi
bentuk
penganalisisan terhadap pembangunan desa yang dilihat dari dua
dimensi yang dijelasakan sebelumnya dengan pemilihan teknik analisis
isi (content analysis). Hal tersebut dilakukan, untuk mensarikan
berbagai informasi baru terkait dengan perkembangan pengelolaan
dana desa
2
KEBIJAKAN DANA DESA
Kebijakan pembangunan desa tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber
dari APBN, Pasal 1, ayat 2 : Dana Desa adalah Dana yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan
bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Kabupaten/Kota
dan
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintahan,
pelaksanaan
pembangunan,
pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya pada PP yang sama Pasal 6 disebutkan bahwa Dana Desa
tersebut ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya
ditransfer ke APB Desa.
Pengelolaan dana desa diatur menggunakan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalolkasian,
penyaluran, penggunaan, pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.
Dengan mekanisme pelaskanaan transfer yang dipilih guna
mendukung pembangunan desa. Mekanisme tersebut dibagi kedalam
dua tahapan sesuai dengan pasal 14, transfer dilakukan dari rekenig
kas umum Negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD)
dengan dilanjutkan kepada Rekening Kas Desa dengan persaratan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2
https://bangfajars.wordpress.com/2010/05/26/model-evaluasi-scriven/ : Model Evaluasi Scriven
6
Mekanisme transfer tidak langsung tersebut memiliki tantangan
tersendiri dalam mendukung pembangunan di desa. Berbagai
kepetingan diditeksi menghingapi pelaksanaan teransfer antar
rekening kas tersebut. Seperti yang disampaikan pada paragraph
dibawah ini.
Direktur Eksekutif Sekretariat Pemberdayaan Desa,
Iwan Sulaiman Soelasno mengatakan, ada banyak evaluasi
dari pelaksanaan penyaluran dana Desa pada tahun 2015.
Problem yang paling mengemuka adalah terhambatnya
penyaluran dana Desa di tingkat Kabupaten dan Kota.
Akibatnya, program pembangunan dan Pemberdayaan Desa
menjadi terhambat juga. Sekalipun dana desa disalurkan
langsung ke rekening kas desa, menurutnya pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota tetap melakukan supervisi
administrasi pemerintahan kepada perangkat pemerintah
desa sebagaimana yang telah diatur dalam UU Desa. "Dan
dana desa yang disalurkan langsung ke rekening desa akan
meminimalisir politisasi dana desa oleh pemerintah
kabupaten dan kota.3
Permsalahan datang dari sisi kepentingan politik penyelenggara
npemerintah daerah Kabupaten/Kota, dengan melakukan alasan
pembenaran terhadap ketertiban administrasi yang belum lengkap
disiapkan oleh pemerintah desa. Dengan transfer dana terlebih dahulu
ke kabupaten/kota, pemerintah daerah tersebut memiliki kuasa penuh
dalam mengatur kepetingan daerah kepada pemerintah desa. Menurut
Bowman C. Kearney (2003) terdapat empat pelaku dalam proses
penganggaran yaitu Kelompok kepentingan, agenda dinas, kepala
eksekutif dan badan legislatif, kelompok kepentingan melaksanakan
testimony atau kesaksian pada budget hearing dan memberikan
tekanan kepada tiga pelaku lainnya untuk mendukung kebijakan dan
program yang diinginkan. Ada agenda dibelakang tersembunyi ditiap
transfer yang dilakukan oleh para aktor pengelola dana desa ditingkat
pemerintahan daerah.
Dana desa menjadi terhambat penyalurannya, dengan peran
yang berlebih dari para aktor pada tingkat kabupaten/kota sebagai
tempat singgah dalam pendanaan sekaligus sebagai aktor dalam
pengawasan dana desa tersebut, sehingga terdapat bentuk usulan
baru dalam mekanisme baru dana desa yang langsung dari RKUN ke
RKD. Usulan mekanisme tersebut menjadi suatu hal yang dapat
dipertimbangankan dengan terlebih dahulu melihat seberapa besar
jumlah daerah yang memiliki kasus yang serupa seperti yang terjadi
diinofmasikan tersebut.
Kasus tersebut merupakan prilaku dalam implementasi kebijakan
yang mendorong terjadinya disfungsi kewenangan di dalamnya. Aktor
didalamnya memanfaatkan ruang-ruang yang kosong (tidak diatur)
dalam kebijakan, sehingga memperlambat berbagai alur pelaskanaan
dilapangan. Wildavsky dan Caiden (2004) penganggaran merupakan
3
http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/01/04/52233/25/25/2016-Pemerintah-Harus-Transfer-Dana-Desa-Langsung-
ke-Kas-Desa : 2016 Pemerintah Harus Transfer Dana Desa Langsung ke Kas Desa.
7
proses dimana bermacam-macam orang atau kelompok kepentingan
mengekspresikan
keinginankeinginan
berbeda
dan
membuat
keputusan yang berbeda. Pengelolaan keuangan menjadi isu sentitif
dan seringkali dimanfaatkan dan dipolitisasi oleh kelompok tertentu
untuk dapat menekan ataupun memaksakan sesuatu hal yang bukan
merupakan tuntutan dalam kebijakan yang ditetapkan.
Sekalipun pemerintah pusat telah mengsimplifikasi tata laksana
adminsitrasi penyaluran dana desa, masih juga hambatan yang sama
tetap terjadi dan walhasil pembangunan desa tidak tepat sasaran dan
tidak memenuhi target pembangunan desa. Seperti yang disampaikan
dalam kutipan bertia dibawah ini.
Keputusan Pemerintah yang memangkas persyaratan
administrasi dan birokrasi sudah tepat. Namun alangkah
baiknya jika Pemerintah mau menyalurkan dana itu dari
pemerintah pusat ke desa secara langsung. Dikarenakan
dana
desa
yang
tersalurkan
lewat
pemerintah
kabupaten/kota rawan dijadikan lahan korupsi. Selain itu
dana itu rawan disalahgunakan oleh pihak kabupaten untuk
pembangunan infrastruktur yang tidak tepat sasaran dan
tidak menaungi pembangunan desa itu sendiri4
Evaluasi capat dan tanggap dari pemerintah menghasilkan
kebijakan untuk memangkas jalur administrasi, tapi sayangnya hal
tersebut tidak menyelesaikan permasalahan utama dalam pengelolaan
dana desa. Keluhan adanya “ganguan” dari pelaksanaan transfer
tersebut masih tetap berlangung dalam pengelolaan dana desa.
Sementara itu, pemerintah desa mengingikan transfer langsung dari
RKUN ke RKD. Lewat pemelintiran politik dan korupsi politik (Porta,
1996) bisa saja agenda publik yang sudah dengan susah payah digelar
rapi sejak di tingkat desa akan mudah dikebiri dan dikalahkan oleh
agenda institusional yang penuh muatan politik. Hal ini menjadi
permasalahan dalam implementasi kebijakan pengelolaan dana desa.
