PENANDATANGANAN IKRAR TAKLIK TALAK TANPA

PENANDATANGANAN IKRAR TAKLIK TALAK TANPA
DIBACA DAN IMPLIKASI TERHADAP CERAI GUGAT
MENURUT HUKUM ISLAM

JURNAL HUKUM

Oleh :
NAMA
N.I.M.
Program Studi

: RIF’AN
: MH.13.23.1560
: Ilmu Hukum

PROGRAM MAGISTER (S2) ILMU HUKUM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013


PENANDATANGANAN IKRAR TAKLIK TALAK TANPA DIBACA DAN
IMPLIKASI TERHADAP CERAI GUGAT MENURUT HUKUM ISLAM
Oleh : Rif’an
ABSTRAK
Ditinjau dari aspek perlindungan terhadap kaum perempuan, maka
keberadaan taklik talak ini sangat penting, meskipun tidak wajib dilakukan. Shîghat
taklik talak memberikan hak bagi seorang isteri untuk mengajukan gugat cerai jika
suami melanggar. Taklik talak yang telah ditandatangani oleh suami tetap dianggap
sah meskipun ikrar taklik talak tersebut tidak dibacakan oleh suami. Atas dasar hal
tersebut, maka pelanggaran terhadap ikrar taklik talak yang telah ditandatangani oleh
suami akan memberikan akibat hukum bagi perkawinan mereka. Ikrar taklik talak
meskipun tidak dibacakan oleh suami, namun karena ditandatangani sebagai bukti
adanya janji suami terhadap sighat taklik talak, maka jika suami melanggar taklik
talak tersebut dapat berakibat hukum terjadinya talak oleh suami apabila oleh karena
hal tersebut isteri tidak ridlo dan isteri mengadukan hal tersebut ke Pengadilan
Agama.
Kata Kunci : Ikrar Taklik Talak Tanpa Dibaca, Cerai Gugat, Hukum Islam
ABSTRACT
Review of aspects of the protection of women, the existence of taklik divorce
is very important, though not mandatory. Shîghat taklik divorce entitles the wife to

apply for a divorce if the husband violated. Taklik divorce has been signed by the
husband remain valid despite the pledge taklik divorce is not read by the husband. On
the basis of this, the violation of the pledge taklik divorce has been signed by the
husband would give legal effect to their marriage. Pledge taklik divorce although it is
not read by the husband, but because it was signed as evidence of the promise of the
husband against sighat taklik divorce, then if the husband violates taklik divorce can
result in law the divorce by the husband if therefore it is the wife does not ridlo and
wife complained the matter to Religious courts.
Keywords: Unread Taklik talak Pledge, Divorced Sues, Islamic Law

1

A. Latar Belakang Masalah
Hidup seseorang mencapai kesempurnaan, ketika mereka sudah memasuki
jenjang perkawinan. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkanYang Maha Esa.
Setiap perkawinan pada dasarnya mempunyai harapan akan dapat bertahan
seumur hidup, karena salah satu dari prinsip perkawinan adalah untuk

selamanya.1
Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan bahwa perkawinan
menurut hukun Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau
mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Kompilasi
Hukum Islam, bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada
semua makhluk, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.2 Hal
tersebut juga ditegaskan dalam Firman Allah SWT :

َ ُ َّ َ َ ۡ ُ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ‫ُ ل‬
َ
٤٩ ‫ۡي لعلكم تذكرون‬
ِ ‫ك َش ٍء خلقنا زوج‬
ِ ‫ومِن‬

“Dan segala sesuatu kami jadikan berjodoh-jodohan, agar kamu sekalian
mau berfikir”. (QS Al Dzariat : 49)
Menurut ketentuan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa

untuk melaksanakan perkawinan harus ada :

1
2

1.

Calon Suami

2.

Calon Isteri

Abdur Rahman Ghazaly, 2006, Fiqih Munakahat,Jakarta : Kencana, hlm 36
Sayyid Sabiq, 1987, Fikih Sunnah, Jakarta : Al Ma’arif, hlm 9

2

3.


Wali nikah

4.

Dua orang saksi dan

5.

Ijab dan Kabul.

