JURNAL EKONOMI ISLAM TEORI PENGANGGURAN

JURNAL EKONOMI
TEORI PENGANGGURAN, STRUKTUR POLA DAN PENYEDIAAN
LAPANGAN KERJA, RIGRISITAS STANDARISASI UPAH DAN
JAMINAN SOSIAL
YUDISTIA TEGUH ALI FIKRI1
ABSTRACT
A concept of ordinary capitalist economy is discussed in general is an inverse
relationship between unemployment and inflation. In the context of the values of
Islam, the concept of an inverse relationship is questionable. Inflation rise to
injustice and contrary to the interests of long-term prosperity, while
unemployment is not only contrary to the dignity of the human position as Caliph
of Allah on earth, but also hinder the realization of the distribution of income and
wealth is evenly distributed. Might need to be asked, whether to have inflation to
achieve full employment and whether it should face unemployment in order to
avoid inflation. In the past decade, almost all industrial countries and most
developing countries have increased inflation and unemployment simultaneously.
This phenomenon has led to the realization that the inverse relationship between
inflation and unemployment has expired. "Belief is now widely held, in current
circumstances, any attempt to reduce unemployment to take refuge in the policies
of reflasi demand (increasing demand), will only produce results temporary and
that in the long run such a policy would increase inflation and also

unemployment. In the Islamic system, unemployment and inflation are equally
undesirable, and both need to be reduced. If the aggregate demand must be
reduced to avoid inflation, within the framework of the interests of socioeconomic justice and economic prosperity are widely need to be made an
assessment of how this demand is reduced and how this can be achieved with the
best way. In a system that is oriented to value, not allowed to let the demand
developing in the direction that is not necessary to achieve the economic growth
rate is high and if it results in inflation are equally not allowed to control it by
reducing aggregate demand in general, by creating unemployment humans.
Likewise, full employment should be even though it requires a restructuring of the
production and engineering of appropriate technology. Therefore, we should do a
regulation on aggregate demand, restructure production, designing an
appropriate technology, and conduct development policy combined in the field of
monetary, fiscal, and income to avoid inflation and unemployment and ensure the

1

Mahasiswa Pascasarjana Prodi Ekonomi Syariah, 2.215.2.040, Komplek Bumi
Panyileukan Blok B1 No 2, 085721033303, yudistiateguh@ymail.com

1 JURNAL EKONOMI


economic prosperity of broad-based for the fulfillment of basic needs of all
individuals in accordance with the the teachings of Islam.

A. PENDAHULUAN
Tingkat pengangguran masih menjadi salah satu permasalahan yang
menjadi sorotan terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini
mengingat bahwa tingkat pengangguran merupakan komponen terbesar dari
pendapatan suatu Negara, sehingga tingkat pengangguran merupakan salah
satu indicator yang dapat mencerminkan kesejahteraan dari suatu Negara.
Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah perlunya kajian kritis atas
penghidupan masyarakat yang selama ini masih menjadi persoalan
ketenagakerjaan di Indonesia. Khususnya pemenuhan lapangan pekerjaan
yang dirasakan masih rendah.
Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada tahun lalu agustus 2015
menunjukan adanya penurunan jumlah angkatan kerja sebanyak 5,9 juta
orang dibandingkan februari 2015 dan bertambah 510 ribu orang di banding
agustus 2014. Penduduk bekerja pada agustus 2015 berkurang sebanyak 6,0
juta orang dibanding februari 2015 dan bertambah sebanyak 190 orang
dibanding agustus 2014. Sementara jumlah penganggur pada agustus 2015

mengalami peningkatan yaitu sebanyak 110 ribu orang dibanding februari
2015 dan 320 ribu orang jika dibanding agustus 2014. Peningkatan jumlah
angkatan kerja dalam setahun terakhir berbanding terbalik dengan tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) yang menurun sebesar 0,84 persen poin.2
Hasil data statistik dari Badan Pusat Statistik di atas menunjukan
adanya peningkatan tingkat pengangguran di Indonesia yang cukup besar
setiap tahunnya, dengan semakin banyaknya tingkat pengangguran
menunjukan bahwa Negara kita Indonesia belum mampu mengatasi
permasalah
penggangguran,
karenaseharusnya
persoalan
tingkat
pengangguran ini menjadi perhatian yang serius diantara banyak pihak seperti
masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, pengusaha sebagai pembuat
lapangan pekerjaan dan pemerintah sebagai regulator.
Oleh karena itu, penulis disini bertujuan untuk mencoba mengkaji dan
menganalisis lebih dalam lagy mengenai permasalahan tingkat pengangguran
di Indonesia.


Badan Pusat Statistik, “Agustus 2015 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar
6,28 persen” dalam http:// www.bps.go.id/Brs/view/id/1196 diakses tanggal 13 April 2016
2

