BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah

  sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan social diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatka hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena

   gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.

  Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh negara-negara maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu

  Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang ada di Indonesia diawali oleh adanya beberapa permasalahan pokok, yaitu, pertama, belum adanya kepastian perlindungan dan jaminan sosial untuk setiap penduduk warga negara Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sebagaimana yang diamanatkan dalam 1

   perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya dalam tulisan ini disebut UUD 1945) tahun 2002, Pasal 34 ayat (2), yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat”. Perlindungan dan jaminan sosial yang ada saat ini belum mampu mencakup seluruh warga negara Indonesia. Misalnya, belum adanya perlindungan dan jaminan sosial bagi pekerja sektor informal. Masalah kedua adalah belum adanya satu peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan sistem perlindungan dan jaminan sosial. Masing-masing jenis perlindungan dan jaminan sosial yang ada saat ini dilandasi oleh undang- undang dan atau peraturan pemerintah yang berbeda-beda. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan penanganan skema perlindungan dan jaminan sosial yang ada masih terpisah-pisah dan bahkan tumpang tindih.

  Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya dalam tulisan ini disebut SJSN) telah terbit pada tahun 2004. Adalah harapan kita, setelah itu kita bisa mewujudkan apa yang terkandung didalam Undang-Undang No 40 tahun 2004, agar setiap warga negara Indonesia memperoleh perlindungan sosial yang layak, sejak lahir hingga meninggal dunia. Hal ini juga untuk mewujudkan amanat konstitusi, mewujudkan masyarakat yang sejahtera yang berkeadilan sosial. Suatu hal yang bahkan perlu dipertimbangkan langkah percepatan untuk mewujudkan Undang-undang SJSN itu, mengingat ketertinggalan Indonesia dalam penyelenggaraan program jaminan sosial dibanding negara-negara lainnya dan Program Jamsostek berupa produk jasa, dimaksudkan untuk melindungi resiko

   sosial tenaga kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja.

  Hambatan utama dalam implementasi Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang SJSN adalah masalah tindak-lanjut Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (selanjutnya dalam tulisan ini disebut BPJS) yang belum terwujud sejak tanggal 19 Oktober 2004, karena belum adanya kesepakatan di kalangan Pemerintah sendiri untuk perubahan bentuk badan hukum privat ke bentuk badan hukum publik. Implementasi Undang-Undang SJSN perlu ditindak-lanjuti dengan Undang-Undang tentang BPJS. Persoalan tersebut akan semakin pelik, karena Kementerian Negara BUMN masih menghendaki eksistensi BUMN Persero atau BUMN Perum sebagai BPJS dengan menerapkan prinsip-prinsip Undang-Undang SJSN. Perubahan dari BUMN Persero menjadi BUMN Perum masih berdasarkan Peraturan Pemerintah, padahal

  Pasal 5 (1) Undang-Undang SJSN mengamanatkan bahwa BPJS dibentuk dengan Undang-Undang. Karena dalam waktu dekat tidak dimungkinkan untuk amendemen Undang-Undang No 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Amendemen Undang-Undang BUMN tersebut juga tidak memiliki kekuatan hukum tetap, karena bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1) bahwa BPJS dibentuk dengan Undang-Undang, yaitu Undang-Undang tentang BPJS kecuali menyusun Undang- Undang Tentang Perum Jamsostek sebagai BPJS.

  Undang-Undang SJSN mengatur kepesertaan wajib secara nasional, program jaminan sosial, penerima bantuan iuran dan menetapkan prinsip BPJS 2 Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang Jamsostek

  

(Persero) Semarang, (Surakarta: Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah serta SJSN agar memenuhi asas keadilan dan prinsip-prinsip Undang-Undang SJSN antara lain: kepesertaan wajib dan prinsip jaminan sosial yang berkelanjutan. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa tujuan penyelenggaraan SJSN adalah untuk penyelenggaraan jaminan sosial yang bersifat inklusif. Hal itu akan terwujud apabila bentuk badan hukum BPJS tidak lagi berbentuk BUMN Persero. Karena keterbatasan BUMN Persero sebagai badan usaha yang tidak berbeda dengan badan usaha privat, maka dengan sendirinya Pemerintah sebagai pemegang saham BUMN Persero juga memiliki tanggung-jawab yang terbatas dalam penyelenggaraan SJSN padahal SJSN merupakan kewajibannya dan tanggung-jawabnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal-Pasal 28-H dan 34 UUD 1945.

