Library Research Hukum Lingkungan 007 Ti

LIBRARY RESEARCH
EKOLOGI DAN PEMBANGUNAN
ANALISIS ATAS POLITIK HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA
Mata Kuliah:
Hukum Lingkungan Rombel 07
Dosen Pengampu:
Ridwan Arifnn SSHSn LLSMS
Disusun Oleh:
Eli Listiyanti (8111416104)
Tirta Mulya Wira Pradana (8111416116)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat,

karunia,


serta

taufk

dan

hidayah



Nya

kami

dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Ekologi dan Pembangunan
Analisis atas Politik Hukum Lingkungan Indonesia” ini guna untuk
memenuhi ujian tengah semester. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Ridwan Arifn, S.H.,LL.M. selaku dosen mata kuliah Hukum

Lingkungan yang telah memberi tugas ini kepada kami.
Semoga makalah ini bermanfaat dan kami sadari masih banyak
kekurangan yang terjadi, untuk itu saran dan kritik yang membangun
dibutuhkan supaya lebih baik lagi.

Penulis

i

Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................i
Daftar Isi..........................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan.........................................................1
1.1

Latar Belakang.......................................................1

1.2

Rumusan Masalah..................................................2


1.3

Metode Penulisan...................................................2

Bab 2 Pembahasan..........................................................3
2.1 Ekologi Dalam Politik Hukum Lingkungan Di Indonesia

3

2.2 Upaya Pembangunan Politik Hukum Lingkungan......8
Bab 3 Kesimpulan..........................................................11
Bab 4 Daftar Pustaka.....................................................12

ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1S1


Latar Belakang
Pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup terkait erat

dengan kesejahteraan rakyat suatu negara. Melalui pengendalian dan
pengelolaan lingkungan hiduplah (di mana sumber daya alam ada di
dalamnya) kesejahteraan rakyat hendak diwujudkan. Bagi negara yang
mengklaim sebagai negara kesejahteraan (welfare state), menjadikan
kesejahteraan rakyat sebagai tujuan negara atau hidup bernegara. Segala
aktivitas penyelenggaraan negara diorientasikan pada upaya mencapai
dan memenuhi kesejahteraan rakyat tersebut.
Selama
berkenaan

lebih

dengan

dari

satu


pencemaran

dasawarsa
lingkungan

masalah-masalah
hidup

manusia

yang
telah

mendapatkan perhatian yang sangat serius dari masyarakat internasional.
Masalah-masalah seperti ledakan penduduk, meningkatnya jumlah kaum
miskin, menderasnya arus urbanisasi, terlantarnya tanah-tanah pedesaan,
dan pembangunan industri yang tidak mengindahkan ketahanan sumbersumber daya alam telah memprihatikan banyak kalangan seperti kaum
politisi,


intelektual,

tokoh-tokoh

masyarakat,

dan

para

kritisi

pembangunan.
Dalam berbagai kesempatan pertemuan internasional rasa
prihatin yang sangat beralasan itu sempat dituangkan ke dalam deklarasideklarasi politik penting yang dapat dipandang sebagai kritik terhadap
gaya-gaya pembangunan yang tidak mempedulikan tuntutan-tuntutan
keseimbangan ekologis. Dalam perkembangannya sampai hari ini pun
paradigma pembangunan yang berkelanjutan yang dideklarasikan oleh
para kaum politisi, kaum intelektual, dan pemerhati lingkungan di dunia
tersebut tidak dijalankan sesuai dengan apa yang telah disepakati

bersama-sama tersebut bisa dibilang mengalami kegagalan. itu bisa
dilihat dari kerusakan lingkungan (dampak dari gas rumah kaca, semakin
panasnya bumi, dan perubahan iklim) yang terjadi diseluruh dunia
termasuk di Indonesia. Untuk menjamin adanya kepastian hukum agar
masyarakat memunyai kesadaran untuk turut serta dalam melestarikan
1

lingkungan mereka, pemerintah telah menyiapkan perangkat hukum
khususnya hukum lingkungan untuk menjerat para pencemar dan perusak
lingkungan hidup.
Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup (UULH ) serta Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH)
dan telah disempurnakan dengan Undang-Undang yang terbaru yaitu
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Keberadaan undang-undang ini
diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi aparat penegak hukum
untuk menindak pihakpihak yang telah sengaja atau tidak sengaja telah
melakukan pencemaran lingkungan.
Para penegak hukum dapat menyelesaikan kasus-kasus tindak

