REVITALISASI TUJUAN NEGARA INDONESIA DAL

1

“REVITALISASI TUJUAN NEGARA INDONESIA DALAM SUDUT PANDANG
DIALOG LINTAS AGAMA MENUJU PLURALISME ANTAR UMAT BERAGAMA”
Oleh:
Mohamad Ari Khakimuddin
(115040213111044)
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan (agama). Kepercayaan itu
akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya
atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu
dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran.
Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang
salah bukan saja tidak dikehendaki bahkan berbahaya dan merugikan semua pihak.
Indonesia terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya, agama, kepercayaan,
dan ideologi. Bahwa suku bangsa yang satu tak memahami suku bangsa lain; budaya
yang satu diperlakukan seolah-olah tak bersentuhan dengan budaya lain; juga
merupakan kenyataan yang sangat mungkin sewaktu-waktu dapat menjadi masalah
serius, seperti terjadi di Sambas, dan beberapa daerah lain. pemahaman dan usaha
mempelajari kebudayaan sukubangsa lain, di luar etnisnya sendiri, niscaya menjadi
sangat signifikan jika mengingat kemungkinan terjadinya desintegrasi bangsa tadi.
Arus globalisasi tentu saja akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan dan

penghidupan manusia sejagat.
Persoalan

lain

yang

terjadi

dalam

hubungan

kesukubangsaan

dan

kebangsaan atau antara etnisitas dan nasionalisme adalah adanya tuntutan
pengakuan dan keinginan yang berlebihan untuk mempertahankan identitas etnis dan
agama. Sejatinya keberadaan masing-masing etnis itu berbeda dan perbedaan yang

beranekaragam itu sebagai pluralitas faktual, maka perlu ada kesadaran kesetaraan
hubungan

antar-etnis

itu.

Lewat

kesadaran

kesetaraan

itu,

usaha

untuk

mengapresiasi etnis dan budaya lain relatif menjadi lebih gampang dan fleksibel.

Usaha memelihara toleransi menjadi lebih terbuka.
Menempatkan

kesusastraan

Indonesia

sebagai

pintu

masuk

menuju

pemahaman pluralitas budaya dan keberagaman etnik masyarakat di wilayah
Nusantara ini, tentu saja bukan tanpa alasan. Selain persoalan konflik etnik dan

2


agama yang perlu segera mendapat penanganan serius, juga hasrat beberapa daerah
yang berlebihan hendak mewujudkan identitas etnik dalam kerangka negara merdeka
(ethnonationalism) dapat menjadi ancaman. Kinilah saatnya memanfaatkan khazanah
kesusastraan tujuan negara Indonesia yang sarat bernafaskan kultur etnik dan agama
untuk dijadikan salah satu alat atau kendaraan yang akan membawa pada
pemahaman keberagaman etnik dengan pluralitas budayanya. Sehingga tujuan
tebentuknya negara Indonesia yang adil dan makmur dapat tercapai.
Kehidupan toleransi antar umar beragama sangatlah penting, mengingat kita
terlahir di negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, etnik dan agama.
Memang secara agama kita berbeda antara yang satu dengan yang lain. Akan tetapi
dengan perbedaan itu mari kita satukan pemikiran kita dalam proses pembangunan
negara Indonesia dalam semua sektor-sektor yang ada. Makna bersatu bukanlah kita
meleburkan atau menyatukan semua agama dan kepercayaan yang ada, akan tetapi
kita saling melengkapi dan saling bahu membahu dalam mewujudkan negara
Indonesia yang adli, makmur dan sejahtera. Sehingga konflik-konflik yang seringkali
muncul belakangan ini dapat berkurang serta rasa memiliki dan nasionalisme akan
kembali muncul.
Mungkin sulit sekali menselaraskan pemikiran dan paham akan agama kita
masing-masing. Ketika beberapa acara yang mangangkat tema tentang dialog lintas
agama selalu berakhir dengan adu pendapat dan permusuhan. Di pikiran saya pribadi

hal ini pun sangatlah sulit untuk di realisasikan mengingat masing-masing pihak selalu
ingin dominan dan tidak ingin mengalah. Maka dari itu mari kita kaji kembali agama
kita masing-masing dan rasa nasionalis akan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Ketika Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, menegaskan pernyataan sikap para
pemuda Indonesia: ―bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang
satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,‖ saat
itulah identitas etnis –diwakili Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra),
Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda
Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia—dan agama –diwakili
Jong Islamieten—melekat dalam semangat kebangsaan atas nama Indonesia..
Selepas peristiwa itu, berbagai puak dengan keanekaragaman kultur dan bahasa,
serta agama atau kepercayaan mulai dipersatukan melalui klaim kesadaran adanya
persamaan tanah air (wilayah), nasib bangsa yang terjajah, dan persamaan
menggunakan alat komunikasi antar-etnik. Tentu saja klaim kesadaran keindonesiaan

