Produksi dan kualitas susu sapi perah ya

PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH YANG DIBERI SILASE
COMPLETE FEED BERBAHAN BAKU LIMBAH PERTANIAN
Ambo Ako, Fatma, Jamila, dan S. Baba
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan KM. 10 Tamalanrea Makassar
amboako@yahoo.com

Abstrak
Persoalan pakan sapi perah pada umumnya meliputi aspek kualitas, kuantitas dan kontiniutas
suplai, utamanya penyediaan hijauan pakan pada musim kemarau. Salah satu solusi untuk
mengatasi persoalan tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi complete feed berbahan
baku lokal dari limbah pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknologi
complete feed berbahan baku lokal dan murah dari limbah pertanian sebagai pengganti
hijauan pakan guna meningkatkan produksi dan kualitas susu sapi perah. Metode yang
digunakan adalah menginventarisir semua limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pakan. Hasil formulasi complete feed diuji secara in vitro dan in vivo dan
membandingkannya dengan perlakuan petani. Penelitian in vivo menggunakan 15 ekor sapi
perah Friesian Holstein (FH) yang sedang laktasi bulan ke 4 – 5 dengan periode laktasi ke 3 5. Penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan yaitu, Rumput gajah + dedak sebagai control (T1),
Silase complete feed berbahan baku jerami (T2), dan Silase complete feed berbahan baku
jerami dan limbah sayur (T3). Parameter yang diukur meliputi produksi dan kualitas susu
(kadar protein, lemak, laktosa, kalsium, phosphor, pH dan BJ). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa, 1). Uji karakteristik fisik dan kimiawi silase complete feed yang dibuat, telah
memenuhi standar kebutuhan sapi perah sebagaimana yang direkomendasikan, 2). Produksi
dan kualitas susu yaitu kadar protein, laktosa, kalsium dan phospor cenderung lebih tiggi
pada perlakuan ransum yang menggunakan silase complete feed (T2 dan T3) dibanding
ransum kontrol (T1). Lain halnya dengan kadar lemak susu yaitu pada perlakuan T1 tinggi
dibanding dengan perlakuan T2 dan T3, 3). pH dan BJ susu tidak berbeda antar perlakuan, 4).
Limbah pertanian berupa jerami dan limbah sayur dapat dimanfaatkan sebagai pengganti
hijauan pakan pada pembuatan ransum complete feed dalam bentuk silase. Dengan demikian,
pemberian silase complete feed dari limbah pertanian khususnya limbah tanaman pangan dan
sayur lebih baik dibanding perlakuan masyarakat selama ini.
Kata kunci: Complete feed, Limbah pertanian, Produksi dan kualitas susu, Sapi perah FH.

1

MILK PRODUCTION AND QUALITY OF DAIRY COW FEED ON
COMPLETE FEED SILAGE MADE FROM AGRICULTURAL WASTE
Ambo Ako, Fatma, Jamila, and S. Baba
Hasanuddin University Faculty of Animal Husbandry
Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 10 Tamalanrea Makassar
amboako@yahoo.com

Abstract
The issue of feeding dairy cows generally includes aspects of quality, quantity and
continuity of supply, especially forage supply during the dry season. One solution to
overcome this problem is to utilize complete feed technology made from local raw materials
of agricultural waste. This study aims to find a complete feed technology made from cheap
local raw materials from agricultural waste instead of forage to improve production and
quality of milk of dairy cows. The method used is an inventory of all agricultural waste that
can be used as feedstuff. The formulation of complete feed was tested in vitro and in vivo and
compared with that generally practiced by the farmers. In vivo study used 15 Holstein
Friesian dairy cows (FH), in 4-5 months lactation with a lactation period of 3-5. The study
consisted of three treatments i.e. elephant grass + rice bran as control (T1), Complete feed
silage made from straw (T2), and complete feed Silage made from straw and vegetable waste
(T3). Parameters measured included the production and quality of milk (protein, fat, lactose,
calcium, phosphorus, pH and BJ). The results show that, 1). the physical and chemical
characteristics of complete feed silage has met the reccommended requirements for dairy
cows, 2). The production and quality of milk protein, lactose, calcium and phosphorus tends
to be higher for the treatment used complete feed silage (T2 and T3) compared to the control
diet (T1). However, the fat content of milk is higher in treatment T1 compared with T2 and
T3 treatments, 3). pH and BJ of milk did not differ between treatments, 4). Agricultural waste
such as straw and vegetable waste can be used as a substitute for forage in making complete

feed rations in the form of silage. Thus, the provision of complete feed silage from
agricultural waste especially waste food crops and vegetables is better than that of the
community generally practiced over the years.
Key words: Complete feeds, agricultural wastes, production and quality of milk,
dairy cows FH.