2 JURNAL EKONOMI

B. TEORI
1. Pengangguran
Dalam buku J Keynes the general theory of Employment
dimaksudkan sebagai teori umum yang dapat digunakan untuk
menerangkan keadaan umum kesempatan kerja, baik untuk masa full
employment maupun under-employment.3 Kebijaksanaan ekonominya
dimaksudkan untuk menuju kepada full employment atau berarti untuk
mengatasi pengangguran. Kerja penuh intinya adalah suatu keadaan
dimana semua pabrik-pabrik, alat pengangkutan, orang yang
menginginkan bekerja dalam keadaan bekerja sesuai dengan yang
dimaksudkan men in the street. Jadi orang bekerja, tetap masih dalam
keadaan bekerja, pengusaha yang mengiginkan pabriknya bekerja selama 6
hari juga tetap masih bekerja selama 6 hari dan perusahaan pengangkut
bis, psawat udara, kapal laut, dan lain-lain tetap bekerja sebagaimana

direncanakan dan sebagainya. Orang yang menginginkan pensiun,
rekreasi, belajar, istirahat tetap dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pengangguran terjadi apabila orang-orang yang bekerja di pabrik
perusahaan-perusahaan dan sebagainya yang sesungguhnya masih tetap
ingin bekerja. Akan tetapi karna keadaan pasaran lesu dan keuntungan
merosot, bahkan mengalami kerugian atau bangkrut maka terpaksa banyak
buruh atau pekerja dilepas. Buruh-buruh yang dilepas inilah yang
dimaksudkan dengan pengangguran atau lengkapnya pengangguran yang
tidak dikehendaki atau tidak di sengaja (involuntary unemployment).
Involuntary unemployment yang meluas karena sebagai akibat
depresi yang terjadi di Negara-negara kapitalis, maka banyak sarjanasarjana yang berpendapat bahwa teori J.M Keynes hanya berlaku dan
diperuntukan dalam mempertahankan system kapitalisme.4
Pengangguran disengaja atau voluntary unemployment adalah suatu
pengangguran yang terjadi dalam keadaan dimana seseorang
sesungguhnya mampu dan dapat bekerja (dengan mendapatkan imbalan)
tetapi toh lebih toh lebih senang tidak bekerja. Jadi menganggurnya bukan
karna istirahat, cuti maupun pensiun, misalnya. Ia menganggur karena
menghendaki kenaikan upah, menghendaki jemputan kendaraan,
penyediaan rumah, fasilitas kerja yang lebih baik dan fringe-benefit yang
lain.


3

Soertrisno, Kapita SelektaEkonomi Indonesai, Edisi ke-2, (Yogyakarta, Andi Offset,
1992) hlm. 62
4
Anatol Murad, What Keynes Means, (New York, Bookman As-Sociates, 1962)

3 JURNAL EKONOMI

Pengangguran
friksional
atau
frictional
unemployment
5
(pengangguran gesekan) adalah pengangguran karena belum adanya titik
pertemuan antara peminta tenaga kerja dan pencari pekerjaan (demand and
supply of labor). Belum adanya titik pertemuan itu misalnya karena tidak
saling mengetahui, karena tempat yang jauh, karena ketidak cocokan

keahlian yang dibutuhkan dan karena belum ada pasaran tenaga kerja
(dalam arti formal).
Pengangguran musiman atau seasonal unemployment adalah
pengangguran pada usaha-usaha yang sangat terpengaruh factor musim,
termasuk musim winter , musim summer, musim kemarau, musim panen,
musim tanam dan musim liburan sekolah. Jadi pengertian tersebut meliputi
dalam arti alamiah maupun dalam arti artificial (buatan manusia)
Pengangguran structural adalah pengangguran yang bersifat inheren
dengan struktur ekonomi suatu masyarakat, khususnya system atau
struktur ekonomi kapitalisme.
Pengangguran tersembunyi (ada yang menyebut tak kentara) atau
disguised unemployment adalah pengangguran yang terjadi dalam
masyarakat yang lebih mengutamakan perataan kesempatan kerja. Istilah
pengangguran yang diciptakan oleh orang barat ini perlu mendapatkan
tinjauan khusus karena menyangkut falsafah dan kebudayaan yang
didukung oleh suatu bangsa atau masyarakat. Masyarakat pertain di desa,
misalnya memiliki sebidang tanah tertentu untuk digarap oleh 3 orang,
tetapi oleh karena tetangganya ada 10 orang yang menginginkan untuk
membantu bekerja maka ke 10 orang tersebut sumuanya dipekerjakannya.
Jadi mengalami disguised unemployment adalah yang 7 orang selebihnya 3

orang yang semestinya dibutuhkan.
Pengangguran teknologikal adalah pengangguran yang disebabkan
karena penggantian technology lama dengan yang baru yang bersifat
penghematan penggunaan tenaga kerja (labour saving technology). Dapat
disebutkan misalnya penggunaan pajak yang dikendalikan tenaga kerbau
dengan manusia digantikan dengan traktor. Di Negara-negara yang
industrinya maju penggantian tenaga manusia dengan tenaga robot pada
industry perakitan mobil, alat-alat elektronika akan mengakibatkan jauh
lebih cepat dan efesien. Oleh karena menyangkut efesiensi dan
penghematan waktu, hal ini kiranya juga membutuhkan tinjauan tersendiri
secara khusus. Pada akhir-akhir ini istilah pengangguran diartikan jauh
lebih luas dari pada sebelumnya.

Prof. Dr. Ir. Johannes, “Kamus Istilah Ilmu dan Teknologi Cetakan pertama”,( PT. Indira
Jakarta, 1981)
5

4 JURNAL EKONOMI

Struktur ekonomi yang menimbulkan kemiskinan structural,

pekerjaan-pekerjaan yang memberikan pengupahan yang tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan dasar dikategorikan atau dikaitkan dengan
pengangguran structural bagi Negara-negara sedang berkembang.6
Pengangguran sekural (jangka panjang) adalah pengangguran yang
timbul, misalnya, karena proses kemajuan technologi, kemajuan
administrasi dan pendidikan.
2. Lapangan Kerja
Lapangan perkerjaan berpengaruh sekali terhadap tingkat
pengangguran di Indonesia, keduanya saling berkaitan dan tidak akan
mungkin bisa dipisahkan. Pengangguran adalah salah satu masalah pokok
pembangunan. Dalam hal ini lapangan kerja menjadi wahana untuk
menempatkan manusia pada posisi sentral pembangunan. Lapangan kerja
juga merupakan sumber pendapatan.7
Cara islam dalam meraih kemakmuran yaitu penyediaan lapangan
8
kerja. Menyediakan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban Negara.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah
memberikan 2 dirham kepada seseorang. Kemudian Rasulillah SAW
bersabda, “Makanlah dengan satu dirham, sisanya belikan kampak, lalu
gunakan ia untuk bekerja.”