  Keterbatasan Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem jaminan sosial, karena keterikatannya dengan UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah pelanggaran terhadap Pasal 5 (1) UU SJSN. Usulan BUMN Perum sebagai BPJS sesungguhnya kurang tepat, karena Perum diamanatkan UUD 1945 untuk mengelola usaha usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak seperti perlistrikan, perkereta-apian, bahan bakar minyak dan pertambangan.

  Penyelenggaraan sistem jaminan sosial tidak tunduk dengan Pasal 33 UUD 1945 melainkan pada Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945. Jaminan sosial adalah program negara untuk perlindungan dasar bagi seluruh warga negara guna mencegah kemiskinan dalam jangka pendek dan reduksi kemiskinan dalam jangka panjang. Dengan sendirinya, BPJS tunduk pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

  No 40 Tahun 2004 tentang SJSN sebagai amanat dari Pasal-Pasal 28-H dan 34 UUD 1945.

  Kedudukan Pemerintah terhadap ke-empat BUMN Persero tersebut adalah sebagai pemegang saham tunggal yang berarti sebagai investor atas BUMN penyelenggara program jaminan sosial. Pemerintah sebagai pemegang saham dapat memutuskan melalui RUPS untuk tidak menerima deviden seperti pemegang saham pada persero swasta untuk menambah ekuitas walaupun tidak berlaku bagi PT Jamsostek. Sekalipun ke-empat BUMN dibebaskan dari kewajiban deviden kepada Negara sebagaimana diputuskan dalam RUPS. Akan tetapi keputusan RUPS tersebut tidak memiliki kekuatan hukum tetap, karena keputusan itu hanya berlaku sesaat yang berarti berisiko secara hukum baik bagi Pemerintah itu sendiri yang memutuskan maupun BPJS yang terikat dengan Undang-Undang BUMN. Operasionalisasi BUMN Persero berkaitan erat dengan usaha dagang. Padahal jaminan sosial bukan barang dagangan (non-traded goods)

  

m elainkan sebagai hak konstitusional rakyat, karena jaminan sosial sebagai

program perlindungan dasar seumur hidup yang dijamin dengan Undang-Undang.

  Karena itu diperlukan pembentukan badan hukum BPJS yang dijamin dengan Undang-Undang. BPJS sebagai Badan Usaha sudah barang tentu tidak dapat memenuhi asas keadilan bagi kepentingan peserta dan juga tidak dapat mengadopsi prinsip-prinsip Undang-Undang SJSN secara maksimal, karena keterbatasannya sebagai Badan Usaha. Artinya tanggung-jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial menjadi terbatas, karena keterbatasan ekuitas yang berarti keterbatasan tanggung-jawab. Terbatasnya tanggung-jawab adalah paradoks dengan tanggung-jawab pemerintah dalam penyelenggeraan jaminan sosial Akibatnya, penyelenggaraan sistem jaminan sosial menjadi eksklusif.

  Demikian halnya dengan keinginan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan SJSN perlu diluruskan kembali bahwa dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang berbasis kontribusi dari peserta mensyaratkan penyelenggaraan dari, oleh dan untuk peserta yang membentuk wadah yang didasarkan pada Undang-Undang. Wadah yang dimaksud dikenal dengan istilah wali amanah (board of trustee) sebagai bentuk badan hukum BPJS dimana kedudukan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator terhadap penyelenggaraan jaminan sosial oleh beberapa BPJS. Dalam hal ini, penyelenggaraan jaminan sosial berarti mengawasi penyelenggaraan jaminan sosial oleh beberapa BPJS, melakukan penindakan hukum dan membina hubungan antara cabang cabang BPJS yang tersebar di daerah daerah dan badan-badan pelaksana jaminan kesehatan atau bapel (health provider) yang tersebar di daerah daerah sebagai mitra kerja BPJS dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan. BPJS hanya bertindak selaku administratur dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi peserta di seluruh Indonesia.

  Mekanisme pemusatan risiko dalam pengelolaan SJSN pada umumnya dan jaminan kesehatan pada khususnya adalah bahwa prosesi koleksi iuran dilakukan secara terpusat melalui cabang cabang BPJS kemudian dikembalikan kepada badan pelaksana jaminan kesehatan (Bapel) sebagai mitra BPJS yang berbasis kontrak. Koleksi iuran sebesar 100% oleh BPJS melalui kantor kantor cabang yang ada di daerah daerah akan dikembalikan sebesar 90% ke daerah daerah sedangkan sisanya 10% akan digunakan untuk membiayai hal hal yang tak terduga. Perlu diketahui, bahwa koleksi iuran terhadap program wajib harus berdasarkan Undang-Undang sehingga kewenangan dalam koleksi iuran SJSN adalah ada pada BPJS.