Berbagai kebijakan yang sudah disusun oleh desa dalam mencapai
target pembangunan desa menjadi bergeser sedikit agendanya guna
memenuhi kebutuhan pembangunan kabupaten/kota.
Adanya perlakuan demikian terhadap pengelolaan dana desa
dari paihal kabupaten/kota dimana tempat anggaran tersebut singgah
sebentar, maka anggaran sebagai intrumen pembangunan yang
dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan keterbatasan sumberdaya,
pilihan sector pembangunan, dan trade ofs yang pada akhirnya
menghasilkan capian pembangunan social dan ekomomi guna
peningkatan
kualitas
hidup
dan
mendorong
terciptanya
kesinambungan didalamnya dirasakan makin jauh untuk dapat
terwujud dengan sesegera mungkin.
Pemilihan metode transfer pendanaan desa menjadi area kritis
guna mendukung pembangunan desa di Indonesia saat ini. Hal itu,
menjadi pertimbangan kedepanya dalam penetapan kebijakan
pengelolaan dana desa. Apa yang sudah terjadi saat ini, menjadi
rumusan permasalahan untuk menyiapkan kebijakan anggaran yang
4
http://www.kompasiana.com/wiratama_adi_nugraha/dana-desa-implementasi-masalah-sertasolusi_56795a2906b0bdf104cb839a : Dana Desa: Implementasi, Masalah, serta Solusi
8
lebih baik lagi bagi pembangunan desa. Juga menjadi perhatian dalam
penetapan kebijakan yang berkesinambungan dalam pengelolaan dana
desa yang mennopang pembangunan desa dengan sinergitas
pembangunan di dalam satu kawasan atau wilayah di kabupaten/kota
PEMILIHAN SASARAN CAPAIAN PADA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
DESA
Penetapan arah pembangunan desa yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat dengan menggunakan Peraturan Menteri yang
membidangi desa, menjadi hal menarik untuk di evaluasi. Apakah
kebijakan pembangunan yang bersifat top-down dan Bottom-Up
memberikan
hasil/capaian
peningkatan
yang
baik
dalam
pembangunan desa di Indonesia. Todaro (2000) melalui pembangunan
dapat dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efesien dan
efektif serta dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan
sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
Seperti yang tertuang dalam pendahuluan hasil evaluasi DJPKKemenkeu dan yang bukan menjadi prioritas pembangunan desa.
Sebagaimana sasaran pembangaunan tersebut disesuaikan dengan
karakteritik desa yang sudah diidentifikasi terlebih dahulu dalam
Indeks Desa Membangun 2015
No
1.
Tingkatan Desa/
Jumlah Desa
Untuk
Desa
Tertinggal
(Desa
Pra-Madya)
berjumlah 33.592 Desa
(46%) dan
Desa Sangat Tertinggal
(Desa Pratama) berjumlah
13.453 Desa (18%).
2.
Desa Berkembang (Desa
Madya) 31% atau 22.882
desa.
3.
Sedangkan jumlah Desa
memiliki
status
Desa
Mandiri (Desa Sembada)
terdapat
174
Desa
(0,24%), sementara
Desa Maju (Desa PraSembada) adalah 3.608
Desa (5%)
Sasaran capaian Pembangunan
Desa
tertinggal
dan/atau
sangat
tertinggal,
mengutamakan
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat yang berorientasi pada membuka
lapangan kerja dan atau usaha baru, serta bantuan
penyiapan infrastruktur bagi terselenggaranya kerja
dan usaha warga atau masyarakat baik dari proses
produksi
sampai
pemasaran
produk,
serta
pemenuhan kebutuhan atau akses kehidupan
masyarakat desa;
Desa berkembang, memprioritaskan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas kerja dan atau proses
produksi
sampai
pemasaran
produk,
serta
pemenuhan kebutuhan atau akses modal/fasilitas
keuangan;
Desa maju dan atau mandiri, mengembangkan
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang visioner
dengan menjadikan desa sebagai lumbung ekonomi
atau kapital rakyat, dimana desa dapat menghidupi
dirinya sendiri atau memiliki kedaulatan ekonomi,
serta mampu mengembangkan potensi atau
sumberdaya ekonomi atau manusia dan kapital
desa secara berkelanjutan.
Sumber: data dioleh dari berbagai sumber, 2017
Target capaian pembangunan pada setiap tingkatan desa yang
diukur dalam Indeks desa mambangun memiliki sasaran dengan
memperhatikan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh desa
tersebut, baik itu potensi sumber daya alam, manusia, dan prasarana
yang sudah tercipta sebelumnya. Hal tersebut, menjadi ukuran dalam
9
prioritas pembangunan di desa dengan pengalokasian dana
sudah ditetapkan. Sampai dengan tahun 2016 dana desa
untuk pembangunan fisik dengan persentase yang cukup
direncanakan kedepannya pembangunan desa tersebut
pada pemberdayaan masyarakat:
desa yang
diarahkan
besar dan
mengarah
Rapat terbatas bersama Presiden terkait percepatan
pembangunan desa, Menteri Desa PDTT juga menyampikan
fokus pada tahun sebelumnya dana desa banyak
dialokasikan untuk infrastruktur sarana dan prasarana desa,
keseluruhan hampir 29,51 triliun atau 81,14 persen.
Sementara untuk pembangunan SDA dan lingkungan
berkelanjutan 0,90 triliun atau hanya 0,25 persen. Untuk
pemberdayaan masyarakat 2,58 triliun atau hanya 7,10
persen.5
Besarnya pendanaan fisik tersebut memancing pemerintah desa
untuk mencari strategi dalam pelaksanaan pembangunannya,
sehingga
kurang
memperhatikan
keterlibatan
masyarakat
pelaksanaannya. Dengan masih banyak ditemuai penggunaan dan
pemanfaatan dana desa yang memprioritaskan pada pembangunan
fisik yang dikerjakan oleh pihak ketiga. Menurut Mashoed (2004: 1213) salah satu program pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan
dengan perbaikan fisik lingkungan (prasarana) pemukiman kampung,
meliputi antara lain perbaikan jalan lingkungan, saluran, fasilitas
persampahan, dan MCK umum. Sayangnya pekerjaan masih diberikan
pada pihak ketiga dan kurang memberdayakan masyarakat.
Salah satu kerangka acuan yang wajib dipenuhi
dalam pengelolaan dana desa, termasuk tidak mempihak
ketigakan
terutama
pembangunan
fsik.