Begitulah, ketika syariat islam mewajibkan seseorang untuk
member nafkah kepada diri dan keluarganya, maka syariat islampun
mewajibkan Negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan cara
ini setiap orang di tuntut akan produktif, sehingga kemiskinan dapat
teratasi.
3. Standarisasi Upah
Sesungguhnya ada dua masalah besar ketika berbicara tentang
upah. Dengan menggunakan bahasa Ricardo.9 Yaitu harga alami tenaga
kerja (natural price of labor) dan harga pasar tenaga kerja (market price of
labor) yang pertama adalah tingkat harga yang berlaku dalam jangka
panjang, jika pengaruh harga terhadap penawaran memiliki waktu dan
kesempatan untuk mengambil efek tampa intervensi penyebab yang
menganggu. Prinsip-prinsip yang mengatur harga alami umumnya
diperlakukan secara terpisah, dan membentuk sebagian besar dalam
Alfian, dkk., “kemiskinan Struktural, Suatu Bunga Rampai,(YISS, Pulsar, 1980)
Gunawan Sumodiningrat, “Pemberdayaan Sosial, Kajian Ringkas Tentang Pembangunan
Manusia Indonesia”, (Jakarta, Kompas, 2007) hlm. 5
8
Akhmad jengsis P., “10 Isu Global di Dunia Islam” (Yogyakarta, NFP Publishing, 2012)
hlm. 199

9
Penjelasan lengkap mengenai hal ini dapat dilihat pada the Theory of Wages, Stuart Wood
American Economic Association, URL: http://wwwjstor.org/stable/2485659
6

7

5 JURNAL EKONOMI

diskusi tentang teori penduduk. Ketika hokum upah dibicarakan secara
sederhana, biasanya yang menjadi rujukan bukan kepada harga alami
tenaga kerja, tetapi lebih merujuk pada pasar upah (wage market).
Sebagaimana halnya dengan harga barang-barang dan jasa-jasa,
harga tenaga kerja atau upah, tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan
pasar dan penawaran pasar akan tenaga kerja. Dengan demikian interaksi
antara penawaran dan permintaan sangat menentukan tingkat upah dan
pemamfaatan input dalam hal ini employment. Dipandang dari sumber dari
sumber daya manusia secara keseluruhan, tingkat upah ditentukan oleh
kurva permintaan akan tenaga kerja dan kurva penawaran tenaga kerja
agregat.
Menurut Elliot untuk menunjukan perbedaan antara teori upah
Neo-Klasik dan teori upah yang berdasar pada upah efisiensi, dapat
dijelaskan seperti berikut. Pembahasan diawali dengan model Neo-Klasik
mengenai pasar tenaga kerja.
a. Pespektif Model Upah Neo-Klasik
dalam model Neo-Klasik, pekerja akan melakukan maksimasi
fungsi utilitas dengan kendala yang sesuai.
Max U = U(G,L)
Dimana G adalah jumlah barang dan jasa, sedangkan L adalah
waktu luang (leasure). Model ini disebut dengan fungsi utilitas
langsung yang memenuhi asumsi fungsi utilitas yang well-behaved,
dengan kendalanya adalah,
G = W(T-L) / P
Dimana W adalah Upah, T adalah Waktu yang tersedia dan P
adalah tingkat harga. Pada pasar yang kompetitif, pekerja akan
menyesuaikan jumlah waktu yang akan dicurahkan untuk bekerja pada
tingkat upah tertentu. Selanjutnya, dengan asumsi pasar tenagakerja
yang kompetitif, maka pengusaha akan memaksimumkan keuntungan
dengan menentukan jumlah pekerja yang akan digunakan pada tingkat
upah yang dihadapi di pasar tenagakerja. Dengan demikian pengusaha
akan memaksimasi keuntungan sebagai berikut:
π = TR – TC
Dimana π adalah keuntungan, TR adalah penerimaan total = P.Q
(P adalah harga dan Q adalah jumlah output yang diproduksi), TC
adalah biaya total = W.N dimana W adalah Upah dan N adalah jumlah
tenagakerja yang merupakan variable atau Q = f(N), memaksimalkan
fungsi laba (3) dengan memilih jumlah pekerja N yang digunakan
untuk mencapai keseimbangan ketika nilai produk marjinal pekerja
adalah sama dengan tingkat upah.

