BAB I - KONTINGENSI

MAKALAH PENDEKATAN KONTINGENSI

BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan manusia, sebagai makhluk social tidak dapat berdiri

  sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karenanya manusia mem butuhkan kelompok, kerja sama kelompok dan antar kelompok. Prilaku manusia seperti itulah yang banyak menarik perhatian para pemikir dan sarjana untuk meneliti, bagaimana sesungguhnya prilaku manusia dalam berkelompok, dan masalah apa saja yang ditimbulkan dari kehidupan berkelompok tersebut, maka akhirnya timbul konsep perlunya organisasi bagi manusia seabagai makhluk social. Laurie J. Mullins, menawarkan analisis tentang prilaku bagi manusia dalam berorganisasi. Adapun makalah ini akan menganalisis teori yang disampaikan L.J. Mullins tentang Pendekatan Kontigensi. Suatu pendekatan untuk mengatasi kebekuan atau kemandekan dalam sebuah organisasi.

  Pendekatan Kontigensi diberlakukan ketika suatu organisasi dalam situasi tertentu mengalami kesulitan dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Seperti apa solusi yang tawarkan dalam pendekatan ini, apa kontribusi kontigensi terhadap organisasi, bagaimana alternative struktur yang ditawarkan.

  1. B. Tujuan permasalahan

  Adapun tujuan penulisan dari makalah pendekatan kontingensi ini diantaranya sebagai berikut:

  1. Apakah pengertian pendekatan kontingensi?

  

2. Apakah hubungan pendekatan kontingensi dengan sebuah organisasi?

BAB II PEMBAHASAN 1. A. Pengertian Pendekatan kontingensi Pendekatan kontingensi merupakan sebuah cara berfkir yang komparatif

  (berdasrkan perbandingan) baru diantara teori-teori manajemen yang telah dikenal. Manajemen kontingensi berupaya untuk melangkah ke luar dari prinsip-prinsip manajemen yang dapat diterapkan dan menuju ke kondisi situasional. Salah seorang penulis manajemen kontingensi yang bernama Fred Luthans menyatakan “pendekatan-pendekatan tradisional dalam bidang manajemen, tidak salah atau keliru, tetapi dewasa ini mereka tidak terlampau cocok. Terobosan baru terhadap teori dan praktik manajemen dapat kita temukan pada pendekatan kontingensi.” Apabila dirumuskan secara formal, pendekatan kontingensi merupakan suatu uapaya untuk menentukan melalui kegiatan riset, praktik dan teknik manajerial mana yang paling cocok dan tepat dalam situasi-situasi tertentu. Maka menurut pendekatan kontingensi situasi-situasi yang berbeda mengharuskan adanya reaksi manajerial yang berbeda pula.

1. B. Pendekatan Kontingensi atau Pendekatan Situsional

  (1950-sekarang)

  Pendekatan kontingensi atau pendekatan situasional adalah suatu aliran teori manajemen yang menekankan pada situasi atau kondisi tertentu yang dihadapi. Tidak seluruh metode manajemen ilmiah dapat diterapkan untuk seluruh situasi begitupun tidak selalu hubungan manusiawi yang perlu ditekankan karena adakalanya pemecahan yang efektif melalui pendekatan kauantitatif. Itu semua sangat tergantung pada karakteristik situasi yang dihadapi dan tujuan yang ingin dicapai. Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadipemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional. Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas- asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan situasional bukan hanya merupakan hal yang penting bagi kompleksitas yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan, tetapi membantu pula cara pemimpin yang potensial dengan konsep- konsep yang berguna untuk menilai situasi yang bermacam-macam dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi. Peranan pemimpin harus dipertimbangkan dalam hubungan dengan situasi dimana peranan itu dilaksanakan.

