Asuhan Keperawatan Gadar Dengan Chest Pa

LAPORAN PENDAHULUAN
KASUS NYERI DADA (CHEST PAIN)

A. Pengertian
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred
pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai
aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan
metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan
paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan
parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit.
B. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang
bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari
dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma,
mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh

Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru :
a. Kardial
1) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri
dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan
terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak
1

dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan
saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya
rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard
terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah
koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan
berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
a) Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri
dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa
menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada
dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis
yang berlebihan atau gangguan emosi.
b) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali
mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat
kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
c) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30
menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung
lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda
dengan

angina

pektoris,

timbulnya


nyeri

dada

tidak

ada

hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati
berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita
mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan
berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya
murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran
echokardiogram dapat membantu menegakan diagnose.
3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga
dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardial

Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area
2

preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan
punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas
dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri
angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri
epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan
resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada
depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat
menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar
ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan.
d. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan

nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat menjalar ke
punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan
sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti
terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila
bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas
untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test
perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat
membantu menegakan diagnosa.
e. Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas
fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya
nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot
juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya
tidak demikian.
3

f. Fungsional

Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa
tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan
emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan
nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
g. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis
dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada
emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal.
Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi
pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang
terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada
kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
C. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction,
isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga
naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga
daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan

kompensasi,

khususnya

dengan

bantuan

rangsangan

adrenergeik,

untuk

mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan
juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard
yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk
akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan

gagal jantung terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non
infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.

4

Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi
jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerahdaerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akan
menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat
pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila
iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti
ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau
jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
1. Nyeri ulu hati

2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas
6. Takikardi
7. Sesak nafas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan kesadaran
E. Pemeriksaan penunjang
1. EKG 12 lead selama episode nyeri
a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu
dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung
5


koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark
miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung
F. Terapi / penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi
terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh
darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik.
Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat longacting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu
keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek

hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat
kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan
jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah
angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi
b. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian
besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi
denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta
Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian
hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh
diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal
jantung.

6

c. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner,
Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek
nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat
tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker
sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti
angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis
beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di
samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat
ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti betabloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang
tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka
penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada
angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah
sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada betabloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi.
Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan
menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian
penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin
harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus
segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah pintas
koroner atau angioplasti.
d. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan
antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita
angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan
mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina
tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan
daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan
penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak
stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut :

7

1) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama
fase akut maupun sesudahnya
2) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum
mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada
kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan caantagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
3) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat
ditambah dengan nifedipin.
4) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
2. Pembedahan
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery) Walupun
pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat
memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan
pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal
yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium
yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas
exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan
pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu 6%
pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft
akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi
setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul
akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik
dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan tidak
lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita angina tak stabil dengan
fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun
akibat penyakit yang lebih berat terutama pada kerusakan ventrikel kiri walaupun
memberikan respons yang baik dengan graft dan sekarangpun pembedahan biasa
dilakukan pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak
sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens
stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti
semula.
8

G. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Asuhan
keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun mendadak.
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh
karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan
keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan.
Karakteristik unik dari ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem
asuhan keperawatan antara lain :
1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah
klien yang datang ke ruang gawat darurat.
2. Keterbatasan sumber daya dan waktu.
3. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia,
seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.
4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan kecepatan
dan ketepatan yang tinggi.
5. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang bekerja
di ruang gawat darurat.
Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat di ruang gawat darurat meliputi :
1. Penjaminan keselamatan diri perawat dan klien yang terjaga : perawat harus
menerapkan prinsip Universal Precaution dan mencegah penyebab infeksi.
2. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menentukan diagnosa
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.
3. Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk
mengatasi masalah biologi dan psikososial klien.
4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.
5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.
6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat.
7. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga.

9

Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan
Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien
gawat darurat.
1. Pengkajian
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial
di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan
klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien
gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua :
1) Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
-

Bersihan jalan nafas

-

Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas

-

Distress pernafasan

-

Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
-

Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada

-

Suara pernafasan melalui hidung atau mulut

-

Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

C = Circulation
10

Kaji :
-

Denyut nadi karotis

-

Tekanan darah

-

Warna kulit, kelembaban kulit

-

Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

D = Disability
Kaji :
-

Tingkat kesadaran

-

Gerakan ekstremitas

-

GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.

-

Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.

E = Eksposure
Kaji :
-

Tanda-tanda trauma yang ada.

2) Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
a) Pengkajian Riwayat Penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :
-

Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit

-

Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit

-

Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera

-

Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)

-

Waktu makan terakhir

-

Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.
Metode pengkajian :
 Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
11

S (signs and
symptoms)

: tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien

A (Allergis)

: alergi yang dipunyai klien

M (medications)

: tanyakan obat yang telah diminum klien
untuk mengatasi nyeri

P (pertinent past
medical hystori)

: riwayat penyakit yang diderita klien

L (last oral intake

: makan/minum terakhir; jenis makanan,

solid or liquid)

ada

penurunan

atau

peningkatan

kualitas makan
E (event leading to
injury or illnes)

: pencetus/kejadian penyebab keluhan

 Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (provoked)

: pencetus nyeri, tanyakan hal yang
menimbulkan dan mengurangi nyeri

Q (quality)

: kualitas nyeri

R (radian)

: arah penjalaran nyeri

S (severity)

: skala nyeri ( 1 – 10 )

T (time)

: lamanya nyeri sudah dialami klien

b) Tanda-tanda vital dengan mengukur :
-

Tekanan darah

-

Irama dan kekuatan nadi

-

Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan

-

Suhu tubuh

c) Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
 Pengkajian kepala, leher dan wajah
-

Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan
lunak, adakah perdarahan serta benda asing.

-

Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan
atau keluaran lain seperti cairan otak.
12

-

Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau
tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan
menelan.

 Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
-

Kelainan bentuk dada

-

Pergerakan dinding dada

-

Amati penggunaan otot bantu nafas

-

Perhatikan

tanda-tanda

injuri

atau

cedera,

petekiae,

perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi
 Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
-

Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

-

Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi,
abrasi, distensi abdomen dan jejas

-

Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas

-

Nadi femoralis

-

Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

-

Distensi abdomen

 Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
-

Tanda-tanda injuri eksternal

-

Nyeri

-

Pergerakan

-

Sensasi keempat anggota gerak

-

Warna kulit

-

Denyut nadi perifer

 Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk
mengkaji :
-

Deformitas

-

Tanda-tanda jejas perdarahan
13

-

Jejas

-

Laserasi

-

Luka

 Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
-

Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan

-

Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus
seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh
ataupun anggota keluarga

-

Kaji

adanya

tanda-tanda

gangguan

psikososial

yang

dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat
dan hiperventilasi.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan meliputi :
a. Radiologi
b. Pemeriksaan laboratorium
c. USG dan EKG
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat muncul pada kasus Nyeri
Dada (chest pain) antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
b. Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
c. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai 02
miokard dan kebutuhan
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

14

ASUHAN KEPERAWATAN
Pada Gangguan Sistem Kardiovaskuler
Dengan Diagnosa Medis Chest Pain
A.

Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
Tanggal Pengkajian
Diagnosa Medis
No. MR

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Tn. D
54 Tahun
Laki-laki
SMA
Sopir
Islam
Kel. Tawaeli Panau, Kec. Palu Utara
17 November 2012
Chest Pain
01-10-89

2. Penanggung Jawab
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Agama
Alamat
Hubungan dgn klien

:
:
:
:
:
:
:

Tn. A
45 tahun
Laki-laki
SMA
Islam
Kel. Tawaeli Panau, Kec. Palu Utara
Kakak

3. Pengkajian Primer
Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas, tampak penggunaan otot napas
tambahan
Breathing

Dyspnea, irama cepat dan dangkal, spontan, P : 30 x/menit

Circulation

Nadi radialis cepat, kuat angkat, ireguler, N : 120 x/menit

Disability

a. GCS : E4V5M6
b. Kesadaran : Composmentis

4. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Penyakit sekarang :
Klien masuk dengan keluhan sakit dada sebelah kiri, keluhan memberat bila
berbaring, sesak bila merasakan nyeri, keluhan tidak dipengaruhi oleh aktivitas.
Pengkajian nyeri (PQRST) :
Klien mengatakan nyeri dirasakan tiba-tiba dan memberat jika klien berbaring,
kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum hilang timbul, nyeri dirasakan dari dada
sebelah kiri menjalar sampai seluruh tangan kiri, skala nyeri yang dirasakan
sampai skala 9, dan nyeri dirasakan oleh klien sejak 4 hari yang lalu.

15

b. Riwayat penyakit terdahulu
Klien riwayat HT lama, bapak dari klien juga menderita penyakit yang sama
dengan klien.
c. Riwayat pengobatan
Klien sering kontrol ke poliklinik di RSD Madani.
d. Riwayat Alergi (obat dan makanan) :
Klien tidak ada riwayat alergi dan obat-obatan
5. Tanda-Tanda Vital
TD : 230/130 mmHg
N

: 120 x/menit

RR : 30 x/menit
S

: 36,2⁰C

6. Head to Toe (Pengkajian Fokus)
Kepala

Berkeringat, konjungtiva tidak anemis, tidak teraba adanya benjolan.

