Makalah dan Tentang Anak Jalanan

Tugas Individu Tentang Anak Jalanan
Mata Kuliah “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”

Disusun Oleh :

Nama : Fitria Puji Astuti
Nim : 0602512021
Prodi : PAUD 2012

Fakultas Psikologi dan Pendidikan
Universitas Al Azhar Indonesia

Pendahuluan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fsik
dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan
dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fsik atau
mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang
ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar
kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan
hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya

berperilaku negatif.
Ketika mereka dewasa, besar kemungkinan mereka akan menjadi
salah satu pelaku kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun, maka kita
telah berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak
berkesudahan. Menghapus stigmatisasi di atas menjadi sangat penting.
Sebenarnya anak-anak jalanan hanyalah korban dari konfik keluarga,
komunitas jalanan, dan korban kebijakan ekonomi permerintah yang
memberatkan rakyat. Untuk itu kampanye perlindungan terhadap anak
jalanan perlu dilakukan secara terus menerus setidaknya untuk
mendorong pihak-pihak di luar anak jalanan agar menghentikan aksi-aksi
kekerasan terhadap anak jalanan. Sesuai konvensi hak anak-anak yang
dicetuskan oleh PBB (Convention on the Rights of the Child), sebagaimana
telah diratifkasi dengan Keppres nomor 36 tahun 1990, menyatakan
bahwa karena belum matangnya fsik dan mental anak-anak, maka
mereka memerlukan perhatian dan perlindungan. Fenomena merebaknya
anak jalanan di Indonesia merupakan persoalansosial yang komplek. Hidup
menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang
menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa
depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi
banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian

terhadap nasibanak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif.
Padahal mereka adalahsaudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang
harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi
manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Begitu pula kiranya anak jalanan yang memerlukan perhatian dan
perlindungan terhadap hak-haknya sebagai anak bangsa untuk

memperoleh pendidikan sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang
mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pengajaran.Melihat isi dari pasal 31 ayat 1 tersebut sangat bertolak
belakang dengan yang dialami anak jalanan. Mereka hampir tidak
mendapatkan haknya untuk mendapatkan pengajaran. Ironisnya di tengah
pendidikan bagi anak jalanan yang terabaikan, DPR justru berencana
mendirikan gedung baru yang megah dengan alasan “kinerja”. Sepertinya
akan lebih bijak apabila dana tersebut digunakan untuk mendirikan
sekolah untuk anak jalanan, memberikan honor bagi pengajar, dan
penyediaan sarana belajar mengajar untuk mereka. Akan tetapi di balik
hal tersebut kita patut bangga karena kepedulian masyarakat Indonesia
terhadap pendidikan justru semakin tinggi. Hal ini dibuktikan dari
banyaknya masyarakat yang mengabdikan diri sebagai pengajar di

sanggar yang telah didirikan.

Karakteristik dan Perkembangan Sosial Emosional
Karakteristik anak jalanan terbagi dua yaitu:
a.

Ciri fsik

-

Warna kulit kusam

-

Rambut kemerahan

-

Kebanyakan berbadan kurus


b.

Pakaian tidak terurus
Ciri psikis

-

Mobilitas tinggi

-

Acuh tak uacuh

-

Penuh curiga

-

Sangat sensistif berwatak keras


-

Kreative

-

Semangat hidup tinggi

-

Berani tanggung resiko

-

Mandiri

Psikososial anak jalanan :
Keadaan saat ini sangat memprihatinkan karena anak yangrentan turun ke
jalan lebih dari 20 kali lipat jumlah nya dibandingkan dengan anak jalanan itu

sendiri. Anak jalanan perempuan jauh lebih buruk posisinya karena pasti akan
menerima berbagai kekerasan atau bahkan pelecehan seksual. Karena anak
jalanan lebih banyak berinteraksi dengan kerasnyahidup dijalan dan mencari
uang, itu berdampak pada perkembangan psikososial nya dan tumbuh
menjadi anak yang keras, liar, dan terkenal tidak bisa diatur. Usia anak
jalanan biasanya masih dalamusia sekolah dimana usia sekolah termasuk ke
dalam tahapan psikososial yang mampu menghasilkan karya, dapat dan
melatih interaksi yang baik, dapat berprestasi dalam sekolah, serta dapat
menggali ilmu dengan kemauan sendiri. Tahap ini merupakan tahap anak
membuat konsep diri mereka sendiri. Jika tahap ini terlewatkan terjadi

masalah Psikososial. Masalah Psikososial adalah masalah kejiwaan dan
kemasyarakatan yang mempunyai
Pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau
gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.

