PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT id. docx

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

Filsafat|Pengertian Pancasila Sebagai Filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan
dengan satu tujuan tertentu, dan saling berkualifikasi yang terpisahkan satu dengan yang
lainnya. Jadi, pada hakikatnya Pancasila merupakan satu bagian yang saling berhubungan satu
dengan yang lainnya, dan fungsi serta tugas masing-masing.
Pengertian Filsafat
Filsafat adalah upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang bermanfaat bagi
peradaban manusia. Secara etimologis istilah filsafat atau dalam bahasa Inggris disebut dengan
philosophi sedangkan dalam bahasa Yunani adalah philosophia yang diterjemahkan sebagai cinta
kearifan karena arti kata philos adalah pilia cinta, dan sophia adalah kearifan. Sehingga
pengertian filsafat secara bahasa adalah cinta kearifan atau cinta kebijaksanaan karena kearifan
juga berarti wisdom. Seorang ahli pikir disebut dengan filosof, yang pertama kali digunakan oleh
Herakleitos. Banyak dari tokoh filosof yang menemukan dan merumuskan sistem filsafat sebagai
ajaran terbaik dari aliran filsafat seperti: materialisme, idealisme, spritualisme, realisme, dan
berbagai aliran modern: rasionalisme, humanisme, individualisme, liberalisme-kapitalisme;
marxisme-komunisme;sosialisme.dll.
Pengertian Pancasila
Pancasila adalah lima sila dengan satu kesatuan yang berasal dari nilai-nilai luhur dan bersumber
dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang majemuk dan beragam dalam artian Bhinneka
Tunggal Ika. Objek materi filsafat adalah mempelajari segala hakikat sesuatu baik material

konkrit (manusia, binatang, alam, dll). dan abstrak (nilai, ide, moral dan pandangan hidup).

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Seperti dibagian awal paragraf, bahwa pengertian pancasila sebagai sistem filsafat adalah dasar
mutlak dalam berpikir dan berkarya sesuai dengan pedoman diatas, tentunya dengan saling
mengaitkan antara sila yang satu dengan lainnya. Misalnya: ketika kita mengkaji sila kelima
yang intinya tentang keadilan, maka hars dikaitkan dengan sila-sila yang lain yaitu
 Keadilan yang ber keTuhanan (sila 1)
 Keadilan yang berPerikemanusiaan (Sila ke 2)
 Keadilan yang berKesatuan/Nasionalisme, Kekeluargaan (Sila 3)
 Keadilan yang Demokratis.
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia:
Merupakan kenyataan objektif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pancasila
memberi petunjuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa dengan
membedakan suku atau ras
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Negara:
Artinya adalah semua aturan kehidupan hukum kegiatan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara berpedoman pada Pancasila. Karena pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum bangsa dan negara republik Indonesia.


Pancasila selain ditetapkan sebagai dasar Negara, juga sebagai pandangan hidup, landasan
ideology dan sebagai falsafah atau filsafat bangsa.
Sebenarnya Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit dalam satu
kesatuan. Namun, dengan datangnya bangsa-bangsa barat persatuan dan kesatuan itu dipecah
oleh mereka dalam rangka menguasai daerah Indonesia yang kaya raya ini. Berkat perjuangan
yang gigih dari seluruh rakyat Indonesia pada zaman penjajahan Jepang dibentuk suatu badan
yang diberi nama BPUPKI. Badan ini diresmikan tanggal 28 Mei 1945 oleh pemerintah Jepang.
Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengutarakan prinsip dasar negara yang sekaligus
sesudah berpidato menyerahkan teks pidatonya beserta rancangan undang-undang dasar.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato membahas dasar negara. Dan pada tanggal 18
Agustus 1945 ditetapkan undang-undang dasar yang diberi nama Undang-Undang Dasar 1945.
Sekaligus dalam pembukaan Undang-Undang Dasar sila-sila Pancasila ditetapkan. Jadi,
Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia ditetapkan bersamaan dengan ditetapkannya UndangUndang Dasar 1945, dan menjadi ideologi bangsa Indonesia. Arti Pancasila sebagai dasar filsafat
negara adalah sama dan mutlak bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Tidak ada tempat bagi
warga negara Indonesia yang pro dan kontra, karena Pancasila sudah ditetapkan sebagai filsafat
bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila mampu memberikan dan mencari kebenaran yang substansi tentang hakikat
negara, ide negara, dan tujuan negara. Dasar Negara kita ada lima dasar dimana setaip silanya
berkaitan dengan sila yang lain dan merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terbagi dan tidak
terpisahkan. Saling memberikan arah dan sebagai dasar kepada sila yang lainnya. Tujuan negara