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa salah satu rukun
perkawinan adalah ijab dan qabul. Rukun ijab dan kabul. Sesuai ketentuan Pasal
27 Kompilasi Hukum Islam, Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria
harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu.
Dalam proses ijab dan kabul dimungkinkan untuk dilakukan Taklik Talak.
Taklik Talak menurut Pasal 1 huruf e Kompilasi Hukum Islam adalah perjanjian
yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam
Akta Nikah berupa Janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu
yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Pasal 45 Kompilasi Hukum
islam menyebutkan :

Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :
1. Taklik talak dan
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Taklik talak merupakan perjanjian yang dengan perjanjian tersebut suami
menggantungkan terjadinya suatu talak atas istrinya apabila ternyata dikemudian
hari suami melanggar salah satu atau semua yang ada dalam perjanjian taklik
talak. Sesuai ketentuan Pasal 46 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam, pada asasnya
perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut
kembali. Hal ini mengandung pengertian bahwa seorang suami yang baru saja
mengucapkan kabul, tidak wajib mengucapkan janji taklik talak, sehingga sifat
dari perjanjian taklik talak adalah sukarela.
Ditinjau dari aspek perlindungan terhadap kaum perempuan, maka
keberadaan taklik talak ini sangat penting, meskipun tidak wajib dilakukan.
Shîghat taklik talak memberikan hak bagi seorang isteri untuk mengajukan gugat

3

cerai jika suami melanggar. Pada kenyatannya tidak semua suami mengucapkan
shîghat taklik talak setelah akad nikah berlangsung, meskipun ia tetap

menandatangani sighat taklik talak dalam buku nikahnya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana keabsahan ikrar taklik talak yang ditandatangani tanpa diucapkan
terlebih dahulu ?
2. Apa akibat hukum penandatanganan ikrar taklik talak tanpa dibaca terhadap
cerai gugat menurut hukum islam ?
C. Pembahasan
1. Keabsahan Ikrar Taklik Talak yang Ditandatangani Tanpa Diucapkan
Terlebih Dahulu
Ikrar taklik talak dalam praktek perkawinan di Indonesia, dilakukan
setelah proses ijab kabul selesai dilaksanakan oleh kedua mempelai pria dan
wanita. Sebelum dijelaskan mengenai ikrar taklik talak, terlebih dahulu perlu
diuraikan mengenai tata cara perkawinan Undang-Undang Perkawinan.
Sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (1) yang menentukan, bahwa
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
Menurut ketentuan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam disebutkan

bahwa untuk melaksanakan perkawinan harus ada:
1. Calon Suami
2. Calon Isteri
3. Wali nikah
a. Wali nasab

4

b. Wali hakim.
4. Dua orang saksi
5. Ijab dan Kabul
Setelah proses perkawinan dilalui, dapat dilakukan perjanjian
perkawinan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang P e r k a w i n a n dalam penjelasannya
menegaskan bahwa “perjanjian” yang dimaksud dalam Pasal 29 tersebut
tidak termasuk

taklik talak, namun demikian dalam Instruksi Presiden

(Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam khususnya

Pasal 45 menegaskan:
Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan
dalam bentuk:
1. Taklik talak
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Berdasarkan

ketentuan

Pasal

45

Kompilasi

Hukum

Islam

sebagaimana tersebut di atas, dapat dipahami bahwa taklik talak merupakan

salah satu bentuk perjanjian perkawinan di samping perjanjian lain yang
tidak bertentangan dengan hukum Islam. Menurut Ahmad Rofiq, dengan
adanya ketentuan

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam, praktis

perjanjian

perkawinan

seperti

dijelaskan dalam penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan telah diubah atau setidaknya diterapkan bahwa taklik
talak termasuk salah satu macam perjanjian perkawinan.3
Taklik berarti janji, pernyataan, talak, pernyataan gugurnya talak
dengan janji yang telah diucapkan. 4 Taklik talak menurut pengertian hukum
Indonesia ialah merupakan perjanjian yang dengan perjanjian tersebut suami

3

Ahmad Rafiq, 2000, Hukum Islam Di Indonesia,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, hlm 154
WJS Purwadarminta,2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Edisi ke-3, Cetakan ke-3,
Jakarta: Balai Pustaka hlm. 1184.
4

5

menggantungkan terjadinya suatu talak atas istrinya apabila ternyata
dikemudian hari suami melanggar salah satu atau semua yang ada dalam
perjanjian taklik talak.5
Menurut Az-Zaqra, perjanjian (akad) dalam terminologi fikih adalah
ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang samasama berkeinginan untuk mengikat diri.6
Sayid Sabiq menguraikan dalam Fikih Sunnah bahwa perjanjian
perkawinan yang disebut sebagai ta‟lik talak ada dua macam bentuk:
1. Ta’lik yang dimaksud sebagai janji, karena mengandung pengertian
melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau
menguatkan suatu kabar. Ta’lik talak seperti ini disebut dengan ta’liq
qasami.
2. Ta’lik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi
syarat ta’liq. Ta’liq seperti ini disebut dengan ta’liq syarti.7
Dari kedua bentuk taklik talak di atas dapat dibedakan dengan katakata yang diucapkan oleh suami. Pada ta’liq qasamy, suami bersumpah untuk
dirinya sendiri, sedangkan pada ta’lik talak suami mengajukan syarat dengan
maksud jika syarat tersebut ada maka jatuhlah talak suami pada isterinya.
Dalam surat perjanjian taklik talak yang modelnya telah ditentukan,
termuat pengakuan suami bahwa ia akan memperlakukan istrinya secara baik
dan mempergaulinya secara makruf. Kemudian disusul janji suami yang
terdiri dari empat pasal sebagai tempat bergantungnya talak. Jika salah satu
pasal itu dilanggar maka talaknya akan jatuh.8