pidana lingkungan yang terjadi, khususnya masalah pencemaran air oleh
limbah industri yang sering marak terjadi terutama di kota-kota besar.
Maka dari itu politik hukum lingkungan dalam penerapannya di Indonesia
bertujuan untuk melindungi serta mengelola lingkungan hidup dengan
baik. Dengan adanya kebijakan hukum perlindungan, dan pengelolaan
lingkungan hidup maka pemanfaatan sumber daya alam tidak menjadi
pengurasan sumber daya alam. Pencemaran lingkungan hidup dapat
dikendalikan dengan baik.
1S2

Rumusan Masalah

a)

Bagaimanakah Ekologi dalam politik hukum lingkungan di Indonesia

yang berdasarkan UU No 32 Tahun 2009?
b)

Bagaimana Upaya pembangunan politik hukum di Indonesia?


1S3

Metode Penulisan

1.

Sumber dan Jenis Data

Data-data yang kami pergunakan dalam penyusunan makalah ini berasal
dari berbagai literature kepustakaan yang berkaitan dengan politik hukum
lingkungan indonesia. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan
ialah buku hukum lingkungan di Indonesia, buku politik hukum, peraturan
perundang-undangan, jurnal nasional, jurnal internasional dan artikel
2

sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum UNNES. Jenis data
yang diperoleh bersifat kualitatif.
2.


Pengumpulan Data

Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literature dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi
yang diperoleh. Penulisan makalah diupayakan saling terkait antara satu
dengan yang lainnya dan sesuai dengan topik ekologi dan pembangunan
analisis politik hukum lingkungan Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2S1S Ekologi Dalam Politik Hukum Lingkungan Di Indonesia Yang
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2009
Istilah Ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel seorang ahli ilmu
hayat dalam pertengahan dasawarsa 1860-an. Istilah ini berasal dari
bahasa Yunani, yaitu eikos yang berarti rumah dan logos berarti ilmu.
Oleh karena itu, secara harfah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup
dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah
tangga makhluk hidup
.


Menurut

Soerjani

ekologi

adalah

ilmu

dasar

untuk

mempertanyakan, menyelidiki, dan memahami bagaimana alam bekerja,
bagaimana keberadaan makhluk hidup dalam sistem kehidupan, apa yang
mereka

perlukan

kehidupannya,
menghadapi

dan

dari

habitatnya

spesies

keterbatasan

lain,

dan

untuk

dapat

bagaimana

harus

toleran

melangsungkan

makhluk

hidup

terhadap

itu

berbagai

perubahan, bagaimana individu-individu dalam spesies itu mengalami
pertumbuhan sebagai bagian dari suatu populasi atau komunitas.
Semuanya ini berlangsung dalam suatu proses yang mengikuti
tatanan, prinsip, dan ketentuan alam yang rumit, tetapi cukup teratur,
yang dengan ekologi kita memahaminya.1

Sementara menurut Odum,

1

Ahmad Jauzuli, 2015, “Dinamika Hukum Lingkungan Hidup Dan Sumber Daya Alam
Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan”, Jurnal Rechts Vinding, Vol. 4-2, Agustus
2015, Hlm. 186.

3

lazimnya ekologi didefnisikan sebagai ilmu tentang hubungan organisme
atau kelompok organisme dengan lingkungan hidupnya, atau “ilmu
tentang

hubungan

timbal

balik

antara

organisme

hidup

dengan

lingkungan hidupnya”. Senada dengan hal tersebut, M.T. Zen mengatakan
bahwa applied ecology adalah berkenaan dengan kegiatan manusia
dalam hal pengurusan dan pengelolaan sumber-sumber kekayaan alam.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka salah satu komponen yang
mempunyai hubungan erat dengan ekologi adalah ekosistem. Menurut
Otto Soemarwoto, daya dukung terlanjutkan ditentukan oleh dua faktor,
baik faktor biofsik maupun sosial budaya-ekonomi. Kedua faktor ini saling
mempengaruhi. Faktor biofsik penting untuk menentukan daya dukung
yang

terlanjutkan,

yaitu

proses

ekologi

yang

merupakan

sistem

pendukung kehidupan dan keanekaragaman jenis yang merupakan
sumber daya gen.
Misalnya hutan adalah salah satu faktor ekologi dalam sistem
pendukung

kehidupan.

