NILAI EKONOMI CAGAR ALAM RIMBO PANTI

NILAI EKONOMI CAGAR ALAM RIMBO PANTI
(Economic Valuation Of Rimbo Panti Nature Reserve)
Riswan S Siregar1, Ardinis Arbain2, Wilson Novarino3
1

Prodi Pendidikan Biologi STKIP Tapanuli Selatan, 2 Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Andalas,3
Jurusan Biologi Universitas Andalas
Email1 : ahlul_ilmi2004@yahoo.co.id

Abstract : The study on economic valuation of Rimbo Panti Nature Reserve (RPNR) had
been conducted from june to july 2010 in three villages (namely Panti, Lundar, Petok) in
adjacent to the border of this district of Pasaman’s protected area in West Sumatra Province.
Total economic value of RPNR was calculated by incorporating the value of water in
supplying holdhouses and agriculture/fishery needs, the value of fire wood, forest’s carbon
sequestration capacity, existence and conservation. Data collection was performed through
interviewing the households leaders. The result has revealed that RPNR holds value as many
as Rp. 47.335.276.740,00 (forty seven billion three hundred thirty five million two hundred
thirty five milliontwo hundred seventy six thousand seven hundred and forty Indonesian
rupiah) annually. This number is composed from fire wood value was Rp. 739,440,000
(Seven hundred thirty nine million four hundred fourty thousand rupiah), from water value
(domestic need and agriculture/fishery) was Rp. 9.907.450.640,00- (nine billion nine hundred

seven million four hundred and fifty thousand six hundred and forty Indonesia rupiah), The
carbon sequestration value was Rp. 36.040.050.000,- (Thirty six billion forty million and fifty
thousand rupiah), existence value was Rp. 66,286,719 (Sixty six million, two hundreads and
eighty six thousand seven hundreds and nineteen rupiah) and conservation value was Rp.
582,049,381( five hundred eighty two million forty nine thousand three hundred eighty one
rupiah).

Keywords : Economic Valuation, nature Reserve, Contingent Valuation, LUVI
Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam hayati dan
Ekosistemnya membagi kawasan konservasi menjadi kawasan pelestarian alam dan Kawasan
Suaka Alam. Salah satu kawasan suaka Alam adalah Cagar Alam yang memiliki fungsi pokok
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
juga sebagai wilayah perlindungan system penyangga kehidupan (Wiratno dkk, 2002)
Cagar Alam Rimbo Panti (CARP) dengan luas 3.120 Ha (BKSDA, 1998) berbatasan
langsung dengan tiga desa yaitu Murni, Lundar, Petok (PSLH, 2000). Secara sadar maupun
tidak sesungguhnya masyarakat sudah sudah menikmati sumber daya alam secara
berkelanjutan oleh keberadaan kawasan suaka alam (Weis P et. Al. 2006). Sebagai kawasan
pelestarian alam, keberadaan CARP memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap
kesejahteraan masyarakat.

Kontribusi tersebut berupa penyedia air untuk kebutuhan domestik maupun pertanian dan
perikanan, penyedia kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga, penyedia manfaat makanan
berupa sumber daya ikan yang berlimpah di dalam kawasan dan memiliki daya tarik ekonomi

untuk kegiatan pariwisata. Secara lebih luas, CARP jugatermasuk kawasan ‘Carbon
Sequestration’ yang memiliki potensi ekonomi melalui mekanisme perdagangan karbon
(Saragih B, 2011)
Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar potensi ekonomi
CARP.
Metode Penelitian
a. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Juli 2010 pada tiga Desa yang berbatasan
langsung dengan CARP yaitu Desa Murni, Petok dan Lundar Kecamatan Panti Kabupaten
Pasaman.
b. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai 120 kepala keluarga yang dipilih
secara Acak. Pembatasan 120 responden dalam pengambilan data dikarenakan keterbatasan
biaya dan tenaga. Adapun perolehan data Jenis Hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai
penting bagi masyarakat dilakukan dengan diskusi kelompok bersama Informan kunci.
(Siregar RS et al. 2012; Murniati et al. 2006; Lynam et al. 2004)