5

Kamal Muchtar, tanpa tahun,Asas-asas hukum Islam tentang Perkawinan Jakarta: Bulan
Bintang, hlm. 207
6
Abdul Aziz Dahlan (Ed),2000, Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid I, Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, hlm 63
7
A. Fuad Said, 2004,Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, hlm. 41-42.
8
Departemen Agama, 1993, Ensiklopedi Islam Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Agama
Islam, hlm. 1182

6

Shîghat taklik Talak ini diadakan dengan maksud untuk melindungi
hak-hak istri dari tindakan sewenang-wenang suami.9Menurut H.S.A
Alhamdani

dan Peunoh Daly, sahnya Taklik Talak harus memenuhi

beberapa syarat, yaitu sebagai berikut:
1. Harus disandarkan pada suatu yang belum ada tetapi akan ada. Apabila
digantungkan atas perkara yang telah ada, maka talaknya jatuh
pada saat taklik diucapkan. Jadi sesuatu yang dijadikan syarat itu
belum terjadi pada waktu diikrarkan Taklik Talak itu, tetapi mungkin
terjadi kemudian.
2. Sewaktu Taklik Talak diucapkan, perempuan yang akan ditalak itu
masih

dalam

ikatan

perkawinan

dan

masih dalam kekuasaan

suaminya.
3. Suami yang menggantungkan adalah suami sah dari isteri yang akan
ditalak10
Taklik talak sebagai suatu perjanjian seperti halnya perjanjian pada
umumnya, harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana
termaktub dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Suatu perjanjian dianggap sah
apabila telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan:
Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat” :
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Menurut ketentuan Pasal 46 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam
dinyatakan bahwa Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum
9

Ahmad Azhar Basyir, 2000, Hukum Perkawinan Islam ,Yogyakarta: UII-Press, hlm. 1

10

H.S.A, Alhamdani,1980, Risalah Nikah, Alih Bahasa oleh Agus Salim, Pekalongan: Raja Murah,,
hlm. 179-180

7

Islam. Substansi taklik talak dalam praktek perkawinan di Indonesia,
sebagaimana tercantum dalam lampiran buku nikah berbunyi sebagai berikut:
Sesudah akad nikah, saya : ……................… bin ……................…
berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan mempergauli istri saya
bernama : ……................… binti ……................… dengan baik
(mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran islam.
Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut :
Apabila saya :
1) Meninggalkan istri saya 2 (dua) tahun berturut-turut;
2) tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya
3) menyakiti badan/jasmani istri saya; atau
4) membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya 6 (enam) bulan atau
lebih;
dan karena perbuatan saya tersebut istri saya tidak ridho dan mengajukan
gugatan kepada pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima
oleh pengadilan tersebut, kemudian istri saya membayar Rp. 10,000,(sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) Kepada saya, jatuhlah
talak saya satu kepadanya.
Kepada pengadilan tersebut saya memberi kuasa untuk menerima
uang‘iwadh tersebut dan menyerahkannya Badan Amil Zakat Nasional
setempat untuk keperluan ibadah sosial.
Berdasarkan bunyi taklik talak sebagaimana tersebut di atas, dikaitkan
dengan syarat sahnya perjanjian, taklik talak memenuhi keempat unsur syarat
sahnya perjanjian sebagai berikut:
1.

Sepakat mereka yang mengikat dirinya
Suami setelah akad nikah menyatakan :
Sesudah akad nikah, saya… bin…. berjanji dengan sesungguh hati,
bahwa saya akan mempergauli istri saya bernama…. binti…. dengan baik
(mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.
Pernyataan tersebut kemudian ditandatangani oleh suami sebagai bukti
adanya persetujuan/kesepakatan dan isteri juga tidak melakukan
penolakan. Berdasarkan hal tersebut, maka unsur sepakat mereka yang
mengikat dirinya telah terpenuhi.

2.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

8

Pada saat ditandatanganinya taklik talak, baik suami maupun isteri,
masing-masing telah terikat perkawinan, sehingga menurut hukum
dianggap dewasa dan dianggap mampu melakukan perbuatan hukum.
Atas dasar hal tersebut, maka para pihak dianggap sebagai pihak yang
cakap melakukan /membuat suatu perjanjian.
3.