akan selalu kita temukan dalam setiap konstitusi negara bersangkutan. Karenanya tidak selalu
sama dan bahkan ada kecenderungan perbedaan yang jauh sekali antara tujuan disatu negara
dengan negara lain. Bagi Indonesia secara fundamental tujuan itu ialah Pancasila dan sekaligus
menjadi dasar berdirinya negara ini.
Pancasila sebagi filsafat bangsa harus mampu menjadi perangkat dan pemersatu dari berbagai
ilmu yang dikembangkan di Indonesia. Fungsi filsafat akan terlihaat jelas, kalau di negara itu
sudah berjalan keteraturan kehidupan bernegara.
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Dalam sistem itu masing-masing silanya saling kait
mengkait merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Di dalam Pancasila tercakup filsafat hidup
dan cita-cita luhur bangsa Indonesia tentang hubunagan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan sesame manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya. Menurut
Driyakarya, Pancasila memperoleh dasarnya pada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari
keadaan hidupnya yang tertentu. Pancasila merupakan filsafat tentang kodrat manusia. Dalam
pancasila tersimpul hal-hal yang asasi tentang manusia. Oleh karena itu pokok-pokok Pancasila
bersifat universal.

PANDANGAN INTEGRALISTIK DALAM FILSAFAT PANCASILA

Secara lebih lanjut dapat dikemukakan pula bahwa dasar filsafat bangsa Indonesia bersifat
majemuk tunggal (monopluralis), yang merupakan persatuan dan kesatuan dari sila-silanya.

Akan tetapi bukan manusia yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan dari sila-sila Pancasila
itu, melainkan dasar persatuan dan kesatuan itu terletak pada hakikat manusia. Secara hakiki,
susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan badan, sifat kodratnya adalah sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial, dan kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan dan
makhluk yang berdiri sendiri (otonom). Aspek-aspek hakikat kodrat manusia itu dalam
realitasnya saling berhubungan erat, saling brkaitan, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang
lain. Jadi bersifat monopluralis, dan hakiikat manusia yang monopluralis itulah yang menjadi
dasar persatuan dan kesatuan sila-sila Pancasila yang merupakan dasar filsafat Negara Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu menjadi dasar hidup bersama
bangsa Indonesia yang bersifat majemuk tunggal pula. Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia
itu terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan agama yang berbeda. Dan
diantara perbedaan yang ada sebenarnya juga terdapat kesamaan. Secara hakiki, bangsa
Indonesia yang memiliki perbedaan-perbedaan itu juga memiliki kesamaan,.bangsa Indonesia
berasal dari keturunan nenek moyang yang sama, jadi dapat dikatakan memiliki kesatuan darah.
Dapat diungkapkan pula bahwa bangsa Indonesia yang memilikiperbedaan itu juga mempunyai
kesamaan sejarah dan nasib kehidupan.
Secara bersama bangsa Indonesia pernah dijajah, berjuang melawan penjajahan, merdeka dari
penjajahan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa setelah merdek, bangsa Indonesia
mempunyai kesamaan tekad yaitu mengurus kepentingannya sendiri dalam bentuk Negara yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kesadaran akan perbedaan dan kesamaan inilah

yang menumbuhkan niat, kehendak (karsa dan Wollen) untuk selalu menuju kepada persatuan
dan kesatuan bangsa atau yang lebih dikenal dengan wawasan “ bhineka tunggal ika “.
Pernyataan lebih lanjut adalah bagaimana bangsa Indonesia melaksanakan kehidupan bersama
berlandaskan kepada dasar filsafat Pancasila sebagai asas persatuan dan kesatuan sebagai
perwujudan hakikat kodrat manusia. Pada saat mendirikan Negara Indonesia, para pendiri
sepakat untuk mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak
masyarakat Indonesia,yaitu Negara yang berdasar atas aliran pikiran Negara (staatsidee) negara
yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh
golongan dalam bidang apapun.
Jadi negara sebagai susunan dari seluruh masyarakat dimana segala golongan, segala bagian dan
seluruh anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya dan merupakan persatuan dan
kesatuan yang organis. Kepentingan individu dan kepentingan bersama harus diserasikan dan
diseimbangkan antara satu dengan lainnya. Hidup kenegaraan diatur dalam prinsip solidaritas,
menuntut bahwa kebersamaan dan individu tidak dapat dipertentangkan satu dengan lainnya.
Negara harus dipandang sebagai institusi seluruh rakyat yang memberi tempat bagi semua
golongan dan lapisan masyarakat dalam bidang apapun.
Sebaliknya negara juga bertanggung jawab atas kemerdekaan dan kesejahteraan semua warga
negara. Tujuan Negara adalah kesejahteraan umum. Oleh karena itu negara tidak mempersatukan
diri dengan golongan terbesar, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling


kuat, melainkan Negara mengusahakan tujuannya dengan memperhatikan semua golongan dan
semua perseorangan. Negara mempersatukan diri dengan seluruh lapisan masyarakat.
Pengertian Filasat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia : philo/philos/philen yang artinya
cinta/pencinta/mencintai. Jadi filsafat adalah cinta akan kebijakan atau hakekat kebenaran.
Berfilsafat artinya berfikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap suatu metodik, sistematis,
menyeluruh, dan universal untuk mencari hakikat sesuatu.
Pengertian Filsafat menurut D. Runes :
Ilmu yang paling umum yang mengandung usaha untuk mencari kebijakan dan cinta akan
kebijakan.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan hidup
dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti bahwa Pancasila mempunyai fungsi dan peranan
sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam kehidupan berbangsa, bernegara bagi warga Negara Indonesia dimanapun
mere berada.
Sistem Filsafat
Yang mendasari tokoh filsafat dalam melahirkan perbedaan-perbedaan mendasar antar ajaran
filsafat adalah perbedaan latar belakang tata nilai dan alam kehidupan, cita-cita dan keyakinan.
Perbedaan aliran bukan ditentukan oleh tempat dan waktu lahirnya filsafat, melainkan oleh
watak isi dan nilai ajarannya.

Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang sumber dan hakikat realitas, filsafat hidup,
dan tata nilai (etika), termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan logika.
Aliran-aliran Filsafat
Aliran Materialisme
Mengajarkan bahwa hakekat realistas kesemestaan termasuk makhluk hidup dan manusia ialah
materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misal benda ekonomi, makanan) dan terikat
pada hukum alam yaitu sebab akibat (hukum kausalitas) yang bersifat obyektif.
Aliran Idealisme
Mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia,
karena manusia mempunya akal budi, kesedaran rohani.
Aliran Realisme
Mengajarkan bahwa kehidupan yang tampak seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia,
hidup berkembang biak, kemudia tua, akhirnya mati. Aliran ini bertentangan dengan aliran
materialisme dan idealisme.

Nilai-Nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filosofis.
Hakikat dan pokok-pokok yang terkandung dalam pancasila adalah :
1. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-ilai yang terkandung dalam
pancasila itu dijadikan tuntutan dan pegangan dalam mengatur sikap dan tingkat laku manusia
indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat dan alam semester

2. Pancasila sebagai dasar negara, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu
dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara seperti diatur dalam
UUD 1945.
3. Filsafat pancasila yang abstrak tercermin dalam pembukaan UUD 1945
4. Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan yang
utuh.
5. kesatuan tafsir sila-sila pancasila harus bersumber dan berdasrkan pembukaan dan batang
tubuh UUD 1945
Oleh karena itu secara filosofis, dalam kehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai pancasila
adalah pandangan hidup. Pancasila dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku, dan berbuat
dalam segala bdang kehidupan, meliputi bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan
dan keamanan.
Pengertian Pancasila Secara Filsafati
Filsafat pancasila dapat diartikan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang pancasila sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok
pengertian secara mendasar dan menyeluruh.
Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara Deduktif yaitu dengan mencari hakikat pancasila
serta menganalisis dan menyusunya secara sistematis menjadi keuutuhan pandangan yang
komprehensif. Sedangkan secara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya
masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

Wawasan filsafat meliputi 3 bidang yaitu ontologi, epistemologi dan axiologi.
Ontologi
Menurut Runes adalah teori tentang keberadaan atau eksistensinya. Menurut Aristoteles adalah
ilmu yang mempelajari hakikat sesuai atau disamakan artinya dengan metafisika.
Bidang ontologi meliputi :
Penyelidikan tentang keberadaan manusia, benda, alam semesta. Artinya ontologi adalah
menjangkau adanya tuhan dan alam gaib seperti rohani dan kehidupan sesudah kematian (alam
dibalik dunia, alam metafisika).
Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksitensi dan keberadaan)
sumber ada, jenis ada, hahkiat ada, termasuk di dalamnya ada alam, manusia, metafisika, dan
kesemestaan atau kosomologi.