c. Penghitungan Nilai Ekonomi Total CARP
Nilai ekonomi total CARP dihitung meliputi nilai penggunaan langsung (Direct use value)
dan nilai penggunaan tidak langsung (Non use value) dengan formula sebagai berikut
(NRMP, 2002 ; Gunton T, 1991; Thomas L et al, 1994; Carson RT et al. 2001)) :
Nilai Ekonomi Total = Nilai Penggunaan Langsung + Nilai Penggunaan Tidak Langsung
NET = (NPL + NPTL)
NET = ( Nkb + NAp + Nad) + (NPc + Npel+ Nkeb)
Nkb = Nilai kayu bakar
NAp = Nilai air pertanian
Nad = Nilai air domestik
Npel = Nilai pelestarian
NPc = Nilai penyerapan karbon
Nkeb = Nilai keberadaan
c.1. Nilai Kayu Bakar
Kayu bakar yang dimaksud adalah kayu bakar yang diperoleh masyarakat sekitar CARP dari
dalam kawasan CARP yag dimanfaatkan untuk memasak.Nilai kayu bakar dihitung dengan
menggunakan formula sebagai berikut (NREA, 2003) :
NTkb = TP – TB
{∑ bkb x ∑ pst x Hb x ∑ rt} - {p x ∑pst x ∑rt}
NTkb = Nilai kayu bakar

TP
= total penerimaan
TB
= total biaya (biaya/rt/hari)

bkb
pst
Hb
Rt

= bundel kayu bakar
= pengambilan setahun
= harga/ bundel
= rumah tangga

c.2. Nilai Air Domestik
Untuk menentukan harga air berdasarkan pendekatan biaya pengadaan digunakan formula
sebagai berikut (Midora L dan Anggraeni D, 2006) :
HAdi=


BPAdi
Kdi

Dalam hal ini :
HAdi = harga / biaya pengadaan air rsponden ke i (Rp/ satuan)
BPAdi = biaya pengadaan air domestik ke i
Kdi
= jumlah kebutuhan air domestik ke i
Total nilai air domestik didasarkan pada konsumsi air domestik per kapita sehingga
pengganda yang digunakan adalah jumlah penduduk di lokasi penelitian yang air
domestiknya bersumber dari CARP. Untuk menentukan total nilai penggunaan air domestik
digunakan rumus sebagai berikut :
Nad = RNAd x P
Dalam hal ini :
Nad

= Nilai air domestik (meliputi total kesediaan membayar, nilai yang dibayarkan
surplus konsumen)
RNAd = rata – rata nilai air domestik (Rp/kapita/tahun)
P

= jumlah penduduk sekitar CARP
c.3. Nilai Penyerapan Karbon (NPc)
Penentuan nilai karbon berdasarkan harga pasar pendekatan harga karbon yang berlaku di
pasar internasional dengan asumsi harga hutan primer. Penentuan nilai karbon dilakukan
dengan rumus sebagai berikut
NPc = Lk x Kc x Hc
Dalam hal ini :
NPc = Nilai Penyerapan Karbon CARP (Rp)
Lk = Luas kawasan rimbo panti (hektar)
Kc = Kemampuan menyerap karbon hutan (ton per hektar)
Hc = Harga karbon (Rp per ton)
c.4. Nilai Keberadaan (Nkeb)
Nilai keberadaan adalah kesediaan seseorang membayar untuk menjaga atau melindungi
nilai/manfaat potensial dari sumberdaya alam CARP untuk kepentingan pemanfaatan di

masa yang akan datang. Penentuan nilai potensial dilakukan dengan menggunakan formula
sebagai berikut :