  Alasan perlunya penetapan BPJS dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan pendekatan asuransi sosial adalah untuk memenuhi prinsip gotong royong. Karena itu diperlukan kartu identitas tunggal untuk peserta yang berlaku di seluruh Indonesia atas pertimbangan mobilitas penduduk, frekuensi perputaran pekerja sektor swasta dan untuk keperluan pelayanan kesehatan lintas batas wilayah seperti rujukan dari daerah lain agar memudahkan dalam akses pelayanan kesehatan. Mobilitas penduduk berarti adanya mobililitas keluarga dari daerah asal ke daerah tujuan manakala memerlukan pelayanan kesehatan di daerah tujuan, maka akan dengan mudah diakses. Apabila penyelenggaraan jaminan sosial diselenggarakan secara lokal, maka akan menyulitkan dalam pelaksanaan rujukan dan bahkan menjadi kacau karena tidak lagi berlaku rujukan kemudian terjadi penolakan dalam pelayanan kesehatan karena perbedaan kepesertaan wilayah. Karena itu, penyelenggaraan SJSN dikelola secara terpusat dengan tujuan untuk memudahkan akses pelayanan kesehatan sehingga siapapun yang berobat ke daerah manapun akan dengan mudah diakses.

  Berdasarkan latar belakang di atas penulis memilih judul Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut

1. Bagaimana pengaturan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam

  Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004? 2. Bagaimana kedudukan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

  Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional ? 3. Bagaimana pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui

  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.

  Tujuan penulisan Penelitian yang dilakukan ini mengindikasikan pada suatu tujuan yang diharapkan mampu dicapai yaitu a.

  Untuk mengetahui Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004.

  b.

  Untuk mengetahui kedudukan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.

  c.

  Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

2. Manfaat penulisan

  Manfaat yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yaitu: a.

  Manfaat teoritis Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

  b.

  Manfaat praktis Diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya Hukum Perdata dalam hal Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.

D. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan penelusuran literatur di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara maupun Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum, bahwa penelitian dengan judul Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Berdasarkan daftar judul skripsi di atas, maka penulisan skripsi ini asli hasil karya sendiri dan dapat dipertanggungjawaban secara ilmiah

  Adapun judul skripsi yang telah ada di perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain: 1.

  Astri E.Silalahi Nim 070200279 dengan judul Penerapan Kesehatan di PT.

  Asuransi Kesehatan Indonesia terhadap Perlindungan Kesehatan Pegawai

  2. Andri BM. Marpaung Nim 940200011 dengan judul Asuransi Kesehatan sebagai Asuransi Wajib dalam Pelaksanaannya menurut Hukum Asuransi Studi Kasus di PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia Medan.

3. Rizky Wirdatul Husna Nim 060200222 dengan judul Perlindungan Hukum

  Pasien Pengguna Jamkesmas dalam Pelaksanan Pelayanan Kesehatan di RSUP. H. Adam Malik Medan

E. Tinjauan Pustaka

  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Undang-Undang No 24 Tahun 2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk

   untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

  Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

  Jaminan Sosial Nasional adalah program pemerintah dan masyarakat yang bertujuan member kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya

  3 diakses tanggal 1 Juni kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini

   diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapat.

  Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat. Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial atau

  

compulsory social insurance , yang dibiayai dari kotribusi/premi yang dibayarkan

  oleh tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/premi dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

  Pendekatan kedua berupa bantuan sosial (social assistance) baik dalam bentuk pemberi bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayaan dari

   Negara dan bantuan sosial da masyarakat lainnya.

  Beberapa negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan jaminan sosial dalam bentuk social mulia menerapkan asuransi sosial. Utamanya karena jaminan melalui bantuan social membutuhkan dana yang besar dan tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya.

  Selain itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Secara keseluruhan adanya jaminan social nasional dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan keelakaan kerja,

4 Purwoko Bambang, Jaminan social dan Sistem Penyelenggaraannya (Jakarta : Meganet Dutatama, 1999), hlm. 3.

  jaminan pemutusan hubunga kerja, jaminan hari tua, pensiun dan santunan

  

  kematian Sebenarnya, selama dekade terakhir di Indonesia telah ada beberapa program jaminan sosial dalan bentuk asuransi sosial, namun baru mencakup sebagian kecil pekerja di sektor formal. Krisis ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran melonjak dengan tajam telah menimbulkan berbagai masalah ekonomi. Dalam kondisi seperti ini jaminan sosial dapat membantu

   menanggulangi gejolak sosial.

