Internal dan Eksternal Monetary Shock Te

INTERNAL dan EKSTERNAL MONETARY SHOCK
TERHADAP GROSS DOMESTIC PRODUCT INDONESIA
PERIODE 1984:1 – 2006:4

PROPOSAL UNTUK SKRIPSI S-1
JURUSAN ILMU EKONOMI

DIAJUKAN OLEH :

Mrr. Ekkie Noorisma Arldyas Tantrie
No. Pokok : 040418922

KEPADA

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2008

2

PROPOSAL

INTERNAL dan EKSTERNAL MONETARY SHOCK
TERHADAP GROSS DOMESTIC PRODUCT INDONESIA
PERIODE 1984:1 – 2006:4

DIAJUKAN OLEH :

Mrr. Ekkie Noorisma Arldyas Tantrie
No. Pokok : 040418922

TELAH DISETUJUI DAN DITERIMA DENGAN BAIK OLEH :

DOSEN PEMBIMBING,

Drs. Dyah Wulansari M. Ec
NIP : 132 056 926

TANGGAL…………………

KETUA PROGRAM STUDI,


Drs.Ec. Tri Haryanto, MP
NIP : 132 056 927

TANGGAL………………..

3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan
Dalam studi makroekonomi, kenaikan output dapat dianalisis menjadi dua
bagian, yaitu studi dalam jangka pendek dan studi dalam jangka panjang. Dalam
jangka panjang kenaikan output dapat dipengaruhi oleh tekhnologi dan input
faktor produksi, seperti kapital dan tenaga kerja. Investasi akan meningkatkan
jumlah kapital. Sehingga adanya tambahan kapital tentu saja akan meningkatkan
ketersediaan lapangan kerja yang kemudian dapat memicu peningkatan output
nasional (Mubyarto,2003). Namun, faktor kunci yang paling berpengaruh
terhadap kenaikan output nasional adalah kemajuan tekhnologi. Hal ini karena
kemajuan tekhnologi dapat meningkatkan output pada tingkat kapital dan tenaga

kerja yang tetap.
Dalam jangka pendek, perubahan output dapat dipengaruhi oleh
permintaan angregat melalui pasar barang maupun pasar uang. Kenaikan
permintaan agregat bisa dikontrol oleh kebijakan fiskal

melalui pajak dan

pengeluaran pemerintah maupun kebijakan moneter melalui jumlah uang beredar
(JUB) dan suku bunga. Dari sisi fiskal, mi, adanya penurunan pajak pada tingkat
investasi dan pengeluaran pemerintah yang tetap, menyebabkan disposible income
(pendapatan dikurangi pajak) menjadi meningkat sehingga mendorong tingkat
konsumsi. Tingginya tingkat konsumsi menyebabkan permintaan agregat

4

meningkat,

sehingga

berpengaruh


terhadap

kenaikan

output

(Samuelsen,2001:502).
Sedangkan dari sisi moneter, kenaikan permintaan agregat bisa dikontrol
melalui jumlah uang beredar dan suku bunga. Adanya kenaikan JUB akan
berpengaruh terhadap penurunan tingkat suku bunga. Suku bunga yang rendah
menyebabkan cost of capital berkurang dan biaya untuk meminjam uang menjadi
murah dan selanjutnya berdampak pada meningkatnya investasi dan kenaikan
tingkat konsumsi. Dengan semakin tingginya tingkat investasi dan konsumsi maka
permintaan agregat semakin meningkat dan berpengaruh terhadap kenaikan output
nasional (Mishkin,1996). Hal ini sejalan dengan Taylor (1995) yang dalam
penelitiannya membuktikan bahwa suku bunga mempunyai dampak yang
signifikan terhadap pengeluaran konsumsi dan investasi. Dengan demikian adanya
kenaikan permintaan agregat mengindikasikan adanya kenaikan output.
Namun, seringkali perekonomian terpukul akibat adanya shock atau

guncangan. Guncangan tersebut dapat berasal dari variabel moneter domestic
maupun luar negeri yang dapat mempengaruhi komponen permintaan agregat
(Friedman dan Schawrtz,1963). Variabel moneter tersebut antara lain berupa
jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi maupun nilai tukar. Internal Monetary
Shock atau guncangan pada variabel moneter domestik tersebut bisa berupa
adanya perubahan kebijakan oleh otoritas moneter, seperti kebijakan moneter
ekspansif atau kontraktif, yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya money
supply shock dan interest rate shock. Selain itu adanya inflation shock, turut
berpengaruh terhadap penerapan kebijakan moneter yang diambil. Yaitu apakah

5

bank sentral menerapkan kebijakan moneter ekspansif atau kontraktif . Sehingga
adanya shock pada variabel moneter secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap permintaan agregat dan selanjutnya terhadap output.
Internal monetary shock dapat menyebabkan penurunan output nasional.
Misalnya, adanya kebijakan moneter kontraktif, yaitu penurunan JUB akan
menyebabkan suku bunga domestic mengalami shock (meningkat) dan
menimbulkan konsekuensi pada penurunan output nasional. Kenaikan suku bunga
domestik


menyebabkan

tersendatnya

upaya

menstimulasi

sektor

riil

perekonomian. Tingginya suku bunga akan menyedot dana tersedia ke dalam asetaset seperti SBI, yang berarti bahwa lebih sedikit dana tersedia untuk investasi.
Tingginya suku bunga juga akan menyebabkan masyarakat merelokasi pendapatan
ke dalam aset-aset simpanan dan menahan tingkat konsumsi. Lebih rendahnya
tingkat investasi, konsumsi dan pengikisan nilai aset yang terjadi akibat inflasi
akan menyebabkan tertekannya permintaan agregat masyarakat, sehingga
pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat.
Money supply shock menyebabkan kenaikan output bergerak pada arah

yang negatif. Hal ini terjadi karena uang beredar tidak lagi dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi, namun justru menimbulkan inflasi. Christiano and
Eichenbaum (1992) menemukan fakta bahwa money supply shock menyebabkan
tingkat suku bunga dan pertumbuhan ekonomi bergerak pada arah yang tidak
diinginkan.Dengan kata lain, adanya kenaikan pada JUB yang diikuti oleh tingkat
suku bunga fed menyebabkan output turun. Penyebabnya adalah berbagai
perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksaan manajemen moneter di