Pelyanan Pendidikan
Sebenarnya anak jalanan tidak berbeda dengan anak yang lainnya,
mereka juga mempunyai potensi dan bakat. Pada masa anak-anak
seperti itu otak yang memuat 100-200 milyar sel otak siap

dikembangkan serta diaktualisasikan untuk mencapai tingkat
perkembangan potensi tertinggi. Pada perkembangan otak manusia
mencapai kapasitas 50 % pada masa anak usia dini. Kita telah benarbenar melupakan hak anak-anak untuk bermain, bersekolah, dan hidup
sebagaimana lazimnya anak-anak lainnya. Mereka dipaksa orang tua
untuk merasakan getirnya kehidupan. Mereka tumbuh dan
berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan
kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga
memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif .
Mengkaitkan kandungan hak-hak anak sebagaimana yang
tercantum dalam KHA dengan realitas yang ada, maka akan terlihat
suatu kesenjangan yang cukup tinggi. Penghormatan negara atas hakhak anak jalanan dinilai masih sangat minim, bahkan pada kebijakankebijakan tertentu seperti razia-razia yang sarat dengan nuansa
kekerasan, negara kerapkali dinilai melakukan pelanggaran terhadap
hak-hak anak (jalanan). Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam rangka
memenuhi hak-hak anak jalanan harus senantiasa ditingkatkan. Hal ini
mengingat anak sebagai aset dan generasi penerus bangsa.
Salahsatunya adalah dengan meningkatkan pelayanan pendidikan bagi
anak-anak jalanan. Pendidikan yang dimaksudkan disini adalah
pendidikan formal sebagaimana yang dicanangkan pemerintah dalam
Gerakan Wajib Belajar 9 tahun dan tentu saja dengan biaya pendidikan
gratis atau murah bagi anak-anak jalanan yang memiliki keluarga

miskin.
Pendidikan Pada anak jalanan mungkin ini tidak terlihat sebagai
suatu yang penting. Para anak jalanan lebih memilih untuk mencari

uang dibandingkan dengan bersekolah. Karena dorongan kebutuhan
hidup mereka yang mewajibkan mereka untuk mencari uang untuk
dapa bertahan hidup. Maka dari itulah pendidikan yang didapat oleh
anak jalanan sangatlah rendah dan dapat dikatakan anak jalanan ini
tidak mendapatkan pendidikan secara baik sesuai konvensi hak anakanak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the Rights of the Child),
sebagaimana telah diratifkasi dengan Keppres nomor 36 tahun 1990,
menyatakan bahwa karena belum matangnya fsik dan mental anakanak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan. Begitu
pula kiranya anak jalanan yang memerlukan perhatian dan
perlindungan terhadap hak-haknya sebagai anak bangsa untuk
memperoleh pendidikan dengan baik sesuai dengan pasal 31 ayat 1
UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat pengajaran.
Melihat isi dari pasal 31 ayat 1 tersebut sangat bertolak belakang
dengan yang dialami anak jalanan. Mereka hampir tidak mendapatkan
haknya untuk mendapatkan pengajaran. Dan akibatnya, perilaku
negatif dan kriminal yang timbul di kalangan anak jalanan tersebut.

Anak jalanan hidup dan berada dalam situasi sosial yang terdiri dari
berbagai setting. Setting pertama adalah lingkungan sosial yang terdiri
dari keluarga , sekolah dan masyarakat.
Pendidikan di kalangan anak jalanan ironisnya sangat sedikit atau
dapat dikatakan tidak layak. Msesikpun telah diatur dalam Pasal 9 ayat
(1) UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan;
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya”. Pemenuhan pendidikan itu haruslah
memperhatikan aspek perkembangan fsik dan mental mereka. Sebab,
anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil. Anak mempunyai
dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak cukup
memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di
sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang
adalah fundamen pendidikan. Tanpa kasih, pendidikan ideal tak
mungkin dijalankan. Pendidikan tanpa cinta seperti nasi tanpa
lauk,menjadi kering hambar, tak menarik.

