MAKALAH OBSERVASI ETIKA PROFESI HUKUM PE

MAKALAH OBSERVASI ETIKA PROFESI HUKUM
PENGAWASAN KETAATAN HAKIM DAN PROSES PEMBERIAN
SANKSI BAGI HAKIM YANG MELANGGAR KODE ETIK
PROFESI (PENGADILAN AGAMA SEMARANG)
Dibuat untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS) pada Mata Kuliah Etika
Profesi Hukum Semester Genap 2016/2017

Dosen Pengampu : Diandra Preludio Ramada, S.H, M.H.

Disusun oleh :
Nor Isna Ulfa Aina

8111415075

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Observasi Etika Profesi
Hukum mengenai Pengawasan Ketaatan Hakim Dan Proses Pemberian Sanksi Bagi
Hakim Yang Melanggar Kode Etik Profesi (Pengadilan Agama Semarang) tanpa
halangan suatu apapun.
Makalah ini disusun guna memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS) pada Mata
Kuliah Etika Profesi Hukum. Dalam penyususunan makalah ini penulis telah

berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Namun
sebagai manusia biasa, penulisan tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari
segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Meskipun demikian penulis berusaha sedapat
mungkin menyelesaikan makalah ini, meskipun tersusun dengan sangat sederhana
diharapkan dapat memberikan kesan dan dampak positif bagi para pembaca.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya. Penulis mengharapkan saran serta kritik dari
berbagai pihak yang bersifat mambangun demi terciptanya perbaikan dalam makalah
ini. Sehingga di harapkan dengan adanya saran serta kritik dari pembaca dapat
menyempurnakan adanya kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Semarang, 27 Mei 2017


Penulis

2

DAFTAR ISI
Halaman Sampul................................................................................................................1
Kata Pengantar...................................................................................................................2
Daftar Isi............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3. Tujuan Penulisan........................................................................................................5
1.4. Metode Observasi......................................................................................................5
1.5. Tempat dan Waktu.....................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Ketentuan Perilaku Hakim Yang Diatur Di Dalam Undang-Undang Dan Kode
Etik....................................................................................................................................7
2.2.Bentuk Pengawasan Ketaatan Hakim terhadap Kode Etik........................................12
2.3. Proses Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Dan Pemberian Sanksi Bagi Hakim Yang

Melanggar Kode Etik Profesi..........................................................................................16
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................22
3.2. Saran.........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................24
Lampiran..........................................................................................................................26

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG

Kekuasaan

kehakiman

adalah


kekuasaan

negara

yang

merdeka

untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila demi terselenggaranya konsep negara hukum di Indonesia.Pengadilan sebagai
pelaksana kekuasaan kehakiman adalah salah satu unsur penting dalam sebuah negara
yang berdasarkan hukum (rechtsstaat). Hanya pengadilan yang memenuhi kriteria
mandiri (independen), netral (tidak berpihak), dan kompeten yang dapat menjamin
pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu, posisi hakim sebagai aktor utama
lembaga peradilan menjadi amat vital, terlebih lagi mengingat segala kewenangan yang
dimilikinya. Melalui putusannya, hakim dapat mengubah, mengalihkan, atau bahkan
mencabut hak dan kebebasan warga negara, dan semua itu dilakukan dalam rangka

menegakkan hukum dan keadilan. Besarnya kewenangan dan tingginya tanggung jawab
hakim ditunjukkan melalui putusan pengadilan yang selalu diucapkan dengan irah-irah
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini menegaskan bahwa
kewajiban menegakkan keadilan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada sesama
manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.1
Disamping itu, selain sebagai officium nobile (profesi yang mulia) jabatan hakim
juga penuh resiko dan tantangan. Mulia karena ia bertujuan menciptakan ketentraman
dan perdamaian di dalam masyarakat. Penuh resiko karena di dunia ia akan berhadapan
dengan mereka yang tidak puas dengan keputusannya, sedangkan di akhirat diancam
dengan neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang seharusnya.2
Hakim dalam menjalankan tugasnya selain dibatasi norma hukum atau norma
kesusilaan yang berlaku umum, juga harus patuh pada ketentuan etika profesi yang
terdapat dalam kode etik profesi. Kode etik sendiri merupakan penjabaran aturan
1

Pembukaan Pedoman Perilaku Hakim Yang Disusun Pada Tahun 2006 Oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia
2

Dian Yuni Mustika Ningrum. 2010. Studi Analitik Terhadap Kode Etik Dan Profesi Hakim Di

Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta, halaman 1

4

tingkah laku bagi hakim baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan
keadilan dan kebenaran maupun mengenai pergaulan dalam masyarakat. Namun
realitanya masih cukup banyak hakim yang tidak mengindahkan aturan-aturan yang ada
di dalam kode etik hakim yang telah ada. Oleh karena itu, sepertinya menarik
membahas lebih lanjut mengenai kode etik profesi bagi hakim dalam hal daya ikatnya
dengan hakim serta bagaimana bentuk penanganan setiap pelanggaran kode etik profesi
yang dilakukan oleh hakim.
1.2.
2.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana ketentuan perilaku hakim yang diatur di dalam Undang-Undang dan
kode etik?