6

Indonesia. Berbagai perubahan tersebut adalah : (1). Reformasi pada sektor dan
keuangan perbankan mendorong berkembangnya inovasi produk keuangan yang
menyebabkan tidak stabilnya hubungan antara inflasi dan uang. (2). Terjadinya
proses pemisahan kegiatan antara sektor moneter dan sektor riil (decoupling)
menyebabkan fungsi permintaan uang menjadi kurang stabil. (3). Sukses
pembangunan ekonomi Indonesia mendorong derasnya aliran masuk dari luar
negeri. Namun, aliran dana tersebut, khususnya yang berjangka pendek sangat
rentan terhadap rumor dan spekulasi sehingga sewaktu-waktu dapat berbalik
menjadi aliran dana ke luar negeri.
Selanjutnya, tingginya tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap

kenaikan output di Indonesia. Hal ini karena inflasi berpengaruh terhadap
keputusan konsumsi masyarakat, pemerintah maupun bisnis. Dimana konsumsi
adalah salah satu komponen penyusun permintaan agregat. Sehingga bila inflasi
naik, maka akan menurunkan daya beli masyarakat. Ketika secara agregat tingkat
konsumsi berkurang, maka output juga akan berkurang. Bila pergeseran agregat
demand ini terus berlanjut dan menyebabkan sektor bisnis menjadi lemah, maka
akan menyebabkan perekonomian mengalami resesi.
Indonesia yang memenuhi criteria “small and open economiy”,
menyebabkan setiap goncangan eksternal (eksternal monetary shock) yang terjadi
dalam perekonomian dunia akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia.
Adanya external monetary shock atau guncangan pada variabel moneter luar
negeri bisa berupa exchange rate shock, yaitu perubahan sistem nilai tukar yang
dianut maupun pergerakan nilai tukar domestik terhadap mata uang asing, serta

7

fluktuasi pada tingkat suku bunga dunia, inflasi, dan jumlah uang beredar.
Guncangan-guncangan tersebut dapat mempengaruhi perekonomian domestik
akibat adanya suatu mekanisme transmisi internasional yang mendorong
Indonesia untuk merespon adanya guncangan tersebut.

External monetary shock mempunyai dampak negatif terhadap output
Indonesia. Krisis mata uang bath di Thailand misalnya menyebabkan Indonesia
ikut terseret dalam krisis keuangan tahun 1997. Hal ini karena depresiasi pada
bath

mendorong

kenaikan

import

dan

menurunkan

eksport

sehingga

menyebabkan transaksi berjalan Indonesia memburuk sehingga terus menekan

nilai mata uang rupiah. Bank Indonesia yang menerapkan sistem nilai tukar tetap,
merasa kesulitan dalam meredam terjadinya gejolak nilai tukar pada saat
terjadinya krisis tahun 1997. Intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia tidak
banyak membantu dalam upaya stabilisasi mata uang rupiah dan membawa
dampak semakin berkurangnya cadangan internasional Indonesia sehingga
kenaikan output menjadi berkurang.
Dengan demikian, pada bulan Agustus tahun 1997 Bank Indonesia mulai
menerapkan sistem nilai tukar mengambang, dimana nilai tukar rupiah ditentukan
melalui mekanisme pasar. Penerapan sistem nilai tukar mengambang mempunyai
beberapa implikasi terhadap kebijakan moneter Indonesia. Di satu sisi, penerapan
sistem nilai tukar ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui mekanisme jalur nilai tukar. Setiap terjadi tekanan nilai tukar rupiah
akibat kebijakan moneter akan disesuaikan melalui pengaruh suku bunga terhadap
aliran modal sehingga berpengaruh terhadap penawaran ekspor dan permintaan

8

impor, yang selanjutnya akan mempengaruhi GDP. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Tyer dan Yang (2001) yang menemukan fakta
bahwa dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang di China,

fluktuasi nilai tukarnya menjadi lebih fluktuatif tetapi pertumbuhan ekonominya
tumbuh lebih cepat.
Namun disisi yang lain, dengan penerapan sistem nilai tukar mengambang
bebas, tugas otoritas moneter dalam menjaga stabilitas ekonomi akibat guncangan
eksternal menjadi semakin berat. Hal ini karena sistem nilai tukar mengambang
bebas menyebabkan guncangan perekonomian dunia dapat ditransmisikan kepada
perekonomian domestik. Sehingga menyebabkan perekonomian domestik menjadi
semakin rentan terhadap guncangan dunia (Jimenez, 2001).
Guncangan pada tingkat suku bunga dunia juga dapat menurunkan output
Indonesia. Indonesia yang merupakan small open economy dengan mobilitas
modal yang relatif sempurna, maka tingkat bunga dalam perekonomiannya akan
ditentukan oleh tingkat suku bunga dunia (Mankiw,2000:291). Oleh karena itu,
Indonesia mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap terjadinya
eksternal interest rate shock. Sebagai contoh, adanya foreign nominal shock
seperti kebijakan moneter kontraktif dan meningkatnya suku bunga luar negeri,
menyebabkan aliran modal dapat berpindah dari dalam negeri ke luar negeri.
Bila terus berlanjut, tentu akan memperburuk perekonomian dalam negeri karena
aliran dana tersebut tidak dapat digunakan untuk menambah investasi jangka
panjang yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

9

Untuk meredam efek guncangan internal maupun eksternal tersebut,
sebagai otoritas moneter, bank sentral telah menerapkan kebijakan moneter.
Kebijakan moneter dapat berbentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku
bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan
(Warjiyo,2004:62). Mekanisme transmisi kebijakan moneter saat ini adalah hal
penting yang dimiliki pemerintah untuk menstabilkan siklus bisnis. Bank Sentral
bisa mengontrol perekonomian ketika pengangguran tinggi atau ketika harga
meningkat terlalu cepat.
Tujuan kebijakan moneter seperti yang diamandatkan oleh UU
No.23/1999 tentang Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah melalui pengendalian besaran moneter. Besaran moneter ini meliputi
jumlah uang beredar dan atau suku bunga. Kebijakan moneter dikatakan berhasil
bila sasaran-sasaran perekonomian dapat tercapai. Sasaran-sasaran perekonomian
tersebut seperti kenaikan output, stabilitas pada harga, suku bunga, maupun
stabilitas nilai tukar.
Dalam penelitian ini, variabel guncangan internal akan direpresentasikan
oleh variabel Indonesia, sedangkan guncangan eksternal akan direpresentasikan
oleh variabel
pemilihan

perekonomian Amerika Serikat. Beberapa hal yang mendasari

variabel Amerika

sebagai

representasi

dunia

adalah

karena

(Mansor,2003): (1) Penggunaan Dollar Amerika Serikat yang dominan dalam
transaksi internasional, nilai dollar US yang relatif stabil serta diterimanya sebagai
alat tukar diberbagai negara di dunia. (2). Tingkat suku bunga

fed cukup

berpengaruh terhadap penetapan suku bunga di Indonesia, selain itu fluktuasinya

10

relatif stabil. (3). Amerika Serikat adalah salah satu negara mitra dagang dengan
volume eksport-import yang tinggi dengan Indonesia.
Dari berbagai uraian diatas, maka akan menjadi suatu pembahasan yang
menarik untuk melihat apakah ada hubungan kausalitas antara variabel domestik
dan dunia yang direpresentasikan oleh Amerika Serikat. Serta melihat bagaimana
internal dan eksternal shock

terhadap GDP di Indonesia dan variance

decompositions variabel GDP Indonesia, akibat adanya shock internal maupun
eksternal tersebut. Variabel yang diuji antara lain Jumlah Uang Beredar, tingkat
inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan GDP pada perekonomian Amerika Serikat dan
Indonesia.