Inilah yang menjadi faktor berkembangnya anak jalanan di
Indonesia dan pada masa dewasa para anak jalanan ini tidak dapat

bersaing dengan anak-anak yang lain. Persaingan ini berpandangan
bahwa setiap orang harus diberi kesempatan yang sama untuk
bersaing. Namun pada kenyataannya pada persaingan in anak-anak
jalanan hanya memiliki sedikit kesempatan karena kurangnya
kemampuan dan pendidikan yang diterima leh anak jalanan ini.
Rumah Sebenarnya anak jalanan tidak berbeda dengan anak
yang lainnya, mereka juga mempunyai potensi dan bakat. Pada masa
anak-anak seperti itu otak yang memuat 100-200 milyar sel otak siap
dikembangkan

serta

diaktualisasikan

untuk

mencapai

tingkat


perkembangan potensi tertinggi. Pada perkembangan otak manusia
mencapai kapasitas 50 % pada masa anak usia dini. Kita telah benarbenar melupakan hak anak-anak untuk bermain, bersekolah, dan hidup
sebagaimana lazimnya anak-anak lainnya. Mereka dipaksa orang tua
untuk

merasakan

getirnya

kehidupan.

Mereka

tumbuh

dan

berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan
kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga
memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif .
Mengkaitkan

kandungan

hak-hak

anak

sebagaimana

yang

tercantum dalam KHA dengan realitas yang ada, maka akan terlihat
suatu kesenjangan yang cukup tinggi. Penghormatan negara atas hakhak anak jalanan dinilai masih sangat minim, bahkan pada kebijakankebijakan tertentu seperti razia-razia yang sarat dengan nuansa
kekerasan, negara kerapkali dinilai melakukan pelanggaran terhadap
hak-hak anak (jalanan). Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam rangka
memenuhi hak-hak anak jalanan harus senantiasa ditingkatkan. Hal ini
mengingat

anak

sebagai

aset

dan

generasi

penerus

bangsa.

Salahsatunya adalah dengan meningkatkan pelayanan pendidikan bagi
anak-anak

jalanan.

Pendidikan

yang

dimaksudkan

disini

adalah

pendidikan formal sebagaimana yang dicanangkan pemerintah dalam
Gerakan Wajib Belajar 9 tahun dan tentu saja dengan biaya pendidikan
gratis atau murah bagi anak-anak jalanan yang memiliki keluarga
miskin.

Pendidikan Pada anak jalanan mungkin ini tidak terlihat sebagai
suatu yang penting. Para anak jalanan lebih memilih untuk mencari
uang dibandingkan dengan bersekolah. Karena dorongan kebutuhan
hidup mereka yang mewajibkan mereka untuk mencari uang untuk
dapa bertahan hidup. Maka dari itulah pendidikan yang didapat oleh
anak jalanan sangatlah rendah dan dapat dikatakan anak jalanan ini
tidak mendapatkan pendidikan secara baik sesuai konvensi hak anakanak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the Rights of the Child),
sebagaimana telah diratifkasi dengan Keppres nomor 36 tahun 1990,
menyatakan bahwa karena belum matangnya fsik dan mental anakanak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan. Begitu
pula

kiranya

perlindungan

anak

jalanan

terhadap

yang

hak-haknya

memerlukan
sebagai

anak

perhatian
bangsa

dan
untuk

memperoleh pendidikan dengan baik sesuai dengan pasal 31 ayat 1
UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat pengajaran.
Melihat isi dari pasal 31 ayat 1 tersebut sangat bertolak belakang
dengan yang dialami anak jalanan. Mereka hampir tidak mendapatkan
haknya untuk mendapatkan pengajaran. Dan akibatnya, perilaku
negatif dan kriminal yang timbul di kalangan anak jalanan tersebut.
Anak jalanan hidup dan berada dalam situasi sosial yang terdiri dari
berbagai setting. Setting pertama adalah lingkungan sosial yang terdiri
dari keluarga , sekolah dan masyarakat.
Pendidikan di kalangan anak jalanan ironisnya sangat sedikit atau
dapat dikatakan tidak layak. Msesikpun telah diatur dalam Pasal 9 ayat
(1) UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan;
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya”. Pemenuhan pendidikan itu haruslah
memperhatikan aspek perkembangan fsik dan mental mereka. Sebab,
anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil. Anak mempunyai
dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak cukup
memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di
sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang
adalah fundamen pendidikan. Tanpa kasih, pendidikan ideal tak

mungkin

dijalankan.