  Pendekatansituasional dalam kepemimpinan mengatakan bahwa kepemimpinan Dalam implementasinya, pendekatan yang dilakukan akan berdampak positif dan bersifat tepat sasaran. Walaupun organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Disarankan agar menyelesaikan tugas-tugas itu, tanpa mengurangi intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara atasan dan bawahan. Komunikasi dua arah menuntut keahlian manajemen puncak mencerna informasi yang disampaikan para manajer dan karyawan, terutama keluh kesah mereka (bottom-up) dan keahlian menyampaikan informasi dari pucuk pimpinan perusahaan ke seluruh manajer dan karyawan (top-down).Sementara itu, komunikasi tatap muka menuntut manajemen puncak meluangkan waktu berkunjung ke lokasi kerja manajer dan karyawan. Kunjungan ini sangat bermanfaat bagi kelancaran komunikasi dua arah, serta memompa semangat kerja manajer dan karyawan. ditentukan tidak oleh sifat kepribadian individu-individu, melainkan oleh persyaratan situasi sosial. Dalam kaitan ini Sutisna menyatakan bahwa “kepemimpinan” adalah hasil dari hubungan-hubungan dalam situasi sosial, dan dalam situasi berbeda para pemimpin memperlihatan sifat kepribadian yang berlainan. Jadi, pemimpin dalam situasi yang satu mungkin tidak sama dengan tipe pemimpin dalam situasi yang lain dimana keadaan dan faktor- faktor sosial berbeda. Lebih lanjut Yukl menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor- faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut. Sementara Fattah berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap dan persepsi Didalam Pendekatan situasional ini, seorang manajer dituntut keberaniannya mengambil risiko dan kesediaan menerima kenyataan yang pahit sekalipun. Kesewenang-wenangan manajemen puncak terhadap manajer dan karyawan dapat dicegah, serta keputusan-keputusan dapat diambil dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak (stakeholder).

1. C. Parameter pendekatan kontingensi

  Pada bagian ujung dari spectrum (parameter pendekata kontingensi) teori X dan teori Y hanya memamfaatkan dua macam factor yakni : b. Sifat manusia sebagai parameter organisasi. Raymond A. Katzell dalam sebuah makalahnya yang berjudul Contrasting Sistem Work Organization, mengemukakan adanya lima macam parameter situasional, yakni:

  1. besar kecilnya organisasi yang bersangkutan 2. tingkat interaksi dan interpendansi para anggota organisasi 3. kepribadian para anggota organiasasi

4. tingkat kongruensi atau disparitas antara tujuan organisasi dan tujuan

  para karyawan organisasi yang bersangkutan

  

5. siapa saja dalam organisasi yang bersangkutan memiliki kemampuan

  dan motivasi yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan-tindakan guna mencapai sasaran organisasi tersebut.

  1. D. Ciri-ciri kontingensi

  Beberapa ilmuan manajemen tertarik pada pemikiran kontingensi hal itu karena merupakan sebuah kompromis yang dapat dimanfaatkan antara pendekatan sistematik dan apa yang dapat dinamakan perspektif situasional murni. Pendekatan sistematik kerapkali dikritik orang karena pendekatan tersebut bersifat terlampau umum atau abstrak walaupun pandangan situasional murni yang mengasumsi bahwa setiap situasi kehidupan nyata memerlukan suatu pendekatan yang sangat berbeda telah dinyatakan orang sebagai hal yang terlampau spesifk. Ada tiga macam pendekatan kontingensi:

  1. Perspektif system terbuka

  Perspektif system terbuka ini bersifat fundamental bagi pandangan kontingensi.

  1. Orientasi riset praktikel

  Riset praktikel adalah apa yang akhirnya menyebabkan timbulnya manajemen yang lebih efektif.

  Pemikiran sisietematik tertutup tradisional menyebabkan orang mencari hubungan kausal yang saling berhadapan. Pendekatan tersebut dinamakan analisis bivariat.

  1. E. Pemikiran Prilaku Organisasi

  2. Evaluasi Pendekatan Kontingensi

  Pendekatan Kontigensi memberikan perhatian kepada factor factor situasional yang meliputi variasi dalam struktur organisasi. Pendekatan ini lebih menitik beratkan kepada perbedaan perpedaan dari pada persamaan persamaan dalam suatu organisasi. Hal itu menolak sejumlah asumsi klasik dan perbedaan hubungan manusia serta gagasan hanya ada satu struktur yang terbaik. Pendekatan Kontingensi cenderung berpendapat bahwa pencapaian organisasi tergantung pada tingkat penyesuaian struktur organisasi dengan pemenuhan kebutuhan yang situasional.