“Untuk
meningkatkan
kesejahteraan
serta
kualitas
hidup
masyarakat, setiap kegiatan yang sudah direncanakan
melalui Anggaran
Pendapatan
Belanja
Desa (APBDes)
hendaknya melibatkan masyarakat desa. Sehingga dengan
demikian masyarakat merasa dilibatkan dalam setiap
pemanfaatan anggaran maupun proses pengawasan,”6
Pembangunan
dengan
melibatkan
masyarakat
secara
menyeluruh menjadi penekanan dalam pemanfaatan dana desa,
dengan demikian masyarakat memiliki rasa tanggung jawab untuk
menjaga serta memelihara prasarana fisik yang dibangun bersamasama dengan pemerintah desanya. Manfaat selanjunya juka dikerjakan
oleh masyarakat terjadi tambahan perputaran uang dalam wilayah
tersebut yang turun dari pemerintah pusat. Sedangkan menurut
Suhendra (2006: 86) menyatakan “Masyarakat yang berdaya akan
mampu dan kuat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, mampu
5
http://www.nu.or.id/post/read/76560/rp60-triliun-dana-desa-2017-untuk-infrastruktur-dan-produktivitas-ekonomi ; Rp60
Triliun Dana Desa 2017 untuk Infrastruktur dan Produktivitas Ekonomi
6
http://beritatotabuan.com/2016/08/pengelolaan-dana-desa-tidak-bisa-diserahkan-ke-pihak-ketiga/ : Pengelolaan Dana Desa
Tidak Bisa Diserahkan ke Pihak Ketiga
10
mengawasi jalannya
pembangunan”.
pembangunan
dan
juga
menikmati
hasil
Dana desa lebih banyak untuk infrastruktur, ada
sekitar
90
persen.
Tujuannya
agar
meningkatkan
pertumbuhan di desa. Sedangkan untuk tahun depan lebih
banyak untuk pemberdayaan," kata Eko dalam acara dialog
Rembuk Desa Nasional, di Jakarta, 7
Perubahan capaian sasaran pembangunan desa dengan
pemanfaatan dana desa juga didesain guna meningkatkan keterlibatan
masyarakat secara aktif melalui pemberdayaan. Hal tersebut didorong
dalam pelaksanan pembangunan desa pada tahun 2017, sehingga
nantinya masyarkat difasilitasi untuk membuka lapangan usaha
dengan pemberian berbagai keterampilan dan pembukaan berbagai
pelauang usaha yang dilakukan bersama dengan pemerintah desa.
Perubahan
capaian
pembanguan
tersebut
mendorong
terciptanya pembangunan secara sinergi dengan menekankan pada
azaz pembangunan yang ada. Tjokrowinoto (1999:35) yaitu teori
pembangunan
yang
terdapat
3
azaz
dalam
pelaksanaan
pembangunan, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas
kekuatansendiri, (3) azas pemufakatan bersama. Untuk itu,
pembangunan tersebut hanya melulu pembanguann fisik dan ekonomi
tetapi pembanguann manusia juga menjadi sasaran pada setiap upaya
yang dilakukan untuk menciptakan dan mengembangakan hal yang
lebih baik dari pada sebelumnya.
Simpulan
Perlu ditinjau pergeseran bentuk transfer dana desa dengan
memperhatikan juga peningkatan pengawasan transfer dana desa
guna kelancaran pemanfaatan dana desa dalam pembangunan.
Kebijakan pembangunan fisik yang dilakukan sampai dengan saat
ini, belum banyak membawa perubahan yang nyata dan massif
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa sehingga perlu
melakukan reorientasi pada kebijakan pembangunan desa dengan
keterlibatan masyarkat secara utuh dan menyeluruh.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safrudin Abdul Jabar. 2009.
Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
Arikunto,
Suharsimi.
2004.
Prosedur
Penelitian:
Suatu
pendekatan Praktek. Bandung: Rineka Cipta.
7
http://www.beritasatu.com/investor/398062-mendes-2017-dana-desa-dipakai-untuk-pemberdayaan.html ; Mendes: 2017,
Dana Desa Dipakai untuk Pemberdayaan
11
Ann. O’m. Bowman dan Richard C. Kearney, 2003. State and
Local Government, The Essentials, Hought Mifn Company.
Boston New York.
Dunn, William N. (2003). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Farida Yusuf Tayibnapis, 2008. Evaluasi Program dan Instrumen
Evaluasi. Peneribit Rineka Cipta. hal.13 – 41
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi,
dan Evaluasi, Jakarta. Elex Media Komputindo
Porta, Della, Donatella, 1998. Actors in Corruption: Business
Politicians in Itali: Unesco.
Saefulhakim,
dkk.
2002.
Studi
Penyusunan
Wilayah
Pengembangan Strategis (Strategic Development Regions).
IPB dan Bapenas. Bogor.
Shadish, William R, Cook, Thomas D, Levitan Laura C. 1991.
Foundation
of
Program
Evaluation.
London:
SAGE
Publications
Siagian, Sondang P. 2008. Administrasi Pembangunan Konsep,
Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara.
Wildavsky. Aarone Naomi Caider, 2004. The New Politic of The
Budgetary Process Fifth Edition Published by Pearson
Education Inc.
Peraturan/Regulasi:
1. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2015-2019
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata
Cara Pengalolkasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan
Evaluasi Dana Desa.
3. Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 22 Tahun 2016 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa
Tahun 2017
Dokumen:
1. Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pembangunan
Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.
2. Buku I Pembangunan Nasional, Bappenas RI
12
Oleh
Imam Radianto Anwar Setia Putra1
Abstrak
Kajian pembangunan wilayah selalu menarik untuk ditulis, kebijakan
pembangunan desa di indoensia sudah terjadi perubahan yang cukup
baik, tetapi masih saja terdapat tantangan dalam pelaksanaan
pembangunan, mulai dari pelaku/aktor pelaksana kebijakan sampai
capian program yang dilaksankan di desa. Tulisan ini, menggunakan
metode Goal Free Evaluation Model dengan didukung evaluasi sumatif
dengan pertimbangaan kebijakan pembangunan masih berjalan sampai
saat ini dengan teknik analisi isi. Politisasi pengelolaan dana desa pada
tingkat kabupaten/kota yang terbentuk akibat dari transfer tidak
langsung Rekenig Kas Desa, melainkan terlebih dulu singgah di Rekening
kas umum daerah RKUD dari Rekening Kas Umum Negara. Pengawasan
yang masih rendah dalam pengelolaan dana desa ditingkat daerah
ditambah dengan praktek pemanfaatan dana desa yang masih berpihak
penuh dalam pemberdayaan masyarakat.
Kata kunci: Dana desa, kebijakan pembangunan desa, Evaluasi
Pendahuluan
Pemerataan pembangunan masih menjadi isu seksi dalam target
pemerintahan. Dengan membandingan pembangunan antara Kawasan
Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), persebaran
daerah tertinggi sebesar 84,42 persen dari 122 jumlah daerah
tertinggal dan 49,76 persen dari jumlah seluruh kabupaten di
Indonesia. Sebanyak 103 kabupaten dikategorikan sebagai daerah
tertinggal yang terdapat di KTI. (Rencana Strategis (Renstra) Direktorat
Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019).