  Menyadari masih terbatasnya jangkauan jaminan sosial yang ada dan beberapa kekurangan dalam pengaturan dan penyelenggaraannnya serta betapa pentingnya peran jaminan sosial dalam pemberian perlindungan utamanya di saat berkurangnya pendapatan maka dianggap perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui penerbiata undang-undang yang akan mengatur substansi, kelembagaan dan mekanisme sistem jaminan sosial yang berlaku secara nasional.

  Sistem Jaminan Sosial yang akan dibangun ini haruslah sifatnya dengan tingkat

  

  kepercayaan publik yang tinggi dan transparan dalam penyelenggaraannya Sistem Jaminan Sosial (Social security system) adalah sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia.

  Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang 6 7 Ibid 8 Ibid Moh. Syaufi Syamsuddin, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita,

  dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh Negara-negara maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan social di berbagai Negara memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang

  

  hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial. Adanya perlindungan terhadap resiko sosial ekonomi melalui asuransi sosial dapat mengurangi beban Negara dalam penyediaan dana bantuan sosial yang memang sangat terbatas. Melalui prinsip kegotongroyongan, mekanisme asuransi sosial merupakan sebuah instrumen negara yang kuat dan digunakan di hampir seluruh negara maju dalam menanggulangi risiko sosial

  

  ekonomi yang setiap saat dapat terjadi pada setiap warga negaranya Dilihat dari aspek ekonomi makro, jaminan sosial nasional adalah suatu instrumen yang efektif untuk memobilisasi dana masyarakat dalam jumlah besar, yang sangat bermanfaat untuk membiayai program pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain memberikan perlindungan melalui mekanisme asuransi sosial, dana jaminan sosial yang terkumpul dapat menjadi sumber dana investasi yang memiliki daya ungkit besar bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Dilihat dari aspek dana, program ini 9 Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1982), hlm. 37. merupakan suatu gerakan tabungan nasional yang berlandaskan prinsip solidaritas

  

  sosial dan kegotongroyongan Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara Indonesia seperti halnya berbegai negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan finded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor

  

  formal Sejarah dimulainya jaminan sosial mengalami proses yang panjang, dimulai dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 jo Undang-Undang Nomor 2

  Tahun 1951 tentang Kecelakaan kerja, Peraturan Menteri perburuhan Nomor 48 Tahun 1952 jo Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 8 Tahun 1956 tentang pengaturan Bantuan untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, peraturan Menteri perburuhan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, peraturan Menteri Perburuhan Nomor 5 Tahun 1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS) dan selanjutnya diberlakukannya Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja.

  Hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan sosial dan jaminan sosial. Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak definisi yang digunakan oleh berbagai institusi dan negara. 11 12 Sulastomo , Sistem Jaminan Sosial Nasional (IDI, Jakarta, 2005) hlm. 19.

  Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta

  Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial

  pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan; tidak berarti bahwa perlindungan sosial merupakan keseluruhan dari kegiatan pembangunan di bidang sosial, bahkan perlindungan sosial tidak termasuk upaya penurunan resiko (risk reduction). Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jaring pengaman sosial (social safety net) dan jaminan sosial (social security) seringkali digunakan sebagai alternatif istilah perlindungan sosial; akan tetapi istilah yang lebih sering digunakan di dunia internasional adalah perlindungan sosial. ADB membagi perlindungan sosial ke dalam 5 (lima) elemen, yaitu: a.

  Pasar tenaga kerja (labor markets); b. Asuransi sosial (social insurance); c. Bantuan sosial (social assitance); (iv) d. Skema mikro dan area-based untuk perlindungan bagi komunitas setempat; dan

   e.

  Perlindungan anak (child protection). Namun, menurut Bank Dunia dalam “World Bank Social Protection

  Strategy ”, konsep yang digunakan oleh ADB dalam membagi perlindungan sosial

  tersebut masih tradisional. Bank Dunia mendefinisikan perlindungan sosial sebagai: (a) jejaring pengaman dan ‘spring board’; (b) investasi pada sumberdaya manusia; (c) upaya menanggulangi pemisahan sosial; (d) berfokus pada penyebab, bukan pada gejala; dan (e) mempertimbangkan keadaan yang sebenarnya.