∑ kesediaan repondenuntuk membayar (Rp)
∑ responden


N Keb =

Dalam hal ini :
NKeb = Nilai keberadaan CARP
P
= Proporsi populasi yang bersedia membayar nilai keberadaan kali jumlah
Penduduk

c.5. Nilai Pelestarian
Nilai pelestarian (flora, fauna, plasma nutfah, habitat, dan ekosistem) ditentukan melalui
pendekatan kesediaan membayar (Willingness To Pay) dari masyarakat untuk membiayai
upaya pelestarian jenis tertentu dari hewan dan tumbuhan yang didapat dari penentuan nilai
prioritas flora dan fauna dengan indeks tertinggi dari Local User Value Index (LUVI) (Sheil
D et al.2003, Siregar RS et al, 2012) disekitar kawasan CARP dengan formula sebagai
berikut :
NP el =

∑ kesediaan repondenuntuk membayar (Rp)
∑ responden


JP

Dalam hal ini :
NPel = Nilai pelestarian spesies x .
JP = Jumlah penduduk yang tercakup dalam wilayah penelitian
Nilai pelestarian yang digunakan adalah nilai pelestarian 3 jenis hewan dan 3 jenis tumbuhan
dengan nilai LUVI tertinggi dengan menggunakan metode valuasi kontingens, yaitu
menduga harga pelestarian dari kesediaan membayar (WTP) penduduk setempat dengan
pendekatan metode tawar menawar yang menanyakan responden apakah ia mau membayar
sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal. Jika ya, maka besarnya nilai uang
dinaikkan sampai tingkat yang disepakati. Sebaliknya jika tidak, nilai uang diturunkan
sampai jumlah uang yang disepakati. Akhirnya ditanyakan berapakah jumlah maksimum dan
minimum keinginannya untuk membayar.
e.1. Pendugaan Nilai Penting Keanekaragaman hayati dengan indeks LUVI
Kepentingan suatu jenis kegunaan (j) dari suatu jenis (i) akan diwakili oleh suatu
nilai individu Gij. Kepentingan suatu spesies (Lokal User’s Value Indeks : LUVI/ Indeks
Nilai pengguna lokal merupakan jumlah keseluruhan dari Gij suatu spesies yaitu :
LUVI = ∑ i = spesies, keseluruhan j, Gij


(Persamaan 1)

Gij = ∑ kategori = J Gij = RWj x RW ij (Persamaan 2)

RWj merupakan bobot yang diberikan untuk kelas kegunaan yang luas, dimana kegunaan
tertentu j berada. RWij merupakan bobot relatif dalam kategori J dalam pemanfaatan spesies i
yang memenuhi syarat sebagai anggota-anggota J. Bila ada jenis lain yang berpeluang
muncul dari para informan, sementara jenis tersebut tidak ada dalam daftar spesies yang
diperoleh dari masyarakat maka nilai Gij akan diperoleh melalui :
Gij = Eij x Pij x CJ (Persamaan 3)

Dimana Eij adalah eksklusifitas spesies i, untuk kegunaan khusus j. Pij merupakan suatu
parameter untuk menunjukkan pilihan yang skornya pasti lebih tinggi jika spesies ini
merupakan pilihan dari kelas kegunaan ini. Cj akan ditentukan kemudian. Kombinasi Eij x Pij
mempunyai tiga kemungkinan hasil : a) tidak ada pengganti, b) pilihan tetapi ada pengganti,
dan c) bukan pilihan.
CJ merupakan pembobotan koreksi untuk kegunaan kelas J, dimana J berada dan dihitung
berkaitan dengan seluruh set data spesies serta nilainya dalam kelas ini.
Rumus yang dapat digunakan adalah :
CJ ≈ RWJ │(∑ij J Eij x Pij (Persamaan 4)


Dimana │(∑ij J Eij x Pij merupakan jumlah dari seluruh nilai semua spesies (seluruh i dan j)
yang memiliki nilai j dan termasuk dalam kelas kegunaan J.