Isu pembangunan menjadi penitng mengingat pembangunan
menghasilkan
suatu
pertubuhan
dan
perubahan
terencana,
Pembangunan menurut Sondang P. Siagian (2008: 4) adalah suatu
usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana yag dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Hal
ini, menjelaskan bahwa pembangunan didesa yang menjadi salah satu
punggung pembangunan daerah, dimana desa menjadi bagian bagi
geografis ataupun kefungsian dari wilayah kabupaten itu sendiri.
Sesuai dengan pendapat Saeful hakim, dkk (2002) wilayah adalah satu
kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan
secara fungsiona, dengan demikian mempertegas desa turut berperan
dan menjadi penyokong keberhasilan pembangunan pada wilayahnya.
Pembangunan desa menjadi pengungkit pembangunan dengan
target capaian yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
1
Peneliti Muda pada BPP Kemendagri & Kepala Subbagian Kerjasama Litbang Hukum, dan PUU
Korespondensi [email protected]
Menengah Nasional (RPJMN) yang memiliki dua sasaran yaitu 1)
Penurunan desa tertinggal -- s.d. 5.000 desa tertinggal 2). Peningkatan
desa -- Paling sedikit 2.000 desa mandiri (Buku I Agenda Pembangunan
Nasional. hal 5 -11, 2014). Target tersebut menjadi ukuran dalam
pencapaian nawacita membangun indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan. Target tersebut didukung dengan pengalokasian anggaran
dana desa dalam tabel Roadmap Alokasi Dana Desa 2015-2019
sebagai berikut:
Sumber: Paparan Kebijakan dana desa dan Alokasi Dana Desa (Kemenkeu), 2016
Selain itu, tergambar dari capaian target pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN tahun 2015-2019
yang menitikberatkan pembangunan desa dengan pengelontoran dana
desa dari APBN langsung dengan Besaran dana desa diatur setiap
tahunya dengam melihat londisi kemampuan keuangan Negara pada
setiap tahun anggaram yang disiapkan dari tahun 2015 -2019 dimana
Besaran dana desa yang dialkoasikan cendrung meningkat disetiap
tahunnya, dimana pada tahun 2017 mencapai pembiayaan sebesar Rp.
1.095.700.000,- rata-rata per desa,
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan
Transmigrasi nomor 2 tahun tentang Indeks Desa Membangunan
secara nasional diperoleh dari indeks rata rata nasional adalah 0,5662.
Indeks sebagai alat ukur dalam melihat keberhasilan pembangunan
desa dengan berujuan untuk menlihat tingkat kemandirian Desa
secara nasional. Dari hasil yang didapat tatus Desa Tertinggal bila
dibandingkan dengan batas ambang batas status tertinggal (≤
0,5989). Sehingga menghasilkan penilaian yaitu:
1
a. mayoritas Desa di Indonesia didominasi oleh Desa Tertinggal (Desa
Pra-Madya). Untuk Desa Tertinggal (Desa Pra-Madya) berjumlah
33.592 Desa (46%) dan
b. Desa Sangat Tertinggal (Desa Pratama) berjumlah 13.453 Desa
(18%).
c. Sedangkan jumlah Desa memiliki status Desa Mandiri (Desa
Sembada) terdapat 174 Desa (0,24%), sementara
d. Desa Maju (Desa Pra-Sembada) adalah 3.608 Desa (5%) dan
e. Desa Berkembang (Desa Madya) 31% atau 22.882 desa.
Terget peningkatan status desa tersebut terus diupayakan oleh
pemerintah, dengan menyiapkan berbagai bentuk program yang
disesuaikan dan diatur oleh pemerintah pusat dalam kerangka
kebijakan. Prioritas penggunaan Dana Desa difokuskan pada
pembangunan fisik di bidang pendidikan, kesehatan, sarana,
prasarana, dan energi. (Permendes No. 22 Tahun 2016 tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017). Pembangunan fisik
berimplikasi
kepada
penyusunan
rencana
proyek
beserta
anggarannya.
Pada pelaksanaanya, pengelolaan dana desa masih terus selalu
disempurnakan guna menghasilkan kinerja pembangunan desa yang
efektif. Tantangan dan kendala dalam pengimplementasian kebijakan
tersebut juga ditemui, semenjak bergulirnya kebijakan tersebut.
Terdapat beberapa isu strategis pengelolaan (transfer) dana desa yang
berhasil dirangkum yaitu:
1
.
BERTAHAP VS
SEKALIGUS
2
.
MELALUI
LEBIH BAIK MELALUI RKUD
RKUD
VS •
Sesuai UU No 6/2014 Dana Desa adalah dana yang
LANGSUNG
bersumber dari APBN, yang ditransfer melalui APBD
KE RKD
kab/kota
•
Desa
mempunyai
hak
untuk
mengelola
kewenangannya diikuti pendanaannya, namun tetap
perlu mendapat supervisi dari level pemerintah di
atasnya
•
Ke depan, jumlah dana yang mengalir ke desa akan
semakin besar, kapasitas SDM dalam pengelolaan
keuangan desa belum cukup memadai.
PROPORSI
LEBIH BAIK PROPORSI 90:10
90:10
VS •
Prinsip pengalokasian Dana Desa secara merata
3
.
LEBIH BAIK BERTAHAP
•
Mengurangi
Dana
Idle, pada Tw I proses
pembangunan masih dalam proses persiapan dan
kebutuhan pembayaran terbesar (80%) diperkirakan pada
bulan April-Agustus
•
Cash
Management,
penyaluran
berdasarkan
kebutuhan kas di desa dan mengurangi beban Kas Negara,
karena diawal tahun pemerintah juga harus menyalurkan
transfer ke daerah lainnya.
•
Prinsip Hati-Hati, Selain Dana Desa, Desa juga
mengelola sumber-sumber pendapatan lain (ADD, BH PDRD
dll). Agar sumber pendanaan yang besar tersebut tdk
kontrapruduktif, perlu diberikan secara bertahap
2
FORMULA
MURNI
dan adil sesuai UU 6/2014
•
Stabilitas, berdasarkan simulasi proporsi 90: 10
menunjukkan rasio perbedaan antara desa penerima
terkecil dan terbesar, paling kecil.
•
Berdasarkan
simulasi,
proporsi
90:10
msh
mengindikasikan kebutuhan dana APBN terendah jika
dikaitkan dengan Dana Desa minimal Rp1-1,4
miliar/desa.