Suatu hal tertentu
Hal tertentu dalam taklik talak sebagaimana tercantum dalam lampiran
buku nikah adalah apabila suami meninggalkan isteri dua tahun berturutturut, atau tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,
atau

menyakiti

badan/jasmani

isteri,

atau

membiarkan

(tidak

memperdulikan) isteri enam bulan lamanya, dan isteri tidak ridlo, maka
isteri dapat mengadu ke pengadilan agama.
Namun demikian menurut ketentuan Pasal 46 ayat (2) Kompilasi Hukum
Islam ditegaskan bahwa apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik
talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh.
Supaya talak sungguh-sungguh

jatuh, isteri harus mengajukan

persoalannya ke pengadilan Agama.
4.

Suatu sebab yang halal
Taklik talak diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam maupun dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 3
Tahun 1975. Hal ini dapat dimaknai bahwa taklik talak diperbolehkan
menurut hukum, sehingga taklik talak memenuhi unsur suatu sebab yang
halal.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa Ikrar taklik talak

yang ditandatangani ditinjau dari aspek hukum perjanjian telah memenuhi
syarat sahnya perjanjian, sehingga secara normatif sighat taklik talak yang
telah ditandatangani oleh suami pasca ijab kabul adalah sah.

9

Ditinjau dari hukum perjanjian, sighat taklik talak dianggap sah
apabila telah memenuhi unsur syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam
kenyataannya muncul Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 yang
menganggap taklik talak baru sah kalau perjanjian itu diucapkan dan
ditandatangani oleh suami setelah akad nikah dilangsungkan.
Kewajiban pengucapan ikrar taklik talak sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975, sebenarnya adalah hal yang
wajar mengingat taklik talak dalam pengertian yuridis merupakan perjanjian
yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan
dalam Akta Nikah berupa Janji talak yang digantungkan kepada suatu
keadaan tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.
Berdasarkan pengertian yuridis tersebut di atas, taklik talak tidak
sekedar suatu perjanjian, tetapi “perjanjian yang diucapkan”. Frase perjanjian
yang diucapkan mengandung pengertian bahwa perjanjian tersebut harus
diucapkan di samping telah ditandatangani oleh suami yang mengadakan
perjanjian taklik talak.
Menurut pendapat penulis, keabsahan perjanjian taklik yang
digantungkan pada syarat pengucapan dan penandatanganan oleh suami
setelah akad nikah tidaklah tepat ditinjau dari aspek hukum. Hal tersebut
menurut penulis didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
1) Dari segi keabsahan perjanjian taklik talak
Taklik talak sebagai suatu perjanajian harus memenuhi syarat sahnya
suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa perjanjian taklik talak
telah memenuhi unsur syarat sahnya perjanjian, yaitu :
a.

Dalam Taklik Talak, kesepakatan telah terjadi antara suami dan isteri
pada saat suami mengucapkan dan menandatangani sighat taklik talak
sebagaimana tercantum dalam lampiran buku nikah.

10

b.

Dalam ikrar taklik talak, para pihak adalah orang yang cakap, yaitu
suami dan isteri yang masing-masing telah terikat suatu tali
perkawinan sehingga dianggap telah dewasa dan mampu melakukan
perbuatan hukum.

c.

Dalam taklik talak obyek perjanjian atau suatu hal tertentu tersebut
adalah talak yang digantungkan pada syarat-syarat tertentu. Talak
dapat dijatukan apabila salah satu syarat yang menjadi penyebab talak
telah terpenuhi.

d.

Taklik talak merupakan suatu perjanjian yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam maupun dalam
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975

2) Dari segi substansi taklik talak
Konteks mengucapkan taklik talak menurut sejarahnya adalah untuk
melindungi hak-hak wanita, oleh karena pada waktu itu taklik talak belum
ada dalam peraturan perundang-undangan perkawinan. Substansi taklik
talak menurut Kompilasi Hukum Islam dapat dilihat dari dua segi yaitu
sebagai perjanjian perkawinan dan sebagai alasan perceraian.
Menurut Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 23
Rabiul Akhir 1417 H. atau bertepatan dengan tanggal 7 September 1996
yang ditandatangani oleh Ketua MUI K.H. Hasan Basri, Sekretaris MUI
Drs.H. A. Nazri Adlani, dan Ketua Komisi Fatwa Prof.K.H. Ibrahim
Hosen, LML, menerangkan bahwa :
Pengucapan sighat ta’liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk
melindungi hak-hak wanita (isteri) yang ketika itu belum ada peraturan
perundang-undangan tentang hal tersebut, sekarang ini pengucapan
sighat taklik talaq tidak diperlukan lagi. Untuk pembinaan kearah