6 JURNAL EKONOMI

Dengan demikian, fungsi laba Neo-Klasik terutama dalam
jangka panjang tidak meramalkan korelasi upah dengan laba. Bahkan
kekuatan monopoli akan mendorong upah untuk turun. Maksimisasi
laba monopolis terjadi jika:
MR . MPL – W = 0 atau W = MR . MPL
Sehingga monopolis cenderung memilih untuk berproduksi yang
lebih sedikit daripada yang dibutuhkan dibanding jika pasar
kompotitif, yang berdampak pada menurunnya permintaan terhadap
tenagakerja sehingga juga mendorong turunnya tingkat upah (Weiss,
1996). Kesimpulan yang dapat ditarik dari teori ini adalah teori NeoKlasik menyatakan bahwa pekerja memperoleh upah senilai dengan
pertambahan hasil marjinalnya. Upah berfungsi sebagai imbalan atas
usaha kerja yang diberikan seorang pekerja terhadap pengusaha,
sehingga upah yang dibayarkan oleh pengusaha akan sesuai atau sama
dengan produktivitas yang diberikan oleh pekerja.
b. Perpektif Teori Upah Efisiensi
Shapiro dan Stiglitz (1984) serta Kreps (1990) membuat model
prilaku pekerja dengan fungsi utilitas instan (instantaneous utility)
seperti berikut:
U = U (w,e)
Dimana w adalah upah, sedangkan e adalah upaya (effort),
dengan asumsi keduanya dapat dipisah (separable), maka U= w-e jika
e = 0, maka pekerja akan berprilaku malas, sebaliknya terjadi ketika e
> 0, maka pekerja mengambil sikap tidak malas. Pekerja di asumsikan
hanya memiliki 3 pilihan, yaitu malas, tidak malas, dan menganggur,
dengan fungsi utilitas harapan sebagai berikut:

adalah utilitas harapan jika pekerja berlaku malas, r adalah
factor diskonto, w adlah tingkat upah yang berlaku, b adalah tingkat
keluar (quit rate) dari pekerjaan, q adalah probilitas termonitor jika
pekerja berprilaku malas, dan Vu adalah utilitas jika pekerja
menganggur.
Adalah utilitas harapan jika pekerja tidak malas dan
e adalah upaya.
Dua persamaan diatas menggambarkan perolehan atau kepuasan
jika pekerja berlaku malas atau tidak malas. Selanjutnya, dari

7 JURNAL EKONOMI

persamaan di atas diperoleh suatu kendala yang memenuhi syarat
supaya pekerja tidak malas (nonshirking constraint) sebagai berikut:

Dalam model Shapiro-Stiglitz, pengusaha akan menyamakan
nilai produk marginal pekerja (F’L) dengan upah yang memenuhi
syarat tidak malas atau nonshirking constraint (NSC). Hal ini
menyebabkan perekrutan pekerja akan berhenti lebih cepat
dibandingkan dengan model upah yang dikemukakan oleh NeoKlasik. Menurut teori ini, besarnya upah yang harus diberikan oleh
pengusaha dengan memenuhi syarat tidak malas adalah:

Persamaan diatas menunjukan upah w supaya memenuhi NSC
harus semakin besar, jika:
1). Probabilitas terdeteksi dalam memonitor karyawan, q makin
kecil
2). Makin besar usaha, e;
3). Makin tinggi tingkat keluar, b;
4). Makin tinggi factor diskonto, r;
5). Makin tinggi tunjangan pengangguran, w
6). Makin tinggi aliran keluar (flow out) dari stok pengangguran
atau makin mudah mendapatkan pekerjaan, a
Dengan demikian 1/a = durasi harapan menjadi penganggur: jika
a besar sekali, maka 1/a mendekati nol. Hal ini berarti tidak ada
hukuman bagi pekerja yang malas karena setiap pemutusan hubungan
kerja (PHK) akan dikompensasikan dengan pekerjaan baru.
Jika harapan memperoleh pekerjaan,
dimana AK
adalah jumlah angkatan Kerja dan L adalah jumlah yang berhasil
memperoleh pekerjaan, yang di definisikan u = (AK – L) / AK adlah
tingkat pengangguran karena model ini dapat dikaitkan dengan
pengangguran, sehingga diperoleh:

Kesimpulan dari model ini adalah pemenuhan syarat tidak malas
yang tidak konsisten dengan asumsi full employment atau
pengangguran alami yang berarti N = L dan a menjadi sangat besar.
Model ini meramalkan bahwa pengangguran selalu ada dan dengan
demikian lebih mendekati pandangan Keynesian.
8 JURNAL EKONOMI

Model Shapiro-Stiglitz menunjukan adanya upah yang lebih
tinggi dibandingkan upah keseimbangan Neo-Klasik dengan
konsekuensi terjadi keseimbangan dengan pengangguran. Akan tetapi
model ini hanya bersifat konseptual dan belum dikembangkan dengan
uji empiric. Selain itu model ini juga belum menjelaskan fenomena
variasi upah antar industry yang berkorelasi dengan tingkat
keuntungan.
4. Jaminan Sosial
Perkembangan dalam hubungan kerja menunjukan bahwa imbalan
atas prestasi kerja tidak terbatas pada gaji atau upah saja, lebih dari itu,
pekerja juga merasa berhak atas jaminan social yang di pandang sebagai
bagian dari system imbalan menyeluruh atas peran sertanya di dalam
perusahaan.
Masalah jaminan social perlu mendapatkan perhatian dari
pimpinan perusahaan dan juga organisasi lainnya. Oleh karena itu, jaminan
social dan system perangsang lainnya dapat menjadi daya tarik bagi
pekerja untuk berprestasi melebihi standar.
Beberapa peraturan perundangan dan para pakar mengemukakan
pendapatnya sebagai berikut:
a. Menurut undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang system
jaminan social Nasional, dalam pasal 1 angka 1 menyatakan
bahwa jaminan social adalah;
“suatu bentuk perlindungan social untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak.”
b. Menurut Sentanoe Kartonegoro didalam bukunya Zaini
Asyahadie, jaminan social dikelompokan dalam empat kegiatan
usaha utama.10
1). Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan,
yaitu usaha-usaha di bidang kesehatan, keagamaan,
keluarga berencana, pendidikan, bantuan hokum, dan lainlain yang dapat dikelompokan dalam pelayanan social
(social service).
2). Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan,
seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia, yatim
piatu, penderita cacat, dan berbagai ketunaan yang dapat
disebut sebagai bantuan social (social Assistance).
3). Usaha-usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk
perbaikan gizi, perumahan, transmigrasi, koperasi, dan
10

