Intelegensi Minat Bakat dan Kreativitas

TUNARUNGU
LAPORAN OBSERVASI INTELEGENSI, MINAT, BAKAT DAN KREATIVITAS
PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PROSES
PERKEMBANGAN
DAN PEMEBELAJARAN
(Observasi Lapangan di SMPLB. B Budi Daya)

Oleh :
MUHAMAD RIZAL AL-KHAKIM
1401015159

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA

2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala berkat
rahmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan “Laporan Observasi
Inteligensi, Minat, Bakat, dan Kreativitas Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
dalam Proses Perkembangan dan Pembelajaran” yang disusun untuk

menyelesaikan tugas mata kuliah Assesment BK Tes. Penyelesaian laporan ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Ibu Dra. Asni, M.Pd/Nurmawati, S.Pd selaku pembimbing materi
laporan ini.

2. Bapak Drs. Erwin Maskur selaku kepala sekolah SMPLB. B Budi Daya
Cijantung.
3. Ibu Sri Indaryati S,Pd selaku wali kelas dan guru di IX. A/siang, yang
telah banyak membimbing selama kegiatan observasi.
4. Anggota kelompok yang telah banyak memberikan masukan sehingga
laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan masukan-masukan dan dukungan moral dalam penyelesaian
laporan ini.
Tiada gading yang tak retak, begitu juga dengan laporan ini, masih banyak
terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan masukan,
saran, ataupun kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk

menyempurnakan laporan ini. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat
bagi para calon pendidik serta masyarakat umumnya.

Jakarta, 5 Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DOKUMENTASI TEMPAT PELAKSANAAN .......................................... iv
BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................... 2
C. Manfaat Penulisan ..................................................................... 3
D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ................................................ 3
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................... 4
A. Kajian Teori .................................................................................... 4
1. Pengertian Tunarungu ............................................................... 4

2.

Faktor Penyebab Tunarungu ..................................................... 4

3. Ciri-ciri Tunarungu .................................................................... 4
4. Perilaku Tunarungu ................................................................... 5
5. Kemampuan ............................................................................... 6
a. Intelegensi Tunarungu ................................................... 6
b. Minat Tunarungu ........................................................... 6
c. Bakat Tunarungu ........................................................... 6
d. Kreativitas Tunarungu ................................................... 6
6. Proses Perkembangan Tunarungu ............................................ 7
7. Proses Pembelajaran Tunarungu ............................................. 18
8. Layanan yang diberikan Tunarungu ....................................... 19

B. Temuan di Lapangan ......................................................................... 21
1. Identitas Pribadi ............................................................................ 21
2. Keluarga ....................................................................................... 22
3. Riwayat Kesehatan ....................................................................... 22
4. Faktor Penyebab ........................................................................... 22

5. Ciri-ciri ......................................................................................... 22
6. Perilaku ......................................................................................... 23
7. Proses Perkembangan ................................................................... 23
8. Proses Pembelajaran ..................................................................... 23
9. Layanan yang diberikan di Sekolah ............................................. 23
10. Keikut sertaan (Mahasiswa) dalam memberikan Bimbingan
bersama guru pembimbing di sekolah ....................................... 24
BAB III : PENUTUP ..................................................................................... 26
A. Kesimpulan .............................................................................. 26
B. Saran ........................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 28
LAMPIRAN ................................................................................................... 29

DOKUMENTASI TEMPAT
PELAKSANAAN

DOKUMENTASI MAHASISWA BESERTA
PESERTA DIDIK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi
pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks
dalam kehidupannya. Anak tunarungu secara fisik terlihat seperti anak
normal, tetapi bila diajak berkomunikasi barulah terlihat bahwa anak
mengalami gangguan pendengaran. Anak tunarungu tidak berarti anak itu
tunawicara, akan tetapi pada umumnya anak tunarungu mengalami ketunaan
sekunder yaitu tunawicara. Penyebab anak menjadi tunawicara adalah anak
sangat sedikit memiliki kosakata dalam sistem otak dan anak tidak terbiasa
berbicara.
Anak tunarungu memiliki tingkat intelegensi bervariasi dari yang rendah
hingga jenius. Anak tunarungu yang memiliki intelegensi normal pada
umumnya tingkat prestasinya di sekolah rendah. Hal ini disebabkan oleh
perolehan informasi dan pemahaman bahasa lebih sedikit bila dibandingkan
dengan anak yang mampu dengar. Anak tunarungu mendapatkan informasi
dari indra yang masih berfungsi, seperti indra penglihatan, perabaan,
pengecapan dan penciuman.
Anak tunarungu mendapatkan pendidikan khusus di lembaga informal dan

formal. Pendidikan formal yang menangani anak tunarungu yaitu LSM,
organisasi penyandang cacat, posyandu dan klinik-klinik anak berkebutuhan
khusus. Lembaga pendidikan formal yang menangani anak tunarungu adalah
home schooling, sekolah inklusi, dan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Penyelenggaraan pendidikan khusus tersebut termuat dalam UU No. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 32 ayat 1 yang
menyatakan bahwa pendididkan khusus merupakan pendidikan bagi peserta

didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan khusus yang dimaksud yaitu
pemberian layanan sesuai kebutuhan anak tunarungu.
Pendidikan

khusus

dilaksanakan

secara


sistematis.

Pelaksanaan

pembelajaran bagi anak tunarungu harus dimulai dari hal-hal yang dialami
anak dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu
mulai dari hal-hal yang mudah kemudian berangsur-angsur ke tingkat yang
lebih sulit. Pembelajaran bagi anak tunarungu dapat dilakukan dengan cara
memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan berulang-ulang.
Anak tunarungu kurang memiliki pemahaman informasi verbal. Hal ini
menyebabkan anak sulit menerima materi yang bersifat abstrak, sehingga
dibutuhkan media dan metode yang tepat untuk memudahkan pemahaman
suatu konsep pada anak tunarungu.
Pemahaman terhadap anak tunarungu juga sangat diperlukan guna
memberikan pelayanan yang tepat bagi anak. Pemahaman pelayanan tidak
hanya harus diketahui oleh guru, akan tetapi juga wajib diketahui oleh orang
tua. Guru dan orang tua harus saling bekerjasama dalam membuat program
pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini agar kita sebagai orang tua maupun

sebagai pendidik dapat:
1. Mengetahui siapa yang disebut sebagai anak tunarungu.
2. mengetahui ciri-ciri dan karakteristik anak tunarungu sehingga dapat
membantu anak berkembang dengan optimal.
3. Mengetahui

cara

menditeksi

dini

anak

yang

mengalami

ketunarunguan sehingga dapat memberikan stimulasi dini dan
pelayanan yang tepat bagi anak.