Periode penelitian ini yaitu tahun 1984:01 sampai tahun 2006:04

dengan menggunakan tahun dasar 1984.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalahnya
adalah :

1.

Apakah ada hubungan kausalitas antar GDP, suku bunga, jumlah uang
beredar, nilai tukar dan inflasi di Indonesia dan di Amerika Serikat ?

2.

Bagaimanakah shock pada variabel GDP, suku bunga, jumlah uang
beredar, nilai tukar dan inflasi Indonesia dan Amerika Serikat terhadap
GDP Indonesia?

3.

Bagaimanakah variance decompositions variabel GDP Indonesia,
akibat adanya shock variabel suku bunga, jumlah uang beredar, nilai
tukar, dan inflasi baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat ?

11

1.3 Tujuan Penelitian :
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan utama dari penelitian ini
adalah:
1. Menguji hubungan kausalitas antar variabel-variabel GDP, suku bunga,
jumlah uang beredar, nilai tukar dan inflasi di Indonesia dan di Amerika
2. Mengestimasi shock pada variable GDP, suku bunga, jumlah uang
beredar, nilai tukar dan inflasi Indonesia dan Amerika Serikat dalam
mempengaruhi GDP di Indonesia
3.

Mengestimasi variance decompositions pada variabel
Indonesia akibat adanya shock variabel

GDP

suku bunga, jumlah uang

beredar, nilai tukar, dan inflasi di Indonesia maupun di Amerika Serikat

1.4 Manfaat Penelitian :
1.

Memberikan pengetahuan mengenai hubungan kausalitas antara
variable-variabel GDP, suku bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar
dan inflasi .

2.

Memberikan masukan bagi pemerintah Indonesia agar dapat
memformulasikan kebijakan moneter yang mampu menciptakan
keseimbangan internal dan eksternal.

3.

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan, bahan informasi,
dalam penelitian lebih lanjut

12

1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, sistematika dibagi dalam lima bagian
dengan pembahasan yang saling terkait, yaitu :
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini akan membahas latar belakang permasalahan, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini akan membahas tentang landasan teori yang sesuai
dengan permasalahan yang dibahas, yaitu antara lain tentang definisi dan teori
perekonomian kecil dan dan terbuka serta hubungannya dengan perekonomian
dunia, instrumen kebijakan moneter, sasaran akhir dan mekanisme transmisi
kebijakan moneter, variabel-variabel moneter yang digunakan dalam penelitian,
dan teori pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian terbuka. Dalam bab ini
juga akan diuraikan studi dari penelitian-penelitian sebelumnya, dan model
analisis dari penelitian ini.

BAB III Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang pendekatan penelitian, identifikasi variabel,
definisi operasional, jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data, teknik
analisis pengolahan data dengan menggunakan model VECM (Vector Error
Correction Model), model, dan langkah-langkah pengolahan data.

13

BAB IV Analisis dan Pembahasan
Pada Bab Empat, akan menyajikan hasil penelitian dan memapaparkan
hasil penelitian yang dilakukan. Analisis tersebut menjelaskan gambaran umum
dari karakteristik variabel-variabel GDP, suku bunga, jumlah uang beredar, nilai
tukar dan inflasi .Selain itu juga dijelaskan tentang respon adanya eksternal
monetary shock pada variabel-variabel diatas terhadap pembentukan GDP di
Indonesia.

BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab terakhir, berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta
saran-saran yang dianggap perlu berdasarkan hasil pembahasan skripsi. Sehingga
diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
2.1.1. Teori Mundell-Fleming :
Asumsi penting dari teori Mundell Fleming adalah perekonomian kecil
dan terbuka dengan mobilitas modal yang sempurna sehingga tingkat bunga
dalam

perekonomian

akan

ditentukan

oleh

tingkat

bunga

dunia

(Mankiw,2000:291). Perekonomian kecil dan terbuka adalah perekonomian yang
hanya sebagian kecil dari perekonomian dunia, sehingga tidak mempunyai
dampak yang berarti. Perekonomian ini mempunyai ciri sebagai berikut :


Ketergantungan tinggi terhadap perekonomian global



Ketergantungan tinggi terhadap perubahan harga internasional



Tingkat kerentanan yang tinggi terhadap guncangan luar negeri.

Pertumbuhan ekonomi pada perekonomian terbuka melibatkan berbagai
masalah secara luas, yang meliputi tingkat tabungan dan investasi nasional. Dalam
jangka panjang, mencapai tingkat tabungan dan investasi yang tinggi adalah salah
satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain tabungan dan
investasi, pertumbuhan ekonomi pada perekonomian kecil dan terbuka juga sangat
dipengaruhi oleh penggunaan tekhnologi yang tepat guna, kebijakan perdagangan
dan iklim perekonomian yang sehat secara keseluruhan.

15

Tingkat suku bunga riil

Gambar 2.1
Tabungan dan Investasi dalam Perekonomian Kecil dan Terbuka

S+T-G

C

A

Domestik I

B
r=

Net
eksport

Domestik S

rw
I

Investasi, tabungan, eksport netto

Investasi dan tabungan domestic ditentukan oleh pendapatan, suku bunga. Dalam
perekonomian dunia, tingkat suku bunga riil dipengaruhi oleh pasar uang dunia.
Pada tingkat suku bunga riil yang relative tinggi, tabungan domestic melebihi
investasi domestic,sehingga kelebihan tabungan mengalir pada investasi di luar
negeri yang lebih menguntungkan.

2.1.1.1 Permintaan Agregat Model Mundell-Fleming :
Analisis permintaan agregat yang disertai perdagangan dan keuangan
internasional dapat dianalisis melalui model Mundell-Fleming, dimana ia adalah
versi perekonomian terbuka dari model IS-LM. Asumsi penting dari model ini
yaitu bahwa perekonomian yang sedang dianalisis adalah perekonomian kecil dan

16

terbuka dengan mobilitas modal yang sempurna sehingga tingkat bunga dalam
perekonomian akan ditentukan oleh tingkat bunga dunia(Mankiw,2000:291).



Pasar Barang dan Kurva IS :
Persamaan untuk pasar barang adalah :
Y C (Y  T )  I (r*)  G  NX (e)

Persamaan ini menunjukkan bahwa Y (pendapatan agregat) adalah jumlah
dari pengeluaran konsumsi (C) yang dipengaruhi oleh Disposible Income,
investasi yang dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dunia dengan hubungan yang
negative, pengeluaran pemerintah, serta eksport bersih yang dipengaruhi oleh nilai
tukar (e).
Gambar 2.2
Penurunan Kurva IS

17

c. Kurva Perpotongan Keynesian

Nilai tukar (e)

Nilai tukar (e)

e2

e2

e1

e1

NX(e2)

NX(e1)

NX

a. Kurva Eksport
bersih

b. Kurva IS
Sumber : Mankiw (2000:293)

Kurva IS diturunkan dari kurva eksport bersih dan perpotongan
Keynesian. Dimana seperti ditunjukkan pada gambar (a), kenaikan dalam nilai
tukar / kurs, akan mengurangi eksport bersih. Sedangkan pada gambar (c),
penurunan dalam eksport akan menggeser kurva pengeluaran kebawah, sehingga
menurunkan pendapatan. Jadi kurva IS menujukkan hubungan antara nilai tukar
dan pendapatan : Semakin tinggi nilai tukar, maka semakin rendah tingkat
pendapatan.