Hasil dan Pembahasan
a. Nilai Kayu Bakar
Sebagian besar masyarakat sekitar CARP masih menggunakan kayu bakar untuk
memasak. Dari 120 rumah tangga yang disurvey yang tidak menggunakan kayu bakar hanya
11 keluarga dan selebihnya 91 % dari seluruh responden memanfaatkan kayu bakar untuk
kegiatan memasak. Dengan formulasi ini dengan jumlah rumah tangga sebanyak 3125 rumah
tangga, maka yang menggunakan kayu bakar sebanyak 2844 rumah tangga. Harga kayu bakar
dipasar setempat adalah Rp. 5000,Kebutuhan rumah tangga terhadap kayu bakar bervariasi. Rata-rata setiap rumah
tangga membutuhkan rata-rata 1,8 bundel kayu per minggu digenapkan menjadi 2 bundel.
Pengumpulan kayu bakar setiap bundelnya membutuhkan seperempat hari kerja. Dengan
rata-rata upah harian penduduk setempat adalah Rp. 20.000,- per hari maka waktu biaya yang
dikeluarkan untuk mengambil kayu bakar diasumsikan Rp. 5000,-. Dengan demikian
penghitungan nilai ekonomi kayu bakar dilakukan dengan pola berikut:
Tabel 1: Penghitungan Nilai kayu bakar
Nilai
Total penerimaan


Perhitungan
Hasil
jumlah kayu bakar x Rp. 1,478,880,000,pengambilan setahun x
harga per bundle x
rumah tangga pengguna

kayu bakar
2 x 52 x Rp. 5000,- x Rp. 739,440,000
2844
Biaya / rt/hari x rumah
tangga
pengguna
x
pengambilan setahun
Rp. 739,440,000
Rp. 5000 x 2844 (rt) x 52
Total penerimaan – total
biaya

Total Biaya

Profit

Nilai Ekonomi total kayu bakar CARP sebesar Rp. 739,440,000,- per tahun. Tidak jauh
berbeda dengan harga kayu bakar pada hutan Tesso Nilo yaitu sebesar Rp. 763,776,000,- per
tahun (NRMP, 2002).
b.

Nilai Air Pertanian

Nilai air pertanian dihitung berdasarkan harga yang dikeluarkan oleh para penduduk
untuk menjaga terpeliharanya air masuk ke sawah mereka beserta korbanan yang dikeluarkan
ketika mengaliri, memperpaiki dan memelihara stabilitas air dan juga menilai dengan
metode kontingensi terhadap ketersediaan air yang diasumsikan berasal dari fungsi CARP.

Tabel 2 : Nilai Ekonomi Air Pertanian
Nilai Ekonomi

Harga air (Rp/ha/thn)

Luas areal

Kesediaan
membayar
Nilai yang
dibayarka
Surplus Konsumen

120,417

2601,24

Total Nilai
(Rp/tahun)
313,233,500

98,274

2601,24

255,634,260

22,143

2601,24

57,599,240

Berdasarkan data pada Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa Nilai air pertanian
berdasarkan WTP adalah Rp. 120,417,- per hektar per tahun sementara biaya atau korbanan
yang dikeluarkan para petani lebih kecil yaitu sebesar Rp. 98,274,-. Ini membuktikan bahwa
air merupakan sumber daya yang sangat penting sehingga masyarakat bersedia berkorban
untuk mendapatkannya walau dengan harga tinggi. Akan tetapi kenyataannya jumlah yang
dibayarkan jauh lebih rendah karena akses terhadap air masih sangat mudah untuk didapat
dan tidak perlu mengeluarkan korbanan yang lebih banyak.
Total nilai ekonomi air pertanian adalah Rp. 313,233,500,- yang berasal dari
pengalian harga pengadaan air per hektar per tahun dengan jumlah areal panen sawah/kolam
penduduk desa Murni, Lundar dan Petok seluas 2,601,24 ha. Harga ini sebenarnya bisa lebih
tinggi karena yang memanfaatkan air yang diasumsikan merupakan fungsi kawasan CARP
tidak hanya dinikmati oleh masyarakat yang berada disekitar kawasan CARP tetapi juga oleh
masyarakat dari desa lain seperti Desa Bahagia Ampang Gadang, Sentosa dan Kuamang yang
memiliki areal panen seluas 2,166,02 ha sehingga potensi total ekonomi air pertanian bisa