3.


Bagaimana bentuk pengawasan ketaatan hakim terhadap kode etik?

4.

Bagaimana proses pemeriksaan dugaan pelanggaran dan pemberian sanksi bagi
hakim yang melanggar kode etik profesi?

1.3.

TUJUAN PENULISAN

2.

Untuk mengetahui bagaimana ketentuan Kode Etik Profesi Hakim.

3.

Untuk mengetahui bagaimana pengawasan ketaatan hakim terhadap kode etik
profesinya.


4.

Untuk mengetahui bagaimana proses pemeriksaan dugaan pelanggaran dan
pemberian sanksi bagi hakim yang melanggar kode etik profesi.

1.4.

METODE OBSERVASI

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah observasi ini adalah sebagai
berikut :
a. Wawancara
Metode wawancara ini dilaksanakan dengan dilakukan tanya jawab langsung
kepada narasumber yaitu Drs. M. Syukri, S.H, M.H. dan Drs. H. Mashudi, M.H.
sekalu hakim di Pengadilan Agama Semarang.
b. Observasi
Metode observasi ini dilakukan dengan cara menganalisis Ketentuan Perilaku
Hakim yang diatur di dalam Undang-Undang dan Kode Etik yang telah ada.


5

1.5. TEMPAT DAN WAKTU
Observasi dilaksanakan secara langsung, yaitu datang ke Pengadilan Agama
Semarang yang beralamatkan di Jl. Jend. Urip Sumoharjo No.5, Karanganyar,
Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah. Observasi ini dilaksanakan pada hari
Rabu, tanggal 24 Mei 2017.

6

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

KETENTUAN PERILAKU HAKIM MENURUT UNDANGUNDANG DAN KODE ETIK

Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yakni
pejabat peradilan yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Istilah
pejabat


membawa

konsekuensi

yang

berat

oleh

karena

kewenangan

dan

tanggungjawabnya terumuskan dalam rangkaian tugas, kewajiban, sifat, dan sikap
tertentu, yaitu penegak hukum dan keadilan.3Hakim merupakan pelaku inti yang secara
fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman.4 Untuk menjadi seorang hakim, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti:

a. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil , negarawan yang
menguasi konstitusi dan ketatanegaraan (Pasal 33 Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).
b. Bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, setia pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 berwibawa, jujur, adilm dan berkelakuan tidak tercela (Pasal 13 ayat 1
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).
c. Memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional, bertakwa,
dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang hukum, wajib menaati kode
etik dan pedoman perilaku (Pasal 13 B Undang-Undang Indonesia Nomor 49
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentan Peradilan Umum).5
Dalam hal melaksanakan kekuasaan kehakiman, hakim memiliki tanggung jawab
tertentu. Tanggung jawab dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
3

Wildan Suyuthi Mustofa. 2013. Kode Etik Hakim. Jakarta: Prenadamedia Group, halaman 56

4

Devi Nurfiyah. 2014. Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio
Hakim Tentang Nafkah Selama Iddah Dalam Perkara Cerai Talak (Studi Putusan
Nomor:1110/Pdt.G/2013/Pa.Mlg). Skripsi Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
halaman 21
5
Wildan Suyuthi Mustofa. Op. Cit.,halaman 116

7

1.

Tanggung jawab moral, yaitu tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang
bersangkutan, baik bersifat pribadi maupun bersifat kelembagaan bagi suatu
lembaga yang merupakan wadah para aparat bersangkutan.
Secara filosofis, tujuan akhir profesi hakim adalah ditegakkannya keadilan.
Cita hukum keadilan yang terdapat dalam das sollen (kenyataan normatif) harus
dapat diwujudkan dalam das sein (kenyataan alamiah) melalui nilai-nilai yang
terdapat dalam etika profesi. Salah satu etika profesi yang telah lama menjadi
pedoman profesi ini sejak masa awal perkembangan hukum dalam peradaban
manusia adalah The Four Commandments for Judges dari Socrates. Kode etik
hakim tersebut terdiri dari empat butir di bawah ini:
a. To hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab).
b. To answer wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana).
c. To consider soberly (mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun).
d. To decide impartially (memutus tidak berat sebelah).6
Dalam bertingkah laku, sikap dan sifat hakim tercermin dalam lambang
kehakiman dikenal sebagai Panca Dharma Hakim, yaitu:
a. Kartika, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Cakra, berarti seorang hakim dituntut untuk bersikap adil;
c. Candra, berarti hakim harus bersikap bijaksana atau berwibawa;
d. Sari, berarti hakim haruslah berbudi luhur atau tidak tercela; dan
e. Tirta, berarti seorang hakim harus jujur.7
Sebagai perwujudan dari sikap dan sifat di atas, maka sebagai pejabat hukum,
hakim harus memiliki etika kepribadian, yakni:
a. percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. menjunjung tinggi citra, wibawa, dan martabat hakim;
c. berkelakuan baik dan tidak tercela;
d. menjadi teladan bagi masyarakat;
6

