laporan pendahuluan sirosis ke hepatis

Thursday, December 19, 2013

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS (SIROSIS
HATI)
Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN
PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS (SIROSIS HATI)

SIROSIS HEPATIS (SIROSIS HATI)
A. DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan,
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin

Inayah, 2004).
B. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1.
Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
2.
Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas.
Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik
atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik,
Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi,
terutama faktor lipotropik.

c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut
darihepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris
dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan
demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran
empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
C. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab
yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati,
apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah
penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk

terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel
hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hati.
D. ANATOMI DAN FUNGSI HATI
1. ANATOMI HATI

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di
bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada
kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme,di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh
fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar
dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus,
dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan
dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari
lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan
oksigen.
Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber : Leanerhelp Image Liver
Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar berikut

Sumber : Info Kesehatan Fungsi Organ Hati


a.
1)
2)
3)

2. FUNGSI HATI
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang
terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat dilihat dari
sel-sel dalam hati.
Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan garam akan
melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
Sebagai alat saringan (filter)

b.
1)
a)
b)

c)
d)

2)
a)
b)
c)

Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine akan
dialirkan ke organ melalui sistema portal.
Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak, empedu,
Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati menyimpan
makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan glukosa,
protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun endogen yang
masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau

konjugasi.
Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo endothelial.
Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
Membentuk a-globulin dan immune bodies
Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler.

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati
dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul
sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir
sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh
kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi
percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi
portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo
endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible
menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan

parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan
etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin
dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak
memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta
menyebar ke parenkim hati.
Pathway

Pathway Sirosis Hepatis (Sirosis Hati)

F. GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai
rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan
berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.


Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak
bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus
terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki
(edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3
cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:

1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis hati
adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah
muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik
yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama

koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma
hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara
langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites,
karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan
dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya
hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan

kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple
kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis,
kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya
adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada
penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4
meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen
empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah
menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam
bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru
akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya
trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah
disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin

menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan
sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. 9 Kadar normal albumin dalam darah
3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang
disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau
lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk
sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada
fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
I.

PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2.
Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila
ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses
tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125
gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai
toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau
meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3.
Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
4.
Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai
cabang dengan glukosa.
5.
Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
1.
Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg
perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu

dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau
kurang.
2.
Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila
setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3.
Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara
pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai
komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya
parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter
cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk
mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan
diuretik biasanya tetap diperlukan.
4.
Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hatihati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati
hepatik
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan data yang
meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan
chirrosis hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak ada
bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah, Penurunan
berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit
kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental, perubahan
mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.

7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru terbatas
(asites), Hipoksia

8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis).
B.
1.
2.
3.
4.
5.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis
Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang terganggu
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan
gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta nyeri tekan
dan asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan
kadar ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks
akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks

C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan

Rencana Keperawatan
NOC

NIC
1. Tawarkan diet tinggi 1.
Intoleransi
Tujuan:
kalori, tinggi protein
aktivitas
Peningkatan energi
(TKTP).
berhubungan
dan
partisipasi 2. Berikan suplemen
vitamin (A, B
2.
dengan
dalam aktivitas
kompleks, C dan K)
kelelahan dan Kriteria Hasil:
3. Motivasi pasien untuk 3.
 Melaporkan

Rasional
Memberikan kalori
bagi tenaga dan
protein bagi proses
penyembuhan.
Memberikan nutrien
tambahan.
Menghemat tenaga

peningkatan
melakukan latihan
kekuatan
dan yang diselingi istirahat
kesehatan pasien. 4. Motivasi dan bantu
 Merencanakan
pasien untuk
aktivitas
untuk melakukan latihan
dengan periode waktu 4.
memberikan
yang ditingkatkan
kesempatan
istirahat
yang secara bertahap
cukup.
 Meningkatkan
aktivitas
dan
latihan bersamaan
dengan
bertambahnya
kekuatan.
 Memperlihatkan
asupan
nutrien
yang adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
1. Catat suhu tubuh
1.
Perubahan
Tujuan:
secara teratur.
suhu
tubuh: Pemeliharaan suhu
2. Motivasi asupan cairan
hipertermia
tubuh yang normal3. Lakukan kompres
dingin atau kantong es 2.
berhubungan
Kriteria Hasil:
untuk menurunkan