Sumber: Data dioleh, Kementerian Keuangan, 2016
Terdapat tiga racangan pola peroses pengelolaan transfer dana
desa dengan memperhatikan kemampuan dan kapasitas dana desa,
dengan ketiga pola tersebut masih terdapat tantangan yang dihadapi
pemerintah desa untuk dapat siap tepat waktu dalam pemerosesan
dan penyerapan dana desa tersebut dengan juga memperhatikan
kebutuhan pendanaan ayng diterima oleh desa-desa yang memiliki
proporsi serapan dana tersebut.
Selain itu juga ditemukan permasalahan pada kerangka proses
penyaluran dan penggunaan dana desa yang dirasa kurang tepat dan
pada akhirnya membawa dampak pada pembanugunan desa. Evaluasi
penyaluran dan penggunaan dana desa dilakukan dengan
menghasilakan beberapa permasalah yaitu (Kemenkeu, 2016):
1. Evaluasi
Penyaluran Dana desa, terdapat keterlambatan dan
rendahnya penyaluran Dana desa dari Kabupaten/kota ke desa:
a. Sebagian Daerah belum memasukkan Dana Desa dalam APBD
induk.
b. Sebagian Dearah
terlambat menetapkan
Perbup/perwali tentang pengalokasian Dana Desa per Desa.
c. Sebagian daerah harus merubah penetapan alokasi Dana Desa
per desa karena jumlah desanya berbeda dengan yang
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.
d. Sebagian Daerah terlambat menetapkan Perbup/Perwali
tentang Pedoman pengalolaan Keuangan Desa dan
tentang pengadaan barang/jasa di Desa.
e. Sebagian Daerah menambahkan persyaratan penyaluran
Dana Desa dari RKUD ke Rekening Kas Desa, berupa
dokumen RPJMDes dan RKPDes, yang semakin menyulitkan
bagi desa untuk segera menerima Dana Desa.
f. Sebagian daerah memeriksa dokumen pertanggungjawaban
Dana Desa sebagai syarat penyaluran tahapan.
g. Terdapat daerah belum berani menyalurkan Dana Desa ke
Desa dan sebagian desa belum berani menggunakan dana desa
karena belum ada pendamping desa.
h. Sebagian Desa belum menyetapkan APBDesa.
i. Kekhawatiran perangkat desa terjerat kasus hukum.
2. Evaluasi Penggunaan Dana Desa, yaitu:
a. Masih terdapat penggunaan Dana Desa di luar prioritas
penggunaan.
3
b. Pekerjaan konstruksi dilakukan seluruhnya oleh Pihak Ketiga.
c. Hasil pengadaan tidak dapat digunakan/dimanfaatkan.
d. Pengeluaran Dana Desa tidak didukung dengan bukti yang
memadai.
e. Kelebihan perhitungan volume RAB.
Kebijakan dan penganggaran menjadi instrument dalam
mendukung pembangunan desa saat ini. Melalui kebijakan yang
dikeluarkan untuk penggelolaan dana desa, pemerintahan desa dan
pemberdayaan masyarakat menjadi satu kesatuan yang saling
bersinergi dan saling mendukung guna keerhasilan Pembangunan desa
tersebut
Instrument pendukungnya berupa kebijakan dan penganggaran
guna mendukung keberhasilan dan pencapaian target-target
pembangunan itu sendiri. Dipahami Kebijakan publik/pemerintah
merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan
(termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat
oleh badan atau pejabat pemerintah (Dunn, 2003). Pemerintahan
memiliki pernan utama menentukan arah dalam pelaksanaan
pembangunan dengan merumuskannya dalam sebuah norma
peraturan yang dibuat dan ditetapkan sendiri guna dilaksanakan oleh
para pemangku kepentingan, sehingga hal ini sangat dibutuhkan guna
pelaksanaan pembangunan.
Selanjunya guna memepertegas kebijakan sebagai sebuah
tiidakan yang ditepakan baik dalam aturan yang mengikat atau
peraturan perundan-undangan seperti disampaikan oleh (Nugroho R,
2003) kebijakan public adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan
bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya.
Guna kelancaran pembangunan tersebut peran-peran para pemangku
kepentingan sangat diperlukan menciptakan kebersamaan dan
kesinambungan dalam pembangunan tersebut.
Tidak berhenti pada kebijakan saja, pengganggaran menjadi hal
yang sangat penting dan dibutuhkan sebagai instrument dalam
terwujudnya pembangunan serta menjamin keberlangsungan suatu
program yang ditetapkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Seperti yang disampaikan, Mardiasmo (2004: 63) mengungkapkan
pentingnya Anggaran sektor publik karena beberapa alasan berikut:
a. Anggaran merupakan alat pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan, dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan
masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan
sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena
adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources),
pilihan (choice), dan trade offs.
c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadap rakyat. Pembangunan social dan
ekomomi diharapkan menghasilkan penignkatan kualitas hidup dan
mendorong terciptanya kesinambungan didalamnya.
4
Kebijakan dan penaggaran menjadi hal yang penting dalam
mendukung pelaksanaan berbagai kegiatan guna mewujudkan
capaian-capian yang ditetapkan dalam pembangunan desa khusunya.
Berbagai regulasi sudah ditetapkan baik itu berupa Undang-undang
sampai dengan peraturan menteri sebagai pedoman teknis bagi para
pelaksana dilapangan. Dana desa merupakan kebijakan pemerintah
pusat dalam mendorong perubahan dan pertumbuhan di desa.
Kebijakan penggunaan Dana desa setiap tahunya diarahkan oleh
pemerintah pusat dengan mengunakan peraturan menteri guna
mengarahkan pelaksanaan pertumbuhan desa.
Permasalahan
penggaran
terutama
terkait
dengan
bentuk/mekanisme pengelolaan dana desa serta penetapan kerangka
pembangunan yang ditetapakan oleh pemerintah pusat menjadi
simpul bahasan dalam evaluasi pembangunan desa ini, dimana
kebijakan pembangunan dan penmanfaatan dana desa sudah berjalan
beberapa tahun terakhir ini. Untuk selanjutnya, guna mendapatkan
gambaran deskriptif dalam pelaksanaan pembangunan desa.
MELAKUKAN EVALUASI PROGRAM
Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan
Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 5), evaluasi program adalah upaya
menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan. Evaluasi yang dilakukan harus memberikan manfaat guna
pengambilan keputusan yang dapat mendukung pelaksanaan suatu
program. Selanjutnya Anderson (dalam Arikunto, 2004: 1) memandang
evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai
beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya
tujuan. Mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanan proses yang
dilakukan guna pencapian tujuan program tersebut. Dengan demikian,
Tujuan utama penelitian evaluasi adalah mengukur efek melalui
perbandingan dengan tujuan, dan dipersiapkan untuk berkontribusi
terhadap
pengambilan
keputusan
tentang
program
serta
menyempurnakan program di masa akan datang. (Shadish, Jr dkk,
1991)
Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutib oleh Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 40), membedakan
model evaluasi menjadi delapan, yaitu:
a. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.
b. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
c. Formatif-Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael
Scriven.
d. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
e. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
f. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi
dilakukan.
g. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam. h.
Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.
Menarik untuk dijadikan kerangka analisis dalam evaluasi
pembangunan desa ini yang menekankan pada dua komponen yaitu
kebijakan dan pengaggaran dana desa sebagai alat untuk mewujudkan
5
keberhasilan model Goal Free Evaluation, Scriven mengemukakan
bahwa dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu
memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu
diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya
(kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilanpenampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal
yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak
diharapkan). Scriven menekankan bahwa evaluasi itu adalah
interpretasi Judgement ataupun explanation dan evaluator adalah
pengambil keputusan dan sekaligus penyedia informasi. Dengan
demikian ia membedakan antara “Goal of evaluation dan role of
evaluation” .
Penerapan model goal free Evaluation nantinya dapat
mendeskripsikan kinerja program yang terjadi hingga saat ini dengan
evaluasi formatif dari Scriven, Evaluasi formatif digunakan untuk
memperbaiki program selama program tersebut sedang berjalan.
Caranya dengan menyediakan bahan tentang seberapa baik program
tersebut telah berlangsung. Melalui evaluasi formatif ini dapat
dideteksi adanya ketidakefisienan sehingga segera dilakukan revisi.
(Yusuf Farida T, 2008).
Penggunaan
model
evaluasi
tersebut
menjadi
bentuk
penganalisisan terhadap pembangunan desa yang dilihat dari dua
dimensi yang dijelasakan sebelumnya dengan pemilihan teknik analisis
isi (content analysis). Hal tersebut dilakukan, untuk mensarikan
berbagai informasi baru terkait dengan perkembangan pengelolaan
dana desa
2
KEBIJAKAN DANA DESA
Kebijakan pembangunan desa tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber
dari APBN, Pasal 1, ayat 2 : Dana Desa adalah Dana yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan
bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Kabupaten/Kota
dan
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintahan,
pelaksanaan
pembangunan,
pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya pada PP yang sama Pasal 6 disebutkan bahwa Dana Desa
tersebut ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya
ditransfer ke APB Desa.
Pengelolaan dana desa diatur menggunakan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalolkasian,
penyaluran, penggunaan, pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.
Dengan mekanisme pelaskanaan transfer yang dipilih guna
mendukung pembangunan desa. Mekanisme tersebut dibagi kedalam
dua tahapan sesuai dengan pasal 14, transfer dilakukan dari rekenig
kas umum Negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD)
dengan dilanjutkan kepada Rekening Kas Desa dengan persaratan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2
https://bangfajars.wordpress.com/2010/05/26/model-evaluasi-scriven/ : Model Evaluasi Scriven
6
Mekanisme transfer tidak langsung tersebut memiliki tantangan
tersendiri dalam mendukung pembangunan di desa. Berbagai
kepetingan diditeksi menghingapi pelaksanaan teransfer antar
rekening kas tersebut. Seperti yang disampaikan pada paragraph
dibawah ini.
Direktur Eksekutif Sekretariat Pemberdayaan Desa,
Iwan Sulaiman Soelasno mengatakan, ada banyak evaluasi
dari pelaksanaan penyaluran dana Desa pada tahun 2015.
Problem yang paling mengemuka adalah terhambatnya
penyaluran dana Desa di tingkat Kabupaten dan Kota.
Akibatnya, program pembangunan dan Pemberdayaan Desa
menjadi terhambat juga. Sekalipun dana desa disalurkan
langsung ke rekening kas desa, menurutnya pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota tetap melakukan supervisi
administrasi pemerintahan kepada perangkat pemerintah
desa sebagaimana yang telah diatur dalam UU Desa. "Dan
dana desa yang disalurkan langsung ke rekening desa akan
meminimalisir politisasi dana desa oleh pemerintah
kabupaten dan kota.3
Permsalahan datang dari sisi kepentingan politik penyelenggara
npemerintah daerah Kabupaten/Kota, dengan melakukan alasan
pembenaran terhadap ketertiban administrasi yang belum lengkap
disiapkan oleh pemerintah desa. Dengan transfer dana terlebih dahulu
ke kabupaten/kota, pemerintah daerah tersebut memiliki kuasa penuh
dalam mengatur kepetingan daerah kepada pemerintah desa. Menurut
Bowman C. Kearney (2003) terdapat empat pelaku dalam proses
penganggaran yaitu Kelompok kepentingan, agenda dinas, kepala
eksekutif dan badan legislatif, kelompok kepentingan melaksanakan
testimony atau kesaksian pada budget hearing dan memberikan
tekanan kepada tiga pelaku lainnya untuk mendukung kebijakan dan
program yang diinginkan. Ada agenda dibelakang tersembunyi ditiap
transfer yang dilakukan oleh para aktor pengelola dana desa ditingkat
pemerintahan daerah.
Dana desa menjadi terhambat penyalurannya, dengan peran
yang berlebih dari para aktor pada tingkat kabupaten/kota sebagai
tempat singgah dalam pendanaan sekaligus sebagai aktor dalam
pengawasan dana desa tersebut, sehingga terdapat bentuk usulan
baru dalam mekanisme baru dana desa yang langsung dari RKUN ke
RKD. Usulan mekanisme tersebut menjadi suatu hal yang dapat
dipertimbangankan dengan terlebih dahulu melihat seberapa besar
jumlah daerah yang memiliki kasus yang serupa seperti yang terjadi
diinofmasikan tersebut.
Kasus tersebut merupakan prilaku dalam implementasi kebijakan
yang mendorong terjadinya disfungsi kewenangan di dalamnya. Aktor
didalamnya memanfaatkan ruang-ruang yang kosong (tidak diatur)
dalam kebijakan, sehingga memperlambat berbagai alur pelaskanaan
dilapangan. Wildavsky dan Caiden (2004) penganggaran merupakan
3
http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/01/04/52233/25/25/2016-Pemerintah-Harus-Transfer-Dana-Desa-Langsung-
ke-Kas-Desa : 2016 Pemerintah Harus Transfer Dana Desa Langsung ke Kas Desa.
7
proses dimana bermacam-macam orang atau kelompok kepentingan
mengekspresikan
keinginankeinginan
berbeda
dan
membuat
keputusan yang berbeda. Pengelolaan keuangan menjadi isu sentitif
dan seringkali dimanfaatkan dan dipolitisasi oleh kelompok tertentu
untuk dapat menekan ataupun memaksakan sesuatu hal yang bukan
merupakan tuntutan dalam kebijakan yang ditetapkan.