Zaini Asyahadie, Op cit. hlm. 104

9 JURNAL EKONOMI

lain-lain yang dapat dikategorikan sebagai sarana social
(Social Infra Structure)
4). Usaha-Usaha di bidang perlindungan ketenagakerjaan yang
khusus ditunjukan untuk masyarakat tenaga kerja yang
merupakan inti tenaga pembangunan dan selalu menghadapi
resiko-resiko social ekonomis, dogolongkan dalam asuransi
social (Sosial Insurance)
c. Menurut Iman Soepomo yang merumuskan bahwa : “jaminan
social adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal
buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaan, jadi
menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal
buruh kehilangan upahnya karena ulasan di luar kehendaknya.
d. Selanjutnya, dalam pasal 1 angka ke-1 undang-undang nomer 3
tahun 1992 tentang jaminan social tenaga kerja, pengertian
jaminan social tenaga kerja dirumuskan sebagai berikut:
“jaminan social tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi
tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau
berkurang dalam pelayanan sebagai akibat peristiwa yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.”
Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa definisi tersebut adalah
bahwa jaminan social merupakan jaminan perlindungan yang diberikan
perusahaan terhadap hilangnya penghasilan karyawan seperti dalam
pemberhentian kerja, karyawan sakit, mengalami kecelakaan, tunjangan
kematian dan lain sebagainya.
Program jaminan social mempunyai tujuan untuk menanggulangi
berbagai peristiwa yang menimbulkan ketidakpastian social ekonomi
secara universal dan meningkatkan taraf hidup pada umunya. Program
jaminan social juga memberikan berbagai pelayanan baik untuk
pencegahan, penanggulangan maupun rehabilitasi akibat dari suatu
peristiwa.
C. Deskripsi Kasus
Kasus pengangguran di Indonesia setiap tahunnya mengalami pluktuatif
sering terjadi penurunan dan peningkatan dan cenderung mengalami
peningkatan tingkat pengangguran. Dimana pemerintah belum bisa dengan
maximal mengatasi permasalahan tingkat pengangguran di Indonesia.
Dari data yang saya dapatkan jumlah pengangguran pada Agustus 2015
mencapai 7,6 juta orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TFT)

10 JURNAL EKONOMI

mengalami peningkatan dari 5,81 persen pada Februari 2015 menjadi 6, 18
persen pada Agustus 2015.
Pada Agustus 2015, TPT untuk pendidikan Sekolah Menengah
Kejuruan menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 12,65 persen, di susul oleh
TPT Sekolah Menengah Atas sebesar 10,32 persen. Sedangkan TPT terendah
terdapat pada tingkat pendidikan SD kebawah yaitu sebesar 2,74 persen, jika
dibandingkan keadaan agustus 2014, TPT yang mengalami penurunan hanya
terjadi pada tingkat pendidikan SD kebawah dan Sekolah Menengah Pertama.
11

Pada tahun 2016 peningkatan angka pengangguran akan semakin
meningkat dengan berkurangnya lapangan kerja di Indonesia di buktikan
dengan di tutupnya perusahaan elektronik raksasa jepang di Indonesia yaitu
Tosibha dan Panasonic, dengan penutupan kedua perusahaan raksasa tersebut
akan menambah tingkat pengangguran hingga 2.500 orang.12
D. Pembahasan
Suatu konsep dari perekonomian kapitalis yang biasa dibahas secara
umum adalah hubungan berbanding terbalik antara pengangguran dan
inflasi.13 Dalam konteks nilai-nilai islam, konsep hubungan berbanding
terbalik ini dipertanyakan. Inflasi menimbulkan ketidakadilan dan
bertentangan dengan kepentingan kesejahteraan jangka panjang, sedangkan
pengangguran tidak saja bertentangan dengan martabat kedudukan manusia
Badan Pusat Statistik, “Agustus 2015 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar
6,28 persen” dalam http:// www.bps.go.id/Brs/view/id/1196 diakses tanggal 13 April 2016
12
Kompas.com, “Pabrik Toshiba dan Panasonic tutup, 2.500 akan kena PHK”, dalam http://
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/02/03/073309526/Pabrik.Panasonic.dan.Toshiba.Tut
up.2.500.Pekerja.Kena.PHK di akses tanggal 13 April 2016
13
Dr. M. Umer Chapra, “Sistem Moneter Islam”, (Jakarta, Gema Insani Press, 2000) hlm.
10
11