Hutan

melakukan

proses

fotosintetis

yang

menhasilkan oksigen yang kita perlukan untuk pernafasan kita. Faktor
sosial budaya juga mempunyai peranan yang sangat penting, bahkan
menentukan dalam daya dukung terlanjutkan. Sebab akhirnya manusia
lah yang menentukan apakah politik hukum lingkungan akan berjalan
terus atau berhenti.2

Konsep ekologi politik telah dikembangkan untuk

membantu memahami dimensi, kondisi, dan kompleksitas politik dari
perubahan lingkungan, terutama di negara berkembang.
Politik

ekologi

mendorong

para

ahli

untuk

menganalisis

dan

memahami hubungan sebab akibat yang lebih jauh daripada sekedar
sistem bio-fsik dan alami. Isu tentang kebijakan negara, dalam dimensi
sumber politik, menggambarkan bagaimana kerangka ekologi politik
memperluas

pandangan

para

ahli

tentang

perubahan

lingkungan.

Kebijakan negara mempunyai potensi besar untuk mengatur hubungan
antara

manusia

dan

lingkungan

karena

kebijakan

tersebut

akan

membantu mengembangkan prioritas dan praktek-praktek yang harus

2

Supriadi, 2008, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Sinar Grafka, Jakarta, hlm. 1-3.

4

dijalankan

oleh

negara,

termasuk

juga

kerangka

diskusi

tentang

perubahan lingkungan.
Lebih lanjut Bryant mencatat bahwa suatu kebijakan dikembangkan
tidak dalam situasi hampa, tetapi melalui suatu proses interaksi dan
negosiasi antar banyak kelompok kepentingan yang berjuang untuk
mempengaruhi perumusan dan isi kebijakan tersebut. Lebih jauh lagi,
banyak

kebijakan

mempunyai

dampak

terhadap

lingkungan

dan

sumberdaya, sehingga memberi keyakinan bahwa kepentingan banyak
kelompok yang terkait dengan isu-isu lingkungan – instansi pemerintah,
perusahaan nasional dan multinasional, lembaga swadaya masyarakat,
lembaga donor, dan negara asing-akan saling tumpah tindih. 3. Menurut
David Kairsy, politik hukum merupakan kebijaksanaan negara untuk
menerapkan hukum. Teuku Muhammad Radhie mengonsepsi politik
hukum sebagai pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum
yang berlaku di wilayah suatu Negara dan mengenai arah ke mana hukum
hendak dikembangkan. E. Utrecht memaparkan bahwa politik hukum
adalah suatu ilmu normatif yaitu ilmu yang menentukan hal-hal yang
seharusnya ada. Sesuatu yang seharusnya ada dalam bentuk normatif
adalah peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat materiil
maupun formil. Politik hukum kemudian berperan untuk menentukan cara
dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan ataupun pelaksanaan
suatu produk hukum.

Sejalan dengan hal tersebut Satijpto Rahardjo

berpendapat, dalam politik hukum, maka pembangunan hukum harus
memiliki

makna

ganda.

Pertama,

sebagai

suatu

usaha

untuk

memperbaharui hukum positif sendiri, sehingga sesuai dengan kebutuhan
untuk

melayani

masyarakat

pada

tingkat

perkembangannya

yang

mutakhir. Kedua, sebagai usaha untuk memfungsionalkan hukum dalam
masa pembangunan, yaitu dengan cara turut mengadakan perubahanperubahan sosial sebagaimana dibutuhkan oleh masyarakat yang sedang
membangun.
Legal policy ini terdiri dari, pertama, pembangunan hukum yang
berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum
3

Bryant, 1992, Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hlm.12-13.

