ETIKA BISNIS dan GCG .docx

TUGAS KELOMPOK
MK : ETIKA BISNIS

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

FAKULTAS

: EKONOMI

PRODI

: MANAJEMEN

KAMPUS

: KARAWACI
Disusun Oleh :
1. ARIS SAMITO
2. SUHENDI
3. SUDIHARTO
4. M ROKHIM


2018

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robil ‘alamin, puji dan syukur Kami panjatkan kepada Illahi
Robbi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan petunjuk untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Etika Bisnis dengan judul GOOD CORPORATE
GOVERNANCE (GCG) serta ucapan terimakasih kepada semua elemen yang
secarta langsung maupun tidak langsung membantu kami dalam menyelesaikan tugas
ini.
Tugas ini dibuat sebagai usaha memenuhi Tugas mata kuliah Etika Bisnis dan
meningkatkan pengetahuan mengenai tata kelola dan etika dalam kegiatan Bisnis
dilingkungan sekitar kita..
Demikian sepatah kata dari kami sebagai pengantar , semoga tulisan dari
tugas ini bermanfaat khususnya bagi Kami dan pembaca pada umumnya.
Tangerang, Mei 2018
Penulis
TTD

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil
dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pembangunan perekonomian
nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha
sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang memiliki
kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak
dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari
perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen Bisnis merupakan bagian dari
perekonomian yang tak dapat dipisahkan baik itu berupa bisnis Barang maupun Jasa,
dengan konvensional maupun online.
Karena dengan semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses
globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat
serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang
diperolehnya di pasar. Oleh karena itu dengan mempelajari Good Corporate
Governance (GCG) yang sangat erat kaitannya dengan Etika Bisnis maka akan
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian
usahawan maupun konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan
sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab sehingga dapat menjaga harkat dan

martabat masing-masing.
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI)
Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas

perusahaan guna mewujudkan nilai Pemegang Saham dalam jangka panjang dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika (Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/MMBU/2002).
Dengan demikian bahwa tujuan yang hendak dicapai dengan penerapan Good
Corporate Governance yaitu untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan. Dalam jangka panjang hal ini akan membawa pada
keberlangsungan usaha dan peningkatan profit secara signifikan
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan ini akan dapat meningkatkan pengetahuan pentingnya Etika dalam
berbisnis, meskipun dalam persepsi umum bahwasanya etika dan bisnis saling
bertolak belakang.

Untuk memudahkan dalam penulisan tugas ini kami merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Mengapa muncul konsep Good Corporate Governance (GCG)?
2. Bagaimana Implementasi GCG dalam perusahaan Swasta dan Milik Negara?
3. Apakah pengaruh GCG terhadap usaha/bisnis?
4. Apa hubungan GCG dengan Etika Bisnis?
5. Apa Indikator keberhasilan pelaksanaan GCG??

C. TUJUAN PENULISAN
Penulisan tugas ini adalah merupakan salah satu kegiatan yang dapat
meningkatkan wawasan dan pengetahuan mata kuliah Etika Bisnis, dengan tujuan:
1. Mengetahui pengertian Good Corporate Governance (GCG)
2. Mengetahui hubungan GCG dan Etika Bisnis
3. Mengetahui konsep GCG dari sudut pandang Ekonomi.
4. Menambah pengetahuan penulis khususnya dan pembaca secara
umum

BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Perkembangan hubungan ekonomi antar Negara saat ini sudah semakin
terbuka dan bebas akibat adanya globalisasi ekonomi sehingga menimbulkan
persaingan yang semakin berat dan ketat. Tidak terkecuali juga kondisi ekonomi
dalam negeri yang sudah waktunya merubah strategi dan budaya organisasi menjadi
efektif dan efisien dalam menjalankan organisasi agar mencapai tujuan perusahaan
dengan profit yang diinginkan, baik perusahaan besar maupun kecil.
Istilah Good Corporate Governance (GCG) atau Corporate Governance (CG)
pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya
yang dikenal sebagai Cadbury Report.beberapa pengertian Good Corporate
Governance diantara:
1. Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan
antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in
Indonesia / FCGI)
2. Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai Pemegang Saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan

peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Keputusan Menteri BUMN Nomor
Kep-117/M-MBU/2002).
Qleh karena itu maka Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu
keharusan dalam rangka membangun kondisi perusahaan yang tangguh dan
sustainable, serta diperlukan untuk menciptakan sistem dan struktur perusahaan yang
kuat sehingga mampu menjadi perusahaan kelas dunia. Hal ini dikarenakan pada era

persaingan yang semakin ketat perusahaan dituntut untuk menerapkan Good
Corporate Governance (GCG) agar mampu memenangkan persaingan, khususnya
dalam dunia bisnis
2. PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP
NILAI PERUSAHAAN
Berdasarkan Keputusan Kementrian BUMN bahwasanya GCG adalah
merupakan kebijakan yang merupakan strategi operasional perusahaan yang wajib
dilaksanakan disetiap BUMN maupun anak usaha dari BUMN secara konsisten.
Pertimbangan dikeluarkannya keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
nomor : Kep-117/M-Mbu/2002 tentang penerapan praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah :
a. bahwa prinsip good corporate governance merupakan kaedah, norma ataupun
pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang

sehat;
b. bahwa prinsip good corporate governance belum diterapkan sepenuhnya dalam
lingkungan BUMN;
c. bahwa untuk lebih meningkatkan kinerja BUMN, pelaksanaan prinsip good
corporate governance perlu lebih dioptimalkan;
d. bahwa mengingat hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk menegaskan
kembali penerapan prinsip good corporate governance pada BUMN melalui
penetapan keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara;
Dapat diketahui bahwa GCG adalah merupalkan landasan beretika dalam bisnis/
usaha sesuai dengan pasal 1 keputusan Menteri BUMN tersebut yang berbunyi
“Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan

kepentingan

stakeholder

perundangan dan nilai-nilai etika”.


lainnya,

berlandaskan

peraturan

Etika dalan usaha diperlukan untuk menjaga kestabilan dan perkembangan
perusahaan dalam jangka panjang agar dapat mencapai tujuan perusahaan yaitu
operasional yang baik, bertanggungjawab, mandiri, kuat dalam kompetensi dan
berkelanjutan.
Adapun pengaruh terhadap perusahaan dengan mengimplementasikan GCG ini
adalah :
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah dengan penerapan Good
Corporate Governance.
3. Memberikan dasar keputusan yang lebih baik untuk meningkatkan
kinerja ekonomi perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan
stakeholder terhadap perusahaan.

5. Mempengaruhi harga saham secara positif.
6. Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari tuntutan hukum
dan melindungi dari intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di
luar mekanisme korporasi.
Dalam Kegiatan usaha GCG juga mengatur mekanisme operasional yang
bersesuaian dengan Etika berbisnis dan budaya organisasi yang dapat mengurangi
akuntabilitas perusahaan. Misalnya :
 Dengan memberikan, menawarkan, atau menerima baik langsung ataupun tidak
langsung sesuatu yang berharga kepada pelanggan atau seorang pejabat
Pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah
dilakukannya dan tindakan lainnya,
 Tidak boleh memberi atau menerima suatu tanda terima kasih dalam kegiatan
usaha, seperti hadiah, sumbangan atau “entertainment”, pada suatu keadaan yang
dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak patut,
 Memberikan donasi untuk tujuan amal dengan batas kepatutan,