11 JURNAL EKONOMI

sebagai Khalifah Allah dimuka bumi, melainkan juga menghalangi realisasi
distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Mungkin perlu ditanyakan,
apakah perlu mengalamu inflasi untuk mencapai kesempatan kerja penuh dan
apakah harus mengalami pengangguran untuk menghindari inflasi.14 Pada
decade yang lalu, hamper semua Negara industry dan sebagian Negara
berkembang mengalami peningkatan inflasi dan pengangguran sekaligus.
Fenomena ini telah menyebabkan kesadaran bahwa hubungan terbalik antara
inflasi dan pengangguran telah berakhir. “kepercayaan itu kini secara meluas
dipegang, dalam kondisi saat ini, setiap upaya untuk mengurangi
pengangguran dengan berlindung kepada kebijkan-kebijakan reflasi
permintaan (meningkatkan permintaan), hanya akan menghasilkan hasil-hasil
temporer dan bahwa dalam jangka panjang kebijakan demikian akan
meningkatkan inflasi dan juga pengangguran.15
Dalam system islam, pengangguran dan inflasi sama-sama tidak
diinginkan, dan keduanya perlu dikurangi. Jika permintaan agregat harus
dikurangi untuk menghindari inflasi, dalam kerangka kepentingan keadilan
sosiekonomi dan kesejahteraan ekonomi secara luas perlu dibuat suatu
penilaian tentang bagaimana permintaan ini dikurangi dan bagaimana hal ini
dapat dicapai dengan jalan terbaik. Dalam sebuah system yang berorientasi
kepada nilai, tidak diperbolehkan membiarkan permintaan berkembang pada
arah yang tidak perlu untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan jika hal ini menimbulkan inflasi sama-sama tidak diperbolehkan
14

Pengalaman stagflasi akhir-akhir ini suatu keadaan dalam ekonomi yang ditandai oleh
laju pengangguran yang tinggi dibarengi secara simultan oleh laju inflasi yang tinggi pula telah
meningkatkan keragu-raguan mengenaai validitas dan kegunaan kurva Phillips yang sudah mashur
dan yang memiliki postulat adanya suatu hubungan terbalik antara inflasi dan pengangguran. Lihat
Thomas M. Humphry, Charging Views of the Phillips Curve, Federal Reserve Bank of Richmond,
Monthly Review, july 1973, hlm. 1-13; Charles N. Henning et al., Financial Markets and the
Economy (Englewood Cliffs, NJ; Pretice Hall, 1981), hlm. 496-501; dan Morgan Guaraty Trust
Co. of New York. World Financial Markets, Februari 1978, hlm. 3. Postulat itu dikecam pedas
oleh para ekonom professional pada dasawarsa yang lalu (lihat M. Friedman, “Monotarism; A
Reply to the Critics”, The Times, 3 March, 1980). Kecaman para ekonom pro-fesional ini
mencapai puncaknya ketika para kepala Negara atau pemerintahan dari tujuh Negara industry (AS,
Inggris, Perancis, Jerman, Italy, Kanada, dan Jepang) menyimpulkan pada KTT G-7 di London
pada bulan Mei 1977,” tugas kita yang paling penting adalah menciptakan lebih banyak lapangan
pekerjaan sementara terus-menerus mengurangi laju inflasi. Inflasi tidak mengurangi
pengangguran. Justru sebaliknya, ia adalah satu penyebab utamanya.” (Bank for International
settlemen; Basle, Press Review, 9 Mei 1977. Yang dicetak miring sengaja dibuat oleh penulis).
William Poole bahkan sampai mengamati pada sebuah konferensi yang dsponsori oleh federal
Reserve Bank of Boston, “kurva Phillip.” Dia berpendapat, “Kepercayaan pada hubungan terbalik
yang stabil antara inflasi dan pengangguran, banyak mendorong dikeluarkannya kebijakankebijakan ekspansioner yang berlebihan sejak 1965.” (William Poole, “Summary and Evaluation:”
dalam federal Reserve Bank of Boston, After the Phillips Curve: persentence of high Inflation and
high unemployment, proceeding of a Conference held in june 1978).
15
Bank of International Settlements, Fifty-Secound Annual Report: 1 April, 1981 – 31
March, 1982 (Basle; BIS, 14 June 1982) hlm.47

12 JURNAL EKONOMI

mengontrolnya dengan mengurangi permintaan agregat secara umum, dengan
cara menciptakan pengangguran manusia. Begitu juga, kesempatan kerja
penuh harus meskipun hal ini menuntut suatu restrukturisasi produksi dan
rekayasa teknologi tepat guna. Karena itu, perlu melakukan regulasi pada
permintaan agregat, merestrukturisasi produksi, mendesain suatu teknologi
tepat guna, dan melakukan kebijkan gabungan dalam bidang moneter, fiscal,
dan pendapatan untuk menghindari inflasi dan pengangguran serta menjamin
kesejahteraan ekonomi berbasis luas bagi pemenuhan kebutuhan pokok
semua individu sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.16
Untuk menciptakan lapangan kerja baru, Indonesia harus mampu
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kecenderungan di masa lalu
menunjukan bahwa di butuhkan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen untuk
memberikan pekerjaan kepada para pencari kerja baru, sesuai dengan tingkat
upah yang berlaku pada saat itu. Artinya dibutuhkan pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi untuk menyerap pengangguran yang telah ada dan
menurunkan angka pengangguran. Jalan terbaik untuk menggerakan
pertumbuhan ekonomi tidak lain ialah dengan meningkatkan iklim investasi
dan memperbaiki daya saing Indonesia di pasar international.
Hasil survey menunjukan bahwa selain stabilitas makro ekonomi,
investor juga menyoroti masalah kebijakan yang tidak pasti dan korupsi.
Selain itu regulasi masalah tenaga kerja juga seringkali menjadi perhatian
utama, peningkatan investasi membutuhkan serangkaian reformasi structural,
termasuk menurunkan tingkat korupsi, memperbaiki system dan administrasi
pepajakan, mendorong terciptanya kepastian hokum serta menyediakan
insfrastuktur yang memadai. Sudah barang tentu reformasi semacam ini
membutuhkan waktu yang cukup panjang agar dapat memberikan hasil yang
optimal. Namun demikian, dengan memperkenalkan kebijakan-kebijakan
yang kredibel serta mengambil langkah-langkah yang menunjukan komitmen
pada reformasi, akan mendorong kepercayaan dan maningkatkan investasi
secara lebih cepat.