5

agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua, pelaksanaan ketentuan
hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan
pembinaan para penegak hukum. Berdasarkan pengertian tersebut
menurut Moh. Mahfud terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan
dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana
hukum

dibangun dan ditegakkan.

konsepsi

politik

dimaksudkan

hukum

sebagai

di

atas,

kebijakan

Berdasarkan pengertian tentang
dalam

hukum

kajian
yang

ini

politik

menjadi

hukum

dasar

dari

pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Berbicara mengenai kebijakan
hukum tentu UUD 1945 sebagai basic norm menjadi rujukan pertama,
termasuk dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Dari ketentuan Pasal 28 H ayat (1), Pasal 33 ayat (3), (4) dan (5) UUD
1945, terdapat 5 hal penting yang menjadi kebijakan hukum negara
dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya
alam.
1. pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam harus
diletakkan dalam kerangka pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak
asasi setiap warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dengan kata lain hak asasi atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
tidak

dapat

dikorbankan

akibat

pelaksanaan

pembangunan

dan

pemanfaatan sumber daya alam;
2. pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam
merupakan tanggung jawab negara, di mana melalui hak menguasai
negara, negara membuat aturan-aturan dan kebijakan pemanfaatan
lingkungan dan sumber daya alam;
3. kesejahteraan rakyat menjadi dasar flosofs dan sosiologis bagi segala
aktivitas dan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan
sumber daya alam dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat;
4. pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam
merupakan
berwawasan

sarana

untuk

lingkungan

mencapai
hidup,

dalam

pembangunan
arti

sasaran

berkelanjutan
pengelolaan

lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam tidak saja

6

mencakup kesejahteraan rakyat, melainkan juga aspek keberlanjutan
lingkungan hidup dan kemajuan ekonomi nasional;
5. adanya pendelegasian pengaturan lebih lanjut mengenai pengelolaan
lingkungan hidup dengan undang-undang.4
UUD 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku
kepentingan

berkewajiban

pengelolaan

lingkungan

untuk

hidup

melakukan

dalam

perlindungan

pelaksanaan

dan

pembangunan

berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi
sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup
lain. Berdasarkan hal tersebut maka lahirnya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
merupakan sumber hukum formal tingkat undang-undang dalam konteks
lingkungan hidup di Indonesia. Secara flosofs Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan dan Perlindungan
Hidup, ini memandang dan menghargai bahwa arti penting akan hak-hak
asasi berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga
negara. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) sebagai pengganti UU No. 23
Tahun

1997

membawa

perubahan

mendasar

dalam

pengaturan

pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Karena dilihat dari judul
UUPLH 2009 adanya penekanan pada upaya perlindungan lindungan
hidup yang diikuti dengan kata pengelolaan lingkungan hidup. Padahal
dari segi kaidah bahasa, dalam kata pengelolaan telah termasuk
didalamnya

kegiatan

atau

aktivitas

perlindungan.

Dengan

adanya

penekanan pada upaya perlindungan, di samping kata pengelolaan
lingkungan hidup, UU 32 Tahun 2009 memberikan perhatian serius pada
kaidah-kaidah pengaturan yang bertujuan memberikan jaminan bagi
terwujudnya pembangunan berkelanjutan dan memastikan lingkungan
hidup dapat terlindungi dari usaha atau kegiatan yang menimbulkan
kerusakan
4

atau

pencemaran

lingkungan

hidup.

Dikaitkan

dengan

Mahfud MD, 1998, Politik Hukum Di Indonesia, LP3ES, Jakarta, Hlm. 10.

7

pendapat Teuku Muhammad Radhie mengenai politik hukum sebagai arah
(tujuan)

ke

mana

hukum

hendak

dikembangkan,

maka

UUPLH

menetapkan arah (tujuan) kemana hukum perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup hendak dikembangkan. Menurut Pasal 3 UU 32 Tahun
2009, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a.

melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

b.

menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

c.

menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem;

d.

menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e.

mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan
hidup;

f.

menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi
masa depan;

g.

menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia;

h.
i.
j.

mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
mewujudkan pembangunan berkelanjutan;
mengantisipasi isu lingkungan global.