4. Mengetahui pendidikan yang tepat bagi anak tunarungu agar anak
berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
5. Memberikan terapi yang tepat guna membantu anak tunarungu agar
berkembang dengan baik.
6. Dapat meningkatkan rasa percaya diri anak tunarungu dalam
pergaulan sehari-hari di masyarakat.
C. Manfaat Penulisan
1. Menambah rasa syukur kita kepada Allah SWT karena telah
menciptakan kita tanpa kurang suatu apapun.
2. Bisa menghargai keberadaan mereka dengan cara tidak mengucilkan
atau mendiskriminasi.
D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
1. Tempat
JL. RAYA BOGOR KM. 24.5 RT. 010/ RW 06 NO 44
CIJANTUNG JAKARTA TIMUR
FAX/TELP : 021-8400011
Email : slb_budidaya@yahoo.com
2. Waktu Pelaksanaan
a. Selasa, 5 November 2015

Perizinan kepada pihak yayasan
b. Selasa, 10 November 2015
Melakukan wawancara dan perkenalan diri.
c. Rabu, 11 November 2015
Kegiatan ketrampilan menjahit.
d. Rabu, 18 November 2015
Kegiatan ekstrakurikuler pramuka.
e. Rabu 25 November 2015
Kegiatan olahraga.
f. Rabu 2 Desember 2015

Mempersiapkan lomba ketrampilan dan Mengakhiri kegitan
observasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.

Kajian Teori
1. Pengertian Tunarungu

Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai
rangsangan, terutama melalui indra pendengarannya.
Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa Tunarungu
adalah seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu.
Mufti Salim (1984:8) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak
yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya,
Memperhatikan batasan-batasan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard
of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya
tidak memiliki nilai fungsional didalam kehidupan sehari-hari.
2. Faktor penyebab Tunarungu
a. Faktor Keturunan (Heredity)
b. Faktor Ibu yang terkena Rubella (Maternal Rubella)
c. Ketidaksesuaian antara Darah Ibu dan Anak
d. Meningitis (Radang Selaput Otak)
e. Prematuritas

3. Ciri-ciri Tunarungu

a. Ciri-Ciri Fisik Anak Tunarungu
1) Cara

berjalan

anak

kaku

dan

membungkuk

disebabkan

karena terganggunya alat pendengaran.
2)

Gerakan mata cepat dan agak beringas menunjukkan bahwa anak
ingin menangkap keadaan yang ada di sekitarnya.

3) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal tampak pada saat
berkomunikasi dengan gerak/bahasa isyarat.
4) Pernafasannya pendek dan agak terganggu.
b. Ciri-Ciri Intelegensi Anak Tunarungu
Intelegensi anak tunarungu umumnya seperti anak normal namun karena
tingkat kemampuan bahasa, keterbatasan informasi dan daya abstraksi yang
mengakibatkan menghambatnya proses pencapaian yang lebih luas. Maksudya
karena memiliki keterbatasan dalam kemampuan berbahasa maka anak lebih
sulit untuk memahami sesuatu.
c. Ciri-Ciri Sosial Anak Tunarungu
1) Merasa rendah diri dan merasa diasingkan dari keluarga dan
masyarakat.
2) Merasa diperlakukan tidak adil oleh orang-orang disekitarnya.
3) Pergaulan terbatas antara sesama tunarungu.
4) Memiliki sifat egosentris melebihi anak normal.
d. Ciri-Ciri Emosi Anak Tunarungu
1) Mudah marah dan mudah tersinggung.
2) Merasa takut pada lingkungan sekitar sehingga anak merasa was-was
atau kuatir.
4. Perilaku Tunarungu
Perkembangan perilaku Anak Tunarungu

Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruan sifat dan sikap pada sesorang
yang menentukan cara-cara yang unik dalam penyesuain dengan lingkungan,
oleh karena itu banyak para ahli berpendapat perlu diperhatikannya masalah
penyesuain seseorang agar dapat mengetahu bagaimana kepribadiannya, perlu
kita perhatikan bagaimana penyesuaian diri mereka. Perkembangan kepribadian
banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orangtua terutama ibunya,
lebih-lebih pada masa awal perkembangannya, perkembangan kepribadian
terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada umunya diarahkan pada
faktor anka sendiri, pertemuan anatara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu,
yaitu

ketidakmampuan

menerima

rangsangan

pendengaran,

kemiskinan

berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan dan keterbatasan inteligensi dihubungkan
dengan sikap sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan
kepribadiannya.
5. Kemampuan
a. Inteligensi Tunarungu
Intelegensi anak tunarungu umumnya seperti anak normal namun
karena tingkat kemampuan bahasa, keterbatasan informasi dan daya
abstraksi yang mengakibatkan menghambatnya proses pencapaian yang
lebih luas. Maksudya karena memiliki keterbatasan dalam kemampuan
berbahasa maka anak lebih sulit untuk memahami sesuatu.
b. Minat, Bakat dan kreativitas Tunarungu
Setiap anak mempunyai minat dan bakat yang berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya, tidak menutup kemungkinan anak tuna
rungu. Anak tunarungu pasti mempunyai minat dan bakat yang
terpendam didalam dirinya. Minat dan bakat anak- anak tunarungu perlu
digali, ditemukan, dilatih, dan dikembangkan. Hal ini karena mereka
tidak memahami kemampuan yang mereka miliki. Mereka merasa bahwa
dirinya adalah anak cacat yang tidak mempunyai potensi yang bisa
dibanggakan. Mereka merasa bahwa dalam diri mereka terdapat
keterbatasan kemampuan, maka mereka cenderung merasa pesimis,

bimbang, ragu, minder, tidak percaya diri, dan terisolasi dari anak- anak
normal lainnya. Akibatnya, sifat keberbakatan mereka cenderung
dianggap tidak ada, kurang mendapat perhatian, dan akhirnya tidak
tersalurkan dengan baik. Pengembangan minat dan bakat anak tuna
rungu adalah proses mengembangkan minat dan bakat anak yang
mengalami gangguan pendengaran, baik yang sudah tampak maupun
yang belum tampak. Dalam pengembangan ini yang harus diperhatikan
adalah dari tumbuhnya minat dan bakat serta menemukenalinya. Dari
sini akan diketahui faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan
mereka. Dalam pengembangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya dari diri individu itu sendiri maupun lingkungan. Hal ini
sesuai dengan pendekatan empat P, yaitu pribadi (person), proses, press
(dorongan), dan produk. Keempat P ini saling berkaitan satu sama lain
dan sering disebut perumusan dari kreativitas. Keterkaitan ini yaitu
“pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif”, dan dengan
dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk
kreatif.
6. Proses Perkembangan Tunarungu
a. Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu
Dalam membahas perkembangan kognitif anak tunarungu, ada 3 masalah
yang akan dibahas , yaitu :
1) Masalah perkembangan struktur kognitif
2) Masalah intelegensi
3) Masalah perkembagan bahasa