16

Untuk penjelasan tentang gagasan yang diterangkan disini secara singkat, lihat tulisan
pengarang Economic Problem of Man and Islam, yang di sampaikan pada konvensi tahunan
Mahasiswa Muslim Se-A.S dan Kanada yang Kesepuluh di Bloomington, Indiana, pada 30 Mei
1982

13 JURNAL EKONOMI

Menurut Chris Manning dari Australia Nasional University, ada dua
pendekatan yang dapat di jadikan pilihan bagi Indonesia dalam menentukan
Upah minimum. Yakni model kebijakan Amerika Latin dan model kebijkan
Asia Timur.
Menurut Prof. Muhammad Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam
(STEI) Yogyakarta, Negara Indonesia nampaknya menggunakan model
Amerika Latin, yakni dengan melindungi buruh di sector modern, dengan
perlindungan yang ekstensif atau luas.
Dalam islam system pengupahan harus bedasarkan kepada prinsipprinsip keislaman diantaranya:17
a. Prinsip Keadilan
Seorang pengusaha tidak diperkenankan bertindak kejam terhadap
buruh dengan menghilangkan hak sepenuhnya bagian mereka.
b. Prinsip Kelayakan
Kelayakan menuntut agar upah kerja cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimum secara layak.
c. Prinsip Kebijkan
Sedangkan kebijakan berarti menunutut agar jasa yang diberikan
mendatangkan keuntungan besar kepada buruh supaya bisa
diberikan bonus.

Ahmad Azhar Basyir, “Refleksi Atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum,
Politik, dan Ekonomi,” (Bandung, Mizan, 1994), hlm. 195
17

14 JURNAL EKONOMI

Sistem pengupahan dapat di golongkan kepada tiga kelompok, yaitu
sebagai berikut:18
a. System upah menurut waktu, yaitu system pemberian upah yang di
bayarkan menurut jangka waktu yang telah diperjanjikan
sebelumnya.
b. System upah menurut kesatuan hasil, yaitu system pemberian upah
yang hanya akan dibayarkan jika pekerja telah melakukan pekerjaan
atau menghasilkan pekerjaan.
c. System upah borongan, yaitu system pemberian upah yang
didasarkan atas perhitungan imbalan atas suatu pekerjaan tertentu
secara menyeluruh.
Oleh karena itu, tidak ada lagy alasan bagi seluruh instansi / perusahaan
untuk tidak memenuhi kewajiban para pegawainya untuk mendapatkan upah
yang layak.
Menurut Muhammad Baqir Ash Shadr, dalam mewujudkan keadilan
ekonomi (kesejahteraan), Negara atau pemerintah memiliki kekuasaan
sehingga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memastikan keadilan
berlaku. Selain itu, Negara juga memiliki hak intervensi terhadap kebijakan
ekonomi, implementasi terhadap tanggung jawab tersebut dapat diwujudkan
melelui 3 prinsip utama, yaitu:19
a. Adanya Jaminan Sosial
b. Menjaga Keseimbangan Sosial
c. Melakukan Intervensi
Sehubungan hal tersebut di atas khususnya mengenai jaminan social,
maka Negara memiliki tugas untuk menyediakan jaminan social guna
memelihara standar hidup seluruh masyarakat islam. Bentuk jaminan social
ini ada 2, yaitu : Pertama, Negara memberikan kesempatan yang luas kepada
setiap anggota masyarakat untuk melakukan kerja produktif dan memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri. Namun, jika seorang tidak mampu untuk
melakukan kerja produktif dan membiayai kehidupan pribadinya, maka
berlaku bentuk yang kedua , yaitu Negara mengaplikasikan prinsip keadilan,
dimana Negara menyelenggarakan prinsip jaminan social dengan cara
menyediakan uang dalam jumlah yang cukup untuk membiayai dan
memperbaiki standar hidup orang tadi.
Dalam perwujudan jaminan social, menurut Muhammad Baqir Ash
Shadr terdapat 2 basis (dasar) yang melandasinya, yaitu: pertama , prinsip
M. Manulang, “Pengantar Ekonomi Perusahaan” (Yogyakarta, Liberty, 1991), hlm. 123
Tim Pusat Studi Pancasila UGM, “Membangung kedaulatan Bangsa Bedasarkan NilaiNilai Pancasila: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kawasan Terluar, Terdepan, da n Tertinggal
(3T), Kumpulan Makalah Call for Papers Kongres Pancasila VII)” (Yogyakarta, Pusat Study
Pancasila UGM, 2015) hlm. 118
18