Untuk mencapai tujuan di atas, UUPLH menetapkan sejumlah instrumen
hukum pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Tata Ruang, Baku Mutu
Lingkungan Hidup, Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, AMDAL,
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL), Perizinan, Instrumen Ekonomis Lingkungan, Peraturan
Perundang-undangan

Berbasiskan

Lingkungan

Hidup,

Anggaran

Berbasiskan Lingkungan Hidup, Analisis Risiko Lingkungan Hidup, Audit
Lingkungan

Hidup,

dan

instrumen

lain

sesuai

kebutuhan

dan

perkembangan ilmu pengetahuan, di mana KLHS menempati posisi
puncak dalam pencegahan dan pencemaran lingkungan hidup. Penekanan
pada aspek perlindungan lingkungan hidup, juga terlihat dari adanya dua
tahapan izin yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau pelaku
8

usaha/kegiatan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup yaitu
adanya kewajiban memperoleh izin lingkungan terlebih dahulu sebagai
syarat untuk mendapat izin usaha dan/atau kegiatan. Di samping
instrumen

pencegahan,

(administrasi,

perdata,

juga

diatur

dan

pidana)

instrumen

penegakan

hukum

beserta

penerapan

sanksi

administrasi, ganti rugi dan sanksi pidana. Penetapan UUPLH berusaha
memastikan adanya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup sedini mungkin
yaitu melalui dari tingkat kebijakan, rencana dan program pembangunan
(KLHS), maupun pada kajian lingkungan hidup bagi kegiatan atau usaha
seperti telah dikenal selama ini, melalui mekanisme AMDAL. Selain itu,
untuk mewujudkan tujuan yang telah dikemukakan di atas, UPLH, yang
pertama

isinya

yang

disingkat

menjadi

6P,

yaitu

perencanaan,

pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum. untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
2S2 Upaya Pembangunan Dalam Politik Hukum Lingkungan
Aspek penting dalam kaitannya dengan permasalahan hukum
lingkungan adalah aspek ekonomi. Hubungan antara aspek ekonomi
dengan

lingkungan

hidup

demikian

erat.

Hal

sederhana

dapat

dikemukakan adalah bahwa bagaimanapun operasionalisasi dari aktivitas
yang berkaitan dengan lingkungan hidup senantiasa berangkat dan bisa
dicermati berdasarkan aspek ekonomi. 5
Aktivitas eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya alam,
baik yang terbarukan maupun tidak terbarukan, senantiasa berangkat
dari aspek ekonomi. Aktivitas demikian pasti berpengaruh terhadap
munculnya dampak yang secara sederhana dapat dinyatakan dalam
bentuk terdegradasinya kualitas lingkungan hidup. Masalahnya adalah
pada batas toleransi yang bisa dijadikan sebagai pijakan, tentang titik
pertemuan antara kebutuhan ekonomi pada satu sisi dan menjaga
kualitas lingkungan hidup agar tetap baik pada sisi lain6.
5

Samsul Wahidin, 2014, Dimensi Hukum: Perlindungan &Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 15.
6
Ibid., hlm. 17.

9

Pemahaman hubungan ini, berdasarkan salah satu aspek sosio
kultural yang dapat dicermati adalah berdasarkan budaya Barat. Dari
sanalah peradaban manusia akhir-akhir ini boleh berorientasi, Arah yang
ingin dicapai manusia adalah modernisasi.
Modernisasi yang identic dengan orientasi pertumbuhan ekonomi ternyata
tidak lepas dari berbagai kelemahan. Terutama menimbulkan persoalan
kemerosotan ekosistem. Marginalisasi atau pemiskinan, masalah sosial,
dan sebagainya. Para pemilik modal dan penguasa memperlakukan alam
sebagai sumber daya alam yang tak terbatas untuk dimanfatkan
sepenuhnya untuk kepentingan manusia. Alam selain dieksploitasi juga
sekaligus dijadikan sebagai tempat sampah yang dipaksakan melebihi
kemampuan daya dukung dan daya tamping lingkungannya.
Pada satu sisi, Lingkungan hidup akan menghambat pembangunan
dan sebaliknya pembangunan akan merusak lingkungan hidup. Dalam
realitasnya tampak bahwa pengutamaan pertumbuhan ekonomi dalam
pembangunan

tidak

menjamin

keberlanjutan

karena

pembangunan

menjadi rusak. Lingkungan hidup juga merupakan unsur penting dari
pertumbuhan ekonomi, Karena apabila fungsi lingkungan hidup turun
karena pemanfaatan daya tampung lingkungan, maka ekonomi akan
kehilangan kemampuannya untuk tumbuh.7
Selain problem tersebut banyak pula problem lainnya ketika
mengatur tentang lingkungan hidup karena adanya politik praktis dan
kepentingan. Proses “ dagang sapi’ pembentukan norma produk hukum
memang sudah tidak zamannya lagi, aturan yang dibentuk memang
sudah tidak zamannya lagi, aturan yang dibentuk memang sekarang lebih
ketat tetapi apabila implementasinya di lapangan tidak dilaksanakan
maka inilah yang dinamakan zaman hidup serba diatur namun aturan itu
bisa dikesampingkan dan membuat kesepakatan “tutup mata” atas
adanya aturan positif. Penyimpangan ini ditandai dengan lemahnya
penegakan hukum, pengadilan yang tidak mandiri, dan budaya KKN
dalam aparatur birokrasi, dan kurang maksimalnya peran masyarakat.
Dinamika memang memerlukan waktu yang panjang guna membentuk
7