Pasar Uang dan Kurva LM
Persamaan pasar uang :

M
 L( r*, Y )
P

18

Artinya, penawaran dari keseimbangan uang Riil akan sama dengan
jumlah permintaan. Keseimbangan uang riil ini berhubungan terbalik
dengan tingkat bunga dunia dan berhubungan positif dengan pendapatan.
Gambar 2.3
Penurunan Kurva LM
Bunga (r)
LM

a. Kurva LM

r = r*
Pendapatan, output (Y)
Nilai tukar (e)

LM
b. Kurva LM

Pendapatan, output (Y)

Sumber : Mankiw (2000: 295)

Gambar (a) menggambarkan

kurva LM dengan garis horizontal yang

menujukkan tingkat bunga dunia. Perpotongan kedua kurva menentukan tingkat
pendapatan tanpa kurs.Gambar (b) menujukkan bahwa kurva LM adalah vertical,
karena nilai tukar tidak termasuk dalam persamaan LM



Keseimbangan IS_LM Model Mundell-Fleming
Berdasarkan model Mundell-Fleming, perekonomian kecil dan terbuka
bisa dijelaskan dengan persamaan :
IS  Y C (Y  T )  I ( r*)  G  NX (e)

19

LM 

M
 L(r*, Y )
P

Keseimbangan untuk perekonomian ditemukan pada perpotongan kurva IS
dan LM. Perpotongan ini menujukkan kurs dan tingkat pendapatan dimana
pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan.
Gambar 2.4
Keseimbangan Kurva IS-LM
Nilai Tukar (e)

LM

IS
Pendapatan, output, Y

Sumber : Mankiw (2000:295)

Dari kurva IS-LM diatas dapat diturunkan menjadi Kurva Permintaan
Aggregate (AD). Pergeseran kurva Agregat Demand ini disebabkan oleh adanya
ekspansif/kontraksif suatu kebijakan. Kebijakan moneter ekspansif bisa berupa
kenaikan pengeluaran pemerintah, penurunan pajak, kenaikan jumlah uang
beredar ataupun penurunan tingkat bunga. Kebijakan ini akan mengeser kurva AD
ke arah kanan, yaitu dari AD ke AD' seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4. di
bawah ini.
Gambar 2.5
Penurunan Kurva AD

20

P
AD’

AD

Y

Y’

Sumber : Mankiw, (2003:287)

Penurunan Kurva AD dari persamaan IS-LM diatas dapat dirumuskan
AD: Y = f (  , i ,E,Y*, G, T )
Penelitian ini akan menfokuskan pada variabel moneter baik domestik
maupun luar negeri. Variabel moneter domestik antara lain GDP, JUB, inflasi,
suku bunga SBI, dan nilai tukar. Variabel moneter luar negeri meliputi GDP, ,jub,
inflasi, dan suku bunga. Sehingga pendekatan persamaan yang dibahas dengan
menggunakan kurva Aggregate Demand yang diturunkan melalui Kurva IS-LM
yaitu :
AD : Y  f ( ,  US , i, iUS , E , M , M US , YUS )

2.1.1.2 Mekanisme Model Mundell Fleming :
2.1.1.2.1 Analisis Monetary Shock dengan Nilai Tukar Tetap :
Kurs tetap mengarahkan kebijakan moneter suatu negara pada tujuan
tunggal, yaitu mempertahankan kurs pada tingkat yang telah ditetapkan. Pada

21

sistem ini, bank sentral akan membeli atau menjual mata uang domestik untuk
mata uang asing pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada sistem nilai tukar tetap, kebijakan moneter tidak mempunyai
pengaruh terhadap perekonomian. Ketika Bank Sentral menetapkan kebijakan
moneter ekspansif yaitu akan meningkatkan jumlah uang beredar, dampak awal
yang terjadi adalah menggeser kurva LM ke kanan, yang akan menurunkan nilai
tukar. Akan tetapi, karena bank sentral bertugas untuk memperdagangkan mata
uang asing dan domestik pada kurs yang tetap,pialang dengan cepat menanggapi
penurunan nilai tukar dengan menjual mata uang domestik ke Bank Sentral yang
menyebabkan jumlah uang beredar dan kurva LM kembali ke awalnya.
Sehingga, kebijakan moneter yang bisa diterapkan adalah mengubah nilai
dimana nilai tukar adalah tetap.Bank sentral bisa menurunkan atau meningkatkan
nilai tukar. Penurunan nilai mata uang disebut devaluasi yang menggeser kurva
LM kekanan karena memperbesar eksport netto dan meningkatkan pendapatan.
Kenaikan nilai mata uang disebut revaluasi yang menggeser kurva LM kekiri
mengurangi eksportt netto dan menurunkan pendapatan agregat.

Gambar 2.6
Kebijakan Moneter Ekspansif dalam Sistem Nilai Tukar Tetap

22

Nilai tukar

LM

Kurs
tetap

IS

Pendapatan. Output, Y
Sumber : Mankiw (2003: 316)

2.1.1.2.2 Analisis Monetary Shock dengan Nilai Tukar Mengambang
Pada negara yang menganut system nilai tukar mengambang, kurs akan
dibiarkan berfluktuasi dengan bebas dalam menanggapi kondisi perekonomian
yang sedang berubah. Sebagai contoh, misalkan

Bank Sentral meningkatkan

jumlah uang beredar, maka kenaikan JUB akan meningkatkan keseimbangan uang
riil sehingga akan menggeser kurva LM kekanan. Maka kenaikan dalam
penawaran uang akan meningkatkan pendapatan dan menurunkan nilai tukar.
Kebijakan moneter mempengaruhi pendapatan dengan mekanisme
transmisi yang berbeda. Dalam perekonomian kecil dan terbuka, tingkat bunga
akan ditentukan oleh tingkat bunga dunia. Ketika penawaran uang menekan
tingkat bunga domestic, maka modal akan mengalir ke Luar Negeri karena
investor akan mencari keuntungan dimana saja. Sehinga aliran modal yang keluar
akan melindungi suku bunga domestic agar tidak turun. Selain itu, karena aliran

23

modal yang keluar akan meningkatkan penawaran mata uang domestic di pasar
kurs mata uang asing, maka akan mengalami depresiasi, sehingga barang
domestic relative lebih mahal dibandingkan barang dari luar negeri dan
meningkatkan eksport bersih. Maka, dalam perekonomian kecil dan terbuka
kebijakan moneter akan mempengaruhi pendapatan dengan mengubah nilai tukar,
bukan tingkat bunga.
Gambar 2.7
Kebijakan Moneter Ekspansif dalam Sistem Nilai Tukar Mengambang
Nilai tukar(e)
LM1

LM2

IS

Pendapatan, output,Y
Sumber : Mankiw (2003: 297)

Gambar diatas, menunjukkan bahwa kenaikan dalam penawaran uang akan
menggeser kurva LM ke kanan, menurunkan nilai tukar dan meningkatkan
pendapatan.