1). Masalah Perkembangan Struktur Kognitif
Setiap manusia memiliki stuktur kognitif dasar yang disebut dengan
skema. Demikian juga dengan anak tunarungu memiliki skema.

Piaget (daam Helgenhahn, 1980:16) mengatakan bahwa stuktur kognitif akan
berkembang dengan kegiatan belajar melalui asimilasi dan akomodasi. Melalui
asimilasi dan akomodasi iniakan akan terjadi suatu persepsi terhadap informasi,
pesan atau pengetahuan tertentu. Anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam
fungsi pendengaran. Keterbatasan fungsi penedengaran ini, tentunya akan
banyak menghambat dalam aktivitas belajar, padahal perkembangan struktur
kognitif banyak tergantung pada faktor belajar, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Keterbatasan dalam fungsi pendengaran ini menyebabkan anak
tunarungu sering salah persepsi dalam berkomunikasi. Dalam proses
pembelajaran, informasi yang diberikan guru sering dimaknai salah, tidak sesuai
apa yang telah disampaikan oleh guru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Suparno dan Tin Suharmini (2005:58) melaporkan kemampuan recall anak
tunarungu, untuk mata pelajaran yang banyak menggunakan bahasa cenderung
kurang, sedangkan untuk mata pelajaran yang berkaitan dengan praktek, seperti
olaraga dan menggambar bagus. Dalam pelajaran yang bayak mengguanakan
verbal, anak tunarungu kesulitan untuk menangkap pesan yang diberikan oleh
guru. Pesan yang sudah ditangkap, kadang tidak sesuai, sehingga terjadi
kesalahan persepsi. Persepsi yang salah ini apabila disimpan dan direproduksi
kembali menjadi salah pula, sehingga prestasi belajar yang banyak
menggunakan verbal cenderung rendah.
Berdasarkan uraian ini maka dikatakan perkembangan kognitif anak
tunarungu banyak tergantung pada kemampuan bahasa dan menggunakan fungsi
bahasa. Perkembangan kognitif tentunya juga banyak ditentukan oleh tingkat
ketunarunguan dan daerah atau bagian telinga mana yang mengalami kerusakan,
apakah bagian luar (misalnya pada canal), bagian tengah (misalnya pada
tyimpanic membrane) dan telinga bagian dalam (misalnya cochlea).
Periode sensori motorik berlangsung dari umur 0-2 tahun. Pada periode
ini perkembangan mental ditunjukkan dengan kemampuan bayi untuk
mengkoordinasi sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan. Pada
anak tunarungu sulit sekali menagkap rangsangan pendengaran, sehingga sensasi
dan persepsi tidak dapat terbentuk dengan baik, bayi berusia 3 bulan akan

bereaksi ketika mendengar suara, dan bayi akan mencari dan melihat arah suara
tersebut, kemudian bayi akan berceloteh (meraban).
Anak tunarungu tidak dapat mendengar suara itu sehingga dia akan
bereaksi terhadap stimulus suara yang datang dari luar. Akibatnya kurang dapat
mempersepsikan objek dengan benar. Dengan demikian, anak terhambat
mengembangkan kemampuan untuk mengkoordinasikan, mengkoordinir sensasi
dan persepsi dengan gerakan-gerakan, dan ocehan-ocehan (meraban).
Pada usia 6 bulan, bayi selalu mencari sumber suara, perkembanagan
usia bicara pada usia ini adalah anak sudah meraban denga suara konsonan,
seperti m, n, p, b, k, g, t, dan d. menginjak usia 7-10 bulan , bayi mampu
melakukan reaksi/ respon terhadap suara-suara yang datang dari lingkunagan
sekitarnya, misalnya suara telepon, anjing, music atau suara ibu/ ayah atau orang
dewasa lain yang memanggilnya. Pada usia itu, anak dapat menirukan suara
orang lain, atau dapat membuat suara-suara sendiri. kemudian pada usia 11-15
bulan anak sudah dapat mengerti perintah, dan dapat menjawab pertanyaan yag
diajukan orang lain, anak juga sudah dapat membedakan suara. Pada usia ini
anak mampu mengatakan mama, papa. Menginjak 18 bulan anak sudah dapat
menunjuk dan menyebutkan bagian-bagian badan sesuai permintaan, tanpa
membuat gerakan-gerakan isyarat. Pada usia ini anak dapat mengulang kata-kata
dan menyusun minimal 2 kata (misalnya “iyen” minum, makan, ikut, dan
sebagainya).
Selanjutnya, pada usia 2 tahun anak sudah dapat mengerti perintah,
seperti ambilkan pensil, bawa bola itu kemari, tutup pintu itu, dan sebagainya.
Anak sudah dapat menerima telepon dan menyampaikan pesan kepada orang
lain. Anak sudah dapat menyebut benda-benda di lingkungan rumah, namanya
dan nama orang lain. Sudah dapat merangkai kata-kata menjadi kalimat yang
bermakna, sudah dapat memahami tentang kata kerja, benda, depan
(preposition), dan akat sifat. Seperti ibu pergi ke pasar, ini punya saya, ini besar,
yang ini kecil, saya sudah mandi tadi.
Keterbatasan fungsi auditory, mengakibatkan di usia 6 bulan anak
tunarungu tidak dapat mendengar suara, sehingga anak tidak merespon dan