 Memberikan donasi dengan tujuan lain harus merujuk pada SOP yang ada pada
perusahaan tersebut.
Dengan penerapan Good Corporate Governance maka tata kelola atau manajerial
perusahaan akan berjalan dengan baik, akuntabel, mencapai sasaran dan tujuan akhir

yaitu profit yang optimal dapat tercapai sehingga keberlangsungan perusahaan dapat
terjaga.Kelangsungan yang dapat terjaga diantaranya produksi lancar dan meningkat
seiring kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan yang transparan, hubungan
bisnis dapat diperluas, kepercayaan pemegang saham meningkat karena pengelolaan
yang akuntabel. Dalam hal kekuatan perusahaan terjamin karena kemandirian
perusahaan yang dimiliki, sehingga tidak terbebani dengan pengeluaran utang dan
resiko bisnis.
3. PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
Good Corporate Governance dilandasi dengan konsep dasar atau prinsip-prinsip:
1. Transparan (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan. Perusahaan dalam menjalankan
suatu bisnis dengan memberikan informasi-informasi yang jelas, akurat,
mudah diakses dan dipahami serta dapat dipertanggung jawabkan oleh
semua pemangku kepentingan dalam organisasi atau perusahaan tersebut,
2. Kemandirian (Indepedency), yaitu suatu keadaan di mana perusahaan
dikelola

secara


profesional

tanpa

benturan

kepentingan

dan

pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat,
sehingga dapat dijadikan sebagai aktualisasi diri untuk organisasi dan
perusahaan yang dapat berdiri sendiri dan memiliki daya saing dengan
lingkungan bisnisnya. Salah satunya dengan memanfaatkan unique point dan
nilai nilai yang ada sebagai suatu diferensisi di lingkungan bisnisnya.
3. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif,

4. kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Konsep ini diperlukan untuk menjaga
stabilitas perusahaan dengan menjaga kewajaran dan kesetaraan bagi setiap
anggota, pemangku kepentingan dan stakeholders lainnya dalam suatu
organisasi atau perusahaan dengan porsinya masing-masing.
5. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Konsep ini merefleksikan tanggung
jawab setiap individu maupun organisasi atau perusahaan dalam mematuhi
segala tugas-tugas dalam pekerjaan, aturan-aturan serta kebijakan-kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan bisnis suatu organisasi atau
perusahaan.
4. IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG).
Perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikan dan menjalankan Good
Corporate Governance (GCG) tentunya akan membuat kebijakan dengan menyusun
Pedoman GCG yang dapat diterima semua organ perusahaan sebagai SOP yang
harus dipatuhi oleh semua elemen perusahaan. Aturan main seperti SOP menentukan
hak dan kewajiban dari masing-masing bagian dari struktur organisasi yang ada.

Etika bisnis merupakan aturan tidak tertulis mengenai cara menjalankan
bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak tergantung pada
kedudukan individu atau-pun perusahaan di masyarakat.
Dari beberapa pakar/ahli devinisi Etika Bisnis adalah:
1. Etika bisnis adalah suatu pengetahuan tentang tata cara ideal
pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan
moralitas yang berlaku secara universal (Muslich, 2004:9).
2. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan
merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal
ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita
temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum
(Bertens, 2000).
3. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan
perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha
(Sumarni, 1998:21).
Dengan demikian kami berkeimpulan bahwa Etika Bisnis adalah merupakan aturan
yang benar tidak tertulis untuk mencapai tujuan yang dapat meningkatkan potensi
mendapatkan keuntungan yang maksimum melalui norma sosial dan moral dengan
aspek kejujuran, kebenaran, adil dan bertanggungjawab sesuai dengan batasan serta
tidak menimbulkan masalah hukum dikemudian hari. Sehingga dengan demikian
harkat, martabat dan hubungan bisnis antara penjual dan pembeli dapat terjaga
dengan baik dan berkelanjutan.
5. PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS.
Etika

bisnis

memiliki

prinsip-prinsip

yang

bertujuan

memberikan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan
untuk mencapai tujuannya. Menurut Sonny Keraf (1998), terdapat
lima prinsip yang dijadikan titik tolak pedoman perilaku dalam
menjalankan praktik bisnis, yaitu (Agoes & Ardana, 2009:127-128):
a. Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan,
dan tanggung jawab. Orang yang mandiri berarti orang yang dapat
mengambil
berdasarkan

suatu

keputusan

kemampuan

dan

sendiri

melaksanakan

sesuai

dengan

tindakan
apa

yang

diyakininya, bebas dari tekanan, hasutan, dan ketergantungan
kepada

pihak

lain.