2.1.2 Kebijakan Moneter :
Kebijakan moneter menjadi salah satu aspek penting dari perkembangan
ekonomi suatu negara yang semakin terbuka. Keterbukaan tersebut, tentu akan

24

membawa konsekuensi pada perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi
makro termasuk kebijakan moneternya. Hal ini karena kebijakan moneter
mempunyai pengaruh terhadap perdagangan internasional dan investasi domestik
yang kemudian akan mempengaruhi perekonomian dalam dan luar negeri.
Ada

beberapa definisi tentang kebijakan moneter. Menurut Warjiyo,

(2004:116) Kebijakan moneter merupakan kebijakan Bank Indonesia dalam
bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Sedangkan definisi
kebijakan moneter menurut Mischin adalah manajemen tentang uang dan suku
bunga untuk mempengaruhi perekonomian. Tujuan dasar yang ingin dicapai oleh
Bank Sentral (Mischin,2003:454-457), yaitu antara lain (1) pertumbuhan ekonomi
/ economic growth (2) kestabilan harga / price stability (3) Kesempatan kerja yang
tinggi / high employment (4) Stabilitas suku bunga / interest stability (5) Stabilitas
pasar keuangan / stability of financial market (6) Stabilitas nilai tukar / stability in
foreign exchange rate.
Definisi lain diungkapkan oleh Tony Cavoly dan Ramkishen S. Rajan
(2005), yang menyatakan bahwa :
“Monetary policy is how instrument of monertary policy is to be changed
given the characteristics of the macro economy and the policy objectives
of the monetary authority. Monetary policy implicitly assumes that the
instrument of monetary policy will always react strongly to inflation (or
some forecast of future inflation).Monetary policy provides a guide to the
policymaker as to how to manipulate the instrument of monetary policy;

25

the inflation target simply makes a statement of what the instrument is
being ultimately used for.

Secara umum, ada dua kebijakan moneter yang dilaksanakan sesuai
dengan siklus kegiatan bisnis (bussiness cycle) yaitu pertama, kebijakan moneter
ekspansif, yang ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi yang sedang
mengalami resesi berkepanjangan. dan kedua kebijakan moneter kontraktif, yang
ditujukan untuk memperlambat laju inflasi yang umumnya terjadi pada saat
kegiatan perekonomian sedang mengalami boom.
Kebijakan moneter dalam perekonomian terbuka adalah kebijakan moneter
yang telah memperhitungkan perilaku ekonomi pada saat hubungan perdagangan
dan keuangan antar negara-negara di dunia terintegrasi. Semakin besar transaksi
perdagangan dan keuangan internasional, maka semakin besar pula aliran dana
yang keluar masuk pada negara yang bersangkutan, sehingga akan mempengaruhi
jumlah uang yang beredar, suku bunga, nilai tukar yang pada tahap akhir akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Besarnya pengaruh aliran dana luar negeri tersebut sangat dipengaruhi
oleh sistem nilai tukar dan sistem devisa yang dianut. Berikut adalah uraian dari
sistem nilai tukar dan sistem devisa yang secara umum diterapkan :
 Sistem Nilai Tukar
Nilai tukar suatu mata uang didefinisikan sebagai harga relative dari suatu
mata uang terhadap mata uang lainnya. Secara umum ada tiga sistem nilai
tukar (Warjiyo:2004, 69-71)., yaitu :

26

1. Sistem nilai tukar tetap / Fixed Exchange Rate:
Yaitu penetapan nilai tukar mata uang terhadap mata uang negara lain pada
suatu nilai tertentu yang tidak berubah dalam periode waktu tertentu.
Kelebihan system ini adalah adanya kepastian nilai tukar bagi pasar.
Namum disisi yang lain, kelemahan dari system ini adalah dibutuhkannya
cadangan devisa yang besar. Hal ini karena Bank Sentral harus
mempertahankan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan. Selain itu
system ini juga mendorong dunia usaha untuk tidak melakukan
perlindungan pada nilai valuta asingnya bila terjadi perubahan nilai tukar.
Pada umumnya, system nilai tukar tetap diterapkan oleh negara yang
mempunyai cadangan devisa besar dengan system devisa yang relative
terkontrol.
2. Sistem Nilai Tukar Mengambang terkendali / Managed Floating
Exchange Rate:
Adalah system nilai tukar dimana Bank Sentral menetapkan batasan
pergerakan nilai tukar pada suatu kisaran tertentu. Nilai tukar dibiarkan
sesuai dengan mekanisme pasar selama masih berada dalam batas kisaran
intervensi, tetapi akan dikontrol oleh pemerintah ketika keluar dari batas
kisaran intervensi. Intervensi pemerintah atas nilai tukar terjadi ketika
pemerintah membeli atau menjual valuta asing untuk mempengaruhi kurs.
3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas / Free Floating Exchange Rate:
Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, pergerakan nilai tukar murni
berasal dari permintaan dan penawaran (Samuelsen.2001:319). Intervensi

27

yang dilakukan oleh pemerintah tidak diarahkan pada pencapaian target
nilai tukar pada suatu kisaran tertentu, tetapi diarahkan untuk menghindari
gejolak nilai tukar yang berlebihan di pasar. Kelebihan system ini adalah
tidak diperlukannya cadangan devisa yang besar karena Bank Sentral tidak
harus mempertahankan nilai tukar pada suatu kisaran tertentu. Sedangkan
kelemahan sistem ini adalah adanya resiko ketidakpastian pada dunia
usaha akibat berfluktuasinya nilai tukar. Sistem ini umumnya banyak
diterapkan pada negara yang mempunyai cadangan devisa yang relative
kecil sedangkan sistem devisa yang dianut cenderung bebas.



Sistem Devisa,
Devisa merupakan asset keuangan yang digunakan dalam transaksi
internasional. Secara umum ada tiga sistem devisa, yaitu :
1.

Sistem Devisa terkontrol :
Devisa pada dasarnya adalah milik negara, sehingga perolehan devisa
harus diserahkan kepada negara, sedangkan penggunaan devisa harus
mendapatkan izin dari pemerintah.

2.