11

pembentukan keluarga bahagia sudah dibentuk BP4 dari tingkat pusat
sampai dengan tingkat kecamatan11
Menurut Kompilasi Hukum Islam tersebut jelas disebutkan bahwa
perjanjian taklik talak bukanlah suatu keharusan bagi setiap muslim.
Adapun taklik talak yang berlaku di Indonesia telah diatur sedemikian rupa
dan untuk memudahkan pelaksanaannya telah disediakan teksnya yang
berisikan syarat-syarat

tertulis

dan

Pegawai Pencatat Nikah

hanya

menawarkan kepada mempelai apakah dibacakan taklik talak atau tidak.
Bila dibacakan maka di buku nikah akan dibubuhi tanda tangan suami
sebagai bukti bahwa suami telah mengucapkan janji dihadapan istri. Bila
suami tidak bersedia membaca taklik talak, maka teks taklik talak yang
tersedia dicoret petugas sebagai tanda suami tidak membaca taklik talak.
Karena pembacaan taklik talak ini hanya anjuran, maka suami pun berhak
untuk tidak membacakannya di hadapan mempelai isteri.
3) Dari segi hirarki kedudukan perundang-undangan
Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan disebutkan bahwa Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

11

http://jilbab.or.id/archives/78-sighat-taklik- talakmestikah-di-ucapkan/,
Taklik Talak,…Mestikah di Ucapkan, diakses pada tanggal 10 Juli 2015

12

Artikel:

Sighat

Berdasarkan ketentuan tersebut, di atas, dapat dipahami bahwa tata
urutan perundang-undangan dari yang tertinggi adalah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 turun sampai ketingkat yang
paling rendah adalah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. hierarki Peraturan
Perundang-undangan memberikan konsekuensi yuridis bahwa peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dari beberapa ketentuan di atas, dapat dijelaskan bahwa ditinjau dari
segi hirarki kedudukan perundang-undangan, ketentuan Pasal 11 ayat (2)
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di atasnya, sehingga tidak mengikat dan
tidak dapat menggugurkan keabsahan perjanjian taklik talak yang telah
ditandatangani tanpa dibacakan oleh suami.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka menurut pendapat
penulis, ikrar taklik talak yang ditandatangani tanpa diucapkan terlebih
dahulu tetap dianggap sah berdasarkan hukum perjanjian.
Taklik talak meskipun tidak secara tegas diatur dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun ketentuan
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat
dipedomani sebagai dasar taklik talak.
Dari

uraian

mengenai

keabsahan

ikrar

taklik

talak

yang

ditandatangani tanpa diucapkan terlebih dahulu, maka dapat dipahami
bahwa dari aspek hukum perjanjian, baik menurut hukum perdata, hukum
Islam maupun hukum perkawinan, taklik talak sebagai suatu perjanjian
tetap dianggap sah meskipun tidak diucapkan atau dibacakan, oleh karena
telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Hal tersebut juga dikuatkan
oleh keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menganggap
pengucapan taklik talak sudah tidak diperlukan lagi.

13

2. Akibat Hukum Penandatanganan Ikrar Taklik Talak Tanpa Dibaca
Terhadap Cerai Gugat Menurut Hukum Islam
Pada sub sebelumnya telah dijelaskan bahwa ikrar taklik talak yang
ditandatangani tanpa diucapkan terlebih dahulu, tetap dianggap sah ditinjau
dari hukum perjanjian, baik menurut hukum perdata, hukum Islam maupun
hukum perkawinan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menganggap
pengucapan taklik talak sudah tidak diperlukan lagi.
Taklik talak sebagai suatu perjanjian terikat pada akibat hukum dari
perjanjian itu sendiri. Hal ini mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian
harus pula memenuhi asas-asas perjanjian itu sendiri. Secara umum dalam
suatu perjanjian terdapat beberapa asas penting sebagaimana diatur dalam
KUHPerdata, yaitu:
1)

Asas Kebebasan Berkontrak
Menurut Subekti, cara menyimpulkan asas kebebasan berkontrak
(beginsel deer contracts vrijherd) ini adalah dengan jalan menekankan
pada perkataan “semua” yang ada di muka. Perkataan “Perjanjian”
dikatakan bahwa Pasal 1338 ayat (1) itu seolah-olah membuat suatu
pernyataan bahwa para pihak dibolehkan membuat perjanjian apa saja dan
itu akan mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya Undang-Undang.
Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan
Ketertiban Umum dan Kesusilaan.12
Ikrar taklik talak meskipun bentuk dan isinya sudah ditentukan,
namun tetap memenuhi asas kebebasan berkontrak karena para pihak bebas
menentukan dan menyepakati adanya ikrar taklik talak tersebut. Undangundang juga tidak mewajibkan bagi suami untuk mengadakan ikrar taklik
talak.