2

PENDAHULUAN
Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke
tahun, seperti halnya di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan meningkat dari 500 ekor pada
tahun 2005 menjadi 1.530 ekor pada tahun 2010. Konsekuensinya adalah semakin sulitnya
memperoleh pakan sumber hijauan utamanya di musim kemarau. Produksi susu menurun
drastis selama musim kemarau, karena rumput gajah yang menjadi sumber utama pakan
hijauan tidak terpenuhi sesuai kebutuhan. Peternak hanya menggunakan limbah jerami padi
atau jerami jagung sebagai sumber hijauan tanpa adanya pengolahan (Baba dkk., 2011).
Selanjutnya Muktiani (2007) mengemukakan bahwa pakan sapi perah pada dasarnya
dibedakan menjadi dua yaitu pakan kasar dan pakan konsentrat. Pakan kasar dapat berupa
rumput, leguminosa, jerami dan limbah pertanian atau perkebunan, sedangkan pakan
konsentrat umumnya berupa campuran bahan pakan sumber energi dan protein dengan

kandungan protein > 18% dan SK < 18%. Olehnya itu, perlu ada solusi untuk mengganti
rumput sebagai sumber serat atau pakan utama.
Hasil penelitian Baba dkk. (2011) menunjukkan bahwa ketersediaan limbah pertanian
baik dari tanaman pangan maupun dari hortikultura cukup banyak di daerah seperti
Kabupaten Enrekang. Di daerah sentra, beberapa limbah pertanian yang dapat dijadikan
sumber serat yaitu jerami padi, jerami jagung, dan jerami kacang tanah. Di daerah non
sentra, limbah hortikultura seperti limbah kol dan wortel, limbah perkebunan berupa kulit
kopi, dan jerami jagung cukup banyak tersedia.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan
teknologi complete feed berbahan baku lokal. Pemberian ransum lebih efisien karena
complete feed adalah makanan lengkap yang telah mengandung sumber serat, energi, protein
dan semua nutrien yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja produksi dan reproduksi
ternak. Selain itu, teknologi complete feed merupakan teknologi dengan preference ranking
tertinggi yang dipilih oleh peternak di Kabupaten Enrekang karena mampu mengurangi
penggunaan tenaga kerja serta waktu pemberian pakan (Baba dkk., 2011). Jika teknologi
complete feed berbahan baku lokal dapat dikembangkan di Kabupaten Enrekang, maka
masalah kelangkaan pakan, persaingan lahan dengan sub sektor lain serta ancaman longsor
akibat penanaman lereng pegunungan dapat dihindari.
Hanya saja, dalam pengembangan complete feed berbahan baku lokal diperhadapkan
pada masalah rendahnya kualitas limbah pertanian (jerami, limbah sayur dan perkebunan).

Dibutuhkan pengawetan dan pengolahan yang tepat sehingga complete feed yang dihasilkan
3

dapat memenuhi kebutuhan nutrien esensil yang dibutuhkan oleh ternak sapi perah. Hal ini
erat kaitannya dengan peningkatan sintesis komponen susu yaitu laktosa, protein dan lemak.
Olehnya itu, formulasi complete feed berbahan baku lokal yang memenuhi syarat tersebut
sangat penting ditemukan dalam rangka menjamin keberlanjutan produksi dan produktivitas
usaha sapi perah rakyat di daerah.
Tujuan penelitian adalah menemukan teknologi complete feed berbahan baku lokal
dan murah sebagai pengganti hijauan pakan guna meningkatkan produksi dan kualitas susu
sapi perah.
METODE PENELITIAN
Ketersediaan bahan pakan yang digunakan sebagai bahan pembuatan complete feed di
bagi 2 yaitu daerah sentra dan daerah non sentra. Daerah sentra menggunakan sumber serat
dari jerami padi dan jerami jagung, sumber energi dari dedak dan jagung giling, dan sumber
protein dari bungkil kelapa. Di daerah non sentra, complete feed menggunakan sumber serat
dari jerami jagung, limbah wortel, kol dan kulit kopi, sumber energi dari dedak padi dan
jagung giling, dan sumber protein dari bungkil kelapa dan ampas tahu. Analisis proximat
dilakukan guna mengetahui kandungan nilai gizi setiap bahan pakan sebagai dasar untuk
menyusun complete feed.