mencapai Rp 574,056,742,- per hektar per tahun. Surplus konsumen sebesar Rp.
57,599,240,- per tahun merupakan nilai kesejahteraan yang diperoleh masyarakat dari CARP
yang berperan penting dalam penyediaan air bagi kebutuhan mereka.
Sumber daya alam CARP merupakan sumber daya alam yang bersifat nonrivalry,
sehingga penggunaan oleh seseorang tidak mengurangi fungsinya sebagai penyedia air.
Dengan demikian makin luas lingkup penilaian atau makin banyak orang pemanfaat yang
diperhitungkan tentu saja nilainya semakin meningkat (Widada, 2004).
c.

Nilai Air Domestik

Air domestik meliputi air untuk minum dan memasak, mandi dan mencuci, serta air
kakus. Total nilai air domestim masyarakat sekitar CARP dapat dilihat pada Tabel 3. Harga
air per liter untuk berbagai kepentingan bervariasi. Untuk harga air minum dan Masak
sebesar Rp. 193 per liter dan masing-masing individu menghabiskan rata-rata sebanyak 1487
liter air selama satu tahun. Harga air untuk mandi dan mencuci sebesar Rp. 92 per liter
dengan kebutuhan rata-rata sebanyak 3365 liter per individu selama satu tahun. Harga air
kakus rata-rata Rp.52 per liter dengan kebutuhan rata-rata 1878 liter per individu selama satu
tahun.

Tabel 3: Total Air Domestik masyarakat sekitar CARP

Kebutuhan Air
Minum dan
Masak
Mandi dan
Mencuci
Kakus
TOTAL

Harga
Rata-rata
(Rp/liter)

Kebutuhan
individu /tahun
(l)

Jumlah
penduduk
(jiwa)

193

1487

13820

92

3365

13820

52

1878

13820

Junlah (Rp/tahun)
3,966,215,620
4,278,395,600
1,349,605,920

Rp

9,594,217,140

Jumlah penduduk di 3 Desa terdiri dari Desa murni, Lundar dan petok sebanyak
13.820 jiwa (Tabel 4). Maka total nilai air domestik berjumlah Rp. 9.594.217,140 per tahun
(dibulatkan menjadi 9,6 Milyar per tahun). Ini tidak berbeda jauh dengan harga air domestik
Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) sebesar Rp. 7,026,571,200 per tahun (Midora dan
Anggraini, 2006) sementara total air domestik di Taman Nasional Gunung Halimun sebesar
Rp. 5,22 Milyar per tahun (Widada, 2004).

Tabel 4 : Gambaran Kependudukan 3 Jorong yang berbatasan dengan CARP

No

Desa

1
2
3

Petok
Lundar
Murni Panti
TOTAL
Sumber : BPS, 2004

Jlh Penduduk
(jiwa)
7,616
1,607
4,057
13,820

Jlh RT
1780
377
968
3125

Luas Sawah
(Ha)
1533.18
551.26
516.8
26,0124

Rata-rata konsumsi air per individu per hari adalah 60 liter (Midora dan Anggraini,
2006). Sementara konsumsi rata-rata air per individu masyarakat sekitar CARP adalah 19,1
liter. Perbedaan ini dikarenakan air domestik yang dihitung dalam penelitian ini hanya untuk
kebutuhan primer saja sementara kebutuhan sekunder lainnya seperti mencuci kendaraan,
membersihkan rumah, menyiram taman dan lain-lain tidak dihitung.