12

Subekti, 1984, Aneka Perjanjian, Bandung : Alumni Bandung, , hlm 3

14

2)

Asas konsensualisme
Perjanjian yang sudah dapat dikatakan ada atau lahir dengan adanya
kata sepakat dari pihak yang membuat perjanjian. Asas ini terdapat dalam
Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan adanya empat syarat sah
perjanjian, salah satunya adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan
diri.
Ikrar taklik talah telah memenuhi syarat sahnya perjanjian, sehingga
secara otomatis asas konsensualisme telah terpenuhi.

3)

Asas itikad baik
Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan
itikad baik. Ikrar taklik talak pada dasarnya bertujuan untuk melindungi
kepentingan isteri, sehingga hak-hak isteri selama perkawinan dapat terjaga
dengan baik dari kesewenang-wenangan suami. Ikrar taklik talak
merupakan janji dari suami kepada isteri untuk mempergaulinya
dengan baik, serta untuk mengingatkan kepada dirinya agar tidak
mengabaikan kewajibanya terhadap isteri.

4)

Asas Kekuatan Mengikat atau Asas Pacta Sunt Servanda
Setiap perjanjian yang dibuat menurut asas ini adalah mengikat para
pihak yang menbuat dan berlaku seperti Undang-Undang bagi para pihak.
Asas ini berarti bahwa perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang
membuatnya. Hal ini terdapat Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang
menyatakan bahwa

semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuat.
5)

Asas berlakunya suatu perjanjian

15

Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang
membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga, kecuali yang telah
diatur dalam Undang-undang, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.13
Taklik talak yang diperjanjikan oleh suami dan isteri yang terikat
perkawinan, berlaku bagi suami isteri yang bersangkutan. Taklik talak
tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Berdasarkan asas-asas tersebut di atas, dikatikan dengan perjanjian
taklik talak, dapat dijelaskan bahwa sebagi suatu perjanjian, taklik talak
memiliki akibat hukum bagi para pihak yang menyepakaitnya. Taklik talak
dalam praktek perkawinan ditandatangani oleh suami yang menandakan
bahwa suami terikat dengan isi taklik talak. Penandatanganan ikrar taklik
talak memiliki akibat hukum terhadap para pihak terutama sekali apabila
terjadi pelanggaran atas taklik talak tersebut.
Ditinjau dari aspek hukum perjanjian, terhadap ikrar taklik talak yang
telah ditandatangani oleh suami dan memenuhi syarat keabsahan sebagai
perjanjian perkawinan, memiliki akibat hukum bagi para pihak apabila suami
berdasarkan janji taklik talak tersebut melakukan hal-hal yang dapat
menyebabkan dilakukannya permohonan cerai gugat oleh isteri.
Dapat dipahami bahwa salah satu sebab putusnya perkawinan adalah
perceraian. Salah satu alasan perceraian yang terdapat dalam ketentuan Pasal
115 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi
karena Suami melanggar taklik talak.
Berkaitan dengan taklik talak ini, perlu dijelaskan kembali bahwa
taklik talak yang telah ditandatangani oleh suami tetap dianggap sah meskipun
ikrar taklik talak tersebut tidak dibacakan oleh suami. Atas dasar hal tersebut,
maka pelanggaran terhadap ikrar taklik talak yang telah ditandatangani oleh
suami akan memberikan akibat hukum bagi perkawinan mereka. Sesuai
13

A. Qiram Syamsudin Meliala, 1985,
Perkembangannya, Yogyakarta : Liberty, hlm 20

16

Pokok-pokok

Hukum

Perjanjian

Beserta

kesepakatan sebagaimana tertuang dalam ikrar taklik talak, akibat hukum
terhadap pelanggaran ikrar taklik talak adalah isteri dapat mengajukan
gugatan cerai atas dasar pelanggaran ikrar taklik talak tersebut.
Pelanggaran sighat taklik talak oleh suami dapat bersifat fakultatif
atau kumulatif. Pelanggaran sighat taklik talak bersifat fakultatif apabila salah
satu saja di antara keempat ketentuan dari sighat taklik talak tersebut
dilanggar oleh suami, sedangkan pelanggaran yang bersifat kumulatif apabila
lebih dari satu atau bahkan semua ketentuan dari sighat taklik talak tersebut
dilanggar oleh suami. Apabila suami melanggar 1 (satu) saja pelanggaran
sighat taklik talak, maka isteri sudah dapat menjadikannya sebagai alasan
untuk menggugat cerai ke Pengadilan Agama.
Terjadinya pelanggaran ikrar taklik talak oleh suami tidak serta merta
menjadikan isteri tertalak, tetapi untuk dapat dijatuhkannya talak kepada
isteri, maka isteri terlebih dahulu harus mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Agama atas dasar/alasan pelanggaran taklik talak oleh suami.
Mahmoud Syaltout dalam buku Perbandingan Mazhab menjelaskan
bahwa para ahli hukum Islam berpendapat bahwa perjanjian taklik talak
adalah jalan terbaik dalam melindungi kaum wanita dari perbuatan tidak baik
dari pihak suami. Sekiranya seorang suami telah mengadakan perjanjian
taklik talak, ketika akad nikah dilaksanakan dan bentuk perjanjian itu
telah disepakati bersama, maka perjanjian taklik talak itu dianggap sah
untuk semua bentuk taklik. Apabila suami melanggar perjanjian yang telah
disepakati itu maka isteri dapat meminta cerai kepada hakim yang telah
ditunjuk oleh pihak yang berwenang.14