Ibid., hlm, 20.

10

suatu pembenaran dan mencapai kebenaran, walaupun demikian, aturan
hukum memang selalu diperlukan karena setiap persoalan pasti akan
kembali pada aturan hukum untuk penyelesaiannya. Termasuk upaya
pembangunan dalam politik hukum lingkungan.
E. Utrecht memaparkan bahwa politik hukum adalah suatu ilmu
normatif yaitu ilmu yang menentukan hal-hal yang seharusnya ada. 8
Politik

hukum

lingkungan

di

Indonesia

dalam

hal

perlindungan,

pengelolaan dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup di Indonesia
serta

untuk

mengetahui

pelaksanaan

pengendalian

pencemaran

lingkungan hidup dan penegakan hukumnya di Indonesia.
Mengacu pada pandangan Hans Kelsen, Bahwa suatu sistem hukum
adalah suatu hierarkis dari hukum tertentu bersumber pada ketentuan
hukum lainnya yang lebih tinggi. Sebagai ketentuan yang lebih tinggi
adalah Grundnorm atau norma dasar yang bersifat hipotesis, ketentuan
yang lebih rendah adalah lebih konkret dari pada ketentuan yang lebih
tinggi.9 Jadi bahwa teori ini tidak boleh dipengaruhi oleh motif-motif
tertentu atau maksud-maksud dari pejabat pembuat hukum atau oleh
keinginan

atau

kepentingan

individu-individu

berkenaan

dengan

pembentukan hukum yang mereka taati, kecuali motif dan maksud ini,
dimanifestasikan dalam materi hukum yang dihasilkan oleh pembuatan
hukum. Apa yang dijumpai dalam isi norma hukum positif tidak bisa
memasuki konsep hukum.10
Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 menyatakan, “Bumi, air dan kekayaan
alam

yang

terkandung

didalamnya

dikuasai

oleh

negara

dan

dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat”. Disini
apakah rakyat sudah mampu untuk sejahtera dan lingkungan tidak
menjadi

rusak?

Pada

kenyataannya

terjadi

ketimpangan

antara

perundang-undangan yaitu adanya benturan antara berbagai peraturan
perundang-undangan, terutama antara undang-undang sektoral terkait
sumber daya alam (yang lebih berorientasi pada pemanfaatan sumber
8

Otong Rosadi dan Andi Desmon, Studi Politik Hukum: Suatu Optik Politik Hukum, Edisi II,
(Yogyakarta: PT. Thafa Media, 2013), hlm. 6.
9
Hans Kelsen, 2006, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Terj), RAisul Mutaqien,
Cet. 1. Nusamedia &Nuansa, Bandung, Hal, vi.
10
Ibid.

11

daya ekonomi dan undang-undang lingkungan hidup (yang dianggap
terlalu

menekankan

pada

aspek

perlindungan

lindungan

hidup).

Akibatnya, pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup di bawah
kontrol pemerintah melalui ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagai umbrella provision belum mampu mencapai tujuan pengelolaan
lingkungan hidup, terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
tercapainya kesejahteraan rakyat.
Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 menjadi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menekankan pada aspek
pengelolaan lingkungan hukum merupakan keseriusan Indonesia untuk
menegakkan politik hukum lingkungan di Indonesia.
Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan secara perdata,
administrasi, dan pidana. Sanksi administrasi dapat kita lihat pada pasal
76 ayat 2:11
1. Teguran tertulis
2. Paksaan pemerintah
3. Pembekuan Izin Lingkungan
4. Pencabutan Izin Lingkungan.
Berdasarkan ketentuan diatas pelanggar dapat diperingatkan agar
berbuat sesuai izn atau tidak, akan dikenakan sanksi berat berupa
pencabutan usaha dan pembayaran sejumlah ganti kerugian. Terdapat
perbedaan yang mendasar antara hukum administrasi dan hukum pidana.
Hukum administrasi dapat diterapkan sebelum ada kejadian, atau ketika
sudah ada indikasi pencemaran. Berbeda dengan hukum pidana yang
boleh diterapkan setelah ada kejadian.12
Politik hukum lingkungan yang terjadi di Indonesia banyak terjadi
bargaining law atau sama-sama adanya pemufakatan jahat untuk
melemahkan suatu aturan hukum. Dalam kasus penegakan hukum
administrasi lingkungan bisa dilakukan tawar-menawar.
11