d. Nilai Penyerapan Karbon
Menurut Brown dan Pearce (1994), hutan alam primer memiliki kemampuan
penyerapan karbon 283 ton per hektar, hutam alam sekunder 194 ton per hektar dan hutan
terbuka 115 ton per hektar. Adapun nilai 1 ton karbon adalah $ 10 US (Kim, 2001 cit
Widada 2004) sedangkan menurut Seomarwoto ( 2001 cit Widada 2004) nilai 1 ton karbon
berkisar $ 1 US sampai dengan $ 28 US. Sementar harga standar menurut World Bank
sebesar $ 10 US per ton. Untuk menghindari dugaan nilai yang terlalu tinggi (overestimate),
asumsi yang akan dijadikan patokan dalam penghitungan nila penyerapan karbon CARP
sebesar $ 5 per ton
Cagar Alam Rimbo Panti yang memiliki luas 2830 Ha dapat dikategorikan sebagai
hutan alam primer walapun ada terdapat kasus integrasi masyarakat ke dalam kawasan namun
hal ini tidak berdampak signifikan terhadap kemampuan kawasan ini dalam hal penyerapan
karbon, didukung oleh dilakukannya penyuluhan persuasif oleh instansi terkait setiap
tahunnya.
Dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar amerika adalah Rp. 9,000,- per dolar nilai
penyerapan karbon dapat diperoleh dengan hitungan sebagai berikut :
2830 Ha x 283 ton x $ 5 x Rp 9000 = Rp. 36,040,050,000,Nilai Penyerapan karbon sebesar Rp 36,04 Milyar per tahun merupakan nilai manfaat yang
diberikan kepada masyarakat dunia atas kualitas ekosistem CARP yang memiliki kemampuan
sebagai penyerap CO2. Melalui CDM (Clean Development Mechanism) potensi penyerapan
karbon CARP sebesar 800,890 ton per tahun dapat dijual ke dunia dan dapat dimanfaatkan
untuk konservasi kawasan konservasi yang ada di Negara ini.

e.

Nilai Pelestarian

Nilai pelestarian yang dihitung disini adalah nilai hewan dan nilai tumbuhan yang
masuk 3 besar dalam pemberian nilai manfaat dengan indeks LUVI (Siregar RS et al, 2012).

Ketiga jenis tumbuhan dan hewan beserta harga rata-rata nilai pelestariannya adalah sebagai
berikut :
Tabel 5 :

Rata – rata nilai pelestarian hewan dan tumbuhan dengan nilai manfaat tertinggi

Nilai
Rata-rata
(Rp) WTP

Proporsi yang mau
membayar
( %)

Jumlah
Penduduk
(jiwa)