19

15 JURNAL EKONOMI

kewajiban yang timbal balik antara masyarakat dan Negara. Dalam islam,
prinsip jaminan social ini ialah fardu kifayah, artinya setiap muslim
mempunyai kewajiban membantu sesame manusia sejauh batas
kemampuannya, sementara Negara berperan dalam hal aplikasinya agar
fungsi itu berjalan dengan baik. Jadi, peran Negara tersebut mencerminkan
kapasitas Negara sebagai otoritas yang dapat memaksa setiap individu yang
berada dibawah kekuasaannya untuk melaksanakan hokum yang berlaku.
Basis kedua dari pinsip jaminan social ialah hak masyarakat atas
sumber-sumber kakayaan Negara. Dalam hal ini, Negara bertanggung jawab
atas penghidupan mereka yang tidak berdaya, walaupun sudah ada kewajiban
sesame muslim untuk tolong menolong.
E. Penutup
Dari hasil kajian pustaka yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang
dapat diambil dari prenelitian ini adalah:
1. Permasalah pengangguran di Negara berkembang seperti Indonesia
ini menjadi permasalahan yang cukup rumit. Mengatasi tingkat
pengangguran di Indonesia membutuhkan waktu yang cukup lama
dan membutuhkan banyak kontribusi dari berbagai pihak.
Pemerintah dan para instansi terkait sangat berperan penting dalam
mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Pemerintah dengan
regulasinya mampu membuat aturan-aturan bagi para
pengusaha/perusahaan dalam mengatur ringkat tenaga kerja.
Tingkat pemahaman masyarakatpun mengenai wirausaha harus
ditingkatkan Karena selain mengandalkan pemerintah dan
perusahaan masyarakat juga harus bisa ikut serta dalam
mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia , dengan
berwirausaha masyarakat mampu membuat/membuka lapangan
pekerjaan yang baru bagi para pengangguran sehingga, mampu
membantu mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
2. Salah satu solusi dari mengatasi tingkat pengangguran di Indonesia
adalah memciptakan lapangan kerja baru sebanyak-banyaknya,
walaupun Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi hingga
4,5 sampai 5,5 persen untuk memberikan pekerjaan kepada para
pencari pekerjaan baru. Dengan pertumbuhan ekonomi yang
semakin maju Indonesia akan mampu menarik para investor asing
untuk berinvestasi di Indonesia dengan itu lapangan kerja di
Indonesia akan bertambah.
3. Indonesia masih menggunakan paham barat dalam system
pengupahan, alangkah lebih baiknya Indonesia sebagai Negara
yang memiliki penduduk islam terbesar di dunia dalam system

16 JURNAL EKONOMI

4.

pengupahan menerapkan prinsip-prinsip keislaman diantaranya,
prinsip keadilan, prinsip kelayakan, dan prinsip kebijakan. Dengan
itu diharapkan kebutuhan masyarakat akan kelayakan kehidupan
akan tercapai, hingga terhindar dari perbudakan.
Dalam mewujudkan keadilan ekonomi (kesejahteraan) menurut
Baqir Ash Shadr ada 3 prinsip yang harus di wujudkan oleh suatu
Negara salah satunya adalah Jaminan Sosial. Dalam islam prinsip
Jaminan social bersifat Fardu Kifayah, maka setiap muslim
mempunyai kewajiban membantu sesama manusia sejauh batas
kemampuannya, sementara Negara berperan dalam hal aplikasinya
agar fungsi itu berjalan dengan baik. Maka Negara harus bisa
mencerminkan kapasitas Negara sebagai otoritas yang dapat
memaksa setiap individu yang berada dibawah kekuasaannya untuk
melaksanakan hokum yang berlaku.

17 JURNAL EKONOMI

DAFTAR PUSTAKA
Alfian, dkk., “kemiskinan Struktural, Suatu Bunga Rampai,(YISS, Pulsar, 1980)
Azhar Basyi, Ahmad, “Refleksi Atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat,
Hukum, Politik, dan Ekonomi,” (Bandung, Mizan, 1994),
Bank of International Settlements, Fifty-Secound Annual Report: 1 April, 1981 –
31 March, 1982 (Basle; BIS, 14 June 1982)
Chapra , Umer, Dr. M. “Sistem Moneter Islam”, (Jakarta, Gema Insani Press,
2000)
Jengsis , Akhmad P., “10 Isu Global di Dunia Islam” (Yogyakarta, NFP
Publishing, 2012)
Manulang, M, “Pengantar Ekonomi Perusahaan” (Yogyakarta, Liberty, 1991),
Murad, Anatol, What Keynes Means, (New York, Bookman As-Sociates, 1962)
Prof. Dr. Ir. Johannes, “Kamus Istilah Ilmu dan Teknologi Cetakan pertama”,(
PT. Indira Jakarta, 1981)
Soertrisno, Kapita SelektaEkonomi Indonesai, Edisi ke-2, (Yogyakarta, Andi
Offset, 1992)
Sumodiningrat , Gunawan, “Pemberdayaan Sosial, Kajian Ringkas Tentang
Pembangunan Manusia Indonesia”, (Jakarta, Kompas, 2007)
Tim Pusat Studi Pancasila UGM, “Membangung kedaulatan Bangsa Bedasarkan
Nilai-Nilai Pancasila: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kawasan
Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (3T), Kumpulan Makalah Call for
Papers Kongres Pancasila VII)” (Yogyakarta, Pusat Study Pancasila
UGM, 2015)
Zaini Asyahadie, Op cit.
Badan Pusat Statistik, “Agustus 2015 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
sebesar 6,28 persen” dalam http:// www.bps.go.id/Brs/view/id/1196
diakses tanggal 13 April 2016
Kompas.com, “Pabrik Toshiba dan Panasonic tutup, 2.500 akan kena PHK”,
dalamhttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/02/03/073309526/

18 JURNAL EKONOMI

Pabrik.Panasonic.dan.Toshiba.Tutup.2.500.Pekerja.Kena.PHK
akses tanggal 13 April 2016

19 JURNAL EKONOMI

di