mencari sumber suara. Dia juga tidak begitu paham dengan perintah verbal. Dia
juga tidak mendengar suara telepon, pintu ditutup, atau orang lain bersuara di
ruang lain. Kondisi pada anak tunarungu menyebabkan perkembangan bicara
terbelakang.
Pada periode pra operasional (2-7 tahun), pada tahap ini anak belum
dapat berfikir secara operasional. Pada tahap ini anak sudah mampu
mengkonstruksi pemikirannya dalam suatau tidakan. Anak sudah mampu
mengguanakan simbol yang lebih baik, misalnya anak sudah mampu
membayangkan

suatu

benda,

dimana

bendanya

tidak

ada

(misalnya

membanyangkan bentuk mobil, rumah, mainan, dan sebagainya).
Pada anak tunarungu lebih terbelakang dibandingkan anak normal.
Keterbatasan fungsi auditoriy menjadikan anak tunarungu sulit ,menggunakan
simbol-simbol bahasa yang lebih baik.
Selanjutnya, pada periode operasional kongkrit (7-11/12 tahun) biasanya
anak tunarungu berada di sekolah, baik sekolah luar biasa untuk anak tunarungu
(bagian B), maupun sekolah inklusi. Di sekolah, anak diajarkan untuk
menangkap, menyimpan dan memproduksi kembali informasi atau pesan-pesan
yang diterima. Demikian juga anak diajarkan untuk berkomunikasi. Bahasa
mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan kognitif. Dengan
penguasaan bahasa, maka perkembangan kognitif anak tunarungu dapat
berkembang. Demikian seterusnya sampai pada operasional formal anak akan
berkembang, walapun demikian apabila dibandingkan dengan anak normal
perkembangana kognitif anak tunarungu masih ada di bawah perkembangan
kognitif anak-anak normal.
Perkembangan kognitif anak tunarungu sanagat bervariasi tingkatannya.
Perkembangan kognitif anak tunarungu ditentukan oleh:
1) Tingkat kemampuan bahasa.
2) Variasi pengalaman.
3) Pola asuh atau kontrol lingkungan.
4) Tingkat ketunaruguan dan daerah bagian telinga yang mengalami
kerusakan.

5) Ada tidaknya kecacatan lainnya.
Kemampuan berbahasa merupakan faktor yang banyak berperan dalam
perkembangan kognitif. Dengan kemampuan bahasa yang dimiliki orang dapat
menerima dan menyampaikan informasi. Struktur kognitif akan berkembang
melalui belajar. Sedangkan bahasa merupakan faktor yang menentukan dalam
belajar.
Penentu yang kedua, adalah variasi pengalaman. Pengalaman yang
bervariasi pada anak tunarungu, akan menam bah pengetahuan sehingga akan
merubah struktur kognitif anak tunarungu. Tingkat ketunarunguan (apakah
termasuk tuanrungu yang ringan atau berat) akan mempengaruhi perkembangan
kognitif. Tunarungu ringan hambatannya lebih sedikit dibandingkan tuna rungu
yang berat, didalam belajar. Demikian pula tunarungu yang double handicap
(missal tunarungu dan tunagrahita) tentunya akan lebih berat dalam mencapai
perkembangan kognitif.
Kontrol lingkungan atau pola asuh orangtua ikut memberikan andil juga
dalam perkembangan kognitif anak tunarungu. Orangtua yang menerima
anaknya dan memberikan kesempatan pada anaknya untuk belajar, tentunya
akan berbeda dengan orangtua yang tidak mau menerima anaknya dan tidak
memberikan kesempatan pada anaknya untuk belajar.
2). Masalah Intelegensi Anak Tunarungu
Wechsler (1943) mengatakan intelegensi adalah suatu kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berfikir rasional dan berhubungan dengan lingkungan
secara efektif. Bagaimana individu menggunakan pengetahuan yang telah
dimilki untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Sedang Spearman (dalam
Subino, 1984:62) mengemukakan bahwa inteligensi adalah “general ability”
(“g”) yang berisi kemampuan menyadari diri, kemudahan melakukan abstraksi
dan

menggunakan

mengintisarikan

logika,

melakukan

prinsip-prinsip

inteligensi anak tunarungu.

umum).

pengamatan

dengan

tepat

Selanjutnya

bagaimana

dan

dengan

Pada umumnya anak tunarungu mempunyai inteligensi yang secara
potensial sama dengan anak pada umunya, namun anak tunarugu kurang mampu
dalam memngembangkan fungsi inteligensinya. Hal ini disebabkan keterbatasan
kemampuan fungsi auditori, yang mengakibatkan kurangnya kemampuan
penguasan bahasa, gangguan dalam berkomunikasi, dan keterbatasan informasi.
Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu pembawaan dan
lingkungan. Anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam menangkap rangsang
melalui pendengaran, akibatnya anak tunarungu sering salah dalam memaknai
suatu konsep yang datang dari luar. Kesalahan dalam memaknai suatu konsep ini
mengakibatkan komunikasi terganggu, informasi yang diterima kadang
dimaknai tidak sama.
Hasil penelitian yang dilakukan Suparno dan Tin Suharmini (2005:63)
terhadap siswa tunarungu yang bersekolah di SMU inklusi di Daerah Istimewa
Yogyakarta dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Subyek Pratama
Raw score betul

= 50

salah

= 10

PP

= 75

Grade

= II

Klasifikasi Inteligensi = di atas rata-rata
2) Subyek Moko
Raw score betul

= 42

salah

= 18

PP

= 50

Grade

= III

Klasifikasi inteligensi = average/ rata-rata
Dari penjelasan ini maka dapat dikatakan bahwa perkembangan
inteligensi pada anak tunarungu secara potensial tidaka ada masalah, namun

bagaimana anak tunarungu mengembangkan inteligensinya yang dimilikianya
itu merupakan suatu masalah. Di satu pihak masyarakat menghendaki
bagaimana inteligensi anak tunarungu itu dapat berkembang dan dapat
memfungsikan inkteligensi yang dimiliki itu untuk kepentingan masyarakat
banyak,

