Konsep Mobilisasi Jenis Traksi dan Renta

Konsep Mobilisasi, Jenis Traksi, dan Rentang Pergerakan
Sendi yang Digunakan Klien Fraktur Tulang Panggul
Oleh Shafa Dwi Andzani, 1506690063

Dilihat dari kasus pemicu yang diberikan, Nyonya M berusia 75 tahun
yang terjatuh dan mengalami fraktur tulang panggul bagian kanan tersebut
difaktori oleh usia dan risiko jatuh mengakibtkan klien sulit mobilisasi.
Mobilisasi ialah kemampuan manusia untuk bergerak secara bebas, mudah,
berirama/teratur, dan bermanfaat dalam lingkungn dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatannya (Kozier, 2009). Dalam
mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka postur tubuh, sistem saraf,
otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.
Terdapat 2 jenis mobilitas, yaitu mobilitas penuh dan mobilitas sebagian.
Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran seharihari dimana fungsi saraf motorik volunter dan sensorik dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang. Sedangkan mobilitas sebagian merupakan kemampuan
seseorang bergerak terbatas, karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah
tulang dengan pemasangan traksi. Prinsip mekanika tubuh meliputi 3 elemen
dasar ( Kozier & Erb, 2009), yaitu:



Kesejajaran tubuh (Postur)
Menjaga agar seseorang berada di posisi di mana tubuh dapat bertahan di atas
keseimbangan dan berfungsi sebaik-baiknya. Mengacu pada posisi sendi,



tendon, ligamen, dan otot selama berdiri, duduk, dan berbaring.
Keseimbangan/Balance
Dimana objek mampu seimbang di atas pondasi tempat bersandarnya tepat
pada pusat gravitasi seperti pada gambar A klien memiliki keseimbangan yang



baik karena garis gravitasi mendekati pusat gravitasi.
Koordinated body movement (gerakan tubuh yang terkoordinir)
Mekanika tubuh melibatkan fungsi sistem muskuloskeletal dan sistem saraf
yang terintegrasi. Tonus otot, refleks neuromuskular, dan pergerakan yang

terkoordinasi


dari

kelompok volunter yang
berlawanan menciptakan
pergerakan

yang

seimbang, halus, memiliki
tujuan.
Prinsip Dasar Mobilisasi


Lebih mudah untuk menarik, mendorong, atau memutar objek daripada
mengangkatnya. Gerakan yang dilakukan perawat harus lembut dan



continuously.

Energi yang dibutuhkan perawat untuk melakukan pemindahan dalam sekali
pengangkatan lebih kecil daripada gerakan mengangkat dan menurunkan



beberapa kali.
Dibutuhkan sedikit usaha untuk mengangkat sebuah klien jika perawat berada
sedekat mungkin dengan klien yang akan diangkat. Gunakan kaki yang kuat
dan otot lengan seoptimal mungkin.

Memindahkan dan Penanganan (Moving and Handling)
Penanganan manual termasuk mengangkat, menurunkan, mendorong,
menarik, membawa, pengangkutan atau mendukung dengan tangan atau tubuh
memaksa objek apapun termasuk seseorang. Penekanan untuk gerakan dan
penanganan harus dilakukan secara efisien dengan menggunakan metode yang
sesuai dan tepat demi mempertahankan keselamatan dan kenyamanan klien.
Sebuah gerakan yang efisien adalah gerakan yang mencapai tujuan dengan
menggunakan sedikit usaha untuk melakukannya dengan minimum risiko.
Pemosisian Tubuh (Body Positioning)
Horizontal Recumbent

Position

Dorsal Recumbent
Position

Posisi ini diperlukan
pemeriksaan fisik.

untuk

sebagian

besar

Posisi ini digunakan untuk berbagai pemeriksaan
dan prosedur. Biasanya posisi ini dilakukan untuk
menghindari foot drop.

Recumbent Lateral
Kanan


Posisi ini memelihara kesejajaran tubuh yang tepat
untuk bagian bahu. Kaki kiri ditekuk sedikit,
ditopang dengan bantal untuk mepertahankan
hubungan yang tepat antara kaki dengan panggul.

Prone Position

Posisi ini biasanya dilakukan dengan posisi
telungkup namun disertai bantalan untuk
mengurangi tekanan payudara.

Fowler Position

Posisi ini membantu klien bernafas lebih baik.