Sistem Devisa semi terkontrol :
Pada sistem ini, kewajiban penyerahan dan izin penggunaan devisa dari
negara hanya diterapkan untuk jenis devisa tertentu, sedangkan untuk jenis
devisa

lainnya,

masyarakat

menggunakannya.
3. Sistem Devisa Bebas :

bebas

untuk

memperoleh

dan

28

Masyarakat bebas untuk memperoleh dan menggunakan devisa.
2.1.2.1 Tujuan dan Target kebijakan Moneter :
a. Stabilitas Harga (Price Stability):
Strategi kebijakan moneter diarahkan secara konsisten pada kestabilan
harga melalui pencapaian target inflasi jangka panjang. Stabilitas harga dapat
dilihat dari dua hal (Svensson,1999), yaitu : (1) Consumer Price Index,yang
mencerminkan tingkat inflasi atau biaya rata-rata kebutuhan pokok konsumen,
dan (2) Level Inflasi, dengan menggunakan dua acuan yaitu point target dan mid
point of the target range.
Ada beberapa alasan mengapa kestabilan harga diperlukan dalam
pembangunan ekonomi. Yaitu karena inflasi menyebabkan sejumlah biaya sosial
yang harus ditanggung oleh masyarakat, antara lain (Blanchard, 2000: 535-536) :
1. Money Ilution : Kekayaan seseorang menjadi berkurang akibat adanya
inflasi (Nominal versus Real Money), sehingga menimbulkan dampak
negatif pada distribusi pendapatan. Masyarakat berpendapatan rendah
menanggung biaya inflasi dengan turunnya daya beli mereka, sedangkan
masyarakat menengah ke atas memiliki aset finansial seperti tabungan dan
deposito yang dapat melindungi kekayaan mereka dari inflasi.
2. Inflation Variability : Timbulnya ketidakpastian /

uncertainty

akibat

semakin banyaknya variabel inflasi. Hal ini berarti bahwa aset finansial
seperti obligasi dan saham menjadi lebih berisiko. Iklim perekonomian

29

yang tidak pasti, menyebabkan investor domestik dan asing enggan untuk
berinvestasi, sehingga akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi.
3. Shoe-Leather Cost : Dalam jangka pendek, inflasi yang tinggi
menyebabkan tingkat suku bunga nominal meningkat. Hal ini dilakukan
oleh bank agar nasabahnya tetap menyimpan uangnya di bank, tetapi disisi
lain, hal ini mengakibatkan bunga kredit akan naik, sehingga para pelaku
ekonomi enggan untuk berinvestasi.
4. Tax Distortion : Semakin tinggi inflasi maka semakin tinggi pajak.
5. Inflasi menyebabkan eksport lebih mahal dan tidak kompetitif dalam pasar
regional dan dunia. Hal ini menyebabkan neraca pembayaran semakin
terpuruk dan meningkatkan hutang sehingga menimbulkan ketergantungan
pada negara lain (pemberi bantuan).
6. Ketidakstabilan perekonomian, yang tercermin dari tingginya volatilitas
nilai tukar, tidak stabilnya pasar keuangan, serta tingginya sensitivitas
aliran modal.
Inflasi terjadi melalui 2 cara, yaitu :
1.

Demand Pull Inflation :
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan permintaan. Bila permintaan agregat
meningkat maka menyebabkan kurva permintaan bergeser kekanan sehingga
harga naik.

2.

Cost Push Inflation :

30

Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya faktor produksi, seperti kenaikan
harga faktor produksi, seperti kenaikan harga minyak, kenaikan upah tenaga
kerja,devaluasi atau depreciasi mata uang yang meningkatkan harga import,
pajak tidak langsung.
Gambar 2.8
Kurva Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation

Demand Pull Inflation

Cost Push Inflation

b. Kenaikan Output (Gross Domestik Product / GDP).
Pertumbuhan ekonomi menurut Blanchard (2000:190) didefinisikan
sebagai kenaikan dalam agregat output dari barang atau jasa yang pada umumnya
diukur dengan Produk Domestik Bruto. Pertumbuhan ekonomi ini bisa dicapai
melalui perbaikan dalam bidang kuantitas dan kualitas dalam faktor produksi,
seperti tanah, tenaga kerja, modal dan skill.

c. Stabilitas Suku Bunga (Interest Rate Stability) :
Stabilitas dalam suku bunga adalah hal yang sangat penting, karena
fluktuasi dalam suku bunga menyebabkan ketidakpastian dalam perekonomian.

31

Sehingga dalam implementasi kebijakan moneter Bank Indonesia menggunakan
pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Definisi bunga menurut
Samuelsen dan Nordhauss (2002: 514) adalah “ the payment made for the use of
money”,sedangkan suku bunga adalah “the amount of interest paid per unit of
time expressed as a percentage of the amount borrowed…”. dan tingkat bunga
adalah “the price of borrower must pay to secure scarce loanable funds form a
lender for an agreed upon time period”.
Secara umum suku bunga dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pertama,
suku bunga nominal, yaitu tanpa ada penyesuaian terhadap inflasi, dan kedua,
suku bunga riil, yang sudah disesuaikan dengan tingkat inflasi. Fisher
merumuskan suku bunga nominal dan riil dalam persamaan berikut ini :
i=r+π

atau

i=r-π
Dimana :
i

: Tingkat bunga nominal

r

: Tingkat bunga riil

π : Tingkat inflasi

d. Stabilitas Pasar Keuangan / stability of financial market :
Pasar keuangan mempunyai peran penting dalam mendukung suatu
perekonomian yang diinginkan. Pasar keuangan adalah suatu pasar yang
menghubungkan pihak yang kelebihan dana dengan pihak-pihak yang

32

membutuhkan dana, sehingga melalui proses ini akan tercipta suatu efisiensi
ekonomi. Sistem keuangan yang efektif dan efisien memberi sumbangan terhadap
terciptanya suatu makroekonomi yang stabil.

2.1.2.3 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter.
Kebijakan moneter menjadi salah satu aspek penting untuk menunjang
perkembangan ekonomi suatu negara. Hal ini karena kebijakan moneter sebagai
usaha dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat inflasi yang
diinginkan. Kebijakan moneter yang ditempuh tersebut dipengaruhi oleh suatu
proses tentang bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dan inflasi. Proses tersebut biasa dikenal dengan mekanisme transmisi
kebijakan moneter yang pada awalnya mengacu pada peranan uang dalam
perekonomian (Direct Monetary Channel). Dalam perkembangan selanjutnya,
mekanisme transmisi kebijakan moneter juga terjadi melalui 5 jalur lainnya
(Warjiyo, Agung, 2002:9-20 dan Cavoly,2005 ), yaitu :
a. Interest Rate Channel :
Bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi permintaan agregat
melalui perubahan suku bunga. Dalam kebijakan moneter Ekspansif :
M↑→ ir ↓→I↑→Y↑
Skema :
Kebijakan Moneter

JUB

Suku bunga

Biaya Modal

Investasi / konsumsi

33

b. Exchange Rate Channel :
Bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi perkembangan penawaran
dan permintaan agregat, selanjutnya output dan harga. Dalam kebijakan
moneter Ekspansif : M↑→ ir ↓→E↓→NX ↑→Y ↑. Skema :
Kebijakan
moneter

Nilai tukar

Harga relatif import

Harga

Permintaan agregat

JUB

c. Other Asset Price Channel :
Bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset dan
kekayaan masyarakat, yang selanjutnya mempengaruhi pengeluaran
investasi dan konsumsi.
Dalam kebijakan moneter Ekspansif : M↑→ ir ↓→P

aset

↑→ I ↑→ Y ↑.

Skema :
Kebijakan Moneter

Suku bunga

Biaya Modal

Investasi / konsumsi

JUB

d. Credit Channel :
Bahwa kebijakan moneter mempengaruhi harga dan output melalui kredit
perbankan. Jalur : (1). Bank Lending Channel yang menekankan pengaruh
kebijakan moneter pada kredit karena kondisi keuangan bank, dan (2).
Firm Balance sheet Channel Channel yang menekankan

pengaruh

kebijakan moneter pada kredit karena kondisi keuangan bank. Skema :
Kebijakan Moneter
JUB

Liabilities Bank

Ketersediaan
Kredit Bank

34

Investasi
Suku Bunga /
Harga Saham

Nilai Bersih
Perusahaan

Pemberian
Kredit Bank

e. Expectation Channel :
Bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi pembentukan ekspektasi
inflasi dan kegiatan ekonomi. Dalam kebijakan moneter Ekspansif : M↑→
P(Inflasi) ↑→ Ekspektasi Inflasi ↑. Skema :
Kebijakan Moneter

Ekspektasi inflasi /
kegiatan ekonomi
Keputusan Investasi / konsumsi

JUB

2.1.2.4 Kerangka Operasional Kebijakan Moneter.
Kerangka operasional kebijakan moneter meliputi instrument, sasaran
operasional,dan sasaran antara untuk mencapai sasaran akhir yang diinginkan.
Instrument digunakan untuk mempengaruhi sasaran operasional yang ditetapkan,
sedangkan sasaran operasional diperlukan agar proses transmisi berjalan sesuai
dengan rencana. Akibat adanya tenggat waktu antara pelaksanaan kebijakan
moneter dan hasil pencapaian sasaran akhir, maka diperlukan sasaran antara untuk
mengetahui pergerakan ekonomi dan inflasi kedepan serta respon kebijakan
moneter yang diperlukan.
Gambar 2.8

35

Kerangka Opersional Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Instrumen

Sasaran
Operasional

*OPT
*GWM
*Diskonto
*Himbauan

* M0
* Reserve
Bank

Sasaran
Antara

*M1, M2,
Kredit
*Suku Bunga

Sasaran
Akhir

*Stabilitas suku
bunga
*Pertumbuhan
*Kesempatan
Kerja

Sumber: Warjiyo. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (2004).

2.2 Penelitian sebelumnya
Penelitian mengenai dampak fluktuasi dunia terhadap keseimbangan
makroekonomi domestic sudah pernah dilakukan. Guido Lorenzoni (2006), dalam
penelitiannya yang berjudul “A Theory of Demand Shock” yang menemukan
bahwa gucangan pada permintaan dapat meningkatkan output, tenaga kerja, dan
inflasi dalam jangka pendek tetapi tidak berdampak pada perekonomian dalam
jangka panjang. Penelitian lain dilakukan oleh Hoffmaister dan Rodols (1997)
yang menunjukkan bahwa fluktuasi output pada beberapa negara Asia dan
Amerika latin lebih distimulus oleh guncangan dari

penawaran domestic.

Guncangan dari luar negeri untuk negara-negara Amerika latin lebih besar bila
dibandingkan dengan pengaruhnya pada negara-negara Asia.
Dengan menganalisis shock pada variabel output dalam dan luar negeri,
tingkat harga, suku bunga dan nilai tukar, Arin dan Jolly (2005) menemukan fakta
menarik dari studi empirisnya, yaitu bahwa inovasi kebijakan moneter pada

36

perekonomian kecil dan terbuka ternyata juga berpengaruh terhadap

larger

trading partner.
Penelitian tentang sumber-sumber fluktuasi ekonomi makro pada 22
negara berkembang dilakukan oleh Desroches (2004), Hasil penelitian
menujukkan bahwa pada masing-masing negara terjadi perbedaan mekanisme
dalam transmisi guncangan akibat output riil dan suku bunga dunia. System nilai
tukar dan pembatasan aliran modal yang diterapkan pada masing-masing negara
adalah faktor penting dalam menjelaskan mekanisme transmisi eksternal shock
terhadap perekonomian makro domestic.
Dungey (2001), dalam penelitiannya yang melihat conduct dari kebijakan
moneter dalam merespon guncangan ekonomi domestic dan luar negeri,
menyimpulkan bahwa perubahan sasaran kebijakan moneter dapat menurunkan
pertumbuhan output. Penelitian ini juga menyebutkan pentingnya kebijakan
domestic

dalam

merespon

guncangan

internal

dan

eksternal

untuk

memaksimalkan keuntungan dalam negeri. Penelitian tentang dampak eksternal
shock dan kebijakan moneter juga dilakukan oleh Parrado (2001). Hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa variabel harga dan nilai tukar terjadi hubungan.
Sedangkan pengaruh variabel kebijakan moneter luar negeri hanya bersifat jangka
pendek dan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian makro di
negara yang diteliti, yaitu Chili.

2.3 Hipotesis dan Model Analisis
2.3.1 Hipotesis

37

Shock pada variabel moneter Indonesia dan luar dan Amerika Serikat yang
diwakili oleh GDP, suku bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar, inflasi akan
mempengaruhi pembentukan GDP di Indonesia.
2.3.2 Model Analisis
Penelitian inni menggunakan pendekatan VECM (Vector Error
Correction Model), yang merupakan bentuk VAR yang terestriksi. VECM
merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen
ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan
dinamisasi jangka pendek. Langkah awal yang dilakukan adalah uji stasioneritas.
Hal ini penting karena dalam analisis data time series, ketidakstasioneritasan dapat
menyebabkan spurious regression atau hasil regresi yang tidak memiliki arti
ekonomi. Langkah selanjutnya adalah mencari lag optimal dengan pengujian VAR
dan menguji granger Causality untuk melihat hubungan antar variabel. Model
persamaan dasar penelitian ini menggunakan fungsi dari Aggregate Demand yang
dinamakan ‘Permintaan Aggregat Indonesia’ .
AD : Y  f ( ,  US , i, iUS , E , M , M US , YUS )

Dimana, AD adalah Agregate Demand, Y adalah GDP Indonesia, YUS adalah
GDP Amerika,

 adalah Tingkat Inflasi Indonesia, sedangkan

 US adalah

Tingkat Inflasi Amerika, i adalah Tingkat Suku Bunga Nominal (SBI), dan iUS
adalah tingkat suku bunga fed (fed fund rate) dan E adalah Nilai Tukar Nominal.
Dan M adalah jumlah uang beredar Indonesia sedangkan Mus adalah jumlah uang
beredar di Amerika Serikat..Sehingga dari persamaan fungsi di atas dapat
diturunkan model VECM sebagai berikut:

38

z t 1 z t  1  ....  k  1z t  k 1  zt  k  u t

...............