  Hunt, menjelaskan konsep kontingensi sebagai berikut: Konsep kontingensi mengisaratkan bahwa tidak ada satupun desain mutlak terbaik, melainkan banyak berbagai kemungkinan yang bias menjadi terbaik atau pilihan yang lebih disukai, tergantung dengan situasi yang ada. Desain model universal untuk menyesuaikan semua situasi ditolak. Konsistensi ini memberikan fakta bahwa kebanyakan organisasi adalah jaringan dari berbagai desain, dan penyesuaian diri, seperti satu kesatuan pada model tertentu, maka mungkin kita menemukan unit birokasi, unit struktur acuan, unit tim proyek, unit satuan lepas dan hampir semua struktur khusus di dalamnya membicarakan hal itu. Dalam hal ini, ahli teori kontingensi mencerminkan beratus ratus peneliti. Ada unsure unsure umum dalam hirarki dari organisasi yang berbeda, akan tetapi ada perbedaan yang ganjil pada situasi local.

  Sebagaimana teori pendekatan yang lain pada organisasi dan menejemen, teori kontingensi telah tunduk kepada sejumlah kritik atau keraguan tentang nilai praktis dalam menejemen. Diantra para peneliti yang konsen terhadap pendekatan kontengensi adalah Child, Dowson dan Mintzberg.

  Kritik dari berbagai kesulitan dan batsan pendekatan kontingensi pada umumnya bertumpu pada enam masalah pokok, yaitu :

  1. Hubungan sebab akibat.

  Artinya dalam organisasi dipengaruhi oleh sebab akibat dari hubungan struktur dan vareabel independent, karakteristik menejer dan staf, hubungan produk dengan konsumen atau kondisi pasar. Para menejer dimotivasi untuk membuat perubahan kepada struktur sebagai hasil umpan balik dari informasi pada penampilan.

  1. Tampilan Organisasi

  Kesesuaian dalam organisasi dan vareabel organisasi dan vareasi situasi berhubungan dengan pemaksimalan tampilan organisasi. Bagaimanapun, tampilan organisasi adalah pengukuran prestasi dari terapan tampilan dalam banyak studi kontingensi belum tepat. Dan dikatakan tidak mungkin memperoleh ukuran tunggal untuk berbgai corak organisasi dan tampilan yang meningkat.

  1. Vareabel Bebas

  Maksudnya vareabel yang berada di luar organisasi dan di luar kendali anggota organisasi. Suatu organisasi besar mungkin pada posisi untuk melatih kendali di atas aspek tertentu dari lingkungan mereka. Organisasi mungkin dalam suatu posisi monopoli atau mempunyai perlindungan diri sendiri dalam lingkungannya.

  1. Berbagai Kontingensi

  Pola berbeda dari factor kontingensi mempunyai implikasi berbeda untuk desain organisasi. Organisasi mendapati berbagai kontingensi dan potensi untuk berhubungan dengan berbagai jalan antra cakupan dari vareabel organisasi. Perbendaan kontingensi mengakibatkan kebutuhan akan pola struktur juga berbeda.

  1. Perubahan Yang Direncanakan

  Model kontingensi gagal untuk memberi penekanan yang cukup kepada konsekuensi yang tidak diantisipasi dari perubahan yang direncanakan.

  1. Pemilihan Waktu Perubahan Organisasi

  Kebanyakan organisasi beroperasi di bawah kondisi kondisi perubahan yang terus menerus, dan ini menimbulkan pertanyaan frekwensi dan pemilihan waktu perubahan keorganisasian. Pengembangan organisasi tidak mungkin tanpa kesulitan mengubah struktur formal mereka pada interval yang terlalu sering. Harus ada suatu perubhan penting dalam factor kontingensi sebelum suatu organisasi merespon.

  1. F. Kontribusi Teori Kontingensi

  Di samping kritik dan batasan teori kontingensi, ia telah menyajikan suatu pengertian yang mendalam bagi pemahaman hubungan antar factor yang mempengaruhi struktur, menejemen dan operasi organisasi pekerjaan. Suatu format organisasi yang sesuai akan membantu mencegah permasalahan yang disebabkan oleh struktur yang tidak serasi. Pendekatan kontingensi mempunyai keterkaitan dalam kaitan dengan devisi pekerjaan dan kordinasi aktivitas. Hirarki dan devinisi tanggung jawab, metode pekerjaan, motivasi dan komitmen staf serta gaya dan sistem menejemen.

  Konsep dasar pendekatan kontingensi membantu menejer mengembangkan suatu pemahaman yang seksama dari situasi kompleks yang untuk mengambil suatu keputusan atau tidakan yang sesuai. Hal itu juga menarik perhatian pada berbagai kesulitan dengan format campuran pada organisasi, dan untuk kepentingan struktur yang berbeda untuk situasi dan aktivitas berbeda.