Rizky Argama. 2006. Tanggung Jawab Profesi Hakim Sebagai Aktor Utama Penyelenggara
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia. Makalah Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
halaman 12
7

C.S.T. Kansil. 1996. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita, halaman 50

8

e. menjauhkan diri dari perbuatan asusila dan kelakuan yang dicela oleh
masyarakat;
f. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim;
g. bersikap jujur, adil, penuh rasa tanggung jawab;
h. berkepribadian, sabar, bijaksana, berilmu;
i. bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan);
j. dapat dipercaya; dan
k. berpandangan luas.8
Selain itu, Mahkamah Agung bersama dengan Komisi Yudisial pada tahun
2009 telah membentuk Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang merupakan
pegangan bagi para Hakim seluruh Indonesia serta Pedoman bagi Mahkamah
Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan
internal maupun eksternal. Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut:
Berperilaku Adil, Berperilaku Jujur, Berperilaku Arif dan Bijaksana, Bersikap
Mandiri, Berintegritas Tinggi, Bertanggung Jawab, Menjunjung Tinggi Harga
Diri, Berdisplin Tinggi, Berperilaku Rendah Hati, dan Bersikap Profesional.
2.

Tanggung jawab hukum, yang diartikan sebagai tanggung jawab yang menjadi
beban aparat untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan tidak melanggar ramburambu hukum.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan hakim
dan peradilan mencantumkan dan mengatur pula hal-hal seputar tanggung jawab
hukum profesi hakim9, salah satu yang mengatur adalah Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang pada intinya menguraikan
bahwa tugas dan kewajiban hakim antara lain:
a. Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA” (Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).

8
Abdulkadir Muhammad. 2001. Etika Profesi Hukum. Cet. ke-2. Bandung: Citra Aditya Bakti,
halaman 102
9

Rizky Argama. Op. Cit., halaman 15

9

b. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib
menjaga kemandirian peradilan (Pasal 3 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).
Hakim di dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga
kemandirian peradilan. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh
pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal
sebagaimana dimaksud 14 dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.10
c. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 5
ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).
Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada
dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan
penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan masyarakat. Untuk
itu ia harus “terjun” ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal,
merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat.11
d. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum
(Pasal 5 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009).
e. Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati kode etik dan pedoman perilaku
hakim (Pasal 5 ayat (3) UU No. 48 Tahun 2009).
f. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan
pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa
dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan (Pasal 14 ayat (2) UU
UU No. 48 Tahun 2009).12
Di samping tugas hakim secara normatif sebagaimana ditentukan dalam
perundang-undangan, hakim juga mempunyai tugas secara konkret dalam
10

Agus Prasetyo Tupanto. 2013. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi
Pidana
Tindak
Pidana
Perrbuatan
Tidak
Menyenangkan
(Studi
Kasus
Perkara
No.39/Pid.B/2010/PN.Mgl). Skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, halaman 13-14
11

E. Sumaryono. 1995. Etika Profesi Hukum. Yogyakarta: Kanisius, halaman 149

12

Wildan Suyuthi Mustofa. Op. Cit.,halaman 106

10

memeriksa dan mengadili suatu perkara melalui tiga tindakan secara bertahap,
yaitu:
a. Mengonstair (mengonstatasi), yaitu menetapkan dan merumuskan peristiwa
konkret.
b. Mengualifisir (mengualifikasi), yaitu menetapkan atau merumuskan peristiwa
hukumnya.
c. Mengkonstituir (mengkonstitusi), atau memberikan konstitusinya, yaitu
hakim menetapkan hukumnya dan memberi keadilan kepada para pihak yang
bersangkutan.
3.

Tanggung jawab teknis profesi, yang merupakan tuntutan bagi aparat untuk
melaksanakan tugasnya secara profesional sesuai dengan kriteria teknis yang
berlaku dalam bidang profesi yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun
ketentuan khusus dalam lembaganya.13
Setiap hakim diharuskan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional
sesuai

dengan

tanggungjawabnya.