Epistemologi
Menurut Runes adalah bidang atau filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode dan
validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat
terjadinya pengetahuan, serta batas dan validitas ilmu pengetahuan.
Yang termasuk cabang episteomologi adalah Matematika, logika, dan sematik.
Axiologi
Menurut Runes berarti manfaat, pikiran, atau ilmu, teori. Dalam pengertian modern axiologi
disamakan dengan teori nilai , yakni sesuai yang diinginkan, disukai atau yang baik dan juga

yang menyelediki hakikat nilai, kriteria dan kedudukan metafisika sebagai suatu nilai.
Menurut Brameld, axiologi dapat disimpulkan :
1. Tingkah laku moral yang berwujud etika
2. ekspresi etika yang berujud estetika atau seni keindahan
3. sosio politik
Jadi axiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis dan
tingkatan nilai dan hakikat nilai.
Nilai-Nilai Pancasila Menjadi Dasar Dan Arah Keseimbangan Antara Hak Dan Kewajiban Asasi
Manusia.
Nilai-nilai dari sila-sila pancasila terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan
keseimbangan antara hak dan kewajiban yaitu ;
Hubungan vertikal. Hubungan manusia dengan Tuhan YME sebagai penjelmaan dari nilai
ketuhanan yang maha esa. Dalam hubungan ini manusia mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan perintahnya dan menjauhi laranganya.
Hubungan Horizontal. Hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai
warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara.
Hubungan Alamiah. Hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan, tumbuhan
dan alam dengan segala kekayaannya.
Alasan yang prinsipil pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsinya tersebut di atas
adalah :

1. Pancasila mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar manusia menjadi pencipta, pengatur
serta penguasa alam semesta
2. Mengatur keseimbangan dalam hubungan dan keserasian-keserasian dimana untuk
menciptakannya perlu pengendalian diri
3. Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting.
4. Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan serta musyarawah untuk mufakat dijadikan
sendi kehidupan
5. Kesejahteraan menjadi tujuan hidp bersama

Isi pemikiran filsafat pancasila sebagai suatu filsafat tentang negara adalah bahwa pancasila
memberi jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah asasi :
1. Masalah pertama : Apa negera itu ? dijawab dengan prinsip kebangsaan indonesia
2. Masalah kedua : Bagaimana hubungan antara bangsa dan negara ? dijawab dengan prinsip
perikemanusiaan
3. Masalah ketiga: siapakah sumber dan pemegang kekuasaan negara ? dijawab dengan prinsip
demokasi
4. Masalah keempat : Apa tujuan negara ? dijawab dengan prinsip negara kesejahteraan
5. Masalah kelima : bagaimana hubungan antara agama dan negara ? dijawab dengan prinsip
Ketuhanan yang maha esa.

PANCASILA SABAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Kompetensi (Kemampuan Akhir Yang Diharapkan)
Setelah mempelajari Bab ini mahasiswa memahamitentang Pancasila sebagai etika dalam
kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Deskripsi
Dalam Bab ini Anda akan mempelajari pengertian tentang etika; pengertian nilai, norma dan
moral; aliran-aliran etika; dan etika Pancasila.
1.
PENDAHULUAN
Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan kedudukan, antara lain sebagai dasar negara,
pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila juga sangat
sarat akan nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Oleh
karena itu, Pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik, dan
secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam
masyarakat. Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat
universal, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang
utuh, nilai-nilai tersebut memberikan ciri khusus pada ke-Indonesia-an karena merupakan
komponen utuh yang terkristalisasi dalam Pancasila. Meskipun para founding fathers mendapat
pendidikan dari Barat, namun causa materialis Pancasila digali dan bersumber dari agama,
adat dan kebudayaan yang hidup di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila yang pada
awalnya merupakan konsensus politik yang memberi dasar bagi berdirinya negara
Indonesia, berkembang menjadi konsensus moral yang digunakan sebagai sistem etika
yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks hubungan berbangsa
dan bernegara.
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya
dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai
sistem etika. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakekatnya merupakan suatu nilai yang
menjadi sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis atau kehidupan nyata dalam
masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi
pedoman. Norma-norma itu meliputi :
1.
Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2.
Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu
tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulahPancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Dengan demikian, Pancasila pada hakekatnya bukan merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praktis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika
yang merupakan sumber norma.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan bagaimana kita dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah- masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, ”baik” dan
“buruk”.
2.
PENGERTIAN ETIKA
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap
terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu
atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran
moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1) Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia.
2) Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun makhluk
sosial (etika sosial)
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya watak
kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin, mos yang
jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan moral memiliki
kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan secara berbeda. Moral atau
moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan
untuk mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab, padanan kata
etika adalah akhlak yang merupakan kata jamakkhuluk yang berarti perangai, tingkah laku atau
tabiat (Zakky, 2008: 20.)
3.
PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
1)
Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang
atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakekatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat
pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu
nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak

baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai
subyek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin dan
menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang
berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai
sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan
karya.
Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam
macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan
kriteria, sehingga merupakan suatu keharusan, anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau
tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap
manusia.Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu
keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
2)
Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia.Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaedah-kaedah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara
moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik
terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang
mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
3)
Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan
terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan selaras itu
tercermin secara vertikal (Tuhan), horisontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya) Norma
adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma
merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk
dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma
filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk
dipatuhi karena adanya sanksi.
Hubungan antara nilai, norma dan moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara
di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila
seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan
berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah
laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral

maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia.
Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu,
hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.
4.
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL DAN NILAI PRAKSIS
a. Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca indra manusia, tetapi
dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagai aspek kehidupan
manusia dalam prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar yaitu berupa hakekat, esensi, intisari
atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena
menyangkut kenyataan obyektif dari segala sesuatu. Contohnya : hakekat Tuhan, manusia,
atau makhluk lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakekat Tuhan maka nilai dasar
itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima(penyebab pertama). Segala sesuatu yang
diciptakan berasal dari kehendak Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan hakekat manusia
maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakekat kemanusiaan yang dijabarkan dalam norma
hukum yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Apabila nilai dasar itu
berdasarkan kepada hakekat suatu benda (kuantitas, aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu
dapat juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praktis, namun nilai
yang bersumber dari kebendaan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan
sumber penjabaran norma itu. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia
adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai
dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau
ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari-hari maka nilai itu akan menjadi norma moral. Namun jika nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber pada nilai dasar sehingga dapat
juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat
ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang merupakan penjabaran
Pancasila.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang
lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilainilai dasar dan nilai-nilai instrumental. Oleh karena itu, nilai praksis dijiwai kedua nilai
tersebut di atas dan tidak bertentangan dengannya. Undang-undang organik adalah wujud dari
nilai praksis, dengan kata lain, semua perundang-undangan yang berada di bawah UUD
sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
5.

ALIRAN – ALIRAN BESAR ETIKA
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan.
Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan
dikatakan baik atau buruk.
a)
Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika
seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.
Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant menolak
akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak
menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu tindakan (Keraf,
2002: 9).
Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanam
dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya secara
kategoris sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau buruk, dan
keharusan untuk melakukan kebaikan dan tidak melakukan keburukan harus dilakukan
sebagai perintah tanpa syarat (imperatif kategoris).
Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi, misalnya, merupakan tindakan tanpa syarat
yang harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuan
tertentu yang akan diraih, namun karena secara moral setiap orang sudah memahami bahwa
korupsi adalah tindakan yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan
bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam diri,
tanpa mengharapkan pamrih apapun dari tindakan yang dilakukan (Kuswanjono, 2008: 7).
Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan
otonomi bebas. Setiap tindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didasari oleh
kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan
baik dan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan
yang baik adalah didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.
b)
Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk
suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika
teleologi membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada
situasi konkrit ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan satu
dengan yang lain. Jawaban yang diberikan oleh etika teleologi bersifat situasional yaitu
memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar kewajiban, nilai
norma yang lain.
Ketika bencana sedang terjadi situasi biasanya chaos. Dalam keadaan seperti ini maka
memenuhi kewajiban sering sulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm
bagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu
mencari keselamatan. Kewajiban membayar pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena
kehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan demikian etika teleologi perlu