Sekalipun pemerintah pusat telah mengsimplifikasi tata laksana
adminsitrasi penyaluran dana desa, masih juga hambatan yang sama
tetap terjadi dan walhasil pembangunan desa tidak tepat sasaran dan
tidak memenuhi target pembangunan desa. Seperti yang disampaikan
dalam kutipan bertia dibawah ini.
Keputusan Pemerintah yang memangkas persyaratan
administrasi dan birokrasi sudah tepat. Namun alangkah
baiknya jika Pemerintah mau menyalurkan dana itu dari
pemerintah pusat ke desa secara langsung. Dikarenakan
dana
desa
yang
tersalurkan
lewat
pemerintah
kabupaten/kota rawan dijadikan lahan korupsi. Selain itu
dana itu rawan disalahgunakan oleh pihak kabupaten untuk
pembangunan infrastruktur yang tidak tepat sasaran dan
tidak menaungi pembangunan desa itu sendiri4
Evaluasi capat dan tanggap dari pemerintah menghasilkan
kebijakan untuk memangkas jalur administrasi, tapi sayangnya hal
tersebut tidak menyelesaikan permasalahan utama dalam pengelolaan
dana desa. Keluhan adanya “ganguan” dari pelaksanaan transfer
tersebut masih tetap berlangung dalam pengelolaan dana desa.
Sementara itu, pemerintah desa mengingikan transfer langsung dari
RKUN ke RKD. Lewat pemelintiran politik dan korupsi politik (Porta,
1996) bisa saja agenda publik yang sudah dengan susah payah digelar
rapi sejak di tingkat desa akan mudah dikebiri dan dikalahkan oleh
agenda institusional yang penuh muatan politik. Hal ini menjadi
permasalahan dalam implementasi kebijakan pengelolaan dana desa.
Berbagai kebijakan yang sudah disusun oleh desa dalam mencapai
target pembangunan desa menjadi bergeser sedikit agendanya guna
memenuhi kebutuhan pembangunan kabupaten/kota.
Adanya perlakuan demikian terhadap pengelolaan dana desa
dari paihal kabupaten/kota dimana tempat anggaran tersebut singgah
sebentar, maka anggaran sebagai intrumen pembangunan yang
dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan keterbatasan sumberdaya,
pilihan sector pembangunan, dan trade ofs yang pada akhirnya
menghasilkan capian pembangunan social dan ekomomi guna
peningkatan
kualitas
hidup
dan
mendorong
terciptanya
kesinambungan didalamnya dirasakan makin jauh untuk dapat
terwujud dengan sesegera mungkin.
Pemilihan metode transfer pendanaan desa menjadi area kritis
guna mendukung pembangunan desa di Indonesia saat ini. Hal itu,
menjadi pertimbangan kedepanya dalam penetapan kebijakan
pengelolaan dana desa. Apa yang sudah terjadi saat ini, menjadi
rumusan permasalahan untuk menyiapkan kebijakan anggaran yang
4
http://www.kompasiana.com/wiratama_adi_nugraha/dana-desa-implementasi-masalah-sertasolusi_56795a2906b0bdf104cb839a : Dana Desa: Implementasi, Masalah, serta Solusi
8
lebih baik lagi bagi pembangunan desa. Juga menjadi perhatian dalam
penetapan kebijakan yang berkesinambungan dalam pengelolaan dana
desa yang mennopang pembangunan desa dengan sinergitas
pembangunan di dalam satu kawasan atau wilayah di kabupaten/kota
PEMILIHAN SASARAN CAPAIAN PADA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
DESA
Penetapan arah pembangunan desa yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat dengan menggunakan Peraturan Menteri yang
membidangi desa, menjadi hal menarik untuk di evaluasi. Apakah
kebijakan pembangunan yang bersifat top-down dan Bottom-Up
memberikan
hasil/capaian
peningkatan
yang
baik
dalam
pembangunan desa di Indonesia. Todaro (2000) melalui pembangunan
dapat dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efesien dan
efektif serta dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan
sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
Seperti yang tertuang dalam pendahuluan hasil evaluasi DJPKKemenkeu dan yang bukan menjadi prioritas pembangunan desa.
Sebagaimana sasaran pembangaunan tersebut disesuaikan dengan
karakteritik desa yang sudah diidentifikasi terlebih dahulu dalam
Indeks Desa Membangun 2015
No
1.
Tingkatan Desa/
Jumlah Desa
Untuk
Desa
Tertinggal
(Desa
Pra-Madya)
berjumlah 33.592 Desa
(46%) dan
Desa Sangat Tertinggal
(Desa Pratama) berjumlah
13.453 Desa (18%).
2.
Desa Berkembang (Desa
Madya) 31% atau 22.882
desa.
3.
Sedangkan jumlah Desa
memiliki
status
Desa
Mandiri (Desa Sembada)
terdapat
174
Desa
(0,24%), sementara
Desa Maju (Desa PraSembada) adalah 3.608
Desa (5%)
Sasaran capaian Pembangunan
Desa
tertinggal
dan/atau
sangat
tertinggal,
mengutamakan
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat yang berorientasi pada membuka
lapangan kerja dan atau usaha baru, serta bantuan
penyiapan infrastruktur bagi terselenggaranya kerja
dan usaha warga atau masyarakat baik dari proses
produksi
sampai
pemasaran
produk,
serta
pemenuhan kebutuhan atau akses kehidupan
masyarakat desa;
Desa berkembang, memprioritaskan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas kerja dan atau proses
produksi
sampai
pemasaran
produk,
serta
pemenuhan kebutuhan atau akses modal/fasilitas
keuangan;
Desa maju dan atau mandiri, mengembangkan
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang visioner
dengan menjadikan desa sebagai lumbung ekonomi
atau kapital rakyat, dimana desa dapat menghidupi
dirinya sendiri atau memiliki kedaulatan ekonomi,
serta mampu mengembangkan potensi atau
sumberdaya ekonomi atau manusia dan kapital
desa secara berkelanjutan.
Sumber: data dioleh dari berbagai sumber, 2017
Target capaian pembangunan pada setiap tingkatan desa yang
diukur dalam Indeks desa mambangun memiliki sasaran dengan
memperhatikan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh desa
tersebut, baik itu potensi sumber daya alam, manusia, dan prasarana
yang sudah tercipta sebelumnya. Hal tersebut, menjadi ukuran dalam
9
prioritas pembangunan di desa dengan pengalokasian dana
sudah ditetapkan. Sampai dengan tahun 2016 dana desa
untuk pembangunan fisik dengan persentase yang cukup
direncanakan kedepannya pembangunan desa tersebut
pada pemberdayaan masyarakat:
desa yang
diarahkan
besar dan
mengarah
Rapat terbatas bersama Presiden terkait percepatan
pembangunan desa, Menteri Desa PDTT juga menyampikan
fokus pada tahun sebelumnya dana desa banyak
dialokasikan untuk infrastruktur sarana dan prasarana desa,
keseluruhan hampir 29,51 triliun atau 81,14 persen.