Setiap

hakim

dituntut

mampu

mempertanggungjawabkan tindakannya sebagai profesional di bidang hukum,
baik di dalam maupun di luar kedinasan, secara materil dan formil. Oleh karena
itu, adalah suatu hal yang mutlak bagi para hakim untuk memahami secara
mendalam aturan-aturan mengenai hukum acara di persidangan. Ketidakmampuan
hakim dalam mempertanggungjawabkan tindakannya secara teknis atau dikenal
dengan istilah unprofessional conductdan dianggap sebagai pelanggaran.14
Tanggung jawab yang diemban oleh hakim ini sekaligus mencerminkan apa-apa
saja ketentuan perilaku hakim baik menurut Undang-Undang maupun menurut kode
etik, karena ketentuan perilaku hakim menurut Undang-Undang tercantum dalam
tanggung jawab hukum, sedangkan ketentuan perilaku hakim menurut kode etik
tercantum di dalam tanggung jawab moral.

13

Iskandar Kamil. 2006. “Kode Etik Profesi Hakim” Dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code Of
Conduct), Kode Etik Hakim Dan Makalah Berkaitan, Jakarta: Mahkamah Agung RI, halaman 2
14
Ma’ruf Amin. 2013. Peran dan Tanggung Jawab Hakim dalam Mewujudkan Keadilan Bagi
Masyarakat. Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan “Hukum Acara Perdata” Bagi Hakim di
Lingkungan Peradilan Umum, yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial Indonesia, di Bogor pada
tanggal 12 Juni 2013, halaman 1

11

2.2.

BENTUK PENGAWASAN KETAATAN HAKIM TERHADAP
KODE ETIK

Mahkamah Agung (MA) sebagai pengadilan negara tertinggi berhak melakukan
pengawasan terhadap hakim. Akan tetapi, MA bukan satu-satunya lembaga yang
melakukan pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi
Yudisial (KY). Oleh karena bukan lembaga satu-satunya,diperlukan kejelasan tentang
pengawasan yang menjadi kewenangan MA dan pengawasan yang menjadi kewenangan
KY. Selain itu, dalam rangka pengawasan diperlukan adanya harmonisasi hubungan
antara MA dan KY.
Ada banyak peraturan terkait dengan pengawasan terhadap hakim, baik dalam
bentuk Undang-Undang hingga peraturan bersama yang dibentuk oleh MA bersama
dengan KY. Di samping MA dan KY, ada pihak lain yang juga bisa turut serta dalam
mengawasi perilaku hakim, yaitu Komisi Kehormatan Profesi Hakim yang dibentuk
oleh IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia). Adapun bentuk pengawasan ketaatan hakim
terhadap kode etik adalah sebagai berikut:
1.

Sistem Pengawasan Internal
a. Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
melalui Pasal 32A ayat (1) menjelaskan bahwa pengawasan internal tingkah
laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. Meskipun telah ada KY,
pengawasan dari MA ini dimaksudkan agar pengawasan lebih komprehensif
sehingga diharapkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim
betul-betul dapat terjaga. Adapun hal yang menjadi objek pengawasan MA,
yaitu:
1) Bidang teknis peradilan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas
putusan hakim.
2) Bidang administrasi yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
hukum kepada para pencari keadilan.
3) Bidang perilaku pejabat peradilan (hakim dan pejabat kepaniteraan)
untuk peningkatan pelaksanaan fungsi peradilan yang sesuai dengan kode
etik profesi hakim.15
15

Wildan Suyuthi Mustofa. Op. Cit.,halaman 215

12

Untuk menjalankan pengawasan tersebut, MA berwenang untukmeminta
keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari
semua badan peradilan yang berada di bawahnya, serta berwenang pula
untukberwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada
pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya. Akan tetapi,
perlu diingat bahwa pengawasan dan kewenangan MA tersebut tidak
bolehmengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim
IKAHI sebagai satu-satunya wadah profesi hakim di Indonesia
mengeluarkan salah satu keputusan dalam Musyawarah Nasional (Munas)
XIII di Bandung untuk membentuk Komisi Kehormatan Hakim. Komisi
inibertujuan untuk menegakkan kode etik hakim yang dibentuk oleh IKAHI,
dimana sifat dari kode etik tersebut mengikat ke dalam terhadap anggotanya.
Penegakan tersebut dimaksudkan agar ketentuan di dalamnya dapat
terlaksana sekaligus mengawasi pelaksanaannya tersebut. Selain itu, Komisi
Kehormatan Hakim juga berwenang untukmemanggil anggota untuk didengar
keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan atau laporan,
sertamemberikan sanksi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang
melakukan pelanggaran kode etik dan merekomendasikan anggota yang tidak
terbukti bersalah untuk direhabilitasi.
Secara umum, tugas dari Komisi Kehormatan Hakim adalah sebagai
berikut:
1) Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi
kode etik.
2) Meneliti dan memeriksa laporan atau pengaduan dari masyarakat atas
tingkah laku dari para anggota IKAHI.
3) Memberikan nasihat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota
yang bersangkutan menunjukkan indikasi melakukan pelanggaran kode
etik.16
2.

Sistem Pengawasan Eksternal
16

Wildan Suyuthi Mustofa. (Selannjutnya disebut Wildan II) 2006. “Etika Profesi, Kode Etik, dan
Hakim dalam Pandangan Agama,” dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik
Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI, halaman 34-35

13

a. Komisi Yudisial
Komisi Yudisial muncul sebagai salah satu lembaga yudikatif di
Indonesia setelah disebutkan di dalam Pasal Undang-Undang Dasar 1945
hasil amandemen. Keberadaan Komisi Yudisial adalah sebagai lembaga
negara yang bersifat penunjang (auxiliary organ) terhadap kekuasaan
kehakiman. Berdasarkan UUD NRI 1945 Komisi Yudisial mempunyai
kedudukan sederajat dengan lembaga negara yang lain seperti presiden, DPR,
dan lembaga negara yang lain. Komisi Yudisial bukan merupakan pelaku
kekuasaan kehakiman, tetapi kewenangan yang berhubungan dengan
kekuasaan kehakiman.17
KY secara khusus diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.
Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY,
wewenang KY antara lain:
1) mengusulkan pengangkatan hakim agung danhakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPRuntuk mendapatkan persetujuan;
2) menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim;
3) menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman PerilakuHakim bersama-sama
dengan Mahkamah Agung;dan
4) menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etikdan/atau Pedoman
Perilaku Hakim.
Dalam rangka menjaga dan menegakkankehormatan, keluhuran martabat,
serta perilakuHakim, KY mempunyai tugas, antara lain:
1) melakukan pemantauan dan pengawasanterhadap perilaku Hakim;
2) menerima laporan dari masyarakat berkaitandengan pelanggaran Kode
Etik dan/atauPedoman Perilaku Hakim;
3) melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasiterhadap laporan dugaan
pelanggaran Kode Etikdan/atau Pedoman Perilaku Hakim secaratertutup;
4) memutuskan benar tidaknya laporan dugaanpelanggaran Kode Etik
dan/atau Pedoman Perilaku Hakim; dan
17

Jimly Asshiddiqie. 2006. Perkembangan dan Konsulidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.
Jakarta: Konstitusi Press, halaman 10

14

5) mengambil langkah hukum dan/atau langkahlain terhadap orang
perseorangan,

kelompokorang,

atau

badan

hukum

yang

merendahkankehormatan dan keluhuran martabat Hakim.
(Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY).
Dikaitkan dengan fungsi pengawasan perilaku hakim, kehadiran Komisi Yudisial
yang merupakan lembaga independen dan terpisah dari Mahkamah Agung dapat
memperjelas adanya institusi yang menjalankan fungsi pengawasan eksternal. Sehingga,
dalam melaksanakan fungsi pengawasan hakim, MahkamahAgung sebagai pengawas
internal dapat bekerja secara sinergis bersama Komisi Yudisial18, dan pada akhirnya
terbentuk pengawasan terhadap hakim yang lebih maksimal.

18

Rizky Argama. Op. Cit., halaman 22-23

15

2.3.

PROSES PEMERIKSAAN DUGAAN PELANGGARAN DAN
PEMBERIAN SANKSI BAGI HAKIM YANG MELANGGAR KODE
ETIK PROFESI

Setiap dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman profesi hakim yang
dilaporkan oleh siapapun juga wajib diteliti lebih lanjut untuk memeriksa laporan
mengenai dugaan pelanggaran. Adapun tahapan-tahapan pemeriksaan dugaan
pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim terdiri dari:
1. Pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa Komisi Yudisial
Dalam rangkamelakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku
hakim, Tim Pemeriksa KY melakukan hal-hal berikut ini:
a. melakukan verifikasi terhadap laporan;
b. melakukanpemeriksaan atas dugaan pelanggaran;
c. melakukanpemanggilandanmemintaketerangan

dari

Hakim

yang

diduga

melanggarpedoman kehormatan, keluhuran martabat,serta perilaku Hakim
untuk kepentinganpemeriksaan;
d. melakukan pemanggilan danmemintaketerangan dari saksi; dan
e. menyimpulkan hasil pemeriksaan.
(Pasal 22A ayat (1) Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY)
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa memiliki tahapan yang
terdiri dari:
a. pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman
Perilaku Hakim dilakukan dengan terlebih dahulu meminta klarifikasi terhadap
Hakim yang diduga melakukan pelanggarandalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari sejak diterimanya pemanggilan, dimana setiap
pemeriksaan harus dibuatkan berita acara pemeriksaan yang disahkan dan
ditandatangani oleh terperiksa dan pemeriksa.
b. Hasil pemeriksaan atas dugaan pelanggaran Kode Etikdan/atau Pedoman
Perilaku Hakim dapat menyatakan bahwa dugaan terbukti ataupun tidak
terbukti. Jika dugaan terbukti, maka KY dapat mengusulkan penjatuhan
sanksiterhadap Hakim yang diduga melakukanpelanggaran kepada Mahkamah
Agung.