3

para pemuda waktu itu dalam konteks kebangsaan yang bersifat politis, dan tidak
dalam hubungan kultural. Meski begitu, dalam lampiran hasil keputusan kongres
pemuda itu, dinyatakan bahwa dasar persatuan Indonesia itu dilandasi oleh

kesamaan semangat ―kemauan, sejarah, hukum adat, kepecayaan serta pendidikan
dan kepanduan.‖ Melihat dan mengkaji kembali peristiwa bersejarah yakni sumpah
pemuda, terbesit di pikiran saya akan persatuan dan kesatuan para pemuda penerus
bangsa. Keanekaragaman agama inilah yang akan menyatukan kita dalam proses
menuju Indonesia dengan suasana yang luar biasa.
Peran pemuda sangatlah penting dalam proses penyelarasan dialog lintas
agama yang seringkali terjadi di tatanan masyarakat Indonesia. Dari Sabang sampai
Merauke terbentang budaya, etnik, ras, agama yang beraneka ragam. Melihat begitu
beragamnya negara Indonesia khususnya dalam hal agama, mari para generasi
muda

Indonesia

menggerakkan

sebuah

rasa

Nasionalisme


dengan

tidak

meninggalkan kepercayaan dan agamanya masing-masing serta tidak mempunyai
tujuan yang khusus untuk menjatuhkan antar sesama. Dalam UUD 1945 sudah di
jelaskan bahwa ―kebebasan berserikat, berkumpul dan beragama dalam rangka
menuangkan pikirannya untuk kemajuan negara Indonesia.
Kembali, penjelasan yang semestinya mendudukkan konsep tujuan negara
Indonesia dalam pengertian yang lebih terang dengan sudut pandang agama, justru
menimbulkan persoalan, karena tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai apa
yang dimaksud dengan konsep itu. Sehingga memunculkan sebuah pergerakan
radikal dengan landasan kepercayaan dan agamanya masing-masing yang
menimbulkan perpecahan di negara Indonesia. Maka dari itu saya disini menulis
sebuah karya tulis ini yang pada intinya ingin mengajak semua tunas-tunas bangsa
ini dari semua pihak dan golongan yang beraneka ragam untuk memikirkan sebuah
konsep pluralitas antar umat beragama yang nantinya dapat kita jadikan sebuah
konsep pemersatu negara Indonesia dengan berlandaskan ideologi pancasila dan
bernafaskan semua kepercayaaan dan agama yang ada di Indonesia.

Revitalisasi tujuan negara Indonesia merupakan langkah yang tepat untuk
mengembalikan rasa nasionalisme dengan tidak mengahapus unsur agama yang
ada didalamnya. Kita juga harus dapat mengkaji lagi Pancasila, khususnya sila
pertama yang berbunyi ―Ketuhanan yang Maha Esa‖. Mengapa kalimat ini di pakai
karena para pemimpin yang terdahulu ingin semua rakyat Indonesia bersatu dan

4

saling menghargai satu sama lain khususnya dalam hal beragama. Saya adalah
saya bagian dari umat muslim yang ada di Indonesia dan saya tidak sama sekali
menyalahkan agama lain selain agama islam. Melalui karya tulis ini saya berharap
para generasi muda dapat memikirkan negara Indonesia dengan tidak memandang
dari segi agama dan kepercayaan sehingga tujuan negara Indonesia yang adil dan
makmur dapat tercapai sempurna.

YAKIN ADALAH PIJAKANKU, USAHA ADALAH IKHTIARKU
DAN AKU YAKIN ALLAH AKAN MEMBAWAKU KEJALAN
MENUJU KESUKSESAN
“YAKIN-USAHA-SAMPAI”