14

Untuk itulah maka sesuai dan

Daniel S. Lev,2006, Islamic Court in Indonesia (Peradilan Agama Islam di Indonesia),
terjemahan H. Zaini Ahmad Noeh, Jakarta: PT. Intermasa, hlm. 4

17

menurut kemaslahatan bagi suami maupun isteri, eksistensi taklik talak
sangatlah penting.15
Suami yang tidak memenuhi kewajibannya karena ada kesalahan atau
pelanggaran terhadap ikrar taklik talak disebut wanprestasi. Dikemukakan
oleh Busyro bahwa wanprestasi atau kesalahan adalah suatu kewajiban yang
seharusnya dipenuhi oleh para pihak tetapi ternyata tidak dilaksanakan.16
Berdasarkan pendapat beberapa pakar hukum sebagaimana tersebut di
atas, dapat dipahami bahwa dalam ikrar taklik talak, wanprestasi dilakukan
oleh pihak suami sebagai pihak yang menjanjikan taklik talak dengan
menggantungkan pada suatu peristiwa tertentu di masa datang. Peristiwa
tertentu tersebut merupakan wujud wanprestasi suami sebagai seorang suami.
Dalam hal suami telah melakukan wanprestasi atas ikrar taklik talak,
maka isteri dapat mengajukan permohonan gugatan cerai di Pengadilan
Agama. Cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu
gugatan terlebih dahulu oleh suami atau istri yang diajukan kepada pengadilan
negeri/pengadilan agama untuk dimintakan putusan pengadilan tentang
gugatan perceraian.
Dari uraian sebagaimana tersebut di muka, maka dapat dijelaskan
bahwa ikrar taklik talak meskipun tidak dibacakan oleh suami, namun karena
ditandatangani sebagai bukti adanya janji suami terhadap sighat taklik talak,
maka jika suami melanggar taklik talak tersebut dapat berakibat hukum
terjadinya talak oleh suami apabila oleh karena hal tersebut isteri tidak ridlo
dan isteri mengadukan hal tersebut ke Pengadilan Agama. Ikrar taklik talak
dengan demikian tetap memiliki akibat hukum terhadap cerai gugat yang
diajukan oleh isteri, meskipun ikrar takliktalak tersebut tidak diucapkan oleh
suami.
15

Murtadha Muthahhari,1997, The Rights of Women in Islam, terjemahan M. Hashem,
Bandung: Penerbit Pustaka, hlm. 197
16
Achmad Busryo,2011, Hukum Perikatan Berdasar Buku II KUHPerdata,Yogyakarta : Pohon
Cahaya,hlm 24

18

D. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya mengenai hasil penelitian
dan pembahasan tentang penandatanganan ikrar taklik talak tanpa dibaca dan
implikasi terhadap cerai gugat menurut hukum islam, dapat disimpulkan:
1) Keabsahan ikrar taklik talak yang ditandatangani tanpa diucapkan terlebih
dahulu ditinjau dari aspek hukum perjanjian telah memenuhi syarat sahnya
perjanjian, sehingga secara normatif sighat taklik talak yang telah
ditandatangani oleh suami pasca ijab kabul adalah sah.

Ditinjau dari

hukum perjanjian, sighat taklik talak dianggap sah apabila telah memenuhi
unsur syarat sahnya suatu perjanjian. Dari aspek hukum perjanjian, baik
menurut hukum perdata, hukum Islam maupun hukum perkawinan, taklik
talak sebagai suatu perjanjian tetap dianggap sah meskipun tidak diucapkan
atau dibacakan, oleh karena telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian.
Hal tersebut juga dikuatkan oleh keputusan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang menganggap pengucapan taklik talak sudah tidak diperlukan
lagi.
2) Akibat hukum penandatanganan ikrar taklik talak tanpa dibaca terhadap
cerai gugat menurut hukum islam adalah lahirnya hak isteri untuk
mengajukan permohonan cerai gugat ke Pengadilan Agama. Taklik talak
yang telah ditandatangani oleh suami tetap dianggap sah meskipun ikrar
taklik talak tersebut tidak dibacakan oleh suami. Atas dasar hal tersebut,
maka pelanggaran terhadap ikrar taklik talak yang telah ditandatangani
oleh suami akan memberikan akibat hukum bagi perkawinan mereka.
Sesuai kesepakatan sebagaimana tertuang dalam ikrar taklik talak, akibat
hukum terhadap pelanggaran ikrar taklik talak adalah isteri dapat
mengajukan gugatan cerai atas dasar pelanggaran ikrar taklik talak
tersebut.