Setelah semua bahan diketahui kandungan gizinya, formulasi complete feed disusun
sesuai dengan kebutuhan sapi perah untuk produksi susu minimal 10 liter/ekor/hari menurut
rekomendasi NRC (2001). Bahan sumber serat dipotong-potong menggunakan chopper dan
dicampur dengan bahan sumber energi dan protein serta mineral yaitu garam dapur.
Selanjutnya ransum yang telah diformulasi dimasukkan ke dalam drum plastik untuk
disimpan dalam keadaan anaerob (dalam bentuk silase). Silase complete feed yang dihasilkan
dianalisis kualitas fisik dan kimianya.
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2012 di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan.
Penelitian in vivo menggunakan 15 ekor sapi perah Friesian Holstein (FH) yang sedang
laktasi bulan ke 4 – 5 dengan periode laktasi ke 3 - 5. Rancangan penelitian yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan dengan perlakuan
sebagai berikut:
T1 = Rumput gajah + dedak (kontrol) standar peternak.
T2 = Silase complete feed (CF) berbahan baku jerami.
T3 = Silase complete feed (CF) berbahan baku jerami dan limbah sayur.
4

Komposisi bahan pakan yang diberikan pada perlakuan kontrol (T1) yaitu rumput
gajah 30 kg/ekor/hari dan dedak 7 kg/ekor/hari. Formulasi silase complete feed yang
berbahan baku jerami (T2), serta jerami dan limbah sayur (T3) masing-masing dapat dilihat

pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Formulasi complete feed (berbahan baku jerami,T1) beserta kandungan nutrisi untuk
daerah sentra pengembangan sapi perah Kabupaten Enrekang

Bahan Pakan

%

Jerami Padi
Jerami Jagung
Dedak Padi
Jagung giling
Bungkil Kelapa

10
35
20
5
30
10

0

BK
(%)

TDN
(%)

Abu
(%)

PK
(%)

Lema
k (%)

SK
(%)


BET
N (%)

Ca
(%)

P
(%)

2,26
7,35
17,84
4,34
26,58

4,32
21,00
13,58
4,04
23,61


1,69
3,57
2,72
0,11
2,47

0,42
3,47
2,60
0,54
6,39

0,15
0,62
1,73
0,21
3,27

3,25

9,59
2,78
0,13
4,26

4,50
17,75
10,17
4,01
13,62

0,04
0,43
0,02
0,01
0,07

0,03
0,04
0,28
0,02
0,20

58,37

66,55

10,56 13,42

5,98

20,01

50,05

0,57

0,56

Sumber: Hasil perhitungan komposisi bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi perah dengan
Berat Badan 350-400 kg dan produksi minimal 10 liter/ekor/hari.

Berdasarkan hasil perhitungan kandungan nutrisi bahan pakan, maka diperoleh
komposisi bahan pakan sesuai dengan kebutuhan ternak sapi perah dengan berat badan 350400 kg dan produksi susu 10-15 liter/ekor /hari. Dan standar kebutuhan TDN dan PK sapi
perah telah terpenuhi oleh komposisi nutrisi complete feed yang telah disusun menurut
standar NRC (2001) sebagaimana di Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 2. Formulasi complete feed (berbahan baku jerami dan limbah sayur, T2) beserta
kandungan nutrisi untuk daerah non sentra pengembangan sapi perah Kabupaten
Enrekang
Bahan Pakan

%

BK
(%)

TDN
(%)

Abu
(%)

PK
(%)

LK
(%)

SK
(%)

BET
N (%)

Ca
(%)

P
(%)

Limbah Kol
Limbah Wortel
Kulit Kopi
Jerami Jagung
Bungkil Kelapa
Jagung giling
Dedak Padi
Ampas Tahu

2
2
8
45
16
2
20
5
100

0,20
0,14
6,82
9,45
14,18
1,74
17,84
0,73
51,08

1,52
1,83
4,58
27,00
12,59
1,62
13,58
3,90
66,62

0,24
0,29
0,71
4,59
1,32
0,04
2,72
0,26
10,16

0,43
0,29
0,57
4,46
3,41
0,22
2,60
1,52
13,49

0,07
0,29
0,31
0,80
1,74
0,09
1,73
0,02
5,04

0,26
0,12
2,26
12,33
2,27
0,05
2,78
1,11
21,18

1,01
1,01
4,15
22,82
7,26
1,60
10,17
1,63
49,66

0,01
0,01
0,00
0,56
0,04
0,00
0,02
0,01
0,65

0,01
0,02
0,00
0,05
0,11
0,01
0,28
0,06
0,53

Sumber: Hasil perhitungan komposisi bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi perah dengan
Berat Badan 350-400 kg dan produksi minimal 10 liter/ekoe/hari.

