Puasa dan Pembangunan Karakter siddiq

Puasa dan Pembangunan Karakter
FAJAR KURNIANTO
Pemerintah menetapkan Rabu (10/7) sebagai awal Ramadan. Sebulan penuh, umat Islam
di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, akan menjalankan ibadah puasa di siang hari dan
ibadah-ibadah lainnya, baik di siang maupun malamnya. Tujuannya, seperti dikatakan Allah
dalam Alquran, adalah menjadikan orang-orang yang berpuasa sebagai orang-orang bertakwa;
saleh secara individual dan saleh secara personal. Dengan kata lain, puasa adalah medium
pembangunan karakter manusia.
Menahan Diri
Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum dari pagi hingga sore. Puasa
yang dalam bahasa Arabnya dari kata “shiyam” atau “shaum” memang berarti menahan diri.
Secara spesifik, menahan diri dari memakan makanan atau meminum minuman. Tetapi, dalam
pengertian yang lebih luas adalah menahan dari perbuatan-perbuatan buruk dan tercela. Nabi
Muhammad menegaskan dalam ungkapannya, “Puasa itu adalah junah (perisai).”
Dalam perang tradisional zaman dulu, perisai adalah pelindung dari serangan musuh agar
tidak mati. Maka puasa adalah pelindung dari “serangan” orang lain yang mengajak pada
perbuatan buruk atau menjerumuskan pada kehancuran. Itulah yang ditegaskan Nabi Muhammad
menyebut, “Siapa saja yang sedang berpuasa, kemudian ada orang yang mengajak untuk
berkelahi (berbuat kekerasan) atau mencaci-makinya, maka katakanlah dua kali: ‘Saya sedang
berpuasa!’” (Bukhari, Shahih Al-Bukhari)
Itu adalah “serangan” dari pihak luar atau eksternal. Adapun dari pihak dalam (internal),

adalah dorongan dari hasrat-hasrat negatif yang dalam bahasa agama disebut hawa nafsu. Hawa
nafsu mendorong seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan kotor dan tercela. Ini yang
dimaksud Nabi Muhammad dalam ungkapannya, “Siapa saja yang berpuasa, maka janganlah dia
berkata-kata buruk atau mengajak pada perbuatan buruk (baik dengan kata-kata maupun
tindakan.” (Muslim, Shahih Muslim)

Dengan kata lain, orang yang berpuasa didorong untuk mengatakan dan bertindak yang
baik-baik. Menarik bahwa Nabi Muhammad menyatakan, “Bau mulut orang berpuasa lebih
harum di sisi Allah daripada minyak kesturi.” (Nasa’i, Sunan An-Nasa’i).
Ini tentu tidak bisa dimaknai secara literal semata. Makna sesungguhnya adalah dorongan
agar yang keluar dari mulut orang berpuasa adalah ucapan-ucapan yang baik, sehingga di sisi
Allah menjadi begitu harum. Di kalangan manusia pun ucapan yang baik akan punya efek
positif, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang lain.
Pembangunan Karakter
Tujuan puasa adalah membangun karakter bertakwa. Ada yang berhasil, ada yang gagal.
Yang gagal seperti digambarkan Nabi Muhammad dalam ungkapannya, “Bisa saja orang yang
berpuasa tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus.” Artinya, puasa sekadar pemenuhan
ritual ibadah wajib, tidak memberi makna dalam kehidupan.
Al-Ghazali dalam karyanya, Ihya’ Ulumuddin, menyebut puasa yang seperti ini adalah
puasa orang awam, masyarakat pada umumnya, puasa level pertama; sekadar menahan lapar dan

haus. Mestinya, kata Al-Ghazali, orang berpuasa naik ke level kedua, yakni puasa anggota badan,
puasa indera, dari hal-hal buruk.
Lebih tinggi lagi, puasa level ketiga, yakni puasa hati dan pikiran dari segala keinginan
atau hasrat-hasrat buruk. Bahkan, hasrat-hasrat yang bersifat duniawi, meskipun itu tidak
terkategori hasrat-hasrat buruk. Puasa pada tingkat ini adalah puasa yang menciptakan pribadipribadi berhati jernih, berpikiran bersih, yang terejawantah dalam perilaku kehidupan. Puasa
yang menumbuhkan perasaan kasih sayang, empati, dan kepedulian terhadap orang lain.
Sesama
Ramadan adalah bulan pembangunan karakter dengan lebih banyak introspeksi diri
sendiri dan banyak menebarkan kebaikan, baik melalui ucapan maupun tindakan. Banyakbanyak mendekatkan diri kepada Allah, beribadah, beramal saleh, membantu orang lain, bersikap
empati, dan seterusnya. Bukan diisi dengan kemarahan, kebencian, kekerasan, kebohongan, dan
seterusnya.

Dengan puasa, semua diimbau untuk menahan diri dari pelbagai keburukan selama
sebulan penuh. Tidak mustahil bangsa ini akan keluar dari keterpurukan jika banyak muncul
karakter-karakter kuat yang dibangun dari puasa ini. Selamat berpuasa.
*Artikel ini dimuat di koran Lampung Post, Kamis 18 Juli 2013