Leher

Peningkatan JVP R +1 H2O, tidak tampak adanya kelainan pada leher,
tidak teraba adanya hematoma

Thoraks

Dada :
Tampak penggunanan otot-otot napas tambahan, pergerakan cepat dan
dangkal, ireguler, tidak tampak adanya jejas.
Terdengar bunyi napas tambahan, brochovesikuler
Jantung :
Terdengar ireguler dan cepat, tidak terdengar adanya BJ tambahan

Abdomen

Tidak teraba adanya massa, tidak tampak adanya jejas, terdengar
bising usus 16 x/menit

Ekstremitas

Akral dingin, teraba nadi radialis, cepat, ireguler dan kuat angkat

Integumen

Berkeringat dingin, S : 36,2⁰C

7. Pengkajian Psikososial :
Gelisah, klien mengatakan cemas dengan penyakitnya, takikardi dan hyperventilasi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
- HB
- Leukosit
- Eritrosit
- Hematokrit

: 8,8 mg/dl
: 10,700 mg/dl
: 2,7 mg/dl
: 26 mg/dl
16

- Trombosit
: 312.000 mg/dl
- GDS
: 176 mg/dl
: 92 mg/dl
- Urea
b. EKG :
- Tachycardy
- Incomplete LBB
Blok
- ST-T abnormality
(maybe ischemia)
9. Therapy dan Instruksi Medis
- IVFD RL 12 tts/menit
- O2 nasal 3-5 lpm
- Injeksi Ranitidine 1 ampul/12 jam/IV
- ISDN 3 x 5 mg (SL)
- Captopril 2 x 25 mg
- Amlopidin 1 x 10 mg
- Trombo aspilet 1 x 1 tab
- EKG

17

B.

Analisa Data
KLASIFIKASI DATA
DS :
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan cemas
dengan penyakit
- Klien mengatakan sesaknya
bertambah bila berbaring
DO :
- Dyspnea
- Tampak penggunaan otototot pernapasan tambahan
- Irama pernapasan cepat dan
dangkal
- Hyperventilasi
- Klien tampak gelisah
- TD : 230/130 mmHg
- N : 120 x/mnt
- P : 30 x/mnt
- S : 36,2⁰C
DS :
- Klien mengatakan nyeri
dirasakan tiba-tiba
- Klien mengatakan nyerinya
memberat bila berbaring dan
merasa seperti ditusuk-tusuk
- Klien mengatakan nyeri
dirasakan dari dada kiri
menjalar ke seluruh tangan
kiri
- Klien mengatakan skala nyeri
yang dirasakan sampai pada
skala 9
DO :
- Berkeringat
- Akral teraba dingin
- Peningkatan JVP R +1 H2O
- Irama jantung Ireguler
- Takikardi
- Klien tampak gelisah
- Hyperventilasi
- TD : 230/130 mmHg
- N : 120 x/mnt
- P : 30 x/mnt
- S : 36,2⁰C

PENYEBAB
Iskemik Miokard
Beban Kerja jtg ↑

MASALAH
Ketidak
efektifan Pola
napas

Vol. Residu Ventrikel ↑
Tek Hidrostatik Kapiler
Paru ↑
Perembesan Cairan ke
Paru ↑
Odema Paru
Fungsi Pernapasan ↓
Dyspnea
Iskemik Miokard

Nyeri akut

Suplai O2 miokard ↓
Hypoksia otot jtg
Metabolisme anaerob
As. laktat ↑
Pelepasan Mediator
kimia
Merangsang nosiseptor
Proses transmisi,
transduksi, modulasi
Persepsi Nyeri di
Hypothalamus

18

C.

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah
1. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan penurunan fungsi paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard

19

D. Asuhan Keperawatan
Nama : Tn. D
TGL./JAM
1

17-11-2012
Pkl. 18.30

DIAGNOSA
2

Ketidak efektifan Pola
Napas b/d penurunan
fungsi paru.

Usia : 54 Tahun Jenis Kelamin : L No. MR : 01-10-89
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL

INTERVENSI

3

4

TUJUAN :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 2 jam, klien
akan menunjukkan
pola napas yang
efektif.
KRITERIA HASIL :
1. Klien akan
mengatakan tidak
merasa sesak lagi
2. RR dalam rentang
16-20 x/menit
3. Irama napas reguler
4. Klien tampak
tenang

Diagnosa Medis : Chest Pain

IMPLEMENTASI

EVALUATION

5

1. Observasi dan
dokumentasikan TTV setiap
30 menit

1.