Pelanggaran sighat taklik talak oleh suami dapat

19

bersifat

fakultatif atau kumulatif. Pelanggaran sighat taklik talak bersifat fakultatif
apabila salah satu saja di antara keempat ketentuan dari sighat taklik talak
tersebut dilanggar oleh suami, sedangkan pelanggaran yang bersifat
kumulatif apabila lebih dari satu atau bahkan semua ketentuan dari sighat
taklik talak tersebut dilanggar oleh suami. Apabila suami melanggar 1
(satu) saja pelanggaran sighat taklik talak, maka isteri sudah dapat
menjadikannya sebagai alasan untuk menggugat cerai ke Pengadilan
Agama. Ikrar taklik talak meskipun tidak dibacakan oleh suami, namun
karena ditandatangani sebagai bukti adanya janji suami terhadap sighat
taklik talak, maka jika suami melanggar taklik talak tersebut dapat
berakibat hukum terjadinya talak oleh suami apabila oleh karena hal
tersebut isteri tidak ridlo dan isteri mengadukan hal tersebut ke Pengadilan
Agama. Ikrar taklik talak dengan demikian tetap memiliki akibat hukum
terhadap cerai gugat yang diajukan oleh isteri, meskipun ikrar takliktalak
tersebut tidak diucapkan oleh suami.
2. Saran
Adanya Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 khusus Pasal
11 yang menganggap ikrar taklik talak baru dianggap sah apabila diucapkan
dan ditandatangani oleh suami, telah menimbulkan perbedaan penafsiran
dalam menilai keabsahan suatu ikrar taklik talak yang tidak dibacakan atau
diucapkan tetapi hanya ditandatangani saja oleh suami berkaitan dengan
adanya permohonan cerai gugat. Atas dasar hal tersebut, maka sudah
selayaknya ketentuan Pasal 11 Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun
1975 dihapus karena bertentangan dengan substansi dan kebijakan formulasi
Pemerintah yang ingin melindungi kepentingan dan hak-hak isteri dari
kesenwnang-wenangan suami

20

DAFTAR PUSTAKA
Buku
A. Fuad Said, 2004,Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna
A. Qiram Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, Yogyakarta : Liberty
Abd. Rahman Ghazaly, 2006, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, Cetakan Ke-2,
Abdul Aziz Dahlan (Ed),2000, Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid I, Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve
Achmad
Busryo,2011,
Hukum
Perikatan
KUHPerdata,Yogyakarta : Pohon Cahaya

Berdasar

Buku

II

Ahmad Azhar Basyir, 2000, Hukum Perkawinan Islam ,Yogyakarta: UII-Press
Ahmad Rafiq, 2000,
Persada

Hukum Islam Di Indonesia,Jakarta:PT

Raja Grafindo

Daniel S. Lev,2006, Islamic Court in Indonesia (Peradilan Agama Islam di
Indonesia), terjemahan H. Zaini Ahmad Noeh, Jakarta: PT. Intermasa
Departemen Agama, 1993, Ensiklopedi Islam Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembinaan Agama Islam
H.S.A, Alhamdani,1980, Risalah Nikah, Alih Bahasa
Pekalongan: Raja Murah,

oleh Agus Salim,

Kamal Muchtar, tanpa tahun,Asas-asas hukum Islam tentang Perkawinan
Jakarta: Bulan Bintang
Murtadha Muthahhari,1997, The Rights of Women in Islam, terjemahan M.
Hashem, Bandung: Penerbit Pustaka.
R. Subekti,1984, Aneka Perjanjian,Bandung : Alumni
Sayyid Sabiq, 1987, Fikih Sunnah, Jakarta : Al Ma’arif,
WJS Purwadarminta,2006, Kamus Umum
Cetakan ke-3, Jakarta: Balai Pustaka

Bahasa

Indonesia,Edisi ke-3,

http://jilbab.or.id/archives/78-sighat-taklik- talakmestikah-di-ucapkan/, Artikel:
Sighat Taklik Talak,…Mestikah di Ucapkan, diakses pada tanggal 10 Juli 2015