5

Parameter yang diukur adalah, konsumsi pakan, produksi dan kualitas susu.
Konsumsi pakan diperoleh dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah pakan
yang sisa dalam waktu 24 jam. Pengamatan produksi susu dilakukan setelah berlangsung
tahap pembiasaan selama 7 hari. Pengukuran produksi susu dilakukan selama 10 hari, dimana
produksi susu tersebut adalah hasi penambahan produksi susu pagi dan sore hari. Kualitas
susu yang diukur meliputi, kadar protein, lemak, laktosa, kalsium, phosfor, pH dan berat jenis
(BJ). Pengukuran kadar protein susu dilakukan dengan metode Makro Kjeldahl, lemak susu
dianalisis dengan metode Babcock (AOAC, 2005), laktosa susu dianalisis dengan Metode
Nelson (Sudarmadji, dkk., 1997), kalsium (Ca) susu dianalisis dengan Metode AAF
(Sudarmadji dkk., 1997), phosfor (P) susu dianalisis dengan Metode Spektrofotometer
(Sudarmadji dkk., 1997). Pengukuran pH dilakukan dengan metode potensiometri dan Berat
Jenis (BJ) susu diukur dengan menggunakan Laktodensimeter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Fisik dan Kimiawi Silase Complete Feed
Analisis sifat fisik dan kimia silase complete feed yang dihasilkan meliputi beberapa
parameter. Adapun gambaran sifat fisik dan kimia silase complete feed yang dihasilkan dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat fisik dan kimia silase complete feed yang dihasilkan
Sifat Fisik dan Kimia

Silase CF Jerami

pH
Bau
Warna
Total Bakteri asam laktat
Jamur
Protein Kasar (%)
Serat Kasar (%)
BETN (%)

3,4
Asam
Coklat Kehijauan
6,7 x 107
Tidak ada
13,87
31,22
39,65

Silase CF Jerami dan
Limbah Sayur
3,8
Asam
Coklat Kehijauan
1,1 x 107
Tidak ada
13,57
30,53
36,55

Berdasarkan data pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa complete feed yang dihasilkan
tidak ditemukan adanya jamur, baunya asam dengan aroma tape, warnanya masih seperti
warna bahan dasar penyusun complete feed yaitu hijau agak kecoklatan. Tidak adanya jamur
pada silase complete feed yang telah dibuat ditandai dengan tidak adanya bau busuk dan
warna hitam pada silase complete feed. Berdasarkan pada keadaaan fisik, maka silase
6

complete feed yang dibuat telah memenuhi standar silase complete feed yang baik yaitu
warnanya sesuai dengan warna bahan dasar penyusunnya. Warna dapat dijadikan sebagai
indikator permasalahan selama proses fermentasi, dimana bila berwarna seperti aslinya maka
silase itu baik, jika berwarna kekuningan mengindikasikan asam yang terbentuk adalah asam
asetat sedangkan warna kebiruan menunjukkan dominannya asam butirat dalam silase (Ramli
dkk., 2009). Berdasarkan kandungan bakteri asam laktat juga memenuhi standar karena
standar minimal yang harus dipenuhi yaitu 3 x 106 (Ramli dkk., 2009) sementara silase
complete feed yang dihasilkan mencapai 1,1 x 107 dan 6,7 x 107.
Kandungan protein kasar pada silase complete feed, diperoleh sebesar 13,57% pada
perlakuan yang berbahan baku jerami dan sayur, dan 13,87% pada perlakuan yang berbahan
baku jerami. Hasil ini memenuhi standar yang diharapkan dimana pada awal penyusunannya
diharapkan kandungan protein kasar adalah 13,5%. Dengan demikian, berdasarkan uji in
vitro, silase complete feed yang disusun telah memenuhi standar yang diharapkan.
Selanjutnya ada beberapa hasil penelitian mengemukakan tentang complete feed yaitu,
Wahjuni dan Bijanti (2006) menunjukkan bahwa pemberian complete feed tidak
mempengaruhi kinerja hati dan ginjal ternak sapi perah sehingga aman untuk diberikan secara
terus menerus. Demikian pula penelitian Mukodiningsih dkk. (2008) menunjukkan bahwa
pemberian complete feed calf starter menyebabkan pertumbuhan rumen yang tetap baik pada
anak sapi perah lepas sapi.
Konsumsi Ransum Silase Complete Feed
Hasil analisis fisik dan kimiawi silase complete feed yang dihasilkan menunjukkan
kelayakan untuk digunakan bagi ternak. Untuk itu, penelitian dilanjutkan untuk mengetahui
apakah silase complete feed yang dihasilkan dapat diterima oleh tenak dan mampu
menghasilkan produksi dan kualitas susu yang baik. Olehnya itu, penelitian dilaksanakan di
level usahatani dengan tetap menetapkan kaidah-kaidah penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Konsumsi bahan segar dan bahan kering pakan (terlihat pada Tabel 4) menunjukkan
hasil yang berpengaruh sangat nyata (P