(2)
Dimana:

Inflasit 
 SBI 
 t 
 GDPt 



XR
 t 
Zt JUBt 


 inf lasi _USt 
FFR 
 t 
GDP _USt 




 = error term
i = - (I – A1 - ...- Ai)
i

= 1,...,k – 1

Π = - (I – A1 - ...-Ak)
zt merupakan vektor dari masing-masing variabel, yang terdiri dari tingkat
GDP, suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar, dan nilai tukar pada negara
Indonesia dan Amerika pada periode t. Matrik Π dapat ditulis Π = ’, dimana
kedua  dan  adalah (n x r) matrik kolom penuh. Matrik  menunjukkan speed
of adjustment pada disequilibrium, sedangkan matrik ’ adalah matrik parameter

39

kointegrasi. Rangking dari matrik Π adalah faktor penentu dalam menentukan
jumlah vektor kointegrasi. Rangking dari Π adalah sama dengan jumlah vektor
kointegrasi bebas.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian

40

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuantitatif
deskriptif dan melakukan beberapa pengujian. Metode kuantitatif adalah metode
dengan menggunakan penghitungan ekonometrika melalui Eviews 4.1. Sedangkan
metode

deskriptif

digunakan

untuk

menginterpretasikan

hasil

etimasi

penghitungan VECM dalam menjawab permasalahan. Model VECM (Vector
Error Correction Model) digunakan untuk mengetahui pengaruh internal dan
eksternal shock terhadap pembentukan GDP Indonesia melalui fungsi impulse
response.

3.2. Identifikasi Variabel
Pada model VAR, ia memperlakukan seluruh variabel secara simetris tanpa
mempermasalahkan variabel dependen dan independen (Sim,1982). Atau dengan
kata lain model ini memperlakukan seluruh variabel sebagai variabel endogen.
Sedangkan pada model VECM, meskipun secara umum variabel diperlakukan
secara endogen tetapi boleh memasukkan variabel eksogen.
Dalam penelitian ini, variabel yang akan diuji meliputi variabel internal
dan variabel eksternal. Variabel internal antara lain Gross Domestic Product
(GDP), suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), inflasi, jumlah uang beredar,
dan nilai tukar Indonesia. Sedangkan variabel eksternal, akan direpresentasikan
oleh GDP, suku bunga Fed, dan inflasi di Amerika Serikat.
Gross Domestic Product (GDP), yaitu nilai keseluruhan semua barang dan
jasa yang diproduksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya
per tahun). Inflasi adalah kenaikan harga secara umum yang dicerminkan oleh

41

Indeks Harga Konsumen. Jumlah Uang Beredar, yaitu jumlah uang yang beredar
dalam perekonomian. Sedangkan nilai tukar adalah harga mata uang bila diukur
dengan mata uang lainnya. Dan suku bunga (SBI dan fed fund rate) merupakan
harga dari uang.

3.3. Definisi Operasional
Definisi operasional bertujuan untuk mendefinisikan variabel-variabel
yang telah diindentifikasi sehingga terkandung penjelasan. Pada penelitian ini,
analisis variabel yang digunakan menggunakan data time series yang diukur
secara kuartalan dari tahun 1984-2006. Berikut adalah definisi operasional dari
tiap-tiap variabel :
1.

GDP Indonesia :
Nilai produk domestik bruto riil Indonesia atas harga konstan tahun 1984 yang
diukur dalam miliar rupiah.

2.

GDP Amerika Serikat:
GDP dunia direpresentasikan oleh GDP Amerika, yaitu nilai produk domestik
bruto atas harga konstan tahun 1984 yang dalam miliar dollar US.

3.

M2 Indonesia :
Adalah Jumlah Uang Beredar dalam arti luas yang meliputi uang kartal (uang
kertas dan koin) ditambah uang giral ditambah uang kuasi di Indonesia (dalam
miliar rupiah).

4.

M2 US :

42

Adalah Jumlah uang beredar dalam arti luas di Amerika Serikat, yaitu meliputi
uang kartal (uang kertas dan koin), uang giral dan uang kuasi di Amerika
Serikat (Miliar US dollar)
5.

Suku bunga SBI 3 bulan :
Merupakan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia jangka pendek
dengan periode 3 bulan yang diukur dalam persentase.

6.

Fed Fund Rate :
Adalah suku bunga Amerika Serikat, Fed Fund Rate yang diukur dalam
persentase.

7.

Inflasi Indonesia :
Perubahan angka indeks harga konsumen (IHK) riil di Indonesia atas harga
konstan tahun 1984.

8.

Inflasi Amerika Serikat :
Inflasi dunia direpresentasikan dengan inflasi di Amerika, yaitu perubahan
angka indeks harga konsumen (IHK) riil di Amerika Serikat atas harga
konstan tahun 1984.

9.

Nilai tukar :
Nilai tukar mata uang antara rupiah dengan dollar Amerika Serikat.

3.4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data tersebut diperoleh dari International Financial Statistics, Badan Pusat
Statistik (BPS) Indonesia, dan Bank Indonesia. Data dunia yang direpresentasikan

43

oleh data Amerika yang semuanya diambil dari International Financial Statistics.
Sedangkan data domestik diperoleh melalui Bank Indonesia dan Badan Pusat
Statistik (BPS) Indonesia.

Semua data merupakan data kuartalan dari tahun

1984:1 sampai dengan tahun 2006:4.

3.5. Prosedur dan Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui metode dokumentasi, yaitu dengan
mempelajari literature-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
diteliti kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga dapat diperoleh hasil yang
benar-benar akan membantu dalam menjawab permasalahan yang diteliti.
Prosedur tersebut meliputi studi kepustakaan (Library research), yang dilakukan
dengan mengumpulkan berbagai informasi dan teori dari buku-buku pustaka,
jurnal ekonomi yang relevan dengan penelitian. Prosedur selanjutnya adalah
pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari sumber-sumber yang relevan
dengan permasalahan. Langkah berikutnya adalah pengolahan data dengan
Eviews 4.1. Setelah data diolah, kemudian dianalisa untuk memperoleh gambaran
umum mengenai permasalahan yang dihadapi.

3.6.

Teknik Analisis

3.6.1 VAR (Vector Auto Regresive):
Model ekonometri yang sering digunakan dalam analisis kebijakan
makroekonomi dinamik dan stokastik adalah model vector autoregresive (VAR).

44

VAR merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel
sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri
serta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem. Variabel penjelas dalam
VAR meliputi nilai lag seluruh variabel tak bebas dalam sistem VAR yang
membutuhkan identifikasi retriksi untuk mencapai persamaan melalui interpretasi
persamaan.
VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada peride t dapat
dimodelkan sebagai berikut:
Yt  A0  A1Yt  1  A2Yt  2 ........  A p Yt  p   t ...........................................

(3.1)
Dim