Melaporkan
suhu
dengan proses
tubuh yang normal kenaikan suhu tubuh.
inflamasi pada
dan
tidak4. Berikan antibiotik
sirosis
terdapatnya gejala seperti yang
menggigil
atau diresepkan.
5. Hindari kontak dengan
perspirasi.
infeksi.
3.
 Memperlihatkan
asupan cairan yang6. Jaga agar pasien dapat
beristirahat sementara
adekuat.
suhu tubuhnya tinggi.
penurunan
berat badan

pasien sambil
mendorong pasien
untuk melakukan
latihan dalam batas
toleransi pasien.
Memperbaiki
perasaan sehat
secara umum dan
percaya diri

Memberikan dasar
untuk deteksi hati
dan evaluasi
intervensi.
Memperbaiki
kehilangan cairan
akibat perspirasi
serta febris dan
meningkatkan
tingkat kenyamanan
pasien.
Menurunkan panas
melalui proses
konduksi serta
evaporasi, dan
meningkatkan
tingkat kenyaman
pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.

1.
Gangguan
Tujuan:
integritas kulit Memperbaiki
2.
yang
integritas kulit dan
berhubungan
proteksi jaringan
3.
dengan
yang
mengalami
pembentukan
edema.
4.
Kriteria Hasil:
edema.
 Memperlihatkan
turgor kulit yang
normal
pada
5.
ekstremitas
dan
batang tubun.
 Tidak
6.
memperlihatkan
luka pada kulit.
 Memperlihatkan
jaringan
yang
normal tanpa gejala
eritema, perubahan
warna
atau
peningkatan suhu
di daerah tonjolan
tulang.
 Mengubah posisi
dengan sering.

Batasi natrium seperti 1. Meminimalkan
yang diresepkan.
pembentukan edema.
Berikan perhatian dan 2. Jaringan dan kulit
perawatan yang cermat yang edematus
pada kulit.
mengganggu suplai
Balik dan ubah posisi
nutrien dan sangat
pasien dengan sering.
rentan terhadap
Timbang berat badan
tekanan serta
dan catat asupan serta
trauma.
haluaran cairan setiap 3. Meminimalkan
hari.
tekanan yang lama
Lakukan latihan gerak dan meningkatkan
secara pasif, tinggikan mobilisasi edema.
ekstremitas edematus. 4. Memungkinkan
Letakkan bantalan
perkiraan status
busa yang kecil
cairan dan
dibawah tumit,
pemantauan
maleolus dan tonjolan terhadap adanya
tulang lainnya.
retensi serta
kehilangan cairan
dengan cara yang
paling baik.
5. Meningkatkan
mobilisasi edema.
6. Melindungi tonjolan
tulang dan
meminimalkan
trauma jika
dilakukan dengan
benar.
1.
Observasi
dan
catat
1.
Memberikan dasar
Gangguan
Tujuan:
derajat ikterus pada
untuk deteksi
integritas kulit Memperbaiki
kulit dan sklera.
perubahan dan
berhubungan
integritas kulit dan2. Lakukan perawatan
evaluasi intervensi.
yang sering pada kulit, 2. Mencegah
dengan ikterus meminimalkan
mandi tanpa
kekeringan kulit dan
dan
status iritasi kulit
menggunakan sabun
meminimalkan
imunologi
Kriteria Hasil:
dan melakukan masase pruritus.
 Memperlihatkan
yang
dengan losion
3. Mencegah
kulit yang utuh pelembut (emolien).
ekskoriasi kulit
terganggu
tanpa terlihat luka3. Jaga agar kuku pasien akibat garukan.
atau infeksi.
selalu pendek.
 Melaporkan tidak
adanya pruritus.
 Memperlihatkan
pengurangan gejala
ikterus pada kulit
dan sklera.
 Menggunakan
emolien
dan

menghindari
pemakaian sabun
dalam
menjaga
higiene sehari-hari.
Perubahan
Tujuan: Perbaikan1. Motivasi pasien untuk 1. Motivasi sangat
makan makanan dan
penting bagi
status nutrisi, status nutrisi
suplemen makanan.
penderita anoreksia
kurang
dari Kriteria Hasil:
2. Tawarkan makan
dan gangguan