2. Pantau dan dokumentasikan
kecepatan, irama,
kedalaman dan usaha
respirasi

2.

3. Atur posisi klien senyaman
mungkin

3.

4. Ciptakan lingkungan yang
tenang bagi klien

4.

5. Lakukan kolaborasi dengan
medis untuk pemberian
terapi :

5.

Pkl. 18. 45
Mengobservasi TTV setiap
30 menit :
S:
TD : 230/130 mmHg
N : 120 x/mnt
S : 36,2⁰C
P : 30 x/mnt
Memantau dan
O:
mendokumentasikan
kecepatan, irama,
kedalaman dan usaha
respirasi :
- P : 30 x/mnt
- Irama tidak teratur
- Cepat dan dangkal
- Hyperventilasi
Mengatur posisi klien
senyaman mungkin :
Posisi Fowler, kepala lebih
A:
tinggi 45⁰ dari kaki
Menciptakan lingkungan
yang tenang bagi klien
dengan mengurangi penjaga
yang mendampingi klien
Melakukan kolaborasi
dengan medis untuk
pemberian terapi :

6

Pkl. 20.30

- Klien
mengatakan
tidak merasa
sesak lagi

- TD : 160/100
-

mmHg
N : 80 x/mnt
S : 36,8⁰C
P : 20 x/mnt
Irama
pernapasan
teratur
Klien tampak
tenang

Tujuan Tercapai,
klien siap di
pindahkan ke
ruang perawatan

20

1

2

3

4

- IFVD RL 12 tts/mnt
- Pasang O2 nasal 2-5 lpm

5

-

17-11-2012
Pkl. 18.40

Nyeri akut b/d iskemik
pada miokard

TUJUAN :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 2 jam, nyeri
berkurang.

1. Kaji keluhan nyeri klien
dengan menggunakan
PQRST

KRITERIA HASIL :
1. Klien akan
mengatakan nyeri
yang dirasakan
berkurang
2. Klien dapat
melakukan tehnik
relaksasi secara
mandiri
3. Skala nyeri 6
4. Klien tampak
tenang
2. Ajarkan klien tehnik
relaksasi napas dalam untuk
mengatasi nyeri

6

- Memasang O2 Nasal 5
lpm
Memasang Infus dengan
cairan RL 12 tts/mnt

Pkl. 18.50
1. Mengkaji keluhan klien
dengan menggunakan
PQRST :
- P : klien mengatakan
nyeri dirasakan tiba-tiba
- Q : klien mengatakan
nyerinya seperti ditusuktusuk dan memberat
- R : klien mengatakan
nyeri dirasakan mulai dari
dada kiri menjalar
keseluruh tangan kiri
- S : klien mengatakan
skala nyerinya pada skala
9 (rentang 1 – 10)
- T : klien mengatakan
nyeri dirasakan sejak 4
hari yang lalu.
2. Mengajarkan klien tehnik
relaksasi napas dalam untuk
mengatasi nyeri :
Klien mengerti dan dapat
melakukan secara mandiri

S:

O:

Pkl. 20.30
- Klien
mengatakan
nyerinya
berkurang
- Skala nyeri
yang dirasakan
pada skala 6

- Klien dapat

A:

melakukan
tehnik
relaksasi
secara mandiri
Klien tampak
lebih tenang

Tujuan tercapai

21

1

2

3

4

3. Anjurkan klien untuk tidak
melakukan aktivitas yang
dapat memberatkan
keluhannya

4. Lakukan tehnik distraksi
bila klien mengeluh
nyerinya memberat

5. Lakukan kolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian
terapi :
- Ranitidin 1 amp/8 jam/IV
- ISDN 3 x 5 mg (SL)
- Captopril tab 2 x 25 mg
- Amlopidin tab 1 x 10 mg
- Trombo aspilet 1 x 1 tab

5

6

3. Menganjurkan klien untuk
tidak melakukan aktivitas
yang dapat memperberat
keluhannya :
Klien dianjurkan bedrest
total
4. Melakukan tehnik distraksi
bila klien mengeluh
nyerinya memberat dengan
cara bercerita atau
menyentuh klien secara
perlahan agar klien
teralihkan dan merasa
diperhatikan
5. Melakukan kolaborasi
dengan tim medis untuk
pemberian terapi ;
- Memberikan inj.
Ranitidine 1 amp/IV
- Memberikan tab ISDN 5
mg/SL
- Memberikan tab
Captopril 25 mg/oral
- Memberikan tab.
Amlopidin 10 mg/oral
- Memberikan trombo
aspilet 1 tab/oral

22

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC
Hudak&Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.
Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda,
NIC, NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta
Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta
Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC
Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakarta

23