sedang

dalam

kenyataannya

anak

tunrrungu

kurang

dapat

mengembangkan fungsi inteligensinya.
3). Masalah Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu
Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam mencapai
perkembangan yang optimal. Apabila seseorang dapat megembangkan fungsi
bahasa, ia juga mempunyai kemampuan untuk mengembangkan aspek lain,
seperti aspek kognitif, emosi, sosial, moral dan kepribadian.
Ada 2 masalah dalam perkembangan bahasa anak tunarungu, yaitu
masalah kekacauan berbahasa dan kekacauan berbicara. Dua hal ini mempunyai
perbedaan, tetapi dua hal ini berkaitan dengan ketajaman pendengaran yang
dimiliki anak tunarungu. Lerner & Kline (2006) membedakan antara kekacauan
bahasa dengan kekacauan berbicara. Kekacauan bahasa ini tidak lepas dari ruang
lingkup komunikasi, sehingga didalamnya juga ada kekacauan dalam
komunikasi. Kekacauan bahasa meliputi :
1) Kelambatan bicara
2) Kekacauan dalam bahasa receptive (menerima)
3) Kekacauan dalam bahasa expresif (menyampaikan atau menyatakan)
Kekacauan berbicara Nampak pada produksi suara. Kekacauan berbicara ini
meliputi :
1) Kesukaran dalam artikulasi, misalnya tidak dapat menghasilkan suara r,
k, dan sebagainya.
2) Kekacauan suara.
3) Kurang lancar dalam berbicara, misalnya gagap.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Suparno & Tin Suharmini (2005:65)
tentang kesulitan dalam penggunaan bahasa waktu melakukan komunikasi pada
remaja tunarungu adalah :
1) Kesulitan dalam menyampaikan pendapat, dengan ucapan yang benar
(kesulitan dalam artikulasi, suara kacau dan berbicara tidak lancar).
2) Kesulitan menangkap atau menerima pesan. Anak tunarungu dapat
menangkap dan menerima pesan apabila lawan bicaranya mengucapkan
dengan jelas dan pelan, dibantu dengan isyarat.
3) Sering terjadi salah persepsi
4) Kesulitan dalam menyusun kata-kata denga stuktur kalimat atau tata
bahasa yang benar.
5) Dalam berkomuunikasi kurang mempertimbangkan penggunaan bahasa
dengan menyesuaikan siapa lawan bicaranya.
Selanjutnya dipaparkan oleh Tin Suharmini (2005:66) bahwa anak tunarungu
mempunyai pemahaman yang relatif rendah dibandingkan dengan anak normal.
Dari hasil tes pemahaman (tes klasifikasi kemampuan dasar) anak tunarungu
mempunyai hasil yang relative renadah.
Kemampuan kosa kata pada anak tunarungu bervariasi, ada yang
mempunyai kosa kata yang cukup banyak, ada juga yang kurang. Rata-rata kosa
akata anak tunarungu kurang. Cara memperoleh kosa kata anak pada tunarungu
melalui interaksi dengan orang lain (orangtua, saudara-saudara, teman-teman,
dannorang lain disekitarnya). Kosa kata pada anak tunrungu juga diperoleh
melalui membaca. Pada saat ini ada alat telekomunikasi yang canggih, missal
HP, sehingga anak tunrungu juga dapat menambah kosa kata melalui SMS yang
diterima dan dikirimkanya.
Dalam berkomunikasi anak tunarungu menggunakan berbagai alat
komunikasi, antara lain :
1) Menggunakan bahasa oral, lebih ditekankan pada gerak bibir.
2) Menggunakan tulisan dan membaca.

3) Menggunakan bahasa isyarat.
b. Perkembangan Sosial Emosi Anak Tunarungu
Anak tunarungu sebagai makhluk sosial seperti juga manusia yang lain
memiliki kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial. Kebutuhan-kebutuhan
untuk melakukan interaksi sosial ini sering terhambat gangguan komunikasi
akibat keterbatasan fungsi pendengaran. Pada umunya masyarakat menilai
mereka sebagai anak cacat yang perlu dikasihani, subyek yang tidak bisa
berkarya, dan tidak dapat diajak berkomunikasi. Sikap dari masyarakat ini akan
memberikan rasa yang tidak aman, merasa tidak dicintai, dan merasa tidak
dihargai, sehingga anak tunrungu merasa benar-benar tidak berharga dan kurang
percaya diri. Pada waktu anak tunarungu ingin bermain dengan teman-teman
sebayanya (anak dengar), tetapi sering kali ditolak. Demikian juga tunarungu
remaja yang sering mendapatkan ejekan dari remaja awas. Kondisi yang
demikian menyebabkan hambatan dalam perkembangan sosial. Hambatan sosial
ini terjadi karena keterbatasan perkembangan bahasa yang diperlukan pada
waktu mengenalkan norma-norma. Dengan adanya hambatan sosial ini biasanya
anak tunarungu menyendiri dan bersifat egocentris.
Menghadapi lingkungan yang bermacam-macam menyebabkan anak
tunarungu sering merasa kebingungan dan dihinggapi kecemasan sosial. Dalam
menghadapi lingkungan sosial anak tunarungu cenderung mempunyai perasaan
rendah diri dan merasa disingkirkan oleh keluarganya dan masyarakat. Ada
perasaan cemburu dan merasa diperlakukan tidak adil. Kurang dapat bergaul,
mudah marah, dan agresif.
Hasil penelitian Tin Suharmini (2006:150) melaporkan bahwa bentukbentuk sosial perilaku sosial yang ada pada anak tunrungu adalah sugesti,
simpati, dan imitasi visual, dorongan untuk bersahabat, menarik diri dari
lingkungan sosial yang lebih luas, dan kecemasan sosial. Pada waktu anak
tunrungu melakukan interaksi dengan sesama anak tunarungu tidak ada masalah
yang berarti. namun setelah anak tunrungu berinteraksi dengan anak-anak
normal, timbul berbagai masalah, sehingga anak tunarungu cenderung