Memperlihatkan
makanan
dengan
porsi
gastrointestinal.
kebutuhan
asupan
makanan sedikit tapi sering.
2. Makanan dengan
tubuh
yang tinggi kalori,3. Hidangkan makanan
porsi kecil dan
berhubungan
tinggi
protein yang menimbulkan
sering lebih ditolerir
dengan
dengan
jumlah selera dan menarik
oleh penderita
memadai.
dalam penyajiannya.
anoreksia.
anoreksia dan
 Mengenali
4.
Pantang
alkohol.
3.Meningkatkan
selera
gangguan
makanan
dan5. Pelihara higiene oral
makan dan rasa
gastrointestinal minuman
yang sebelum makan.
sehat.
.
bergizi
dan6. Pasang ice collar untuk4. Menghilangkan
diperbolehkan
mengatasi mual.
makanan dengan
dalam diet.
7. Berikan obat yang
“kalori kosong” dan
 Bertambah berat diresepkan untuk
menghindari iritasi
tanpa
mengatasi mual,
lambung oleh
memperlihatkan
muntah, diare atau
alkohol.
penambahan
konstipasi.
5. Mengurangi citarasa
edema
dan8. Motivasi peningkatan
yang tidak enak dan
pembentukan
asupan cairan dan
merangsang selera
asites.
latihan jika pasien
makan.
 Mengenali dasar melaporkan konstipasi.6. Dapat mengurangi
pemikiran
9. Amati gejala yang
frekuensi mual.
mengapa
pasien membuktikan adanya 7. Mengurangi gejala
harus
makan perdarahan
gastrointestinal dan
sedikit-sedikit tapi gastrointestinal.
perasaan tidak enak
sering.
pada perut yang
 Melaporkan
mengurangi selera
peningkatan selera
makan dan
makan dan rasa
keinginan terhadap
sehat.
makanan.
 Menyisihkan
8. Meningkatkan pola
alkohol dari dalam
defekasi yang
diet.
normal dan
 Turut serta dalam
mengurangi rasa
upaya memelihara
tidakenak serta
higiene
oral
distensi pada
sebelum
makan
abdomen.
dan
menghadapi
9. Mendeteksi
mual.
komplikasi
 Menggunakna
gastrointestinal yang
serius.
obat
kelainan
gastrointestinal
seperti
yang

diresepkan.
Melaporkan
fungsi
gastrointestinal
yang
normal
dengan
defekasi
yang teratur.
 Mengenali gejala
yang
dapat
dilaporkan:
melena,
pendarahan yang
nyata.
1. Amati setiap feses 1.
Resiko cedera Tujuan:
yang dieksresikan
berhubungan
Pengurangan
untuk memeriksa
dengan
resiko cedera
warna, konsistensi dan
jumlahnya.
2.
hipertensi
Kriteria Hasil:
2.
Waspadai
gejala

Tidak
portal,
ansietas, rasa penuh
memperlihatkan
perubahan
adanya perdarahan pada epigastrium,
mekanisme
3.
yang nyata dari kelemahan dan
kegelisahan.
pembekuan
traktus
3.
Periksa
setiap feses dan
dan gangguan gastrointestinal.
muntahan untuk
 Tidak
dalam proses
mendeteksi darah yang
4.
memperlihatkan
detoksifikasi
tersembunyi.
adanya
4. Amati manifestasi
obat.
kegelisahan, rasa
penuh
pada hemoragi: ekimosis,
epigastrium
dan epitaksis, petekie dan5.
indikator lain yang perdarahan gusi.
5. Catat tanda-tanda vital
menunjukkan
hemoragi
serta dengan interval waktu
tertentu.
6.
syok.
6.
Jaga
agar
pasien
tenang
 Memperlihatkan
hasil pemeriksaan dan membatasi
7.
yang negatif untuk aktivitasnya.
7. Bantu dokter dalam
perdarahan
memasang kateter
tersembunyi
untuk tamponade balon
gastrointestinal.
 Bebas
dari esofagus.
8. Lakukan observasi
daerah-daerah yang
selama transfusi darah
mengalami
8.
ekimosis
atau dilaksanakan.
9. Ukur dan catat sifat,
pembentukan
waktu serta jumlah
hematom.
muntahan.
 Memperlihatkan
10.
Pertahankan
pasien
tanda-tanda vital
dalam keadaan puasa
yang normal.
 Mempertahankan jika diperlukan.