Pendidikan

tanpa

cinta

seperti

nasi

tanpa

lauk,menjadi kering hambar, tak menarik.
Inilah yang menjadi faktor berkembangnya anak jalanan di
Indonesia dan pada masa dewasa para anak jalanan ini tidak dapat
bersaing dengan anak-anak yang lain. Persaingan ini berpandangan
bahwa setiap orang harus diberi kesempatan yang sama untuk
bersaing. Namun pada kenyataannya pada persaingan in anak-anak
jalanan

hanya

memiliki

sedikit

kesempatan

karena

kurangnya

kemampuan dan pendidikan yang diterima leh anak jalanan ini.
 Rumah Singgah
Rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat
non formal, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi
dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan
lebih lanjut .rumah singgah didefnisikan sebagai perantara anak
jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah
singgah merupakan proses non formal yang memberikan suasana
pusat resosialisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma di
masyarakat. Tujuan dibentuknya rumah singgah adalah resosialisasi
yaitu membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan
nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dan memberikan
pendidikan dini untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan
masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Dalam resosialisasi kepada anak jalanan, para tutor menggunakan
prinsip perkawanan dan kesejajaran. Meskipun mereka anak-anak,
pengalaman dijalanan telah membuat mereka matang. Resosialisasi
menghindari pola instruksi dan memberikan masukan-masukan terusmenerus dimana anak sebagai objek. Anak jalana ditempatkan sebagai
subjek atas perubahan yang akan terjadi pada dirinya.prinsip yang
berlaku adalah para tutor dengan anak jalanan berdiskusi untuk
merumuskan kegiatan, memberikan pertimbangan, dan menyemangati
upaya yang dipilih. Pada akhir rsosialisasi, anak jalanan diharapkan
sudah mampu menolong dirinya sendiri.
Seperti contohnya Andi Suhandi yang beberapa waktu lalu dinobatkan
sebagai "The Young Heroes" oleh sebuah acara televisi ternama. Ia

berhasil mendirikan sanggar pendidikan bagi anak jalanan, yang telah
menampung banyak anak jalanan dan sebagian dari mereka telah
bersekolah di sekolah formal dan berprestasi. Meskipun pada awalnya
Andi mengalami kesulitan akan tetapi kesulitan tersebut dapat dilalui
berkat kesabaran dan kerja kerasanya. Hasilnya anak-anaknya berhasil
membawa pulang Tropi Walikota Juara 1 untuk tulis puisi yang bertema
anak jalanan dan Juara 2 lomba baca puisi, serta berhasil meraih Juara
1 lomba teater pada 2009.
Jadi, sebenarnya apabila anak jalanan tersebut dibina dengan baik,
mereka memiliki potensi yang tidak kalah dengan anak pada
umumnya. Anak jalanan perlu dirangkul untuk mendapatkan haknya
memperoleh pendidikan dan tidak selalu dipandang sebelah mata.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan
anak jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah
antara lain :
a. Sebagai tempat perlindungan dari berbagai bentuk
kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan
dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk
kekerasan lainnya.
b. Rehabilitasi, yaitu mengembalikan dan menanamkan fungsi
sosial anak.
c. Sebagai akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai
persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses
kepada berbagai pelayanan sosial seperti pendidikan,
kesehatan dll. Lokasi rumah singgah harus berada ditengahtengah masyarakat agar memudahkan proses pendidikan
dini, penanaman norma dan resosialisasi bagi anak jalanan.
d. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika
memungkinkan atau k panti dan lembaga pengganti lainnya
jika diperlukan
e. Memberikan alternatif pelayanan untuk pemenuhan
kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga
menjadi warga masyarakat yang produktif dan mandiri.