menyingkirkan dan mengansingkan diri, apalagi menghadapi orang-orang yang
masih asing baginya. Tetapi tidak seluruhnya menunjukkan gejala interaksi
sosial seperti itu. ada juga anak tunarungu yang mempunyai kpercayaan diri
cukup tinggi, humoris, sehingga Nampak keluar tidak ada masalah dalam
interaksi dan perkembangan sosial, namun prosentasenya kecil, hanya terdapat
pada beberapa anak tunrungu saja. Kesalahan persepsi dalam berkomunukasi
sebagai hambatan utama dalam melakukan interaksi sosial, dan sekaligus
merupakan faktor yang menentukan bagi perkembangan sosial anak tunarungu.
Kesalahan persepsi dari beberapa komunikasi yang dilakukan anak
tunrungu dalam berinteraksi dengan orang lain, ditambah respon yang kurang
menyenangkan, sering menimbulkan slah pengertian, dan mengakibatkan
tekanan-tekanan emosi. Tekanan-tekanan emosi ini dinampakkan dengan cepat,
seperti marah, mudah tersinggung, resah, gelisah, cemas, bertindak agresif, atau
sebaliknya menarik diri, bimbang dan ragu-ragu.
Perkembangan sosial anak tunarungu banyak ditentukan dari lingkungan,
terutama lingkugan keluarga, disamping itu jenis kecacatan juga dapat
menghambat perkembangan sosial. Demikian juga dengan perkembangan emosi
anak tunrungu banyak ditentukan oleh kematangan dan dan bagaimana anak
tunarungu belajar pada lingkungan belajar.
c. Perkembangan Kepribadian Anak Tunarungu
Kepribadian anak tunrungu juga banyak ditentukan oleh disposisi
(pembawaan) dan perlakuan-perlakuan dari lingkungan. Menurut Suparno &
Tin Suharmini (2005:154) ada 5 faktor yang mempengaruhi kepribadian,
yaitu:
1) Pengalam usia dini
Dari hasil penelitian pada subyek 1 teryata mempunyai lingkungan
keluarga yang sangat positf bagi perkembangan subyek 1. Ayah, ibu
keluarga selalu memberikan pengalaman-pengalaman emosi yang
menyenangkan di usia dini. Seperti memberi kesempatan untuk anak
tunarungu untuk berbicara denga tidak jelas, tetapi keluarga berusaha

untuk mendengarkan dan memahaminya. Kasih sayang orang dinyatakan
dengan selalu menanyakan, sudah makan belum, sudah berdo’a, jangan
lupa sholat merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi anak di
usia dini. Demikian juga dengan saudara kandungnya memperlakukan
subyek 1 dengan baik. ia sangat sayang dan menghormati kakaknya,
sebagai saudaranya yang lebih tua. Demikian juga perlakuan temantemanya yang baik akan banyak membantu anak tunarungu dalam
mengembangakan sosial, emosi dan kepribadiannya.
Berbeda dengan subyek 2 mempunyai pengalaman yang tidak
menyenangkan, bapaknya sangat sibuk, bapak ibunya jarang mengajak
bicara, apalagi mendengarkan pendapatnya, ibu banyak melarangnya
untuk berbuat sesuatu, sangat protective terhadap anaknya. Pengalamanpengalaman usia dini yang berbeda ini akan menghasilkan kepribadian
yang tidak saya.
2) Pola Asuh
Ada 3 pola asuh yang dikenal dalam mendidika anaknya, yaitu pola asuh
otoriter, demokratis dan memberi kebebasan. Ternyata pola asuh
domokratis lebih menjanjikan untuk mengembangkan kepribadian atau
menemukan diri. Pola asuh demokratis ditandai dengan sikap
demokratis, kedisiplinan dan musyawarah yang menjadi pedoman dalam
mendidik anaknya, membimbing dengan tidak membedakan anaknya
yang tunarungu dan yang bukan tunarungu, menerima apa adanya,
menyayangi, dan memberikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
3) Kondisi atau Tingkat Ketunarunguan
Kondisi ketunarunguan ini sering menimbulkan kegagalan dalam
berkomunikasi. Kegagalan berkomunikasi ini kalau disikapi dengan
sikap negatif, akan menimbulkan kegagalan berikutnya. Tingkat
ketunarunguan memegang peranan penting. Pada tunarungu yang berat
tentu

akan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dalam

berkomunikasi dengan orang lain dibandingkan mereka yang mempunyai
tingkat

ketunarunguan

yang

ringan.

Sering

gagalnya

dalam

berkomunikasi ini akan menimbulkan konflik dan frustasi. Konflik dan
frustasi ini sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak
tunarungu.
4) Pemberian Cap
Pemberian cap dari orang lain, seperti bisu, tuli akan mempengaruhi
konsep diri anak tunrungu. Seperti dikatakan subyek tunarungu, bahwa
teman-temannya sering mengatakan tuli, dan dia mengatakan tidak
menyukai kata-kata bisu dan tuli.
5) Kesehatan Fisik
Kesehatan juga akan mempengaruhi perkembangan kepribadian pada
anak tunarungu. Seperti pepatah mengatakan bahwa dalam badan yang
sehat akan terdapat jiwa yang sehat. Kepribadian merupakan organisasi
dinamis sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang khas
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Allport dalam Duane
Schultz, 1979:130). Dari batasan ini jelas bahwa ada akaitan antara fisik
dan kepribadian.

7.

Proses Pembelajaran Tunarungu
Pendidikan khusus bagi anak yang mengalami tuna rungu sangat
dibutuhkan. Hal ini juga diakui oleh orang tua dari anak yang mengalami
tuna rungu. Mereka mengatakan bahwa salah satu alasan mereka
memasukkan anak mereka ke Sekolah Luar Biasa adalah agar mereka bisa
memahami dengan lebih baik apa yang menjadi kebutuhan dari anak
mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Smith (2001) bahwa program
pendidikan juga membantu keluarga dari anak tuna rungu sehingga mereka
dapat memahami dengan lebih baik dan memenuhi kebutuhan khusus dari
anggota keluarga yang mengalami tuna rungu.
Anak yang mengalami tuna rungu membutuhkan pendidikan yang
intensif, pendidikan harus dimulai dari lahir atau pada saat seorang anak

diketahui kehilangan pendengarannya, dan semua keluarga harus
dilibatkan, termasuk guru dan professional lain dalam melatih siswa agar
lebih efektif (Smith, 2001).
Proses pembelajaran pada tiap satuan pendidikan tidak akan pernah
dapat disamakan sebagaimana dituangkan dalam kurikulum konvensional
yang telah banyak direvisi melalui Kurikulum saat ini yaitu Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Dalam pada itu, pelayanan pada tingkat satuan
pendidikan khususnya Anak Berkebutuhan Khusus tidak sama dengan juga
tidak sama.
8. Layanan yang diberikan Tunarungu
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tuna rungu adalah
terletak pada pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan
dan Kauffman, (1988) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum
dalam mengajarkan komunikasi anak tunarungu, yaitu:
a. Auditory training
b. Speechreading
c. Sing language and fingerspelling
Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi
anak tunarungu, yaitu:
1) Metode Oral
Yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi secara
lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini
perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara
verbal. Dalam hal ini Van Uden menyarankan diterapkannya prinsip
cybernetik,

yaitu

prinsip

yang

menekankan

perlunya

suatu

pengontrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang menimbulkan
bunyi , dirasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberikan
umpan balik terhadap gerakannya yang akan menimbulkan bunyi
selanjutnya.
2) Membaca Ujaran

Dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut juga
dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu
kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak
bibir lawan bicara sewaktu dalam proses bicara. Membaca ujaran
mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa yang
diucapkan lawan bicara di mana ekspresi muka dan pengetahuan
bahasa turut berperan. Ada beberapa kelemahan dalam menerapkan
membaca ujaran, yaitu
(1) tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir,
(2) ada persamaan antara berbagai bentuk bunyi bahasa, misalnya
bahasa bilabial (p,b,m), dental (t,d,n) akan terlihat mempunyai
bentuk yang sama pada bibir,
(3) lawan bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh
(4) pengucapan harus pelan dan lugas.
3) Metode Manual
Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak
tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa
manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan
tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang
menggunakan modalitas gesti-visual. Bahasa isyarat mempunyai
beberapa komponen, yaitu
(1) ungkapan badaniah
(2) bahasa isyarat lokal
(3) bahasa isyarat formal
Ungkapan badaniah meliputi keseluruhan ekspresi badan seperti
sikap badan tentang ekspresi muka (mimik), pantomimik, dan gesti
yang dilakukan orang secara wajar dan alamiah Ungkapan badaniah
tidak

dapat

digolongkan

sebagai

suatu

bahasa

dalam

arti

sesungguhnya, walaupun lambang atau isyaratnya dapat berfungsi
sebagai media komunikasi. Bahasa isyarat lokal yaitu suatu

ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional berfungsi
sebagai pengganti kata. Bahasa isyarat lokal berkembang di antara
para tunarungu melalui konvensi (kesepakatan). Bahasa isyarat
formal adalah bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya
menggunakan kosa kata isyarat dan dengan struktur bahasa yang
sama persis dengan bahasa lisan. Di Indonesia dikenal sebagai
Isyando
4) Ejaan Jari
Ejaan

jari

adalah

penunjang

bahasa

isyarat

dengan

menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar dapat
dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu
(1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded)
(2) ejaaan jari dengan kedua tangan (twohanded)
(3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua
tangan.
5) Komunikasi Total
Komunikasi

total

merupakan

upaya

perbaikan

dalam

mengajarkan komunikasi bagi anak tunarungu. Istilah komunikasi
total pertama hali dicetuskan oleh Holcomb (1968:88) dan
dikembangkan

lebih

lanjut

oleh

Denton

(1970:84)

dalam

Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996:103). Komunikasi
total merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu
modus atau semua cara komunikasi yaitu penggunaan sistem isyarat,
ejaan jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik,
menggambar dan menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai
kebutuhan dan kemampuan seseorang.
B

Temuan di Lapangan
1. Identitas Pribadi
Nama

: Eko Wahyudi

Ttl

: Jakarta, 07 Desember 1995

Umur

: 20 tahun

Alamat

: JL. Intisari III RT. 002/05 No 05 Kel. Kalisari
Kec. Pasar Rebo
087123330/081282827097

Kelas

: IX. A /Siang

2. Keluarga
Bapak

: Salfina Belgreta

Ibu

: Sri

Kakak

: - (Anak Pertama)

Adik

: Salbina

3. Riwayat Kesehatan
Berat badan

: -

Tinggi badan

: 168 cm

Golongan darah

:O

Makanan yang di sukai

: Ayam goreng, Baso, Mie ayam.

Hobi

: Bermain Futsal

4. Faktor Penyebab
Menurut keterangan dari Eko Wahyudi, bahwa dia sejak lahir sudah dalam
keadaan tidak bisa mendengar/ tunrungu dan dalam wawancara dia tidak tahu
apa yang menyebabkan orangtuanya pada saat mengandung dan sampai dia
dilahirkanya. Dan untuk adiknya sendiri tidak mengalami apa yang dialami oleh
Eko Wahyudi. Jadi, kesimpulan dari penulis bahwa eko Wahyudi mengalami
tunarungu pada saat ibunya mengandung terkena virus dan infeksi yang
menyebabkan hambatan dalam perkembangannya terutama penyakit- penyakit
yang di derita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat

pembentukan ruang telinga. Dan merupakan suatu penyebab dikarenakan adanya
berbagai serangan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan baik langsung
maupun

tidak

langsung

terjadinya

kelainan

seperti

infeksi

TORCH

(toksoplasma, rubella, cytomegalo, virus, herpes), polio, meningitis, dan
sebagainya. Dan atau bisa juga karena keracunan obat- obatan : pada suatu
kehamilan ibunya meminum obatan terlalu banyak, atau ibunya meminum obat
pengugur kandungan, hal ini menyebabkan ketunarunguan pada anak yang lahir.
5. Ciri-ciri
a. Kesulitan menangkap isi pembicaraan dan lawan bicaranya,jika
berada pada posisi tidak searah dengan pandangan(berhadapan).
b. Dapat mengerti percakapan biasa dengan jarak sangat dekat dan
gerakan bibir.
c. Mengunakan bahasa isyarat dan mahir dalam bahasa sandi, seperti
American Sign Languange (ASL) atau pengejaan dengan jari.
d. Biasanya juga berkomunikasi lewat teknologi misalnya hand phone.
6. Perilaku
Perilaku yang nampak adalah cepat menangkap pelajaran apa yang
diajarakan oleh guru, mungkin karena keterbatasan bahasa terkadang salah
persepsi. Ceria dan senang bermain futsal, dan pada saat berkomunikasi
dengan Eko Wahyudi saya mengamati ada perasaan was-was, cemas dan
merasa takut.
7. Proses Perkembangan
Proses perkembangan dari komunikasi sendiri agak berjalan lambat
karena menurut wali kelasnya sendiri yang menyebabkan terhambatnya
karena juga penguasan bahasa yang kurang. Untuk proses perkembangan
inteligensinya normal seperti anak-anak yang lainnya. Dari perkembangan
ketrampilan tangan mengalami kemajuan
8. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran dalam kelas Eko Wahyudi cukup antusias dan aktif.
Menurut wali kelasnya terjadi perubahan yang cukup singnifikan dari tahuntahun sebelumnya. Mulai dari perkembangan bahasa dan penguasaan kata-