Nilai
Pelestarian

Rusa

10,408

92,5

13,820

133,050,668

2

Kijang

8,800

91,6

13,820

111,400,256

3

Kancil

6,875

87,5

13,820

83,135,938

4

Durian

7,533

91,6

13,820

95,361,151

5

Enau

8,120

92,5

13,820

103,802,020

6

Kayu manis

4,446

90,0

13,820

55,299,348

N
o

Jenis Sumber
Daya

1

TOTAL

582,049,381

Dari data pada Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa total nilai pelestarian jenis sumber
daya hewan dan tumbuhan adalah sebesar Rp. 582,049,381. Diantara semua jenis baik hewan
dan tumbuhan nilai pelestarian tertinggi adalah Rusa (Cervus unicolor) yaitu sebesar Rp.
133.050,668,- per tahun. Untuk nilai pelestarian rusa, nilai terendah yang ingin dibayarkan
agar jenis hewan ini tetap lestari adalah sebesar Rp 1000,- per tahun dan yang tertinggi adalah
Rp. 100.000,- per tahun. Adapun untuk Tumbuhan, nilai pelestarian tertinggi adalah jenis
Enau (Arenga pinnata) yaitu sebesar Rp. 104,000,- per tahun. Nilai tertinggi yang ingin
dibayarkan agar jenis ini tetap ada di kawasan CARP adalah Rp. 100,000,- dan nilai terendah
adalah Rp. 1000,-.
Nilai pelestarian beberapa hewan yang telah diteliti adalah Gajah dengan nilai
pelestarian Rp.416.000.000,- per tahun, Harimau Rp 19,759,480,000 pertahun (NRMP,
2002), Serigala $ 93.32 per tahun (Duffield .1991), Elang $ 21.21 per tahun (Boyle and
Bishop, 1987) .Munculnya variasi harga dalam menentukan nilai pelestarian sangat
tergantung dengan metode yang digunakan (Richardson L dan Loomis J, 2008).
NRMP (2003) menggunakan benefit transfer dalam menentukan harga harimau, yaitu dengan
membandingkan harga WTP harimau di India dan untuk gajah dikonversi dari harga
pelestarian gajah di Afrika.

a.

Nilai Keberadaan

Nilai keberadaan adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat baik oleh penduduk
setempat maupun pengunjung terhadap kawasan CARP atas manfaat spiritual, estetika dan
kultural. Keberadaan CARP yang juga berdampingan dengan Taman Wisata Rimbo Panti
semakin memberikan nilai tambah tersendiri bagi masyarakat sekitar.
Dari 120 responden yang diwawancarai seluruhnya (100 %) mengatakan bahwa mereka
mengetahui keberadaan CARP dan keberadaan CARP banyak memberikan kontribusi positif
bagi mereka, namun tidak seluruhnya bersedia membayar nilai keberadaan CARP atas jasa
lingkungan yang mereka dapatkan. Sebanyak 93 orang responden (87,5 %) yang menyatakan
bersedia membayar. Nilai terendah yang menyatakan bersedia membayar atas jasa CARP
adalah Rp.5.000,- per tahun sementara yang paling tinggi bersedia membayar Rp. 150.000,-.
Rata-rata per tahun sebesar Rp. 24.241,- Adapun Total nilai keberadaan kawasan CARP
dengan metode WTP diperoleh Rp. 66,286,719,- per tahun

Kesimpulan
Total Nilai Ekonomi kawasan CARP adalah sebesar Rp. 47,335,276,740,- (Empat puluh
tujuh miliar tiga ratus tiga puluh lima juta dua ratus tujuh puluh enam ribu tujuh ratus empat
puluh rupiah) per tahun. Terdiri dari Nilai kayu bakar Rp. 739.440.000,- ( Tujuh ratus tiga
puluh Sembilan juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) Nilai Air Rp. 9,907,450,640,(Sembilan miliar Sembilan ratus tujuh juta empat ratus lima puluh ribu enam ratus empat
puluh rupiah) Nilai penyerapan karbon Rp. 36.040.050.000,- (Tiga puluh enam miliar empat
puluh juta lima puluh ribu rupiah) Nilai pelestarian Rp. 582,049,381,- (Lima ratus delapan
puluh dua juta empat puluh Sembilan ribu tiga ratus delapan satu rupiah) dan nilai
keberadaan Rp.66,286,719,-.(Enam puluh enam juta dua ratus delapan puluh enam ribu tujuh
ratus Sembilan belas rupiah) Dengan diskonto 10 % pada masa yang akan datang maka Nilai
ekonomi CARP mencapai Rp. 52.068.804.414,-.

Ucapan Terima Kasih
Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kepala Desa Murni Panti atas bantuannya
dalam memfasilitasi pertemuan dengan informan kunci.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
BKSDA.1998. Buku Informasi Kawasan Konservasi Provinsi Sumatera Barat. Pancaran
Ilmu. Jakarta.
BPS. 2004. Panti Dalam Angka Tahun 2003.