Harry Agung, “Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran Lingkungan HidupAkibat
Kegiatan Industri
(Studi Kasus Di CV. Slamet Widodo di Semarang)”, Unnes Law Journal, vol 4, Nomor 1,
2015, hlm. 82.
12
Ibid.

12

Serta langkah penyelesaiannya yang bermacam-macam, yang tidak
ditemukan pada hukum pidana. Ini berarti jika pelaku tindak pencemran
mendapatkan sanksi administrasi misalnya denda atau pembekuan
sementara sanksi administrasi menjadikan perusahaan dapat melakukan
perbaikan terhadap lingkungan yang rusak akibat perbuatannya.
Ketentuan tentang sanksi adminstratif dalam UUPLH tersebut diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintahan. Namun saat ini kementrian
Lingkungan Hidup belum mengeluarkan peraturan untuk menindaklanjuti
ketentuan sanksi administrative dalam UUPLH.
Pemerintah Daerah, yang memiliki tugas dan wewenang untuk
membantu pemerintahan pusat dalam membuat peraturan perundangundangan. Berusaha merespon ketiadaan peraturan tersebut dengan
membuat peraturan pemerintahan.
Jika kita melihat mengenai tentang pidana lingkungan akan ditemui
jika pemidanaan pada UUPLH

berlaku selain pada perseorangan juga

dapat berlaku kepada badan hukum, yayasan, perusahaan. Karena di
KUHP hanya berlaku terhadap perseorangan.
Pemerintahan
perusakan

sekarang

lingkungan

sudah

seperti

tegas

mencabut

terkait
izin

dengan

perusahaan

kasus
dan

memidanakan pemilik perusahaan. Kedua, dalam kasus pencurian ikan
oleh kapal asing akan dilakukan penenggelaman kapal asing. Mari kita
dukung supaya lingkungan Indonesia tetap Lestari dan menuju Welfare
State.
3SKesimpulan
Pembangunan

ekonomi

dan

pelestarian

lingkungan

hidup

merupakan dua mata uang yang saling berkaitan satu sama lain. Dimana
dibutuhkan kebijakan yaitu politik hukum lingkungan untuk mengatur
keduanya. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan
ekonomi dapat diatasi melalui Politik hukum lingkungan dengan cara
perdata, administrative, dan pidana.
Akan tetapi ketimpangan antara perundang-undangan dan KKN di
birokrasi

menyebabkan

pembangunan

politik

hukum

lingkungan

minimalis, oleh sebab itu mengacu pada Hans Kelsen untuk menegakkan
13

hukum lingkungan secara normative dan tanpa maksud dari embel-embel
belaka.

4SDaftar Pustaka
Agung, Harry,“Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran Lingkungan
HidupAkibat Kegiatan Industri(Studi Kasus Di CV. Slamet Widodo di
Semarang”, Unnes Law Journal, vol 4, Nomor 1, 2015
Bryant, 1992, Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta,
Jauzuli, Ahmad, 2015, “Dinamika Hukum Lingkungan Hidup Dan Sumber
Daya Alam Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan”, Jurnal Rechts
Vinding, Vol. 4-2, Agustus 2015.
Kelsen, Hans, 2006, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Terj),
Raisul Mutaqien, Cet. 1. Nusamedia &Nuansa, Bandung,
Rosadi, Desmon, dkk, 2013,

Studi Politik Hukum: Suatu Optik Politik

Hukum, Edisi II, PT. Thafa Media, Yogyakarta
Supriadi, 2008, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Sinar Grafka, Jakarta,
Wahidin, Samsul, 2014, Dimensi Hukum: Perlindungan &Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

14