kata yang baru, maupun ketrampilan yang diperolehnya. Dari akademik
sendiri Eko Wahyudi kurang begitu memuaskan tetapi tetap bisa
mengimbanggi teman- teman yang lainnya. Sedangkan dari kegiatan
nonakdemik Eko Wahyudi memperoleh prestasi yang gemilang yaitu dengan
menjadi juara satu perlombaan futsal.
9. Layanan yang diberikan di Sekolah
Layanan yang diberikan sekolah karena keterbatasan komunikasi. Pihak
sekolah lebih mengembangkan bakat, minat dan kreativitasnya melalui
ketrampilan tangan dan anggota tubuh yang lainnya, namun

tidak

meninggalkan ketrampilan komunikasi. Dan biasanya disela-sela kegitan
pembelajaran memberikan penguasaan bahasa yang baru. Dan untuk
menunjang aspek perkembangan sosial dan emosinya, sekolah membuat
kegiatan outdoor di lapangan sekolah melalui kegitan pramuka dan olahraga.
Dan juga melakukan sembayang berjamaah bersama bagi yang beragama
islam ketika waktu adzan telah berkumandang.
10. Keikut sertaan (mahasiswa) dalam memberikan Bimbingan bersama
guru pembimbing di sekolah “(Diuraikan sesuai dengan pertemuan)”
a. Pertemuan I
Selasa, 10 November 2015.
Pertama kali bertatap muka dengan anak-anak, wali kelas
kemudian memperkenalkan penulis. Dan penulis ikut bergabung dan
membaur dengan kegitan pembelajaran mereka dan pada saat awalawal berkomunikasi mengalami sedikit kesulitan namun setelah
beradaptasi bisa menyesuaikan, penulis juga megajarkan sedikit
ketrampilan

berkomunikasi

kepada

mereka

melaui

menulis,

mengambar dan lain-lain.
b. Pertemuan II
Rabu, 11 November 2015.
Melihat

kegitan

ketrampilan

menjahit,

dan penulis

ikut

mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegitan
menjahit tersebut.

c. Pertemuan III
Rabu, 18 November 2015.
Mengikuti, membaur dan berinteraksi dengan anak-anak dalam
kegiatan pramuka di lapangan belakang sekolah.
d. Pertemuan IV
Rabu, 25 November 2015.
Mengikuti, membaur dan berinteraksi dengan anak-anak dalam
kegiatan olahraga di lapangan depan sekolah.
e. Pertemuan V
Rabu, 2 Desember 2015.
Berhubung anak-anak mempersiakan bahan yang akan dibawa
pada saat lomba dan pameran ke TMII. Jadi penulis ikut membantu
mempersiapkan keperluan dan bahan yang akan dibawa pada saat
pameran dan lomba.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Setiap anak adalah istimewa dan memiliki potensi terpendam yang harus
digali dan dimaksikmalkan kemampuannya, walaupun dia dilahirkan
dalam keadaan kekurangan. Dengan mengetahui kekurangan dan
keistimewaan sejak dini, orangtua dan guru dapat memaksimalkan
stimulasi dan latihan yang diberikan kepada anak sesuai dengan
kebutuhannya. Untuk itu baik guru maupun orang tua harus mampu
mengidentifikasi dini kekhususan yang dimiliki oleh anak.
Anak tunarungu adalah yang cacat dengar maupun kurang dengar. Dalam
kehidupan sehari-hari, anak tunarungu sama seperti anak normal pada
umumnya, hanya saja mereka memiliki hambatan dalam berkomunikasi
dengan orang lain. Selain itu, anak tunarungu mengalami hambatan dalam
memahami bahasa verbal, sehingga mereka perlu dilatih dan di terapi.
Terapi dan latihan selain dilakukan disekolah dan klinik, dapat juga
dilakukan oleh orang tua dan orang-orang dilingkungan keluarganya.
Penerimaan terhadap keadaan anak oleh orang tua akan membantu anak
untuk dapat menerima keadaannya dan berusaha untuk berkembang
seoptimal mungkin seperti halnya anak yang normal.
Keadaan anak tunarungu kadang kala dilahirkan dalam keadaan normal,
akan tetapi akibat dari keadaan gizi dan faktor kesehatan anak, dapat
menyebabkan anak menjadi tunarungu.
Selain orang tua, peran serta guru dalam membimbing anak disekolah
akan menunjang kesuksesan belajar anak dan anak dapat berkembang
dengan maksimal sebagaimana anak kebanyakan.

B.

Saran
Bagi pemilik yayasan dan kepala sekolahnya kedepannya agar tidak
menerima peserta observasi yang terlalu banyak, hal ini dapat menganggu
dalam proses pembelajaran bagi peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA
Suharmini, Tin. (2007). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Departemen

Pendidikan Nasional.

Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi Pendidikan. ( Indianti, Wahyu dkk).
Jakarta: Erlangga.
Adhimah, Wachid. Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu. Di akses pada
https://www.academia.edu/9347481/mengenal_lebih_dekat_anak_t
unarungu diambil tanggal 5 Desember 2015 pukul 21:00 WIB.
Notako.

Psikologi

Anak

Tunarungu.

Di

akses

pada

https://notako.wordpress.com/2012/12/26/psikologi-anaktunarungu/ diambil tanggal 5 Desember 2015 pukul 21:20 WIB.
Anda Alfarih. Pengembangan Bakat dan Minat Anak. Di akses pada
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2133034pengembangan-minat-dan-bakat-anak/#ixzz33ROkKfpm

diambil

tanggal 5 Desember 2015 pukul 22:00 WIB.
Musrifah. BAB_I_LO_ABK. Di akses pada https://www.academia.edu/ diambil
tanggal 5 Desember 2015 pukul 22: 30 WIB.

LAMPIRAN

LAMPIRAN DOKUMENTASI

PERTEMUAN I

Gambar 1.1 Perizinan di SMPLB. B Budi Daya lokasi depan sekolah
PERTEMUAN II

Gambar 1.2 Bertemu dan diterima dengan hangat oleh wali kelas.

PERTEMUAN III

Gambar 1.3 Kegiatan Belajar Mengajar Ketrampilan tangan.
PERTEMUAN IV

Gambar 1.4 Kegiatan pramuka di lapangan.

PERTEMUAN V

Gambar 1.5 Kegiatan olahraga di lapangan

PERTEMUAN VI

Gambar 1.6 Mempersiapkan untuk lomba dan pameran

Lain-lain

Gambar 1.7 Jadwal Pelajaran.