Penelitian Terkait
Pada tingkat mikro, kehadiran anak jalanan di Kota Bandung sangat
erat kaitannya dengan “situasi anak dan keluarganya”. Situasi anak dan
keluarga yang berpengaruh terhadap munculnya fenomena anak jalanan
meliputi; pertama, perlakuan salah dan ketidak-mampuan orangtua/keluarga
dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi anak akibat dari kondisi
kemiskinan. Kedua,anak yang lari dari orang tua atau keluarganya karena
perceraian orang tua, konfik dalam keluarga, penolakan anak oleh orangtua,
dan kondisi terpisah dari orang tua atau kehilangan orangtua. Keluhan orang
tua anak jalanan terhadap anaknya yang mengatakan bahwa kehidupan
sangat susah, tidak punya biaya untuk sekolah atau doktrin-doktrin bahwa
anak harus bertanggung jawab untuk membantu ekonomi keluarga
mempunyai pengaruh signifkan terhadap pemikiran anak untuk membantu
orang tua dalam mendapatkan penghasilan.
Berbagai perilaku anak dalam mendapatkan penghasilan di jalanan,
diarahkan atau diajarkan oleh orang tua atau kakak mereka. Dalam hal ini,
orang tua/ibu bapak dan kakaknya menjadi “mentor” bagi anak atau adiknya
dalam melakukan difersifkasi perubahan perilaku dalam aktivitasnya
mendapatkan penghasilan di jalanan.Orang tua mempunyai kontribusi dalam
menentukan keberadaan anak di jalanan. Sebagian besar dari orang tua yang
anaknya berada di jalanan tidak peka terhadap kebutuhan atau hak-hak anak

mereka, tidak peka dan tidak peduli terhadap resiko kehidupan jalanan bagi
anak, dan tidak berusaha keras melindungi anak dari kehidupan jalanan.
Anak yang lari/keluar dari keluarga/orang tuanya melakukan proses
pembelajaran sosial di jalanan tentang cara mempertahankan hidup dan
mendapatkan penghasilan. Mereka melakukan komunikasi dan proses
pembelajaran sosial cara mendapatkan penghasilan di jalanan dari teman
atau dari orang-orang yang telah lama berada di jalanan.Orang tua tidak
menyadari dan tidak tahu bahwa sesungguhnya pilihan melibatkan anak
dalam pemenuhan ekonomi keluarga merupakan pelanggaran hak anak dan
sangat membayakan bagi perkembangan anak-anak mereka.
Pada tingkat mezo, kehadiran anak jalanan berhubungan dengan
kekurangan sumber informal dilingkungan keluarga besar dan masyarakat
yang dapat memberikan dukungan atau kekuatan pada keluarga anak yang
bermasalah. Pada tingkat makro, keberadaan anak jalanan berkaitan dengan
kesenjangan struktu rekonomi. Terdapat 6 perubahan perilaku yang dilakukan
anak jalanan dalam aktivitasnya mendapatkan penghasilan, yaitu; (1) ketika
anak jalanan belum bisa berjalan dan berusia kurang dari 3 tahun; (2) ketika
anak jalanan sudah dapat berjalan (usia 3 –5 tahun); (3) ketika anak jalanan
berusia 6 –8 tahun; (4) ketika anak jalanan berusia 9 –12 tahun; (5) ketika
anak jalanan berusia 13 –15 tahun; dan (6) ketika anak jalanan berusia 16 –18
tahun.

Daftar Pustaka
http://www.slideshare.net/ftriapastuti9/savedflesssstitleependidikan-dananak-jalanan&usersloginerampard08
http://www.smeru.or.id/report/other/cpsp/Ppt%20Day%202/
Theme3%20Kalasan1/Suharmaspptsbahasa.pdf

http://maulodonk221027.blogspot.com/2012/06/faktor-faktor-yangmenyebabkan.html
http://saveanakjalnan.blogspot.com/2012/12/masalah-anak-jalanan-di-ibukota.html

http://tiana-simanjuntak.blogspot.com/2011/08/makalah-isbd-perilaku-sosialanak.html