16

(Pasal 22B – 22D ayat (1) Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2011 tentang
KY)
2. Pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Hakim
Majelis Kehormatan Hakim dapat dikatakan sebagai forum pembelaan diri
bagi hakim yang akan diusulkan tim pemeriksa KY ataupun MA untuk
diberhentikan sementara ataupun diberhentikan dengan tidak hormat berdasarkan
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh tim yang bersangkutan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Majelis Kehormatan Hakim dibentuk apabila Ketua MA dan
Ketua KY menerima laporan hasil pemeriksaan yang mengusulkan agar hakim
terlapor dijatuhi sanksi pemberhentian yang termasuk ke dalam kategori sanksi
berat.
Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri dari 3 orang hakim agung
dan 4 orang anggota Komisi Yudisial. Adapun langkah-langkah untuk melakukan
pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Hakim antara lain sebagai berikut:
a. Penetapan Majelis Kehormatan Hakim melalui penetapan bersama antara
Ketua MA dan Ketua KY;
b. Majelis yang telah ditetapkan wajib mempelajari dengan seksama hasil
pemeriksaan yang diberikan oleh tim pemeriksa;
c. Majelis menetapkan hari sidang dan memerintahkan kepada Sekretaris Majelis
untuk memanggil hakim terlapor agar hadir untuk membela diri pada hari
sidang yang telah ditetapkan dengan membawa surat-surat dan saksi-saksi yang
dianggap perlu. Panggilan harus sampai pada hakim terlapor paling lama 3 hari
kerja sebelum hari sidang.
d. Pemeriksaan dalam persidangan dengan mendengarkan keterangan dari hakim
terlapor serta memeriksa bukti dan saksi yang diajukannya.
e. Keputusan harus dibacakan paling lama 14 hari kerja sejak Majelis dibentuk.
f. Keputusan diserahkan kepada Ketua MA dan Ketua KY paling lama 7 hari
kerja sejak tanggal pemeriksaan selesai.
(Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Tata Cara Pembentukan,
Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim).
3. Pemeriksaan Bersama

17

Pemeriksaan bersama adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh satu
tim pemeriksa yang merupakan tim gabungan yang dibentuk bersama oleh MA dan
KY untuk melakukan pemeriksaan guna mendapatkan keyakinan terbukti
atautidaknya

suatu

pelanggaran.

Pemeriksaan

bersama

diatur

di

dalam

PeraturanBersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Tata Cara Pemeriksaan
Bersama.
Pemeriksaan bersama dilakukan dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara
MA dan KY mengenai usulan KY tentang hasilpemeriksaan dan/atau penjatuhan
sanksi ringan, sedang. berat selain sanksipemberhentian dengan hormat dan
pemberhentian tidak dengan hormat. Selain itu, pemeriksaan bersama dapat pula
dilakukan dalam hal:
a. terdapat laporan yang sama yang diajukan atau ditembuskan kepada MA dan
KY;
b. diketahui terdapat satu permasalahan sama yang masih dilakukan pemeriksaan
oleh MA atau KY; atau
c. terdapat informasi dan/atau laporan yang menarik perhatian publik dan masingmasing Lembaga memandang perlu untuk melakukan pemeriksaan bersama.
Tata cara pemeriksaan bersama diatur di dalam Pasal 5 - 8 Peraturan Bersama
MA dan KY tentang Pemeriksaan Bersama, yang pada pokoknya adalah sebagai
berikut:
a. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dari Tim Pemeriksa KY, dugaan
dinyatakan terbuti, maka KY mengusulkan sanksi terhadap hakim terlapor
kepada MA;
b. Jika MA tidak sependapat mengenai usulan sanksi yang seharusnya dijatuhkan,
maka MA dapat menyampaikan pendapatnya kepada KY paling lama 30 hari
kerja sejak usulan diterima.
c. Apabila KY tidak sependapat juga dengan MA, maka KY dapat mengusulkan
untuk dilakukannya pemeriksaan bersama paling lama 30 hari kerja sejak
pendapat MA diterima. Jika KY tidak mengusulkan pemeriksaan bersama
dalam jangka waktu itu, maka KY dianggap menyetujui pendapat MA.
d. Apabila ada usulan pemeriksaan bersama, maka tanggapan harus disampaikan
paling lama 14 hari kerja sejak sampainya usulan.