1. G. Kultur Sebagai Faktor Kontingensi

  Kultur nasional sebagai corak prilaku keorganisasian. Beberapa penulis telah menguji, apakah prinsip teori kontingensi menganggap atau membenarkan kontek nasional yang berbeda. Hicksonmenginvestasikan 70 unit produksi di Inggris, Amirika Serikat dan Canada. Mereka menemukan bahwa selagi ada perbedaan dalam pengaturan organisasi, ini tidak bias dihubungkan dengan efek budaya. Hubungan antar vareabel, seperti ukuran, tingkat spesialisasi dan formalitas telah ditemukan untuk tetap dalam tiga Negara, dan peneliti mengusulkan ini menjadi pegangan untuk organisasi kerja dalam semua masyarakat.

  Maurice, Sorge dan Warner : Bagaimanapun ia menyimpulkan bahwa

  ‘yang diadu’ organisasi dalam masyarakat yang berbeda, berkembang dalam membandingkan, yang memungkinkan adalah hasil dari pola dalam masyarakat yang lebih luas. Sebagai contoh : Riset mereka menunjukan bahwa organisasi Britania yang muncul untuk tumbuh adalah untuk mengembangkan sejumlah menejer spesialis. Ini mungkin suatu cerminan alami yang khusus dari pendidikan Britania dan peran yang berpengaruh yang dimainkan oleh profesi itu Apapun perspektifnya, adalah penting bagi para menejer masa depan untuk memahami efek dari kultur nasional pada prilaku. Ini adalah peningkatan penting dengan pertumbuhan multi cultural, kekuatan pekerja dan efek perserikatan Eropa pada desain organisasi.

  Schneider dan Barsoux mendiskusikan multi dimensional dampak kultur menjadi kesalahan untuk mendasarkan suatu ramalan mengenai struktur atau proses pada demensi budaya tunggal. Para menejer harus mengenali hubungan antara struktur dan demensi budaya, bukanlah mata rantai akibat efek yang sederhana, tetapi sebagai pengganti multi demensi.

BAB III PENUTUP 1. A. Kesimpulan Pelajaran Yang Dapat Ditarik Dari Pendekatan Kontingensi Walaupun belum dikembangkan secara sempurna, pendekatan kontingensi

  merupakan suatu tanbahan yang amat bermamfaat bagi pemikiran manajemen karena ditekankan oleh hal-hal yang bersifat situasional. Manusia, organisasi dan problem bersifat terlampau kompleks untuk membenarkan pemikiran yang hanya dititikberatkan pada prinsip-prinsip universal manajemen. Begitu pula dapat kita katakan bahwa pemikiran kontingensi merupakan suatu perluasan praktis dari pendekatan sistematik. Dengan mengasumsi bahwa pemikiran sisistematik merupakan suatu kekuatan sistesis yang mempersatukan dalam pemikiran manajemen, pendekatan kontingensi menjajikan suatu pengarahan kea rah praktikal. Dari uraian singkat dalam makalah ini, ada beberapa pemikiran yang layak untuk kita cermati guna perbaikan masa depan kita yang lebih baik:

  1. Pendekatan kontongensi dapat kita jadikan salah satu alternative

  prilaku organisasi kita, untuk mencairkan kebekuan dan memberikan solusi terhadap kesulitan yang sedang dihadapi.

  2. Kebijakan dati setiap tindakan ummnya dipengaruhi oleh :

  3. Hubungan sebab akibat

  1. Islam sangat menganjurkan agar umatnya hidup secara berorganisasi.

  2. Organisasi yang baik adalah yang selalu tumbuh dan

  berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan diri manusia itu sendiri.

  

3. Setiap manusia dalam prilakunya harus bekerja sepenuh hati,

dinamis dan inovatif.

  2. Keberadaan suatu organisasi

  3. Variabel bebas ( lepas ) dari organisasi

  4. Perencanaan awal yang kurang sempurna

  5. Perkembangan teknologi

  6. Lingkungan dan konsumen

DAFTAR PUSTAKA

  Departemen Agama RI. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur’an, Al Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta, CV. Naladana, 2004 George R. Terry and Leslie W. Rue, Dasar dasar Menejemen, Jakarta, Bumi Aksara, 2005 Laurie J. Mullins, Management And Organisational Behaviour, Seventh Edition, 2005 Jawahir Tantowi, Unsur Unsur Menejemen Menurut Ajaran Al Qur’an, Jakarta, Pustaka Al Husna, 1983