Brown, K. and Pearce,D.W. 1994. The Causes of Deforestation : The Economic and
Statistical Analysis of factor Giving Rise to Lose of the Tropical Forest. University
College Press, London and the University of British Columbia Press, Vancouver.
Boyle, K., Bishop, R., 1987. Valuing wildlife in benefit–cost analysis: a case study involving
endangered species. Water Resources Research 23, 943–950.
Carson RT, Flores NE. and Meade NF. 2001. Contingent Valuation: Controversies and evidence.
Environmental and Resource Economics 19: 173–210, 2001. Kluwer Academic
Publishers. Printed in the Netherlands
Duffield, J., 1991. Existence and non-consumptive values forwildlife: application of wolf
recovery in Yellowstone National Park W-133/Western Regional Science
Association Joint Session. Measuring Non-Market and Non-Use Values. Monterey,
CA.
Gunton T. 1991. Economic Valuation of Non Market Values for Forest Land Planning.
Natural Resources Management Program. Simon Fraser University. Burnaby BC
Lynam T, Cunliffe R, Mapaure I. 2004. Assessing the Importance of Woodland Landscape
Locations for Both Local Communities and Conservation in Gorongosa and
Muanza Districts, Sofala Province, Mozambique. Ecology and Society 9(4) : 1.
Midora L dan Anggraeni D, 2006. Economic Valuation of Watershed Services Batang Gadis
National Park, Mandailing Natal, North Sumatera.
Murniati, Padmanaba M, Basuki I, der Ploeg Jvd. 2006. Gunung Lumut Biodiversity
Assessment Socio-economic Study. Topendos International Indonesia. Balikpapan.
Report. pp : 49-56
Natural Resource Management Program. 2003. Peranan Evaluasi Ekonomi dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pelatihan Valuasi Ekonomi Sumber Daya alam.
PSLH. 2000. Rencana Pengelolaan Cagar Alam Rimbo Panti. Provinsi Sumatera Barat (20012005). Universitas Andalas. Padang. pp : 7-8
Richardson L dan Loomis J. 2008. The total economic value of threatened,
endangered and rare species: An updated meta-analysis. Ecological econom ics 68
(2009) 1535–1548. Elsevier.
Saragih B. 2011. Economic value of non-timber forest products Among paser indigenous
People of East Kalimantan. Desa Putera, Jakarta, Indonesia
Sheil D. 2000. Mengekplorasi Keanekaragaman hayati, Lingkungan dan Pandangan
Masyarakat lokal Mengenai Berbagai Lanskap hutan. Metode-metode Penilaian
Lanskap secara Multidispliner. Kirab. Jakarta.
Siregar RS, Arbain A, Wilson N. 2012. Nilai Penting Keanekaragaman Hayati Cagar Alam
Rimbo Panti. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Hal : 323-327.

Sheil D, Puri RK, Basuki I, Vans Heist M, Wan M, Liswanti N, Rukmiyati Sardjono MA (and
authors). 2003. Exploring Biological Diversity, Environment and Local People’s
Perspectives in Forest Landscapes. CIFOR. Bogor. Indonesia. pp : 1-20
Thomas L, Dixon J, Green M, Hughes G, Kelleher G, Sheppard D, Sumardja E, Vorhies F.
1994. Economic Assesment of Protected Area : Guidelines For Their Assessment.
IUCN draft. Australia.
Weis P, Igoe J and Brockington Dan. 2006. Parks and Peoples: The Social Impact of
Protected Areas. The Annual Review of Anthropology is online at
anthro.annualreviews.org
Widada. 2004. Nilai Manfaat Ekonomi dan Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Halimun
Bagi Masyarakat. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Wiratno, Indriyo D, Syarifuddin A, Kartikasari A. 2002. Berkaca Di Cermin Retak. Refleksi
Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasional. Publikasi Forest
Press, The Gibbon Foundation Indonesia, PILI-NGO Movement.

.