18

e. Kemudian dibentuklah tim pemeriksa yang terdiri dari 2 orang anggota MA
dan 2 orang anggota KY, dimana tim ini akan memeriksa laporan hasil
pemeriksaan dari tim pemeriksa KY untuk memastikan apakah sudah sesuai
dengan kaidah-kaidah pemeriksaan.
f. Dalam hal laporan dari tim pemeriksa KY tidak sesuai dengan kaidah
pemeriksaan, maka tim pemeriksa akan melakukan pemeriksaan lapangan.
g. Pemeriksaan harus selesai dalam jangka waktu 30 hari sejak penetapan tim
pemeriksa.Kesimpulan dan rekomendasi dari tim pemeriksa bersama diambil
berdasarkan musyawarah dan mufakat tim.
h. Tim pemeriksa memberikan hasil kesimpulan dan rekomendasi kepada MA
agar bisa dilaksanakan oleh MA.
Setelah melalui tahap pemeriksaan, maka akan diperoleh keputusan dan
kesimpulan akhir mengenai benar tidaknya dugaan pelanggaran. Jika dugaan tidak
terbukti, maka akan dilakukan rehabilitasi nama baik pada hakim terlapor. Namun,
apabila terbukti benar bahwa ada pelanggaran, maka sanksi yang dapat dijatuhkan
antara lain:
1. Sanksi dari IKAHI
Sanksi dari IKAHI dikenakan apabila hakim yang menjadi anggota dari IKAHI
melanggar kode etik yang telah dibentuk oleh IKAHI. Sanksinya antara lain:
a. Teguran.
b. Skorsing dari keanggotaan IKAHI;
c. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.
(Pasal 9 Kode Etik Hakim)
2. Sanksi dari MA
Sanksi berdasarkan Pasal 19 Peraturan Bersama MA dan KY tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah sebagai berikut :
1) Sanksi terdiri dari:
a. Sanksi Ringan
b. Sanksi Sedang
c. Sanksi Berat
2) Sanksi ringan terdiri dari:

19

a. Teguran Lisan
b. Teguran Tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
3) Sanksi Sedang terdiri dari:
a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun
b. Penurunan gaji selama 1(satu) kali kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)
tahun
c. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun
d. Hakim non palu paling lama 6(enam) bulan
e. Mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah
f. Pembatalan atau penagguhan promosi
4) Sanksi Berat terdiri dari :
a. Pembebasan dari jabatan
b. Hakim non palu paling lama 6(enam) bulan dan lebih dari 2(dua) tahun
c. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling
lama 3 (tiga) tahun
d. Pemberhentian tetap dengan hak pension
e. Pemberhentian dengan tidak hormat
Sanksi di atas berlaku untuk hakim pada pengadilan tingkat pertama dan banding.
Terhadap hakim ad hoc dan hakim agung, tingkat dan jenis sanksinya terdiri dari:
a. Sanksi ringan berupa teguran tertulis;
b. Sanksi sedang berupa non palu paling lama 6 (enam) bulan;
c. Sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari
jabatan.
Dalam hal terjadi penyimpangan atas kode etik yang dapat dikategorikan sebagai
perbuatan pidana, maka dalam hukum pidana kita dapati ketentuan-ketentuan yang
mengatur perbuatan tercela dan dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum.
Dan hal tersebut diatur didalam Pasal 210, Pasal 420 ayat (1) dan (2) serta Pasal 418
KUHP.19

19

Wildan Suyuthi Mustofa. Op. Cit.,halaman 217

20

Dengan adanya sanksi-sanksi tersebut di atas, diharapkan para hakim lebih
berhati-hati dalam bersikap dan bertindak agar tak melanggar kode etik dan pedoman
perilaku hakim yang pada akhirnya justru akan merugikan dirinya sendiri.

21

BAB III
PENUTUP
3.1.
1.

KESIMPULAN
Ketentuan perilaku hakim tercermin di dalam tanggung jawab yang melekat pada
hakim, yaitu tanggung jawab moral, tanggung jawab hukum, dan tanggung jawab
teknis profesi. Sebagai pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman,
ketentuan perilaku beserta kewenangan dan tanggungjawabnya terumuskan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan dan kode etik yang dibentuk baik oleh
asosiasi profesi maupun oleh lembaga negara.

2.

Bentuk pengawasan ketaatan hakim terhadap kode etik terbagi atas dua, yaitu
bentuk atau sistem pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal
dilakukan oleh Mahkamah Agung selaku pengadilan tertinggi yang membawahi
pengadilan lainnya serta terdapat juga Komisi Kehormatan Profesi Hakim yang
juga menjadi pengawas internal, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh
Komisi Yudisial.

3.