Memungkinkan
deteksi perdarahan
dalam traktus
gastrointestinal.
Dapat menunjukkan
tanda-tanda dini
perdarahan dan
syok.
Mendeteksi tanda
dini yang
membuktikan
adanya perdarahan.
Menunjukkan
perubahan pada
mekanisme
pembekuan darah.
Memberikan dasar
dan bukti adanya
hipovolemia dan
syok.
Meminimalkan
resiko perdarahan
dan mengejan.
Memudahkan insersi
kateter kontraumatik
untuk mengatasi
perdarahan dengan
segera pada pasien
yang cemas dan
melawan.
Memungkinkan
deteksi reaksi
transfusi (resiko ini
akan meningkat
dengan pelaksanaan
lebih dari satu kali
transfusi yang

istirahat
dalam
11. Berikan vitamin K
diperlukan untuk
keadaan
tenang seperti yang
mengatasi
ketika
terjadi diresepkan.
perdarahan aktif dari
perdarahan aktif. 12. Dampingi pasien secara varises esofagus)
 Mengenali
terus menerus selama9. Membantu
mengevaluasi taraf
rasional
untuk episode perdarahan.
13. Tawarkan minuman
perdarahan dan
melakukan
kehilangan darah.
transfusi darah dan dingin lewat mulut
tindakan
guna ketika perdarahan 10. Mengurangi resiko
teratasi (bila
aspirasi isi lambung
mengatasi
diinstruksikan).
dan meminimalkan
perdarahan.
14. Lakukan tindakan
resiko trauma lebih
 Melakukan
lanjut pada esofagus
tindakan
untuk untuk mencegah
trauma
:
dan lambung.
mencegah trauma
a. Mempertahankan
11. Meningkatkan
(misalnya,
lingkungan
yang
aman.
pembekuan dengan
menggunakan sikat
memberikan vitamin
gigi yang lunak,b. Mendorong pasien
membuang ingus untuk membuang ingus larut lemak yang
secara
perlahan- secara perlahan-lahan. diperlukan untuk
mekanisme
lahan, menghindaric. Menyediakan sikat
pembekuan darah.
terbentur
serta gigi yang lunak dan
menghindari
12. Menenangkan pasien
terjatuh,
penggunaan tusuk gigi. yang merasa cemas
menghindari
dan memungkinkan
mengejan pada saatd. Mendorong konsumsi
makanan
dengan
pemantauan serta
defekasi).
deteksi terhadap
 Tidak mengalami kandungan vitamin C
yang
tinggi.
kebutuhan pasien
efek
samping
selanjutnya.
pemberian obat. e. Melakukan kompres
dingin jika diperlukan.13. Mengurangi resiko
 Menggunakan
semua obat sepertif. Mencatat lokasi tempat perdarahan lebih
perdarahan.
lanjut dengan
yang diresepkan.
g. Menggunakan jarum
meningkatkan
 Mengenali
rasional
untuk kecil ketika melakukan vasokontriksi
penyuntikan.
pembuluh darah
melakukan
15. Berikan obat dengan
esofagus dan
tindakan penjagaan
hati-hati;
pantau
efek
lambung.
dengan
samping pemberian 14. Meningkatkan
menggunakan
obat.
keamanan pasien.
semua obat.
a. Mengurangi resiko
trauma dan
perdarahan dengan
menghindari cedera,
terjatuh, terpotong,
dll.
b. Mengurangi resiko
epistaksis sekunder
akibat trauma dan
penurunan
pembekuan darah.
c. Mencegah trauma