b. Prinsip Kejujuran
Prinsip

kejujuran

menanamkan

sikap

bahwa

apa

yang

dipikirkan adalah apa yang dikatakan, dan apa yang dikatakan
adalah yang dikerjakan. Prinsip ini juga menyiratkan kepatuhan
dalam melaksanakan berbagai komitmen, kontrak, dan perjanjian
yang telah disepakati.
c. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan
semua pihak secara adil, yaitu suatu sikap yang tidak membedabedakan dari berbagai aspek baik dari aspek ekonomi, hukum,
maupun aspek lainnya.
d. Prinsip saling Menguntungkan
Prinsip

saling

menguntungkan

menanamkan

kesadaran

bahwa dalam berbisnis perlu ditanamkan prinsip win-win solution,
artinya

dalam

setiap

keputusan

dan

tindakan

bisnis

harus

diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan.
e. Prinsip Integritas Moral
Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan
orang lain dalam segala keputusan dan tindakan bisnis yang
diambil. Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang
harus dihormati harkat dan martabatnya.

6. PENDEKATAN DASAR PERUMUSAN TINGKAH LAKU ETIKA
BISNIS
Menurut pendapat dari Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di
Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam
merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
1.

Pendekatan Manfaat (Utilitarian Approach) : setiap tindakan harus
didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak
seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat
sebesar-besarnya

kepada

masyarakat,

dengan

cara

yang

tidak

membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2.

Pendekatan Hak Azazi Manusia (Individual Rights Approach) : setiap
orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus
dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari
apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak
orang lain.

3.

Pendekatan Hukum (Justice Approach) : para pembuat keputusan
mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara
kelompok.

4.

BEDAH KASUS
Tuan A berniat menjual mobil yang cacat tetapi dengan berbagai cara ia dapat

menyembunyikan masalah tersebut secara kasat mata tidak dapat diketahui pemakai/
pembeli kecuali setelah menggunakannya selang beaberapa hari/bulan berikutnya.
Tuan A membuat aturan antara lain : Barang yang telah dibeli tidak dapat
dikembalikan lagi/ditukar dan tanpa garansi.
4.1. Analisa
4.1.1. Aspek Hukum

Dalam ,melakukan transaksi tentunya tidak terlepas dari konsep perjanjian
secara medasar sebagaimana termuat dalam KUH Perdata
1. Pasal 1313, Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
2. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak, maksudnya setiap
orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya
perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang
mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut :
1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian
2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang
membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada
pakasaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog). Kecakapan hukum
sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang
melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah
menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Apabila orang
yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh

orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh
pengampu atau curatornya.
Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa
objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan
jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para
pihak. Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan
berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian
tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya
sebuah perjanjian.
Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya
perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat
dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian,
maka perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab
yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak
terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak
pernah ada perjanjian.Pada kenyataannya, banyak perjanjian yang tidak memenuhi
syarat sahnya perjanjian secara keseluruhan, misalnya unsur kesepakatan sebagai
persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian pada saat ini telah
mengalami pergeseran dalam pelaksanaannya.
Pasal 1473, Penjual wajib menyatakan dengan jelas, untuk apa ia mengikatkan
dirinya, janji yang tidak jelas dan dapat diartikan dalam berbagai pengertian,
harus ditafsirkan untuk kerugiannya.

1. Dalam kasus tersebut, salahkah tuan A (Dalam pandangan hukum tuan A
tidak bersalah)
2. Namun dalam etika bisnis tuan A jelas-jelas salah
a. Sudah tahu kalau mobilnya ada yang rusak/bermasalah tetapi malah
menyembunyikannya dari awal / tidak diinformasikan.
b. Tuan A ada itikad tidak baik dalam berbisnis
i. Siapa yang dapat mengukur itikad?