Setiap dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman profesi hakim yang
dilaporkan oleh siapapun juga wajib diteliti lebih lanjut untuk memeriksa laporan
mengenai dugaan pelanggaran. Tahapan pemeriksaan awal dilakukan oleh tim
pemeriksa KY. Jika hasil pemeriksaan KY menyimpulkan bahwa hakim
terlaporharus diberhentikan sementara ataupun diberhentikan dengan tidak
hormat, maka Ketua MA bersama Ketua KY akan membentuk Majelis
Kehormatan Hakim sebagai tempat/forum pembelaan diri dari hakim terlapor.
Dalam hal hasil pemeriksaan tim pemeriksa KY selain dari pemberhentian
sementara dan pemberhentian tidak hormat, maka hal pemeriksaan akan
diserahkan kepada MA. Jika MA tidak sependapat dengan KY, MA akan
menyampaikan tanggapan. Kemudian jika KY tidak sependapat juga, maka akan
dilakukan pemeriksaan bersama oleh MA dan KY melalui tim pemeriksa
bersama.Setelah melalui tahap pemeriksaan, maka akan diperoleh keputusan dan
kesimpulan akhir mengenai benar tidaknya dugaan pelanggaran. Jika dugaan tidak
terbukti, maka akan dilakukan rehabilitasi nama baik pada hakim terlapor.
22

3.2. SARAN
1.

Saran kami kepada para hakim agar lebih menjaga sikapnya baik di dalam
maupun di luar kegiatan dinas agar tidak melanggar ketentuan yang ada di dalam
peraturan perundang-undangan maupun di kode etik terkait dengan perilaku
hakim supaya wibawa dan integritas hakim senantiasa terjaga.

2.

Diharapkan

kepada

lembaga-lembaga

yang

diberikan

wewenang

untuk

mengawasi perilaku hakim dapat lebih jeli dan ketat dalam mengawasi perilaku
hakim agar ke depannya setiap pelanggaran yang dilakukan oleh hakim dapat
ditindak dengan cepat.

23

DAFTAR PUSTAKA
A.

Buku-buku

Asshiddiqie, J., 2006. Perkembangan dan Konsulidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Jakarta: Konstitusi Press
Kamil, I., 2006. “Kode Etik Profesi Hakim” Dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code Of
Conduct), Kode Etik Hakim Dan Makalah Berkaitan, Jakarta: Mahkamah Agung
RI
Kansil, C. S. T., 1996. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita
Muhammad, A., 2001. Etika Profesi Hukum. Cet. ke-2. Bandung: Citra Aditya Bakti
Mustofa, W. S., 2013. Kode Etik Hakim. Jakarta: Prenadamedia Group
Sumaryono, E., 1995. Etika Profesi Hukum. Yogyakarta: Kanisius

B.

Karya Tulis Ilmiah

Agus Prasetyo Tupanto. 2013. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam
Menjatuhkan Sanksi Pidana Tindak Pidana Perrbuatan Tidak Menyenangkan
(Studi Kasus Perkara No.39/Pid.B/2010/PN.Mgl). Skripsi Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Lampung
Devi Nurfiyah. 2014. Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex
Officio Hakim Tentang Nafkah Selama Iddah Dalam Perkara Cerai Talak (Studi
Putusan Nomor:1110/Pdt.G/2013/Pa.Mlg). Skripsi Mahasiswi Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya
Dian Yuni Mustika Ningrum. 2010. Studi Analitik Terhadap Kode Etik Dan Profesi
Hakim Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ma’ruf Amin. 2013. Peran dan Tanggung Jawab Hakim dalam Mewujudkan Keadilan
Bagi Masyarakat. Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan “Hukum Acara
Perdata” Bagi Hakim di Lingkungan Peradilan Umum, yang diselenggarakan oleh
Komisi Yudisial Indonesia, di Bogor pada tanggal 12 Juni 2013
24

Rizky Argama. 2006. Tanggung Jawab Profesi Hakim Sebagai Aktor Utama
Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia. Makalah Mahasiswi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Wildan Suyuthi Mustofa. (Selannjutnya disebut Wildan II) 2006. “Etika Profesi, Kode
Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama,” dalam Pedoman Perilaku Hakim
(Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah
Agung RI
C.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor14 Tahun 1970 jo.Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999
jo.Undang-Undang Nomor4 Tahun 2004jo. Undang-Undang Nomor48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor14 Tahun 1985jo. Undang-Undang Nomor5 Tahun 2004jo.
Undang-Undang Nomor3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor22 Tahun 2004jo. Undang-Undang Nomor18 Tahun 2011
tentang Komisi Yudisial
Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor02/PB/MA/IX/2012
& 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim
Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor03/PB/MA/IX/2012
& 03/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia
Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor04/PB/MA/IX/2012
& 04/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara
Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim
Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/
2009 & 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

LAMPIRAN-LAMPIRAN
25

26

27