1.
Nyeri kronis Tujuan:
berhubungan
Peningkatan rasa
dengan agen kenyamanan
injuri biologi Kriteria Hasil:
(hati
yang Mempertahankan2.
tirah baring dan
membesar
mengurangi
serta
nyeri aktivitas
ketika3.
tekan
dan nyeri terasa.
 Menggunakan
asites)
antipasmodik dan
sedatif
sesuai
indikasi dan resep
yang diberikan.
 Melaporkan
pengurangan rasa

pada mukosa oral
sementara higiene
oral yang baik
ditingkatkan.
d. Meningkatkan
proses penyembuhan
e. Mengurangi
perdarahan ke dalam
jaringan dengan
meningkatkan
vasokontriksi lokal.
f. Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan
pemantauan tempat
perdarahan
sebelumnya.
g. Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.
15. Mengurangi resiko
efek samping yang
terjadi sekunder
karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara normal.
Pertahankan tirah
1. Mengurangi
baring ketika pasien
kebutuhan metabolik
mengalami gangguan
dan melindungi hati.
rasa nyaman pada
2. Mengurangi
abdomen.
iritabilitas traktus
Berikan antipasmodik gastrointestinal dan
dan sedatif seperti
nyeri serta gangguan
yang diresepkan.
rasa nyaman pada
Kurangi asupan
abdomen.
natrium dan cairan jika3. Memberikan dasar
diinstruksikan.
untuk mendeteksi
lebih lanjut
kemunduran
keadaan pasien dan
untuk mengevaluasi
intervensi.
4. Meminimalkan

nyeri dan gangguan
rasa nyaman pada
abdomen.
 Melaporkan rasa
nyeri dan gangguan
rasa nyaman jika
terasa.
 Mengurangi
asupan natrium dan
cairan
sesuai
kebutuhan hingga
tingkat
yang
diinstruksikan
untuk
mengatasi
asites.
 Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
 Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
 Memperlihatkan
pengurangan
lingkar perut dan
perubahan
berat
badan yang sesuai.
Kelebihan
Tujuan: Pemulihan1. Batasi asupan natrium1.
dan cairan jika
volume cairan kepada
volume
diinstruksikan.
berhubungan
cairan yang normal2. Berikan diuretik,
2.
suplemen kalium dan
dengan asites Kriteria Hasil:
protein seperti yang

Mengikuti
diet
dan
rendah natrium dan dipreskripsikan.
pembentukan
pembatasan cairan3. Catat asupan dan
edema.
seperti
yang haluaran cairan.
4. Ukur dan catat lingkar
diinstruksikan.
perut setiap hari.
3.
 Menggunakan
diuretik, suplemen5. Jelaskan rasional
kalium dan protein pembatasan natrium
sesuai
indikasi dan cairan.
4.
tanpa mengalami
efek samping.
 Memperlihatkan
peningkatan
haluaran urine.
5.
 Memperlihatkan
pengecilan lingkar
perut.
 Mengidentifikasi
rasional

pembentukan asites
lebih lanjut.

Meminimalkan
pembentukan asites
dan edema.
Meningkatkan
ekskresi cairan lewat
ginjal dan
mempertahankan
keseimbangan cairan
serta elektrolit yang
normal.
Menilai efektivitas
terapi dan
kecukupan asupan
cairan.
Memantau
perubahan pada
pembentukan asites
dan penumpukan
cairan.
Meningkatkan
pemahaman dan
kerjasama pasien
dalam menjalani dan
melaksanakan

pembatasan
natrium dan cairan.
Perubahan
Tujuan: Perbaikan1.
proses berpikir status mental
berhubungan
Kriteria Hasil:
2.

Memperlihatkan
dengan
perbaikan
status
kemunduran
mental.
fungsi hati dan Memperlihatkan
3.
peningkatan
kadar
amonia
kadar amonia. serum dalam batas-4.
batas yang normal.
 Memiliki
orientasi terhadap
waktu, tempat dan5.
orang.
 Melaporkan pola
tidur yang normal.6.
 Menunjukkan 7.
perhatian terhadap
kejadian
dan
aktivitas
di
lingkungannya.
 Memperlihatkan 8.
rentang perhatian
yang normal.
 Mengikuti
dan9.
turut serta dalam
percakapan secara
tepat.
 Melaporkan
kontinensia fekal
dan urin.
 Tidak mengalami
kejang.