Sementara untuk pembangunan SDA dan lingkungan
berkelanjutan 0,90 triliun atau hanya 0,25 persen. Untuk
pemberdayaan masyarakat 2,58 triliun atau hanya 7,10
persen.5
Besarnya pendanaan fisik tersebut memancing pemerintah desa
untuk mencari strategi dalam pelaksanaan pembangunannya,
sehingga
kurang
memperhatikan
keterlibatan
masyarakat
pelaksanaannya. Dengan masih banyak ditemuai penggunaan dan
pemanfaatan dana desa yang memprioritaskan pada pembangunan
fisik yang dikerjakan oleh pihak ketiga. Menurut Mashoed (2004: 1213) salah satu program pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan
dengan perbaikan fisik lingkungan (prasarana) pemukiman kampung,
meliputi antara lain perbaikan jalan lingkungan, saluran, fasilitas
persampahan, dan MCK umum. Sayangnya pekerjaan masih diberikan
pada pihak ketiga dan kurang memberdayakan masyarakat.
Salah satu kerangka acuan yang wajib dipenuhi
dalam pengelolaan dana desa, termasuk tidak mempihak
ketigakan
terutama
pembangunan
fsik.
“Untuk
meningkatkan
kesejahteraan
serta
kualitas
hidup
masyarakat, setiap kegiatan yang sudah direncanakan
melalui Anggaran
Pendapatan
Belanja
Desa (APBDes)
hendaknya melibatkan masyarakat desa. Sehingga dengan
demikian masyarakat merasa dilibatkan dalam setiap
pemanfaatan anggaran maupun proses pengawasan,”6
Pembangunan
dengan
melibatkan
masyarakat
secara
menyeluruh menjadi penekanan dalam pemanfaatan dana desa,
dengan demikian masyarakat memiliki rasa tanggung jawab untuk
menjaga serta memelihara prasarana fisik yang dibangun bersamasama dengan pemerintah desanya. Manfaat selanjunya juka dikerjakan
oleh masyarakat terjadi tambahan perputaran uang dalam wilayah
tersebut yang turun dari pemerintah pusat. Sedangkan menurut
Suhendra (2006: 86) menyatakan “Masyarakat yang berdaya akan
mampu dan kuat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, mampu
5
http://www.nu.or.id/post/read/76560/rp60-triliun-dana-desa-2017-untuk-infrastruktur-dan-produktivitas-ekonomi ; Rp60
Triliun Dana Desa 2017 untuk Infrastruktur dan Produktivitas Ekonomi
6
http://beritatotabuan.com/2016/08/pengelolaan-dana-desa-tidak-bisa-diserahkan-ke-pihak-ketiga/ : Pengelolaan Dana Desa
Tidak Bisa Diserahkan ke Pihak Ketiga
10
mengawasi jalannya
pembangunan”.
pembangunan
dan
juga
menikmati
hasil
Dana desa lebih banyak untuk infrastruktur, ada
sekitar
90
persen.
Tujuannya
agar
meningkatkan
pertumbuhan di desa. Sedangkan untuk tahun depan lebih
banyak untuk pemberdayaan," kata Eko dalam acara dialog
Rembuk Desa Nasional, di Jakarta, 7
Perubahan capaian sasaran pembangunan desa dengan
pemanfaatan dana desa juga didesain guna meningkatkan keterlibatan
masyarakat secara aktif melalui pemberdayaan. Hal tersebut didorong
dalam pelaksanan pembangunan desa pada tahun 2017, sehingga
nantinya masyarkat difasilitasi untuk membuka lapangan usaha
dengan pemberian berbagai keterampilan dan pembukaan berbagai
pelauang usaha yang dilakukan bersama dengan pemerintah desa.
Perubahan
capaian
pembanguan
tersebut
mendorong
terciptanya pembangunan secara sinergi dengan menekankan pada
azaz pembangunan yang ada. Tjokrowinoto (1999:35) yaitu teori
pembangunan
yang
terdapat
3
azaz
dalam
pelaksanaan
pembangunan, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas
kekuatansendiri, (3) azas pemufakatan bersama. Untuk itu,
pembangunan tersebut hanya melulu pembanguann fisik dan ekonomi
tetapi pembanguann manusia juga menjadi sasaran pada setiap upaya
yang dilakukan untuk menciptakan dan mengembangakan hal yang
lebih baik dari pada sebelumnya.
Simpulan
Perlu ditinjau pergeseran bentuk transfer dana desa dengan
memperhatikan juga peningkatan pengawasan transfer dana desa
guna kelancaran pemanfaatan dana desa dalam pembangunan.
Kebijakan pembangunan fisik yang dilakukan sampai dengan saat
ini, belum banyak membawa perubahan yang nyata dan massif
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa sehingga perlu
melakukan reorientasi pada kebijakan pembangunan desa dengan
keterlibatan masyarkat secara utuh dan menyeluruh.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safrudin Abdul Jabar. 2009.
Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
Arikunto,
Suharsimi.
2004.
Prosedur
Penelitian:
Suatu
pendekatan Praktek. Bandung: Rineka Cipta.
7
http://www.beritasatu.com/investor/398062-mendes-2017-dana-desa-dipakai-untuk-pemberdayaan.html ; Mendes: 2017,
Dana Desa Dipakai untuk Pemberdayaan
11
Ann. O’m. Bowman dan Richard C. Kearney, 2003. State and
Local Government, The Essentials, Hought Mifn Company.
Boston New York.
Dunn, William N. (2003). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Farida Yusuf Tayibnapis, 2008. Evaluasi Program dan Instrumen
Evaluasi. Peneribit Rineka Cipta. hal.13 – 41
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi,
dan Evaluasi, Jakarta. Elex Media Komputindo
Porta, Della, Donatella, 1998. Actors in Corruption: Business
Politicians in Itali: Unesco.
Saefulhakim,
dkk.
2002.
Studi
Penyusunan
Wilayah
Pengembangan Strategis (Strategic Development Regions).
IPB dan Bapenas. Bogor.
Shadish, William R, Cook, Thomas D, Levitan Laura C. 1991.
Foundation
of
Program
Evaluation.
London:
SAGE
Publications
Siagian, Sondang P. 2008. Administrasi Pembangunan Konsep,
Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara.
Wildavsky. Aarone Naomi Caider, 2004. The New Politic of The
Budgetary Process Fifth Edition Published by Pearson
Education Inc.
Peraturan/Regulasi:
1. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2015-2019
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata
Cara Pengalolkasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan
Evaluasi Dana Desa.
3. Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 22 Tahun 2016 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa
Tahun 2017
Dokumen:
1. Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pembangunan
Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.
2. Buku I Pembangunan Nasional, Bappenas RI
12