  Menanggapi konsep ADB dan Bank Dunia, menyejajarkan perlindungan sosial dengan jejaring pengaman bisa berarti menyempitkan makna perlindungan sosial itu sendiri. Akan halnya ILO (2002) dalam “Social Security and Coverage for

  

All ”, perlindungan sosial merupakan konsep yang luas yang juga mencerminkan

  perubahan-perubahan ekonomi dan sosial pada tingkat internasional. Konsep ini termasuk jaminan sosial (social security) dan skema-skema swasta. Lebih jauh, dijelaskan bahwa sistem perlindungan sosial bisa dibedakan dalam 3 (tiga) lapis (tier): Lapis (tier) Pertama merupakan jejaring pengaman sosial yang didanai penuh oleh pemerintah; Lapis Kedua merupakan skema asuransi sosial yang didanai dari kontribusi pemberi kerja (employer) dan pekerja; dan Lapis Ketiga merupakan provisi suplementari yang dikelola penuh oleh swasta. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa definisi tersebut berdasarkan kontributor dana dalam tiap skema.

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

   normatifnya.

  Dalam penelitian ini metode yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma-norma hukum hukum nasional yang berlaku terkait dengan kedudukan hukum badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional

  2. Sifat penelitian Penelitian dalam skripsi ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,

  

  menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum. Dengan demikian dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan gejala-gejala atau fenomena-fenomena hukum yang terkait dengan kedudukan hukum badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional, akan tetapi lebih ditujukan untuk menganalisis fenomena- fenomena hukum tersebut dan kemudian mendeskripsikannya secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan.

  3. Data penelitian Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, 14 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 57. jurnal ataupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas, yang meliputi: a.

  Bahan hukum primer Bahan hukum yang bersifat mengikat seperti undang-undang, perjanjian inernasional, dan lain-lain, yang dalam penelitian skripsi ini terdiri dari berbagai peraturan hukum yang berkaitan dengan kedudukan hukum badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional b.

  Bahan hukum sekunder Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti berbagai tulisan, jurnal dan buku-buku yang dianggap berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan diangkat.

  c.

  Bahan hukum tersier: Merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, dan kamus hukum sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.

4. Pengumpulan data

  Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-

   undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya.

  5. Pengumpulan data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dimana seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen. Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data- data tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Data tersebut

  

  6. Analisis data Secara kualitatif, yakni suatu bentuk analisa yang tidak bertumpu pada angka-angka melainkan pada kalimat-kalimat. Bahan hukum yang diperoleh akan dipilah-pilah, dikelompokkan dan disusun sedemikian rupa sehingga menjadi suatu rangkaian yang sistematis yang akan dipergunakan untuk membedah dan menganalisis permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini melalui interpretasi dan abstraksi bahan-bahan hukum yang tersedia. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai titik tolak untuk melakukan penelitian.

  Dengan demikian teori digunakan sebagai alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah dalam Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

G. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub- sub bab.

  BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 Pada bab ini akan membahas pengertian Sistem Jaminan Sosial, Prinsip dan Tujuan Jaminan Sosial, Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial, Program Jaminan Sosial dan Pengelolaan Dana Jaminan Sosial

  BAB III KEDUDUKAN HUKUM BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Pada bab ini akan membahas tentang Pengaturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011, Jaminan Sosial Kesehatan, Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

  BAB IV PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) Pada bab akan membahas kepesertaan jaminan kesehatan nasional, Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Sengketa dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian dilengkapi dengan saran yang mungkin bermanfaat di masa yang akan datang untuk penelitian lanjutan.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pengaruh Brand Equity Sari Roti Terhadap Kepuasan Pelanggan Di Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan

0 1 8

A. Keamanan - Asuhan Keperawatan Pada An. T dengan Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Rasa Aman Nyaman di RSUD. Dr. Pirngadi Medan

0 0 36

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DI INDONESIA A. Pengertian dan Sejarah Perusahaan Pembiayaan 1. Defenisi Perusahaan Pembiayaan - Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaa

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT. Adira Dinamika Multi Finance Med

0 0 19

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN POLONIA 2.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia - Praktik Kerja Lapangan Mandiri Tentang Mekanisme Penagihan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 1 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Sejarah dan Perkembangan Waralaba - Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Apabila Terjadi Sengketa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Apabila Terjadi Sengketa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kaba

0 1 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)

0 1 17

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 A. Sistem Jaminan Sosial Nasional - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 24