pembatasan cairan.
Batasi protein
1.
makanan seperti yang
diresepkan.
Berikan makanan
2.
sumber karbohidrat
dalam porsi kecil tapi
sering.
Berikan perlindungan
terhadap infeksi.
Pertahankan
lingkungan agar tetap
hangat dan bebas dari
angin.
Pasang bantalan pada
penghalang di samping
tempat tidur.
3.
Batasi pengunjung.
Lakukan pengawasan
keperawatan yang
cermat untuk
memastikan keamanan4.
pasien.
Hindari pemakaian
preparat opiat dan
barbiturat.
Bangunkan dengan
interval.
5.

Mengurangi sumber
amonia (makanan
sumber protein).
Meningkatkan
asupan karbohidrat
yang adekuat untuk
memenuhi
kebutuhan energi
dan
“mempertahankan”
protein terhadap
proses
pemecahannya untuk
menghasilkan
tenaga.
Memperkecil resiko
terjadinya
peningkatan
kebutuhan metabolik
lebih lanjut.
Meminimalkan
gejala menggigil
karena akan
meningkatkan
kebutuhan
metabolik.
Memberikan
perlindungan kepada
pasien jika terjadi
koma hepatik dan
serangan kejang.
6. Meminimalkan
aktivitas pasien dan
kebutuhan
metaboliknya.
7. Melakukan
pemantauan ketat
terhadap gejala yang
baru terjadi dan
meminimalkan
trauma pada pasien
yang mengalami
gejala konfusi.
8. Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah overdosis
obat yang terjadi

9.

Pola
napas Tujuan: Perbaikan1.
yang
tidak status pernapasan
2.
efektif
KriteriaHasil:
3.

Mengalami
berhubungan
perbaikan
status4.
dengan asites
pernapasan.
dan restriksi Melaporkan
pengembangan pengurangan gejala
a.
sesak
napas.
toraks akibat
 Melaporkan
aistes, distensi
peningkatan tenaga
abdomen serta dan rasa sehat. b.
adanya cairan Memperlihatkan
dalam rongga frekuensi respirasi
yang normal (12c.
toraks
18/menit)
tanpa
terdengarnya suara
pernapasan
tambahan.
 Memperlihatkan
pengembangan
toraks yang penuh
tanpa
gejala
pernapasan
dangkal.
 Memperlihatkan
gas darah yang
normal.
 Tidak mengalami
gejala konfusi atau
sianosis.

Tinggalkan bagian 1.
kepala tempat tidur.
Hemat tenaga pasien.
Ubah posisi dengan
interval.
Bantu pasien dalam
menjalani parasentesis
atau torakosentesis. 2.
Berikan dukungan dan
pertahankan posisi
selama menjalani
3.
prosedur.
Mencatat jumlah dan
sifat cairan yang
diaspirasi.
Melakukan observasi 4.
terhadap bukti
terjadinya batuk,
peningkatan dispnu
atau frekuensi denyut
nadi.

a.

sekunder akibat
penurunan
kemampuan hati
yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik
dan barbiturat.
Memberikan
stimulasi kepada
pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
Mengurangi tekanan
abdominal pada
diafragma dan
memungkinkan
pengembangan
toraks dan ekspansi
paru yang maksimal.
Mengurangi
kebutuhan metabolik
dan oksigen pasien.
Meningkatkan
ekspansi
(pengembangan) dan
oksigenasi pada
semua bagian paru).
Parasentesis dan
torakosentesis (yang
dilakukan untuk
mengeluarkan cairan
dari rongga toraks)
merupakan tindakan
yang menakutkan
bagi pasien. Bantu
pasien agar bekerja
sama dalam
menjalani prosedur
ini dengan
meminimalkan
resiko dan gangguan
rasa nyaman.
Menghasilkan
catatan tentang
cairan yang
dikeluarkan dan
indikasi keterbatasan
pengembangan paru
oleh cairan.

b. Menunjukkan iritasi
rongga pleura dan
bukti adanya
gangguan fungsi
respirasi oleh
pneumotoraks atau
hemotoraks
(penumpukan udara
atau darah dalam
rongga pleura).

DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-sirosishepatis_4798.html#.VGlL-NKUdiI