dipertimbangkan yaitu demi akibat baik, beberapa kewajiban mendapat toleransi tidak
dipenuhi.
Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa? Apakah
baik menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme
1) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar
kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya
sengsara dan dirugikan.
2) Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana
akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan
kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin
orang. Di dalam menentukan suatu tindakan yang dilematis maka yang pertama adalah
dilihat mana yang memiliki tingkat kerugian paling kecil dan kedua dari kemanfaatan itu
mana yang paling menguntungkan bagi banyak orang, karena bisa jadi kemanfaatannya
besar namun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang saja. Etika utilitarianisme ini
tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada karena pandangan nilai dan norma sangat
mungkin memiliki keragaman. Namun setiap tindakan selalu dilihat apakah akibat
yang ditimbulkan akan memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak.
Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan
merugikan maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utilitarianisme
lebih bersifat realistis, terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada
kemanfaatan yang besar dan yang menguntungkan banyak orang. Utilitarians try to
produce maximum pleasure and minimum pain, counting their own pleasure and pain as
no more or less important than anyone else’s (Wenz, 2001: 86).
Etika utilitarianisme ini menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatan banyak
oranglah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya, karena
kemanfaatan itu harus dibagi kepada yang lain. Utilitarianisme, meskipun demikian, juga
memiliki kekurangan. Sonny Keraf (2002: 19-21) mencatat ada enam kelemahan etika
ini, yaitu:
(1) Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian
masyarakat yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme
membenarkan adanya ketidakadilan terutama terhadap minoritas.
(2) Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari sisi yang
kuantitasmaterialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material seperti
kasih sayang, nama baik, hak dan lain-lain.
(3) Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait
dengan masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal
seperti nasionalisme, martabat bangsa akan terabaikan, misalnya atas nama
memasukkan investor asing maka aset-aset negara dijual kepada pihak asing, atau atas
nama meningkatkan devisa negara maka pengiriman TKW ditingkatkan. Hal yang
menimbulkan problem besar adalah ketika lingkungan dirusak atas nama untuk
menyejahterakan masyarakat.
(4) Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka
pendek, tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal,misalnya dalam persoalan

lingkungan, kebijakan yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada
masa yang akan datang.
(5) Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih
pada orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama
kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
(6) Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih diutamakan
kemanfaatan yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan
yang lebih banyak dirasakan banyak orang meskipun kemanfaatannya kecil.
Menyadari kelemahan itu etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatan,
yaitu utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka :
Pertama, setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai dan
norma atau tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak
meskipun memiliki kemanfaatan yang besar.
Kedua, kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang nonfisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
Ketiga, terhadap masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan kompensasi yang
memadai untuk memperkecil kerugian material dan non-material.
c. Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada penilaian
moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang. Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik,
melainkan menjadi orang yang baik. Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani
perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi ini dapat
dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar
dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam
masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam
sehingga konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan
akan menimbulkan benturan sosial.
Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada
figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan
ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral itu seperti apa.
6.
ETIKA PANCASILA
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran besar
etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral,
namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang
mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan
hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan
mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan
kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa
Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh
siapapun dan kapanpun.

Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang
tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari
nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah
dan hukum Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan
yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara
manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya pelanggaran akan kaedah Tuhan
tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan
permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana
alam, dan lain-lain
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan
nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila adalah keadilan dan
keadaban. Keadilanmensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani,
individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum
Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu
hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan
keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan
buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakanakan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut
dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan
merupakan perbuatan baik. Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan
kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai
kebaikan tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas.
Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama
Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun
memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan
realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas “dimenangkan” atas pandangan mayoritas.
Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang
banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada
konsep hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata
tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila
kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan
merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama
sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika
yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan
aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta,

maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa
Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah
Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang
melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap
tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan
menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai
kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai
Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan
menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan
menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.
7.
MAKNA NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai yang
tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat
satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna
Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya.
Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan
manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa.
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya
dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki
kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan
kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di
dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya
Tuhan (atheisme).
2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi
pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang
tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakekat dan
sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai
dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan
susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai
keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna
kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama
manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
Hakekat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama :”bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”.
Selanjutnya dapat dilihat penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.

3) Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian
bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan
Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh
wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang
bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor
yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham
kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme
Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD
1945.
4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah
negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi
yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan
sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani.
Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat
dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut sertanya
rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas
kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan
masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”...maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”

5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik
materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi
rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial
pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi
dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi :

a) Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam arti
pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk
kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak
dan kewajiaban.
b) Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam
masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
c)
Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya secara
timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya
sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai. Hakekat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD
1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

PANCASILA SABAGAI ILMU PENGETAHUAN
Pancasila itu dapat dikatakan dengan ilmu pengetahuan, karena Pancasila adalah sebagai
ideologi bangsa Indonesia.

Ideologi itu diambil dari kebiasaan-kebiasaan yang ada dimasyarakat yang dilakukan secara
turun menurun, Sehingga untuk generasi-generasi muda yang hidup setelah kemerdekaan
harus belajar tentang maksud-maksud yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri dan juga
mengamalkannya di dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga dalam menjalankan kehidupan di negara Ind