Traksi ialah alat imobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan yang
diterapkan pada suatu bagian tubuh. Tujuannya yaitu, untuk mengurangi
imobilisasi fraktur tulang agar terjadi pemulihan; mempertahankan kesejajaran
tulang yang tepat; mencegah cedera jaringan lunak; memperbaiki, mengurangi,

atau mencegah deformitas; mengurangi spasme otot dan nyeri; menambah
ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang; merawat kondisi inflamasi
dengan imobilisasi sendi (misalnya artritis atau TB sendi).
Traksi terbagi menjadi tiga jenis yakni, traksi manual, traksi kulit dan
traksi skelet (Byrne, 2014)
1. Traksi

manual

(manual

traction),

digunakan pada fraktur sederhana yang
stabil sebelum aplikasi pleserer atau pada
saat pembedahan dan harus dilakukan
secara konstan dan perlahan. Traksi
manual ini juga dapat digunakan sebagai
tindakan pertama sebelum dilakukan traksi kulit atau terapi skeletal atau
operasi pembedahan (Byrne, 2014).

2. Traksi kulit, alat yang memiliki kekuatan tarikan dan diterapkan pada kulit
dan jaringan lunak melalui penggunaan pita atau sabuk traksi dan sebuah
sistem tali, katrol, dan pemberat yang terbuat dari karet busa atau kain dengan

memiliki lubang angina, dan bagian
belakangnya dapat berperekat (kontinu)
atau tidak (intermiten).
3. Traksi skeletal, diterapkan dengan cara
memasukkan pin logam, kabel, atau
penjepit secara langsung ke dalam atau
melalui tulang. Alat logam tersebut kemudian
dikaitkan ke sebuah sistemtali, katrol, dan
pemberat dengan menggunakan rangka logam
yang terhubung pada tempat tidur.
Traksi dapat digunakan secara kontinu dan intermiten. Traksi kontinu
(skeletal atau kulit) dipasang dan dilepaskan oleh praktisi terlatih yang
bertanggung jawab untuk menangani bagian tubuh yang sakit pada saat tidak
menggunakan traksi. Sedangkan traksi intermiten (traksi kulit tanpa perekat) dapat
dipasang dan dilepaskan oleh perawat dengan urutan yang benar. Akan tetapi,
dokter yang menentukan jumlah berat yang harus digunakan.

Rentang Pergerakan Sendi
Berbeda dengan fraktur jenis tulang lainnya, fraktur pada panggul tidak
bisa sembuh atau menyambung kembali dengan sendirinya, hal ini disebabkan
oleh adanya struktur anatomi pembuluh darah yang ikut terputus pada saat
perisitiwa fraktur panggul terjadi. Fraktur panggul hanya dapat disembuhkan
dengan melakukan penggantian sendi (implant atau hip replacement). Apabila
klien tidak melakukan operasi, maka klien akan merasakan sakit pada lokasi
cedera, paha bagian atas dan selangkangan selama berbulanbulan dan akan
berdampak klien cenderung mengurangi aktivitas/gerakan akibat rasa sakitnya
sehingga rentan terkena efek dari imobilisasi (Sulaksito, 2012). Individu yang
membatasi pergerakannya (imobilisasi), akan menyebabkan tidak stabilnya
pergerakan sendi, terjadinya atropi otot dalam 4-6 hari (Eldawati, 2011). Beberapa
faktor penyebab terjadinya fraktur panggul ini meliputi : (1) cedera kecelakaan,
(2) trauma akibat jatuh dan (3) osteoporosis pada klien dengan usia lanjut.

Imobilisasi yang lama, akan merangsang atropi otot skeletal terutama
ekstrimitas bawah. Menurunnya kekuatan otot sejumlah 1-1.5% perhari selama
periode imobilisasi dan sampai 5.5% perhari jika imobilisasi diakibatkan oleh gips
atau fraktur (Eldawati, 2011). Selain atrofi, imobilisasi yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan pneumonia, bed sores, Deep Vein Trombosis (DVT), infeksi

proses perkemihan dan kerusakan mental akibat stres (Baylor, 2009). Kondisi
imobilisasi yang lama juga berdampak terhadap lamanya hari rawat di rumah
sakit, berdampak kepada masalah finansial pasien, karena semakin lama dirawat,
maka semakin besar biaya yang dibutuhkan. Imobilisasi juga berdampak pada
ketergantungan diri pada orang lain dan keterbatasan untuk melakukan aktivitas
(Eldawati, 2011).

Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Snyder, S. J. (2009). Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practice, 7th Edition. Diterjemahkan oleh Esty
Wahyuningsih, dkk. Jakarta: EGC.
Nurrachmah, E., Sudarsono, R. S. (2000). Buku Saku Prosedur Keperawatan
Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Patricia A. Potter dan Anne G. Perry. (2005). Fundamental Keperawatan, buku 1
edisi 7. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Suratun, Heryati, Manurung, S., Raenah, E. (2008). Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tucker, S. M., Canobbio, M. M., Paquette, E. V., Wells, M. F. (1998). Patient
Care Standards: Nursing Process, Diagnosis, and Outcome.

Diterjemahkan oleh Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC.